Anda di halaman 1dari 42

BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Definisi

Menurut Suharyono (2008) gastroenteritis akut didefinisikan sebagai buang air besar
dengan tinja yang cair atau lembek dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung
kurang dari 14 hari.

Gastroenteritis adalah penyakit dapat berlangsung batasan diri berupa diare berair,
biasanya kurang dari 7 hari, disertai dengan gejala muntah, anoreksia, demam hingga dehidrasi
berat bahkan dapat berakibat fatal (Widagdo, 2012).

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi Buang Air Besar
(BAB) lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi lebih cair atau
setengah padat) dengan atau tanpa lendir atau darah (Ariani, 2016).

1.2 Etiologi

1) Faktor infeksi

Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter,Yersinia, Aeromonas), infeksi virus (Entenovirus,
Adenovirus,Rotavirus,Astrovirus), infeksi parasit (Entamoeba hystolytica, Giardia
lamblia, Thricomonas hominis) dan jamur (Candida,Abicans). Infeksi parenteral
merupakan infeksi diluar system pencernaan yang dapat menimbulkan diare seperti:
Otitis Media Akut (OMA), tonsillitis, bronkopnemonia, ensefalitis.
2) Faktor malabsorbsi

Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),


monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak.Disamping itu dapat pula
terjadi malabsorbsi lemak dan protein.
3) Faktor makanan

Diare dapat terjadi karena mengkonsumsi makanan basi, beracun dan alergi terhadap
jenis makanan tertentu. Misalnya makanan besi, beracun.
4) Faktor psikologis

Diare dapat terjadi karena factor psikologis (rasa takut dan cemas), jarang terjadi tetapi
dapat ditemukan pada anak yang lebih besar (Lestari, 2016).

1.3 Klasifikasi

1. Diare akut didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi

defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus GI. Keadaan ini

dapat menyertai Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA) atau Infeksi Saluran Kemih (ISK),

terapi antibiotic atau pemberian obat pencahar (laksatif).Diare akut biasanya sembuh

sendiri (lamanya sakit kurang lebih 14 hari).

2. Diare kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan

kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14 hari. Kerap kali

diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit

inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makanan, intoleransi laktosa atau diare

nonspesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari penatalaksanaan diare akut yang tidak

memadai.

3. Diare yang membandel (intraktabel) pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada

bayi dalam usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu

tanpaditemukan mikroorganisme pathogen sebagai penyebabnya dan bersifat resisten

atau membandel terhadap terapi. Diare kronis nonspesifik yang juga dikenal dengan

istilah kolon iritabel pada anak atau toodler, merupakan penyebab diare kronis yang

sering dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu.Anakanak ini

memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan yang tidak

tercerna, dan lamanya diare melebihi dari 2 minggu (Wong, 2008).

1.4 Patofisiologi

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare. Diare adalah

a. Gangguan osmotik
Terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus sehingga terjadi pergeseran dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi
rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga
menimbulkan diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan akhirnya diare timbul
karena terdapat peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus.
c. Gangguan morilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare
pula (Sudarti, 2010).
1.5 Pathway

Makanan yang tidak Rangsangan tertentu Gangguan mobilisasi


dapat diserap (toksin) usus

Peningkatan
Hiperperistatik Hipoperistaltik
osmotik dalam usus
Peningkatan
sekresi air dan Absorbsi Bakteri tumbuh
Pergerseran air & elektrolit makanan berkembang
elektrolit kedalam
rongga usus

DIARE

Frekuensi BAB Absorbsi makanan hospitalisasi


meningkat kurang baik
Perpisahan,
Hilangnya cairan Nafsu makan lingkungan
berlebihan menurun asing

Gang keseimbnagan
cairan elektrolit Intake kurang
Cemas

Dehidrasi Ketidak seimbanagan nutrisi


kurang dari kebutuhan
Kekurangan volume tubuh
cairan
1.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis Gastroenteritis adalah sebagai berikut:

1) Bayi atau anak menjadi cengeng atau gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan

berkurang atau tidak ada.

2) Sering buang air besar dengan konsistensi feses semakin cair, mungkin mengandung

darah atau lendir, dan warna feses menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan

empedu.

3) Anus dan area sekitarnya lecet karena seringnya defekasi, sementara tinja menjadi

lebih asam akibat banyaknya asam laktat.

4) Dapat disertai muntah sebelum atau sesudah diare.

5) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, berat badan turun, ubunubun besar cekung pada

bayi, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir pada mulut dan bibir

terlihat kering. Gejala klinis menyesuaikan dengan derajat atau banyaknya

kehilangan cairan. Berdasarkan penurunan berat badan dehidrasi terbagi menjadi 4

kategori yaitu tidak ada dehidrasi (bila terjadi penurunan berat badan 2,5%),

dehidrasi ringan (bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%), dehidrasi sedang (bila

terjadi penurunan berat badan 5-10%) dan dehidrasi berat (bila terjadi penurunan

berat badan 10%) (Sodikin, 2011).

1.7 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan tinja

a) Makroskopis dan mikroskopis.

b) pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet clinitest, bila diduga

terdapat intoleransi gula.

c) Bila perlu dilakukan pemeriksaan biakan dan ujiresistensi.

2) Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah menggunakan pH dan

cadangan alkali atau lebih tepat dengan pemeriksaan analisa gas darah melalui darah

arteri bila memungkinkan.

3) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.


4) Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Natrium, Kalium, Kalsium, Fosfor dalam serum

(terutama pada penderita diare yang disertai kejang).

5) Pemeriksaan intubasi duodenum untuk mengetahui jenis jasad renik atau parasit secara

kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik (Lestari, 2016).

1.8 Penatalaksanaan

1) Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).

Tindakan:
a) Untuk mencegah dehidrasi beri anak minum lebih banyak dari biasanya.

b) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan, makanan diberikan seperti biasanya.

c) Bila keadaan anak bertambah berat, segera bawa anak ke Puskesmas terdekat.

2) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau sedang.

Tindakan:
a) Berikan oralit.

b) ASI (Air Susu Ibu) diteruskan.

c) Teruskan pemberian makanan, sebaiknya yang lunak dan mudah dicerna.

d) Bila tidak ada perubahan segera bawa ke Puskesmas terdekat.

3) Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.

Tindakan:
a) Segera bawa ke Puskesmas atau Rumah sakit dengan fasilitas perawatan.

b) Oralit dan ASI diteruskan selama masih bisa minum.

4) Takaran pemberian oralit

a) Dibawah 1 tahun: 3 jam pertama 1,5 gelas selanjutnya 0,5 gelas setiap kali mencret.

b) Dibawah 5 tahun (anak balita): 3 jam pertama 3 gelas selanjutnya 1 gelas setiap kali

mencret.

c) Anak diatas 5 tahun: 3 jam pertama 6 gelas selanjutnya 1,5 gelas setiap kali mencret.

d) Anak diatas 12 tahun dan dewasa: 3 jam pertama 12 gelas selanjutnya 2 gelas setiap

kali mencret (1 gelas 200cc).

5) Dasar pengobatan diare

a) Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan dan jumlah pemberiannya.
 Cairan per oral:

Pada anak dengan dehidrasi ringan atau sedang diberikan peroal berupa cairan

yang bersifatNaCl, NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada

anak diatas 6 bulan kadar natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah 6 bulan 50-60

mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin

disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan

sukrosa.

 Cairan parenteral

Diberikan pada anak yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai

berikut:

1) Untuk anak umur 1bl-2th berat badan 3-10kg 1 jam pertama

40ml/kgBB/menit=3 tts/kgBB/menit.

2) Untuk anak 2-5 tahun dengan berat badan 10-15kg 1 jam pertama

30ml/kgBB/jam atau 8tts/kgBB/menit.

