Anda di halaman 1dari 28

Case Based Discussion

BIBIR SUMBING

Oleh:
Luthfi Kalindra Parahita
6120018033

Pembimbing:
dr. Radias, Sp.BP

DEPARTEMEN/KSM ILMU BEDAH


RSI JEMURSARI SURABAYA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………….1


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ ……..3
BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................. 4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 7
3.1Embriogenesis ................................................................................................. 7
3.2Definisi .......................................................................................................... 10
3.3Manifestasi Klinis ......................................................................................... 10
3.Etiologi ............................................................................................................ 13
3.5Epidemiologi ................................................................................................. 14
3.6Diagnosis ....................................................................................................... 15
3.7 Penatalaksanaan ........................................................................................... 16
3.8 Komplikasi ................................................................................................... 25
3.7 Prognosis ...................................................................................................... 26

BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 27


4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 27
4.2Saran ................................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28

2
BAB I

PENDAHULUAN

Labioschisis, yang umum dikenal dalam masyarakat sebagai bibir


sumbing/celah bibir/cleft lip, dengan atau tanpa celah langit-langit/palatum
(palatoschisis) adalah cacat bawaan kraniofasial yang paling banyak ditemukan.
Penyebab kelainan ini cukup kompleks dan melibatkan banyak faktor genetik dan
lingkungan. Derajat dan kompleksitas sumbing sangat bervariasi yang nantinya
akan menentukan tata laksana dan hasil akhir rekonstruksi untuk tiap individu.
Kelainan ini terjadi karena kegagalan penyatuan prossesus fasialis dengan
sempurna sehingga terjadi celah pada bibir atau palatum.1

Cleft palate dan cleft lip tidak selalu terjadi secara bersamaan. Ada tiga
jenis kelainan cleft yaitu cleft lip tanpa disertai cleft palate, cleftpalate tanpa
disertai cleft lip, cleft lip disertai dengan cleft palate. Celah yang terbentuk
tersebut bisa unilateral maupun bilateral. Tingkat pembentukan cleft palate
dan cleft lip bervariasi mulai dari ringan yaitu berupa sedikit tarikan hingga berat
yaitu celah yang terbentuk sampai nasal dan menuju tenggorokan.12 Malformasi
wajah yang umum di masyarakat ini terjadi hampir pada 1 dari 1000 kelahiran di
dunia. Anak dengan labioskizis, labiopalatoskizis, atau palatoskizis dapat
memiliki beberapa gangguan fisik yang disebabkan oleh kelainan lain yang
biasanya menyertai, atau akibat komplikasi kelainan wajah.13

3
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : An. A
Umur : 1 tahun 4 bulan
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Juanda, Sidoarjo

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan melalui telepon karena pasien tidak dapat hadir ke poli.
a. Keluhan Utama
Tidak bisa menyusu sejak lahir.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang pada bulan Juli 2018 dengan keluhan tidak bisa minum ASI
sejak lahir. Satu minggu kemudian, pasien dibawa ke dokter spesialis anak
dan setelah diperiksa ternyata celah langit-langitnya tidak menutup.
Setelah itu pasien langsung direkomendasikan ke spesialis bedah plastik
untuk dilakukan operasi. Keluhan lain seperti demam, ikterus, sesak napas
disangkal.
c. Riwayat ANC
 Ibu pasien mengaku pasien adalah anak pertamanya dan sebelumnya
tidak pernah keguguran
 Ibu pasien mengaku saat melahirkan pasien sedang berusia 26 tahun.
Dan usia kehamilan pasien 39 minggu.
 Selama masa kehamilan, ibu pasien mengaku riwayat konsumsi
minuman beralkohol, merokok, narkotika, konsumsi obat dalam waktu
lama, dan jamu-jamuan disangkal.
 Riwayat menderita penyakit sistemik yag bersifat berat selama masa
kehamilan disangkal.

4
 Kontrol kehamilan dilakukan ibu pasien rutin di puskesmas. Selama
kontrol kehamilannya, ibu pasien mengaku tidak pernah ditemukanya
adanya kelainan.
 Pola makan ibu pasien selama kehamilan baik (3 kali sehari) dengan
menu biasanya nasi beserta lauk pauk dan sayuran. Ibu pasien juga
mengkonsumsi buah-buahan.

d. Riwayat Persalinan
Ibu pasien mengatakan bahwa proses persalinan dibantu bidan di
puskesmas. Pasien lahir per vaginam dengan berat lahir 2,5 kilogram dan
panjang badan 48 sentimeter.

e. Riwayat Tumbuh Kembang


Tengkurap umur 4 bulan, duduk umur 6 bulan, berdiri umur 8 bulan,
bicara umur 1 tahun.
f. Riwayat Penyakit Dahulu
Disangkal.
g. Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua pasien mengaku tidak ada anggota keluarga baik dari keturunan
ibu ataupun ayah pasien yang pernah menderita keluhan yang sama.
h. Riwayat Alergi
Disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik


Tidak dilakukan.

