Anda di halaman 1dari 31

NAMA KELOMPOK 4

Titik zumaroh (201701132)


Maulida isnainia (201701134)
Eky dwi cahyani (201701136)
Irerika nur F. (201701137)
Dya syelvy natasya (201701142)
Neny nur hidayah (201701149)
Ahmad aris abdillah (201701152)
Wiwik eka nilarasi (201701161)
Riska ramadhani (201701164)
Dedy habib R. (201701167)
 Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan
berbagai macam etiologi dengan ciri-ciri timbulnya
serangan paroksismal dan berkala akibat lepas
muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
 Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh
kejang yang terjadi berulang- ulang. Diagnose
ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak
dua kali kejang tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
 Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan
karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan
listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel
(Tarwoto, 2007).
 Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum
diketahui (idiopatik), sering terjadi pada:
a) Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
b) Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
c) Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
d) Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia,
hiponatremia)
e) Tumor Otak
f) Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
Tabel 01. Penyebab- penyebab kejang pada epilepsi
Bayi (0- 2 th) Hipoksia dan iskemia paranatal
Cedera lahir intrakranial
Infeksi akut
Gangguan metabolik (hipoglikemia,
hipokalsemia,hipomagnesmia, defisiensi piridoksin)
Malformasi kongenital
Gangguan genetic
Anak (2- 12 th) Idiopatik
Infeksi akut
Trauma
Kejang demam
Remaja (12- 18 th) Idiopatik
Trauma
Gejala putus obat dan alcohol
Malformasi anteriovena
Dewasa Muda (18- 35 Trauma
th) Alkoholisme
Tumor otak
Dewasa lanjut (> 35) Tumor otak
Penyakit serebrovaskular
Gangguan metabolik (uremia, gagal hepatik, dll)
Alkoholisme
PATOFISIOLOGI
 Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan
sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik).
Otak ialah rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas
neuron ialah menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf
yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps. Dalam
sinaps terdapat zat yang dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin
dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat
lain yakni GABA (gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif
terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi dalam sinaps.
Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik di
otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas
listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron
di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh belahan
hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih
(depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang
mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar ke bagian
tubuh/anggota gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai
hilangnya kesadaran.
Pathway Epilepsi
Klasifikasi Kejang
1. Berdasarkan penyebabnya
a) epilepsi idiopatik : bila tidak di ketahui penyebabnya
b) epilepsi simtomatik : bila ada penyebabnya
2. Berdasarkan letak focus epilepsi atau tipe bangkitan
A. Epilepsi partial (lokal, fokal)
a) Epilepsi parsial sederhana, yaitu epilepsi parsial dengan
kesadaran tetap normal
b) Epilepsi parsial kompleks, yaitu kejang disertai gangguan
kesadaran.
c) Epilepsi Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum
(tonik-klonik, tonik, klonik).
Lanjutan …….

B. Epilepsi umum
a) Petit mal/ Lena (absence)
b) Grand Mal
c) Epilepsi tak tergolongkan
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan
kesadaran atau gangguan penginderaan
Kelainan gambaran EEG
Bagian tubuh yang kejang tergantung lokasi dan sifat fokus
epileptogen
Dapat mengalami aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum
kejang epileptik (aura dapat berupa perasaan tidak enak,
melihat sesuatu, mencium bau-bauan tidak enak, mendengar
suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala dan
sebagainya)
Napas terlihat sesak dan jantung berdebar
Raut muka pucat dan badannya berlumuran keringat
Lanjutan…

 Satu jari atau tangan yang bergetar, mulut tersentak dengan gejala
sensorik khusus atau somatosensorik seperti: mengalami sinar,
bunyi, bau atau rasa yang tidak normal seperti pada keadaan
normal
 Individu terdiam tidak bergerak atau bergerak secara automatik,
dan terkadang individu tidak ingat kejadian tersebut setelah episode
epileptikus tersebut lewat
 Di saat serangan, penyandang epilepsi terkadang juga tidak dapat
berbicara secara tiba- tiba
 Kedua lengan dan tangannya kejang, serta dapat pula tungkainya
menendang- menendang
 Gigi geliginya terkancing
 Hitam bola matanya berputar- putar
 Terkadang keluar busa dari liang mulut dan diikuti dengan buang
air kecil
Pemeriksaan Diagnostik