3) Untuk anak 5-10 tahun dengan berat badan 15-25kg 1 jam pertama 20

ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt.

4) Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3kg kebutuhan cairan

125ml+100ml+25ml = 250 ml/ kgBB /24jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian

glukosa 5%+1 bagian NaHCO3 1½%. Kecepatan: 4 jam pertama:

25ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/mnt (1ml=15 tts) 8 tts/kgBB/mnt (1ml=20

tts).

5) Untuk bayi berat badan lahir rendah kebutuhan cairan: 250 ml/kgBB/24jam,

jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10%+ 1 bagian NaHCO3 1½%).

b) Pengobatan dietik

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari
7 kg jenis makanan:
(1) Susu ASI atau susu formula yang mengandung rendah laktosa dan asam lemak

tidak jenuh.
(2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak

mau minum susu karena dirumah tidak terbiasa.

(3) Susu khusus sesuai kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak

mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh.

c) Obat-obatan

Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang


mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (Lestari, 2016).

1.9 Komplikasi

Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai
macam komplikasi seperti:

1) Dehidrasi ada dehidrasi ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonic, hipertonik.

2) Syok hipovolemik.

3) Hipokalemia (dengan gejala materorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardia

perubahan pada elektrokardiogram).

4) Hipoglikemia.

5) Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisienzi enzim laktosa karena

kerusakan vili mukosa usus halus.

6) Kejang, terutama pada dehidrasi hipotonik.

7) Malnutrisi energi protein karena selain diare dan muntah juga mengalami kelaparan

(Marmi&Raharjo, 2012).
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Fokus pengkajian pada anak dengan Gastroenteritis menurut (Nursalam, 2013) meliputi:

1) Idenditas pasien/biodata: Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal

lahir, umur, asal.

2) Keluhan utama: Buang Air Besar (BAB) lebih dari 3 kali sehari, BAB dengan

konsistensi cair.BAB 4-10 dengan konsistensi cair (dehidrasi ringan/sedang).BAB lebih

dari 10 kali (dehidrasi berat).Bila diare berlangsung kurang dari 14 hari adalah diare akut

dan bila berlangsung 14 hari atau lebih diare persisten.

3) Riwayat penyakit sekarang:

a) Mula-mula bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu

makan berkurang.

b) Tinja makin cair mungkin disertailendir atau darah, warna tinja berubah menjadi

kehijauan karena bercampur empedu.

c) Anus dan sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi.

d) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

e) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka gejala dehidrasi

mulai tampak.

f) Dieresis yaitu terjadinya oliguria (kurang dari 1ml/kgBB/jam) bila terjadi dehidrasi.

Tidak ada urine dalam 6 jam (dehidrasi berat).

4) Riwayat kesehatan masa lalu:

a) Riwayat pemberian imunisasi terutama pada anak yang belum imunisasi campak.

b) Riwayat alergi makanan/obat-obatan.

c) Riwayat penyakit yang pada anak dibawah 2 tahun biasanya batuk, pilek, kejang

yang terjadi sebelum atau setelah diare.

5) Riwayat nutrisi:

a) Pemberian ASI penuh pada anak usia 4-6 bulan sangat mempengaruhi resiko diare.
b) Pemberian susu formula apakah menggunakan air masak, diberikan dengan botol

karena botol tidak bersih dan terkena pencemaran.

c) Perasaan haus. Anak diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa), pada

anak dehidrasi ringan/sedang anak merasa haus ingin minum banyak,sedangkan pada

anak dehidrasi berat anak malas minum atau tidak bias minum.

6) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Baik, sadar (tanpa dehidrasi).

Gelisah, rewel (dehidrasi ringan/sedang).

Lesu, lunglai, tidak sadar (dehidrasi berat)

b) Berat badan

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat
badan.
c) Kulit

Untuk mengatahui elastisitas kulit, turgor kembali cepat kurang dari 2 detik tanpa
dehidrasi, turgor kembali lambat bila cubitan kembali pada 2detik ini merupakan
dehidrasi ringan/sedang, turgor kembali lambat bila kembali lebih dari 2 detik dan ini
termasuk dehidrasi dengan dehidrasi berat.
d) Kepala

Anak dibawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubunubunnya biasanya cekung.


e) Mata

Anak yang diare tanpa dehidrasi bentuk kepala normal.Bila dehidrasi ringan/sedang
kelopak mata cekung.Sedangka dehidrasi berat kelopak mata sangat cekung.
f) Mulut dan lidah

(1) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi)

(2) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan)

(3) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat)

g) Abdomen

Kemungkinan distensi, kram, bissing usus meningkat.


h) Anus

Adakah iritasi pada kulitnya.


2.2 Diagnosa keperawatan

1) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan

sekunder terhadap diare

2) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak


adekuatnya intake dan out put
3) Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampaksekunder
dari diare
4) Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan
frekwensi BAB (diare)
5) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

2.3 Intervensi

Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan


kehilangan cairan sekunder terhadap diare

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan


elektrolit dipertahankan secara maksimal

Kriteria hasil :

 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
 Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari

Intervensi :

1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit


R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera un tuk
memperbaiki deficit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aad
ekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
4) Kolaborasi :
 Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal
(kompensasi).
 Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.

 Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)


R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang,
antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri
berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya intake dan out put

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi


terpenuhi

Kriteria hasil :

- Nafsu makan meningkat


- BB meningkat atau normal sesuai umur

Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak
dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan saluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan
makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
 Terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
 Obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi


dampak sekunder dari diare
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh

Kriteria hasil :

- Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)


- Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)

Intervensi :

1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam


R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 : Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan


frekwensi BAB (diare)

Tujuan : Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit
tidak terganggu

Kriteria hasil :

- Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga


- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar

Intervensi :

1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur


R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan
keasaman Feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
4) R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi
iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu


beradaptasi
Kriteria hasil :

- Mau menerima tindakan perawatan


- Klien tampak tenang dan tidak rewel

Intervensi :

1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan


R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada
klien. Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
DAFTAR PUSTAKA

 Ariani, Ayu Putri. 2016. Diare. Pencegahan dan Pengobatannya. Yogyakarta: Nuha
Medika.
 Hidayat, Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
 Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta: Nuha Medika.
 Setiadi. 2012. Konsep& Penulisan Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
 Sodikin. 2011. Asuhan Keperawatan Anak: Gangguan Sistem Gastroentestinal
dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika.
 Sudarti, M. (2010). KELAINAN DAN PENYAKIT PADA BAYI & ANAK. Yogyakarta:
Nuha Medika.
BAB III

KONSEP DDST

3.1 Pengertian DDST (Denver Development Screening Test)

DDST adalah salah satu metode screening terhadap kelainan perkembangan anak.Tes ini
bukanlah tes diagnostik atau tes IQ.(Soetjiningsih, 1998).

3.2 Fungsi DDST

DDST digunakan untuk menaksir perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa
dan motorik kasar pada anak umur 1 bulan sampai 6 tahun.

3.3 Aspek-aspek Perkembangan yang Dinilai

Dalam DDST terdapat 125 tugas-tugas perkembangan dimana semua tugas


perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan dan diatur dalam 4 kelompok
besar yang disebut sektor perkembangan, yang meliputi :

A. Personal Social (Perilaku Sosial)


Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi
dengan lingkungannya, seperti:
1) Menatap muka
2) Membalas senyum pemeriksa
3) Tersenyum spontan
4) Mengamati tangannya
5) Berusaha menggapai mainan
6) Makan sendiri
7) Tepuk tangan
8) Menyatakan keinginan
9) Daag-daag dengan tangan
10) Main bola dengan pemeriksa
11) Menirukan kegiatan
12) Minum dengan cangkir
13) Membantu di rumah
14) Menggunakan sendok dan garpu
15) Membuka pakaian
16) Menyuapi boneka
17) Memakai baju
18) Gosok gigi dengan bantuan
19) Cuci dan mengeringkan tangan
20) Menyebut nama teman
21) Memakai T-shirt
22) Berpakaian tanpa bantuan
23) Bermain ular tangga / kartu
24) Gosok gigi tanpa bantuan
25) Mengambil makan
B. Fine Motor Adaptive (Gerakan Motorik Halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan
dalam:
1) Mengikuti ke garis tengah
2) Mengikuti lewat garis tengah
3) Memegang icik-icik
4) Mengikuti 1800
5) Mengamati manik-manik
6) Tangan bersentuhan
7) Meraih
8) Mencari benang
9) Menggaruk manik-manik
10) Memindahkan kubus
11) . Mengambil dua buah kubus
12) Memegang dengan ibu jari dan jari
13) . Membenturkan 2 kubus
14) . Menaruh kubus di cangkir
15) Mencoret-coret
16) . Ambil manik-manik ditunjukkan
17) . Menara dari 2 kubus
18) . Menara dari 4 kubus
19) . Menara dari 6 kubus
20) Meniru garis vertical
21) . Menara dari kubus
22) Menggoyangkan dari ibu jari
23) . Mencontoh O
24) . Menggambar dengan 3 bagian
25) . Mencontoh (titik)
26) . Memilih garis yang lebih panjang
27) . Mencontoh ð yang ditunjukkan
28) . Menggambar orang 6 bagian
29) Mencontoh ð
C. Language (Bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan
berbicara spontan yang meliputi :
1) Bereaksi
2) Bersuara
3) Oooo ?Aaaah
4) Tertawa
5) Berteriak
6) Menoleh ke bunyi icik-icik
7) Menoleh ke arah suara
8) Satu silabel
9) Meniru bunyi kata-kata
10) Papa/mama tidak spesifik
11) Kombinasi silabel
12) Mengoceh
13) Papa/mama spesifik
14) 1 kata
15) 2 kata
16) 3 kata
17) 6 kata
18) Menunjuk 2 gambar
19) Kombinasi kata
20) Menyebut 1 gambar
21) Menyebut bagian badan
22) Menunjuk 4 gambar
23) Bicara dengan dimengerti
24) Menyebut 4 gambar
25) Mengetahui 2 kegiatan
26) Mengerti 2 kata sifat
27) Menyebut satu warna
28) Kegunaan 2 benda
29) Mengetahui
30) Bicara semua dimengerti
31) Mengerti 4 kata depan
32) Menyebut 4 warna
33) Mengartikan 6 kata
34) Mengetahui 3 kata sifat
35) Menghitung 6 kubus
36) Berlawanan 2
37) Mengartikan 7 kata
D. Gross Motor (Gerak Motorik Kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh, meliputi
kemampuan dalam:
1) Gerakan seimbang
2) Mengangkat kepala
3) Kepala terangkat ke atas
4) Duduk kepala tegak
5) . Menumpu badan pada kaki
6) . Dada terangkat menumpu satu lengan
7) Membalik
8) Bangkit kepala tegak
9) Duduk tanpa pegangan
10) . Berdiri tanpa pegangan
11) Bangkit waktu berdiri
12) . Bangkit terus duduk
13) . Berdiri 2 detik
14) Berdiri sendiri
15) Membungkuk kemudian berdiri
16) Berjalan dengan baik
17) . Berjalan dengan mundur
18) . Lari
19) Berjalan naik tangga
20) Menendang bola ke depan
21) . Melompat
22) . Melempar bola, lengan ke atas
23) . Loncat
24) . Berdiri satu kaki 1 detik
25) Berdiri satu kaki 2 detik\
26) Melompat dengan satu kaki
27) Berdiri satu kaki 3 detik
28) Berdiri satu kaki 4 detik
29) Berjalan tumit ke jari kaki
30) . Berdiri satu kaki 6 detik
3.4 Cara Mengukur Perkembangan Anak dengan DDST

Pada waktu tes, tugas yang perlu diperiksa setiap kali skrining biasanya hanya berkisar
antara 20-30 tugas saja, sehingga tidak memakan waktu lama, hanya sekitar 15-20 menit saja

A. Alat yang Digunakan


1) Alat peraga : benang wol merah, kismis/manik-manik, kubus warna merah-
kuning-hijau- biru, permainan anak, botol kecil, bola tenis, bel kecil, kertas, dan
pensil.
2) Lembar formulir DDST
3) Buku petunjuk sebagai referensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes dan
cara menilainya.
B. Prosedur DDST terdiri dari dua tahap, yaitu:
1) Tahap pertama : secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia 3 – 6
bulan, 9 – 12 bulan, 18 – 24 bulan, 3 tahun, 4 tahun, 5 tahun.
2) Tahap kedua : dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan
perkembangan pada tahap pertama kemudian dilarutkan dengan evaluasi
diagnostik yang lengkap.
C. Penilaian
Penilaian apakah lulus (Passed: P), gagal (Fail: F), ataukah anak tidak mendapat
kesempatan melakukan tugas (No Opportunity: N.O). Kemudian ditarik garis
berdasarkan umur kronologis, yang memotong garis horisontal tugas perkembangan
pada formulir DDST. Setelah itu dihitung pada masing-masing sektor, berapa yang P
dan berapa yang F, selanjutnya berdasarkan pedoman, hasil tes diklasifikasi dalam
normal, abnormal, meragukan (Questionable) dan tidak dapat dites (Untestable). \
1) Abnormal
- Bila didapatkan 2 atau lebih keterlambatan, pada 2 sektor atau lebih
- Bila dalam 1 sektor atau lebih didapatkan 2 atau lebih keterlambatan
plus 1 sektor atau lebih dengan 1 keterlambatan dan pada sektor yang
sama tersebut tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan
garis vertikal usia.
2) Meragukan
- Bila pada 1 sektor didapatkan 2 keterlambatan atau lebih.
- Bila pada 1 sektor atau lebih didapatkan 1 keterlambatan dan pada sektor
yang sama tidak ada yang lulus pada kotak yang berpotongan dengan
garis vertikal usia.
3) Tidak dapat dites
- Apabila terjadi penolakan yang menyebabkan hasil tes menjadi abnormal
atau meragukan.
4) Normal
Semua yang tidak tercantum dalam kriteria tersebut di atas.

Agar lebih cepat dalam melaksanakan skrining, maka dapat digunakan tahap pra
skrining dengan menggunakan :

1. DDST Short Form, yang masing-masing sektor hanya diambil 3 tugas (sehingga
seluruhnya ada 12 tugas) yang ditanyakan pada ibunya. Bila didapatkan salah satu
gagal atau ditolak, maka dianggap “suspect” dan perlu dilanjutkan dengan DDST
lengkap.
2. PDQ (Pra-Screening Development Questionnaire)
Bentuk kuisioner ini digunakan bagi orang tua yang berpendidikan SLTA ke
atas dapat diisi orang tua di rumah atau pada saat menunggu di klinik.Dipilih 10
pertanyaan pada kuisioner yang sesuai dengan umur anak.Kemudian dinilai
berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan dan pada kasus yang dicurigai dilakukan
tes DDST lengkap. (Soetjiningsih, 1998)
BAB IV