1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi lesi pada
otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif
serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak
yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI)
maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah
antenatal atau perinatal dengan defisit neurologik yang jelas
2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu
serangan
3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
menilai fungsi hati dan ginjal
menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat menunjukkan
adanya infeksi).
Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
Penatalaksanaan
Manajemen Epilepsi :
1. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari
epilepsi
2. Melakukan terapi simtomatik
3. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
 Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
 Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan syaraf
pusat yang normal.
 Penderita dapat memiliki kualitas hidup yang optimal.
Penatalaksanaan medis ditujukan terhadap penyebab serangan. Jika
penyebabnya adalah akibat gangguan metabolisme (hipoglikemia,
hipokalsemia), perbaikan gangguan metabolism ini biasanya akan ikut
menghilangkan serangan itu.

Pengendalian epilepsi dengan obat dilakukan dengan tujuan mencegah


serangan. Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproik.
Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu dari obat tersebut
di atas.
Cara menanggulangi kejang epilepsi :
1. Selama Kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b) Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c) Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d) Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk mencegah
lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e) Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan
pernapasannya.
f) Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi atau yg biasa
disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh seperti perasaan bingung,
melayang2, tidak fokus pada aktivitas, mengantuk, dan mendengar bunyi yang
melengking di telinga. Jika Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g) Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat
2. Setelah Kejang
a) Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
b) Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas paten.
c) Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
d) Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang
e) Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
f) Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
g) Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang lembut
h) Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
i) Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan
medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana
meminimalisasikan dampak yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan
keluarga maupun merubah stigma masyarakat tentang penderita epilepsi.
Pencegahan
 Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang
menggunakan obat antikonvulsi (konvulsi: spasma atau kekejangan kontraksi otot
yang keras dan terlalu banyak, disebabkan oleh proses pada system saraf pusat,
yang menimbulkan pula kekejangan pada bagian tubuh) yang digunakan
sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama yang
dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi dan
tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang
mempunyai resiko tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar
melahirkan, pengguna obat-obatan, diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi
dan dipantau ketat selama hamil karena lesi pada otak atau cedera akhirnya
menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama kehamilan dan
persalinan.
 Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini,
dan program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti
konvulsan secara bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari
rencana pencegahan ini.
Pengobatan
 Pada epilepsi umum sekunder, obat-obat yang
menjadi lini pertama pengobatan adalah
karbamazepin dan fenitoin. Gabapentin,
lamotrigine, fenobarbital, primidone, tiagabine,
topiramate, dan asam valproat digunakan sebagai
pengobatan lini kedua. Terapi dimulai dengan obat
anti epilepsi garis pertama. Bila plasma konsentrasi
obat di ambang atas tingkat terapeutis namun
penderita masih kejang dan AED tak ada efek
samping, maka dosis harus ditingkatkan. Bila perlu
diberikan gabungan dari 2 atau lebih AED, bila tidak
mampu diberikan AED tingkat kedua sebagai add on.
Lanjutan …..
Fenitoin (PHT)
Karbamazepin (CBZ)
Fenobarbital (PB)
Asam valproat (VPA)
Gabapentin (GBP)
Lamotrigin (LTG)
Topiramate (TPM)
Tiagabine (TGB)
Prognosis
 Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya
jenis epilepsi faktor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan
ketaatan minum obat. Pada umumnya prognosis epilepsi cukup
menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada
suatu waktu akan dapat berhenti minum obat. Serangan
epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum maupun
serangan lena atau melamun atau absence mempunyai
prognosis terbaik. Sebaliknya epilepsi yang serangan
pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang disertai
kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai
prognosis relatif jelek.
Pengkajian
A. Biodata : Nama ,umur, seks, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan
penanggungjawabnya.
 Usia: Penyakit epilepsi dapat menyerang segala umur
 Pekerjaan: Seseorang dengan pekerjaan yang sering kali menimbulkan stress
dapat memicu terjadinya epilepsi.
 Kebiasaan yang mempengaruhi: peminum alcohol (alcoholic)
B. Keluhan utama: Untuk keluhan utama, pasien atau keluarga biasanya ketempat
pelayanan kesehatan karena klien yang mengalami penurunan kesadaran secara tiba-
tiba disertai mulut berbuih. Kadang-kadang klien / keluarga mengeluh anaknya
prestasinya tidak baik dan sering tidak mencatat. Klien atau keluarga mengeluh
anaknya atau anggota keluarganya sering berhenti mendadak bila diajak bicara.
C. Riwayat penyakit sekarang: kejang, terjadi aura, dan tidak
sadarkan diri.
D. Riwayat penyakit dahulu:

 Trauma lahir, Asphyxia neonatorum


 Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
 Ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
 Tumor Otak
 Kelainan pembuluh darah
 demam,
 stroke
 gangguan tidur
 penggunaan obat
 hiperventilasi
 stress emosional
E. Riwayat penyakit keluarga: Pandangan yang
mengatakan penyakit ayan merupakan penyakit
keturunan memang tidak semuanya keliru, sebab
terdapat dugaan terdapat 4-8% penyandang ayan
diakibatkan oleh faktor keturunan.
F. Riwayat psikososial
 Intrapersonal : klien merasa cemas dengan kondisi
penyakit yang diderita.
 Interpersonal : gangguan konsep diri dan hambatan
interaksi sosial yang berhubungan dengan penyakit
epilepsi (atau “ayan” yang lebih umum di
masyarakat ).
G. Pemeriksaan fisik (ROS)
1. B1 (breath): RR biasanya meningkat (takipnea) atau dapat terjadi apnea, aspirasi
 Inspeksi dada : nadi
2. B2 (blood): Terjadi takikardia, cianosis
3. B3 (brain): penurunan kesadaran
4. B4 (bladder): oliguria atau dapat terjadi inkontinensia urine.pada pemeriksaan sistem kemih
biasanya didapatkan berkurangnya volume output urine,hal ini berhubungan dengan
penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal
5. B5 (bowel):
 Inspeksi abdomen : Bentuk datar, simetris.
 Palpasi : torgor baik tidak ada defans muscular dan hepar tidak teraba.
 Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi : Peristaltik usus normal kurang lebih 20x/menit. Inguinal, genitalia,
 anus : tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe
 Pola nutrisi dan metabolisme: Nafsu makan klien menurun, klien mengalami penurunan
berat badan
 Pola eliminasi : Klien mengalami gangguan inkontinensia alfi
6. B6 (bone): klien terlihat lemas, dapat terjadi tremor saat menggerakkan anggota tubuh,
mengeluh meriang.pada fase akut saat kejang sering didapatkan adanya penurunan kekuatan
otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktivitas perawatan diri.
Analisis Data
 L
Diagnosa Keperawatan

1. Risiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak


terkontrol (gangguan keseimbangan)
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
Obstruksi tracheobronkial
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan otot
4. Kerusakan memori berhubungan dengan hipoksia
5. Ketidakmampuan koping keluarga berhubungan dengan
perubahan proses keluarga
Intervensi
DAFTAR PUSTAKA

 Dongoes M. E. et all, 1989, Nursing Care Plans, Guidelines for Planning Patient Care,
Second Ed, F. A. Davis, Philadelpia.
 Harsono (ED), 1996, Kapita Selekta Neurologi , Second Ed, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
 Hudac. M. C. R and Gallo B. M, 1997, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik
(Terjemahan), Edisi VI, EGC, Jakarta Indonesia.
 Kariasa Made, 1997, Asuhan Keperawatan Klien Epilepsi, FIK-UI, Jakarta.
 Luckman and Sorensen S, 1993, Medikal Surgical Nursing Psychology Approach, Fourt
Ed, Philadelpia London.
 Price S. A and Wilson L. M, 1982, Pathofisiology, Clinical Concepts of Desease Process,
Second Ed, St Louis, New York.
 Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.

Anda mungkin juga menyukai