KONSEP IMUNISASI

4.1 Konsep Dasar Imunisasi

A. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Depkes,2000).
Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif
terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan antigen yang serupa tidak terjadi
penyakit (IDAI,2001)
Imunisasi beasal dari kata imun, yang artinya kebal atu resisten. Anak
diimunisasi tentu anak kebal atau resisten terhadap suatu penyakit, tetapi belum kebal
terhadap penyakit lain. (Notoatmodjo, 2005)
Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan antigen
lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit
tertentu.(Proverawati, 2010 ).
B. Jenis - Jenis Imunisasi
Pada dasarnya imunisasi ada 2 jenis:
A. Imunisasipasif (Passive Immunization)
Imunisasi pasif adalah kekebalan tubuh yang bisa diperoleh seseorang yang zat
kekebalan tubuhnya didapatkan dari luar.
Imunisasi pasif dibagi menjadi 2:
1) Imunisasi pasif alamiah
Imunisasi pasif alamiah adalah antibodi yang didapat seseorang karena
diturunkan oleh ibu yang merupakan orang tua kandung langsung ketika berda
dalam kandungan.
2) Imunisasi pasif buatan
Imunisasi pasif buatan adalah kekebalan tubuh yang diperoleh karena suntikan
serum untuk mencegah penyakit tertentu.
B. Imunisasi Aktif (Active Immunization)
Imunisasi aktif adalah kekebalan tubuh yang didapat seseorang karena tubuh yang
secara aktif membentuk zat antibodi.
1) Imunisasi aktif alamiah penyakit
Adalah kekebalan tubuh yang secara otomatis diperoleh setelah sembuh dari
suatu penyakit.
2) Imunisasi aktif buatan
Adalah kekebalan tubuh yang didapat dari vaksinasi yang diberikan untuk
mendapatkan perlindungan dari suatu penyakit.
Jenis – jenis imunisasi yang diberikan untuk anak yang saat ini dipakai dalam program
imunisasi rutin di indonesia adalah :

a. Imunisasi Hepatitis B PID


Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B adalah vaksin
virus recombinan yang telah diinaktifasikan dan bersifat non infeksius, disuntikkan
secara intra muskuler sebaiknya pada anterolateral paha dengan dosis 0,5 ml, dosis
pertama diberikan pada usia 0 – 7 hari.
B. Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
tuberkulosis. vaksin BCG meupakan vaksin beku kering yang mengandung
Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan, dosis pemberian 0,05 ml sebanyak 1
kali disuntikkan di lengan kanan atas (insertio musculus deltoideus).
C. Imunisasi DPT-HB-Hib (pentavalen)
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk pencegahan terhadap penyakit dipteri,
pertusis, tetanus, hepatitis B, dan infeksi haemofilus influenza tipe b. vaksin DPT-
HB-Hib berupa suspensi homogen yang mengandung toksoid tetanus dan difteri
murni, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hapatitis B murni yang tidak
infeksius dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida haemofilus influenza tipe b tidak infeksius yang dikonjugasikan
kapada protein tetanus toksoid, disuntikkan secara intra muskuler dengan dosis
pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan, dosis
selanjutnya diberikan dengan interval paling cepat 4 minggu.
D. Imunisasi polio
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
poliomielitis, vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari
suspensi virus poliomielitis tipe 1, 2 dan 3(strain sabin) yang sudah dilemahkan,
dibuat dalam biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa, diberikan
secara oral (melalui mulut), 1 dosis adalah 2 tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian
dengan interval setiap dosis 4 minggu.
E. Imunisasi campak
Pemberian imunisasi ini ber tujuan untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit campak. Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan,
disuntikkan secara sub kutan pada lengan kiri atas dengan dosis 0,5 ml diberikan
pada usia 9–11 bulan.
C. Tujuan imunisasi
a. Tujuan Umum
Secara umum tujuan imunisasi adalah menurunkan angka kesakitan, kematian serta
kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (Kementrian
kesehatan, 2013)
b. Tujuan husus
1) Tercapainya target Universal Child Immunization (UCI), yaitu cakupan
imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi diseluruh desa atau
kelurahan pada tahun 2014
2) Tervalidasinya eliminasi tetanus maternal dan neonatal (insiden dibawah 1 per
1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun).
3) Eradikasi polio pada tahun 2015.
4) Tercapainya eliminasi campak pada tahun 2015
5) Terselenggaranya pemberian imunisasi yang aman serta pengelolaan limbah
medis.
D. Reaksi Dari Imunisasi

Jenis Imunisasi Reaksi yang ditimbulkan


Imunisasi BCG  Terjadi Ulkus pada daerah suntikan
dan dapat terjadi limpa denitis
regional
 Reaksi panas
Imunisasi DPT Reaksi Ringan
 Pembengkakan dan nyeri pada
tempat injeksi.
 Demam
Reaksi Berat
 Pasien dapat menangis hebat karena
kesakitan sealama 4 jam
 Kesadaran menurun
 Ensefalopati
 Shock
Imunisasi Campak  Dapat terjadi ruam pada tempat
suntikan
 Panas (febris)
Imunisasi Hepatitis Biasanya timbul seminggu setelah
imunisasi, reaksi yang ditimbulkan
berupa :
 Demam
 Diare
 Keluar bintik-bintik merah di kulit.
Namun, efek ini tergolong ringan
sehingga tak perlu ada yang
dikhawartikan, sebab akan sembuh
sendiri
Imunisasi Polio Umumnya tidak ada reaksi, namun
pada beberapa anak timbul perasaan
pusing pada anak, diare ringan dan
sakit otot. Kasus ini sangat jarang
terjadi.

E. Syarat - syarat imunisasi


Dalam pemberian imunisasi ada syarat yang harus di perhatikan yaitu:
a. Diberikan pada bayi atau anak yang sehat
b. vaksin yang di berikan harus baik ,di simpan di lemari es dan belum lewat masa
berlakunya.
c. Pemberian imunisasi dengan tehnik yang tepat.
d. Mengetahui jadwal imunisasidengan melihat umur dan jenis imunisasi yang
telah di terima.
e. meneliti jenis vaksin yang di berikan.
f. memberikan dosis yang akan di berikan.
g. mencatat nomor batch pada buku anak atau kartu imunisasi.
h. memberikaninformed consent kepada orang tua atau keluarga sebelum
melakukan tindakan imunisasi yang sebelumnya telah di jelaskan kepada orang
tuanya tentang manfaat dan efek samping atau kejadian ikutan pasca imunisasi
(KIPI) yang dapat timbul setelah pemberian imunisasi (Lisnawati, 2011).
F. Kontraindikasi
 BCG
a) Uji montouk (+)
b) Immunodefisiensi
c) Gizi buruk
d) Demam tinggi
e) Infeksi kulit yang luas
f) Riwayat TB
g) Kehamilan
 Hepatitis B
Ibu hamil
 DPT
Ensefalofi
 Polio
a) Demam
b) Muntah / diare
c) Konsumsi obati imunosupresif
d) Radiasi umum
e) Keganasan
f) Penderita HIV
 Campak
a) Demam
b) TB tanpa pengobatan
c) Imunosupresi
G. Manfaat Imunisasi
a. Untuk anak
Mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat atau
kematian.
b. Untuk keluarga
Menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.Mendorong
pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk Negara
Memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk
melanjutkan pembangunan negara (Proverawati,2010 )

4.2 Konsep Dasar Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)

A. Pengertian
Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) adalah: suatu upaya untuk mendapatkan
kekebalan terhadap penyakit Diferi, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, infeksi haemofilus
influenza tipe B dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B,
haemofilus influenza tipe B yang telah dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh
sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada saatnya nanti digunakan tubuh
untuk melawan kuman atau bibit penyakit tersebut. DPT-HB-Hib merupakan singkatan
dari Difteri,Pertusis, Tetanus, Hepatitis B, Haemofilus influenza tipe B. (Direktorat
survaelans, imunisasi, karantina dan kesehatan matra, 2013)
Vaksin DPT-HB-Hib berupa suspensi homogen yang berisikan difteri murni,
toxoid tetanus, bakteri pertusis inaktif, antigen permukaan hepatitis B (HbsAG) murni
yang tidak infeksius, dan komponen Hib sebagai vaksin bakteri sub unit berupa kapsul
polisakarida Haemofilus Influenzae tipe b (Hib) tidak infeksius yang dikonjugasikan
kepada protein toksoid tetanus
B. Penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi DPT-HB-Hib
(Pentavalen)
1) Difteri
Difteri merupakan penyakit yang sangat infeksius disebabkan oleh bakteri
Corynebacteriumdipthheriae.Ketika bakteri menyerang sistem pernafasan
akanmeneluarkan toksin atau racun yan dapat menyebabkan kelemahan, radang
tengorokan, panas dan pembengkakan di leher.Dalam waktu 2–3 hari terdapat
selaput keras putih keabuaan di tenggorokan atau hidung mengakibatkan sulit
bernafas dan sesak.Difteri juga menyebabkan pembengkakan otot jantung dan
kadang–kadang bisa terjadi gagal jantung.
2) Pertusis
Pertusis biasanya dikenal dengan batuk rejan merupakan penyakit yang sangat
menular disebabkan oleh bakteri Bordetellapertusis. Penyakit ini bisa serius pada
semua umur namun sangat mematikan pada usia bayi baru lahir dan usia dibawah
satu tahun. Gejala awal batuk rejan seperti halnya flu, hidung berair, meriang dan
batuk.Hal ini bisa berkembang menjadi sulit bernafas dan kadang–kadang membiru
karena kurangnya udara.Pada bayi, bukan saja batuk yang menyulitkan namun
mereka juga sulit bernafas dan nafas terhenti beberapa saat. Sedangkan pada usia
muda dan dewasa umumnya tidak demikian, biasanya mengalami batuk lama
sampai 10 minggu atau lebih sehingga penyakit ini disebut juga batuk 100 hari.
3) Tetanus
Tetanus adalah penyakit karena bakteri clostridium tetani.Bakteri masuk kedalam
tubuh melalui luka kemudian mengeluarkan toksin yang menyebabkan otot kaku
dan penderita mengalami kesakitan.Tetanus menyebabkan kaku pada mulut dan
rahang sehingga sukar membuka mulut dan pada bayi mulutnya mencucu. Tetanus
juga mengakibatkan masalah pernafasan, spasme otot dan kejang, jika hal ini tidak
ditangani dengan baik akan berakibat fatal.
4) Hepatitis B
Penyakit Hepatitis B atau Virus Hepatitis B(VHB)didunia sangat besar
kejadianya. Penyakit ini sangat potensial menyebabkan sedikitnya 1 juta kematian
per tahun. Diperkirakan pembawa virus/karier dari 78% diantaranya di Asia, bila
program Imunisasi Hepatitis B di dunia berhasil tahun 2015 virus yang hanya dapat
hidup di manusia dan simpanse itu diharapkan tereradikasi, dan tahun 2040
diharapkan tidak ditemukan lagi hepatitis kronis.
5) Haemofilus Influenzae tipe b
Haemofilus Influenzae tipe b (Hib) adalah salah satu bakteri yang dapat
menyebabkan infeksi beberapa organ seperti meningitis, epiglotis, pneumonia,
artritis, dan selulitis. Penularan penyakit secara droplet melalui melalui nasofaring.
Sebagian besar bakteri bertahan sampai beberapa bulan di tubuh (asymptomatis
carier). Gejala yang ditimbulkan tergantung organ mana yang diserang, pada organ
selaput otak akan timbul gejala meningitis (demam, kaku kuduk, kehilangan
kesadaran), pada organ paru akan menyebabkan pneumonia(demam, sesak, retraksi
otot pernafasan), kadang menimbulkan gejala sisa berupa kerusakan alat
pendengaran.
C. Tujuan dan mamfaat pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
1) Tujuan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) adalah untuk
membuat anak kebal terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus, Hepatitis B,
Infeksi Haemofilus Influenza Tipe b.
2) Mamfaat pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
a) Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan
terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus, hepatitis B,
infeksi haemofilus influenza tipe B.
b) Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih ringan dibanding
terkena penyakit secara alami. Secara alamiah sampai batas tertentu tubuh
juga memiliki cara membuat kekebalan tubuh sendiri dengan masuknya
kuman-kuman kedalam tubuh. Namun bila jumlah yang masuk cukup
banyak dan ganas, bayi akan sakit. Dengan semakin berkembangnya
teknologi dunia kedokteran, sakit berat masih bisa ditanggulangi dengan
obat-obatan. Namun bagaimanapun juga pencegahan adalah jauh lebih
baik dari pada pengobatan.
c) Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen) mengurangi jumlah
suntikan kepada bayi
D. Kontraindikasi pemberian imunisasi DPT-HB-Hib
1) Hipersensitif terhadap komponen vaksin, atau reaksi berat terhadap dosis
vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi sejenis lainnya,
merupakan kontra indikasi obsolut terhadap dosis berikutnya.
2) Kejang atau gejala kelainan otak pada bayi baru lahir atau kelainan saraf serius
lainnya merupakan kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Dalam hal ini
vaksin tidak boleh diberikan sebagai vaksin kombinasi, tetapi vaksin DT harus
diberikan sebagai pengganti vaksin DPT vaksin hepatitis B dan Hib diberikan
secara terpisah.
E. Efek samping pemberian vaksin DPT-HB-Hib (pentavalen)
Jenis dan angka kejadian reaksi simpang yang berat tidak berbeda secara
bermakna dengan vaksin DPT, hepatitis B dan Hib yang diberikan secara terpisah.
Beberapa reaksi lokal sementara seperti bengkak, nyeri dan kemerahan pada
lokasi suntikan disertai demam dapat timbul dalam sejumlah besar kasus. Kadang-
kadang reaksi berat seperti demam tinggi, irritabilitas(rewel) dan menangis dengan
nada tinggi dapat terjadi dalam 24 jam setelah pemberian. Episode hypotonic-
hyporesponsive pernah dilaporkan. Kejang demam telah dilaporkan dengan angka
kejadian 1 kasus per 12.500 dosis pemberian. Pemberian asetaminofen pada saat
dan 4-8 jam setelah imunisasi mengurangi terjadinya demam. Studi yang dilakukan
oleh sejumlah kelompok termasuk United States Institute of Medicine Advisory
Commitee on Immunization Practices dan asosiasi dokter spesialis anak di
Australia, Kanada, inggris dan Amerika, menyimpulkan bahwa ternyata tidak
menunjukkan adanya hubungan kausal antara DPT dan disfungsi sistim saraf
kronis pada anak. Oleh karenanya, tidak ada bukti ilmiah bahwa reaksi tersebut
mempunyai dampak permanen pada anak.
Vaksin Hepatitis B dapat ditoleransi dengan baik. Dalam studi menggunakan
plasebo sebagai kontrol selain nyeri lokal, dilaporkan kejadian seperti myalgia dan
demam ringan tidal lebih sering dibandingkan dengan kelompok plasebo. Laporan
megenai reaksi anafilaksis berat sangat jarang. Data yang da tidak menunjukkan
adanya hubungan kausalitas antara vaksin hepatitis B dan sindroma Guillin-Barre,
atau kerusakan demyelinasi termasuk gangguan sklerosis multipel, dan juga tidak
ada data epidemiologi untuk menunjang hubungan kausal antara vaksinasihepatitis
B dan sindroma fatique kronis, artritis, kelainan autoimun, asma, sindroma
kematian mendadak pada bayi, atau diabetes.
Vaksin Hib ditoleransi dengan baik. Reaksi lokal dapat terjadi dalan 24 jam
setelah vaksinasi dimana penerima vaksin dapat merasakan nyeri pada lokasi
penyuntikan. Reaksi ini biasanya bersifat ringan dan sementara. Pada umumnya
akan sembuh dengan sendirinya dalam dua atau tiga hari, dan tidak memerlukan
tindakan medis lebih lanjut.
F. Jadwal Pemberian Imunisasi DPT-HB-Hib (Pentavalen)
Pemberian imunisasi DPT-HB-Hib merupakan bagian dari pemberian imunisasi
dasar pada bayi sebanyak 3 dosis.

Tabel 2.1 Jadwal pemberian imunisasi dasar

No Umur Jenis imunisasi


1. 0 Bulan Hepatitis B 0
2. 1 Bulan BCG, Polio 1
3. 2 Bulan DPT-HB-Hib 1, Polio 2
4. 3 Bulan DPT-HB-Hib 2, Polio 3
5. 4 Bulan DPT-HB-Hib 3, Polio 4
6. 9 Bulan Campak
Sumber : Direktorat survailens, imunisasi, karantina dan kesehatan matra,
2013.

Untuk mempertahankan tingkat kekebalan dibutuhkan imunisasi lanjutan kepada


anak batita sebanyak satu dosis dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 2.2 Jadwal pemberian imunisasi lanjutan
Jenis Interval minimum
No Umur
Imunisasi setelah imunisasi dasar
1. 1,5 tahun (18 DPT-HB-Hib 12 bulan dari DPT-HB-
bulan) Hib 3
2. 2 tahun (24 Campak 6 bulan dari campak dosis
bulan) pertama
Sumber : Direktorat survailens, imunisasi, karantina dan kesehatan matra,
2013.

G. Langkah –langkah pemberian imunisasi DPT-HB-Hib


1) Penyiapan logistik
Sebelum melakukan pelayanan imunisasi DPT-HB-Hib perlu dilakukan
beberapa persiapan sebagai berikut :
a) Vaccine carier
Periksa vaksin carier yang akan digunakan dan pastikan sesuai dengan
standar, tidak tedapat keretakan pada dindingnya, mempunyai spon
penutup dan dapat ditutup rapat.
b) Coolpack (kotak dingin cair)
Sediakan coolpack yang telah diisi dengan air dan didinginkan dalam
lemari es minimal selama 24 jam. Coolpack yang dibutuhkan sebayak 4
buah dan diletakkan pada setiap sisi vaccine carier, jangan menggunakan
coldpack (kotak dingin beku) atau es batu.
c) Vaksin
Siapkan vaksin sesuai dengan jumlah sasaran yang akan diimunisasi
d) Auto Disable Syiringe (ADS)
ADS 0,5 ml yang dibutuhkan sama dengan jumlah sasaran yang akan
diimunisasi.
e) Safety box
Siapkan safety box 2,5 liter untuk 50 alat suntik
f) Format pencatatan dan pelaporan
Persiapkan format pencatatan dan pelaporan.
2) Penyiapan sasaran
Setiap sasaran yang datang ke tempat pelayanan imunisasi sebaiknya diperiksa
sebelum diberikan imunisasi, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi usia sasaran
b) Mengidentifikasi jenis dan jumlah dosis imunisasi yang telah diterima
c) Menentukan jenis vaksin yang harus diberikan
d) Kontraindikasi terhadap imunisasi
(1) Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi
kepada bayi yang sedang sakit, jangan berikan imunisasi. Mintalah
ibu untuk kembali lagi jika bayinya sudah sehat.
(2) Jika terdapat riwayat kejang demam pada pemberian DPT-HB atau
DPT-HB-Hib sebelumnya, maka imunisasi selanjutnya agar
diberikan oleh dokter ahli.
3) Pemberian imunisasi
a) Pastikan vaksin masih berkualitas/poten
(1) VVM A atau B
(2) Belum kadaluarsa
(3) Lebel vaksin masih ada dan terbaca
(4) Vaksin DPT-HB-Hib belum pernah mengalami pembekuan
(5) Belum melewati ketentuan masa pakai (vaksin sisa pelayanan
statis)
b) Gunakan alat suntik sekali pakai atau Auto Disable Syiringe (ADS)
c) Dosis dan cara pemberian imunisasi DPT-HB-Hib
(1) Dosis pemberian 0,5 ml
(2) Cara penyuntikan intramuskuler, disuntikkan di paha anterolateral
pada bayi dan dilengan kanan atas pada batita saat imunisasi
lanjutan
(3) Bayi atau anak dipangku dengan posisi menghadap kedepan.
Pegang lokasi suntikan dengan ibu jari dan jari telunjuk
(4) Suntikkan vaksin dengan posisi jarum suntik 90° terhadap
permukaan kulit
(5) Suntikkan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit
d) Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan sebelum dan sesudah pelayanan imunisasi. Materi
yang diberikan tentang alasan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib,
mamfaat dan keluhan yang mungkin terjadi setelah imunisasi dan cara
penanggulangannya.
BAB V

KONSEP ANTROPOMETRI

5.1 Pengertian Antropometri

Antropometri berasal dari kata antropos yang artinya tubuh dan metros yang berarti
ukuran. Jadi antropometri artinya ukuran tubuh. Antropometri gizi berhubungan dengan
berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi.(Jellife, 1966).

Sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan
antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Syarat-syarat yang mendasari penggunaan Antropometri yaitu:

1. Alat mudah didapat dan digunakan


2. Pengukuran dapat dilakukan berulang-ulang dengan mudah dan objektif
3. Pengukuran tidak selalu harus oleh tenaga khusus profesional, dapat oleh tenaga
lain setelah mendapat pelatihan
4. Biaya relatif murah
5. Hasilnya mudah disimpulkan, memiliki cuttof point dan baku rujukan yang sudah
pasti
6. Secara ilmiah diakui kebenarannya

Penggunaan Antropometri memiliki beberapa keunggulan, seperti:

1. Prosedur sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel cukup besar
2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli
3. Alat murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan dibuat didaerah
setempat
4. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan
5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau
6. Umumnya dapat mengidentifikasi status buruk, kurang dan baik, karena sudah ada
ambang batas yang jelas
7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu, atau dari satu
generasi ke generasi berikutnya
8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi

Selain memiliki keunggulan, penggunaan Antropometri juga memiliki beberapa


kelemahan, seperti:
1. Tidak sensitif, artinya tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat,
tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu, misal Fe dan Zn
2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunaan energi) dapat
menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri
3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi,
dan validitas pengukuran
4. Kesalahan terjadi karena: pengukuran, perubahan hasil pengukuran (fisik dan
komposisi jaringan), analisis dan asumsi yang keliru
5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan: latihan petugas yang tidak
cukup, kesalahan alat, kesulitan pengukuran

5.2 Pengukuran Antropometri

Penilaian Penilaian Massa Bebas Lemak Penilaian Massa Lemak


Pertumbuhan (Fat-Free Mass) (Fat Mass)
1. Lingkar kepala 1. Lingkar lengan atas (LILA) 1. Triceps skinfold
2. Berat Badan 2. Mid upper- arm muscle 2. Biseps Skinfold
3. Tinggi/ panjang circumference (MUAMC) 3. Subscapular Skinfold
badan 3. Mid-upper-arm muscle 4. Suprailiac skinfold
4. Perubahan berat (MUAMA) 5. Mid-upper-arm fat area
badan 6. Rasio lingkar pinggang
5. Rasio berat/ tinggi panggul (waist-hip
6. Tinggi lutut circumference ratio)
7. Lebar siku

5.3 Jenis Parameter Antropometri

Sebagai indikator status gizi, antropometri dapat dilakukan dengan mengukur beberapa
parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia. Jenis-jenis parameter
antropometri, antara lain:

1. Umur
Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan penentuan umur
meningkatkan interpretasi status gizi salah. Batasan umur yang digunakan (Puslitbang
Gizi Bogor, 1980), yaitu:
a. Tahun umur penuh (completed year)
Contoh: 6 tahun 2 bulan, dihitung 6 tahun. 5 tahun 11bulan, dihitung 5 tahun
b. Bulan usia penuh (completed month): untuk anak umur 0-2 tahun digunakan
Contoh: 3 bulan 7 hari, dihitung 3 bulan. 2 bulan 26 hari, dihitung 2 bulan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melengkapi data umur, seperti:
a) Meminta surat kelahiran, kartu keluarga atau catatan lain yang dibuat oleh orang
tuanya. Jikatidak ada, bila memungkinkan catatan pamong desa
b) Jika diketahui kalender lokal seperti bulan Arab atau bulan lokal (Sunda, Jawa dll),
cocokan dengan kalender nasional
c) Jika tetap tidak ingat, dapat berdasarkan daya ingat ortu, atau berdasar kejadian
penting (lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kades, pemilu, banjir, gunung
meletus, dll)
d) Membandingkan anak yang belum diketahui umurnya dengan anak kerabat/ tetangga
yang diketahui pasti tanggal lahirnya.
e) Jika hanya bulan dan tahunnya yang diketahui, tanggal tidak diketahui, maka
ditentukan tanggal 15 bulan yang bersangkutan.
2. Berat Badan
Merupakan ukuran antropometri terpenting dan paling sering digunakan pada
bayi baru lahir (neonatus). Berat badan digunakan untuk mendiagnosa bayi normal atau
BBLR. Pada masa bayi-balita berat badan dapat dipergunakan untuk melihat laju
pertumbuhan fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan klinis (dehidrasi, asites,
edema, atau adanya tumor). Dapat juga digunakan sebagai dasar perhitungan dosis obat
dan makanan. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada
tulang. Pada remaja, lemak cenderung meningkat dan protein otot menurun. Pada klien
edema dan asites, terjadi penambahan cairan dalam tubuh. Adanya tumor dapat
menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi.

Terdapat beberapa alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan


utama, yaitu:

a. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat
karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan
b. Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodik
memberikan gambaran pertumbuhan
c. Umum dan luas dipakai di Indonesia
d. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur
e. Digunakan dalam KMS
f. BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur
g. Alat ukur dapat diperoleh dipedesaan dengan ketelitian tinggi, seperti: dacin
3. Tinggi Badan
Tinggi Badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan
skeletal. Pada keadaan normal, TB tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
Pertumbuhan TB tidak seperti BB, relatif kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi
dalam waktu singkat. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap TB akan nampak dalam
waktu yang relatif lama. Tinggi Badan (TB) merupakan parameter paling penting bagi
keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.
Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan
menghubungkan BB terhadap TB (quac stick) faktor umur dapat dikesampingkan.

Alat untuk mengukur tinggi badan diantaranya:

a. Alat Pengukur Panjang Badan Bayi


Alat ini dipergunakan pada bayi atau anak yang belum dapat berdiri.
b. Microtoise
Dipergunakan untuk anak yang sudah bisa berdiri
4. Lingkar Lengan Atas
Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan
cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadang susah diperoleh. Memberikan
gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah kulit. Lingkar lengan
atas mencerminkan cadangan energi, sehingga dapat mencerminkan:
a) Status KEP pada balita
b) KEK pada ibu WUS dan ibu hamil: risiko bayi BBLR

Alat yang dipergunakan untuk mengukur lingkar lengan atas adalah suatu pita pengukur
dari fiber glass atau sejenis kertas tertentu berlapis plastik.

Ambang batas (Cutof Points) dari lingkar lengan atas adalah:

a. LLA WUS dengan risiko KEK diIndonesia <23.5 cm


b. Pada bayi 0-30 hari: ≥9.5cm
c. Balita dengan KEP <12.5 cm

Kelemahan parameter lingkar lengan atas adalah:

a) Baku LLA yang sekarang digunakan belum mendapat pengujian yang memadai
untuk digunakan di Indonesia
b) Kesalahan pengukuran relatif lebih besar dibandingkan pada TB
c) Sensitif untuk suatu golongan tertentu (prasekolah), tetapi kurang sensitif untuk
golongan dewasa
5. LingkarKepala
Lingkar kepala adalah standar prosedur dalam ilmu kedokteran anak secara
praktis, biasanya untuk memeriksa keadaan patologi dari besarnya kepala atau
peningkatan ukuran kepala. Contoh: hidrosefalus dan mikrosefalus.
Lingkar kepala dihubungkan dengan ukuran otak dan tulang tengkorak. Ukuran
otak meningkat secara cepat selama tahun pertama, tetapi besar lingkar kepala tidak
menggambarkan keadaan kesehatan dan gizi. Bagaimanapun ukuran otak dan lapisan
tulang kepala dan tengkorak dapat bervariasi sesuai dengan keadaan gizi. Dalam
antropometri gizi rasio lingkar kepala dan lingkar dada cukup berarti dan menentukan
KEP pada anak. Lingkar kepala juga digunakan sebagai informasi tambahan dalam
pengukuran umur.
6. Lingkar Dada
Biasa digunakan pada anak umur 2-3 tahun, karena pertumbuhan lingkar dada
pesat sampai anak berumur 3 tahun. Rasio lingkar dada dan kepala dapat digunakan
sebagai indikator KEP pada balita.
Pada umur 6 bulan lingkar dada dan kepala sama. Setelah umur ini lingkar kepala
tumbuh lebih lambat dari pada lingkar dada. Pada anak yang KEP terjadi pertumbuhan
lingkar dada yang lambat dengan rasio lingkar dada dan kepala <1.
7. Tinggi Lutut
Tinggi lutut erat kaitannya dengan tinggi badan, sehingga data tinggi badan
didapatkan dari tinggi lutut bagi orang tidak dapat berdiri atau lansia. Pada lansia
digunakan tinggi lutut karena pada lansia terjadi penurunan masa tulang, bertambah
bungkuk, sehimgga bertambah sukar untuk mendapatkan data tinggi badan akurat. Data
tinggi badan lansia dapat menggunakan formula atau nomo gram bagi orang yang
berusia >59 tahun.

Formula (Gibson,RS;1993):

Pria :(2.02 x tinggi lutut (cm)) – (0.04 x umur (tahun)) + 64.19

Wanita :(1.83 x tinggi lutut (cm)) – (0.24 x umur (tahun)) + 84.88

8. Jaringan Lunak
Otot dan lemak merupakan jaringan lunak yang bervariasi. Antropometri dapat dilakukan
pada jaringan tersebut untuk menilai status gizi dimasyarakat. Lemak subkutan
(subcutaneousfat), penilaian komposisi tubuh termasuk untuk mendapatkan informasi
mengenai jumlah dan distribusi lemak dapat dilakukan dengan beberapa metode, dari
yang paling sulit hingga yang paling mudah. Metode yang digunakan untuk menilai
komposisi tubuh (jumlah dan distribusi lemak sub-kutan) antara lain:
a. Ultrasonik
b. Densitometri (melalui penempatan air pada densitometer atau underwater
weighting)
c. Teknik Isotop Dilution
d. Metoda Radiological
e. Total Electrical Body Conduction (TOBEC)
f. Antropometri (pengukuran berbagai tebal lemak menggunakan kaliper: skin-
foldcalipers)
Metode yang paling sering dan praktis digunakan dilapangan adalah Antropometri fisik.
Standar atau jangkauan jepitan 20-40mm2, ketelitian 0.1 mm, tekanan konstan 10g/mm2.
Jenis alat yang sering digunakan Harpenden Calipers, alat ini memungkinkan jarum
diputar ketitik nol apabila terlihat penyimpangan. Ada beberapa pengukuran tebal lemak
dengan menggunakan kaliper, antara lain:

a. Pengukuran triceps
b. Pengukuran bisep
c. Pengukuran suprailiak
d. Pengukuran subskapular

5.4 IndeksAntropometri

Adalah pengukuran dari beberapa parameter. Indeks antropometri merupakan rasio dari
suatu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan umur.
Terdapat beberapa indeks antropometri, antara lain:

1. BB/U (Berat Badan terhadap Umur)

Kelebihan:

o Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat


o Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis
o Indikator status gizi kurang saat sekarang
o Sensitif terhadap perubahan kecil
o Growth monitoring
o Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth failure karena infeksi atau KEP
o Dapat mendeteksi kegemukan (overweight)

Kekurangan:

o Kadang umur secara akurat sulit didapat


o Dapat menimbulkan interpretasi keliru bila terdapat edema maupun asites
o Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk usia balita
o Sering terjadi kesalahan dalam pengukruan, seperti pengaruh pakaian atau gerakan
anak saat ditimbang
o Secara operasional: hambatan sosial budaya, tidak mau menimbang anak karena
seperti barang dagangan
2. TB/U (Tinggi Badan terhadap Umur)
Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapat memberikan status gizi masa
lampau dan status sosial ekonomi.
Kelebihan:

o Baik untuk menilai status gizi masa lampau


o Alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa
o Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa

Kekurangan:

o TB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun


o Diperlukan 2 orang untuk melakukan pengukuran, karena biasanya anak relatif sulit
berdiri tegak
o Ketepatan umur sulit didapat
3. BB/TB (Berat Badan terhadap Tinggi Badan)
BB memiliki hubungan linear dengan TB. Dalam keadaan normal perkembangan BB
searah dengan pertumbuhanTB dengan kecepatan tertentu.

Kelebihan:

o Tidak memerlukan data umur


o Dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal, kurus)
o Dapat menjadi indikator status gizi saat ini (current nutrition status)

Kekurangan:

o Karena faktor umur tidak dipertimbangkan, maka tidak dapat memberikan gambaran
apakah anak pendek atau cukup TB atau kelebihan TB menurut umur
o Operasional: sulitmelakukan pengukuran TB pada balita
o Pengukuran relatif lebih lama
o Memerlukan 2 orang untuk melakukannya
o Sering terjadi kesalahan dalam pembacaan hasil pengukuran, terutama bila
dilakukan oleh kelompok nonprofesional
4. Lila/U(LingkarLenganAtasterhadapUmur)
Lingkar lengan atas (LLA) berkorelasi dengan indeks BB/U maupun BB/TB. Seperti BB,
LLA merupakan parameter yang labil karena dapat berubah-ubah cepat, karenanya baik
untuk menilai status gizi masa kini. Perkembangan LLA(Jellife`1996):

a. Pada tahun pertama kehidupan: 5.4cm

b. Pada umur 2-5 tahun : <1.5 cm

Kurang sensitif untuk tahun berikutnya. Penggunaan LLA sebagai indikator status gizi,
disamping digunakan secara tunggal, juga dalam bentuk kombinasi dengan parameter
lainnya seperti LLA/U dan LLA/TB (Quack Stick).
Kelebihan:

o Indikator yang baik untuk menilai KEP berat


o Alat ukur murah, sederhana, sangat ringan, dapat dibuat sendiri, kader posyandu
dapat melakukannya
o Dapat digunakan oleh orang yang tidak membaca tulis, dengan memberi kode warna
untuk menentukan tingkat keadaan gizi

Kekurangan:

o Hanya dapat mengidentifikasi anak dengan KEP berat


o Sulit menemukan ambang batas
o Sulit untuk melihat pertumbuhan anak 2-5 tahun
5. Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT digunakan berdasarkan rekomendasi FAO/WHO/UNO tahun 1985: batasan BB
normal orang dewasa ditentukan berdasarkan Body Mass Index (BMI/IMT). IMT
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa (usia 18 tahun
keatas), khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan BB. IMT tidak
dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. Juga tidak dapat
diterapkan pada keadaan khsusus (penyakit) seperti edema, asites dan hepatomegali.
Masa Tubuh (IMT): IMT = BB(kg)/TB2(m)
Batas Ambang IMT menurut FAO membedakan antara laki-laki (normal 20,1-25,0) dan
perempuan (normal 18,7-23,8). Untuk menentukan kategori kurus tingkat berat pada
laki-laki dan perempuan juga ditentukan ambang batas. Di Indonesia, dimodifikasi
berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian dibeberapa negara berkembang.

Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia

Katagori IMT
Kurus Kekurangan BB tingkat berat >17.0
Kekurangan BB tingkat ringan 17.0-18.5
Normal 18.7-25.0
Gemuk Kelebihan BB tingkat ringan 25.0-27.00
Kelebihan BB tingkat berat >27.0

6. Tebal Lemak Bawah Kulit menurut Umur


Pengukuran lemak tubuh melalui pengukuran ketebalan lemak bawah kulit (skinfold)
dilakukan pada beberapa bagian tubuh, misalnya: lengan atas (tricep dan bicep), lengan
bawah (forearm), tulang belikat (sub scapular), ditengah garis ketiak (midaxillary), sisi
dada (pectoral), perut (abdominal), suprailiaka, paha, tempurung lutut (suprapatellar),
pertengahan tungkai bawah (medialcalv). Lemak dapat diukur secara absolut (dalam kg)
dan secara relatif (%) terhadap berat tubuh total. Jumlah lemak tubuh sangat bervariasi
ditentukan oleh jenis kelamin dan umur. Lemak bawah kulit pria 3.1 kg, wanita 5.1 kg.
7. Rasio Lingkar Pinggang dan Pinggul
Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan
metabolisme, termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas,
dibanding dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan. Perubahan
metabolisme memberikan gambaran tentang pemeriksaan penyakit yang berhubungan
dengan perbedaan distribusi lemak tubuh.
Ukuran yang umur digunakan adalah rasio lingkar pinggang-pinggul. Pengukuran
lingkar pinggang dan pinggul harus dilakukan oleh tenaga terlatih dan posisi pengukuran
harus tepat, karena perbedaan posisi pengukuran memberikan hasil yang berbeda. Rasio
lingkar pinggang-pinggul untuk perempuan: 0.77, laki-laki: 0.90 (Seidelldkk,1980).
Suatu studi prospektif menunjukkan rasio pinggang-pinggul berhubungan
dengan penyakit kardiovaskular. Rasio lingkar pinggang dan pinggul penderita penyakit
kardiovaskular dengan orang sehat 0.938 dan 0.925

5.5 Kontrol Kualitas Data Antropometri

Dilakukan sesuai dengan standar prosedur pengumpulan data antropometri. Standar


prosedur bertujuan membantu para peneliti untuk:

1. Mengetahui cara membandingkan presisi pengukuran terpisah yang dilakukan secara


berulang terhadap subyek yang sama
2. Tingkat presisi dana kurasi seorang petugas
3. Penyebab kesalahan pengukuran

Presisi: kemampuan mengukur subyek yang sama secara berulang-ulang dengan


kesalahan yang minimum

Akurasi: kemampuan untuk mendapatkan hasil yang sedekat mungkin dengan penyelia
(supervisor)

5.6 KesalahandalamPengukuranAntropometri

Ada beberapa kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi dalam melakukan pengukuran


Antropometri, seperti:

1. Kesalahan pengukuran
2. Kesalahan alat
3. Kesalahan tenaga yang mengukur

Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kesalahan pengukuran, antara lain:
1. Memilih alat ukur yang sesuai

2. Membuat aturan pelaksanaan pengukuran

3. Pelatihan petugas

4. Peneraan alat ukur secara berkala

5. Pengukuran silang antar observer dan pengawasan (uji petik)

5.7 Aplikasi Antropometri di Indonesia

Penggunaan antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin luas digunakan dalam
program gizi, antara lain:

1. Kualitas sumber daya manusia


2. Penilaian status gizi
3. Pemantauan pertumbuhan anak
4. Survey nasional vitamin A
5. Susenas
6. Pemantauan Status Gizi
7. Pengukuran TBABS
8. Kegiatan penapisan
9. Kegiatan diklinik
10. Swaujirisiko KEK
11. KMS ibu hamil
12. Pemantauan status gizi orang dewasa

Anda mungkin juga menyukai