5
2.4 Status Lokalis

Terdapat celah pada palatum.

Terdapat tongue tie

2.5 Diagnosis Kerja


Palatoschisis disertai tongue tie
2.6 Tatalaksana
Palatoplasti

6
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Embriogenesis dan Anatomi Wajah

Gambar 1. Anatomi normal bibir dan palatum

Perkembangan Wajah

Kepala dan leher dibentuk oleh beberapa tonjolan dan lengkungan


antara lain prosesus frontonasalis, prosesus nasalis medialis dan lateralis,
prosesus maksilaris dan prosesus mandilbularis.Pada awal perkembangan,
wajah janin adalah daerah yang dibatasi di sebelah cranial oleh lempeng
neural, di cauda oleh pericardium, dan di lateral oleh processus mandibularis
arcus pharyngeus pertama kanan dan kiri. Di tengah-tengah daerah ini,
terdapat cekungan ectoderm yang dikenal sebagai stomodeum. Pada dasar
cekungan terdapat membrane buccopharyngeal. Pada minggu keempat,
membrane buccopharyngeal pecah sehingga stomodeum berhubungan
langsung dengan usus depan (foregut).

Perkembangan wajah selanjutnya adalah bergantung pada menyatunya


sejumlah processus penting, yaitu seperti processus frontonasalis, processus

7
maxillaris, dan processsus mandibularis. Processus frontonasalis mulai
sebagai proliferasi mesenchym pada permukaan ventral otak yang sedang
berkembang, menuju kearah stomodeum. Sementara itu, processus maxillaris
tumbuh keluar dari ujung atas arcus pertama dan berjalan ke medial,
membentuk pinggiran bawah orbita. Processus mandibularis arcus pertama
kini saling mendekat satu dengan yang lain di garis tengah, di bawah
stomodeum dan bersatu membentuk rahang bawah dan bibir bawah.1

Gambar 2. Proses perkembangan wajah manusia

Primordium kavum nasi tampak sebagai cekungan pada ujung bawah


processus frontonasalis yang sedang berkembang, membaginya menjadi
processus nasalis medialis dan processus nasalis lateralis. Dengan
berlanjutnya perkembangan, processus maxillaris tumbuh ke medial dan
menyatu dengan processus nasalis medialis. Processus nasalis medialis
membentuk philtrum pada bibir atas dan premaxilla. Processus maxillaris
meluas ke medial, membentuk rahang atas dan pipi, dan akhirnya menutupi

8
premaxilla dan menyatu pada garis tengah. Berbagai processus yang
membentuk wajah menyatu selama dua bulan kedua.8
Bibir atas dibentuk oleh pertumbuhan processus maxillaris arcus
pharyngeus pertama pada masing-masing sisi ke arah medial. Akhirnya,
processus maxillaris saling bertemu di garis tengah dan bersatu, juga dengan
processus nasalis medialis. Jadi bagian lateral bibir atas dibentuk oleh
processus maxillaris, dan bagian medial atau philtrum dibentuk oleh
processus nasalis medialis dengan bantuan processus maxillaries pada akhir
minggu ke-6 sampai minggu ke-7.
Bibir bawah dibentuk dari processus mandibularis arcus pharyngeus
pertama masing-masing sisi. Processus ini tumbuh ke arah medial di bawah
stomodeum dan bersatu di garis tengah untuk membentuk seluruh bibir
bawah.Kulit yang menutupi processus frontonasalis dan derivatnya mendapat
persarafan sensoris dari divisi ophthalmica n. trigeminus, sedangkan divisi
maxillaries n. trigeminus mempersarafi kulit di daerah processus maxillaris.
Kulit yang meliputi processus mandibularis dipersarafi oleh divisi
mandibularis n. trigeminus. Otot-otot untuk ekspresi wajah berasal dari
mesenchym arcus pharyngeus kedua. Saraf yang menyuplai ini adalah saraf
arcus pharyngeus kedua, yaitu nervus kranialis.7
Berdasarkan teori di atas, hipotesa terjadinya bibir sumbing yaitu
karena kegagalan fusi antara processus maksilaris dengan processus nasalis
medialis dimana pertama terjadi pendekatan masing – masing processus,
setelah processus bertemu, terjadi regresi lapisan epitel dan pada akhirnya
mesoderm saling bertemu dan mengadakan fusi.1,8
Sehingga teori terjadinya labio atau palatoschizis adalah sebagai berikut :
- Labioschizis : perkembangan abnormal dari processus nasomedial dan
maksilaris
- Palatoschizis : kegagalan fusi antara 2 processus palatine.

9
3.2 Definisi

Cleft Lip and Palate (bibir sumbing dan langit-langit) adalah kelainan
kongenital facio-oral dimana terjadi malformasi atau pada area wajah janin
tidak membentuk dengan sempurna.2

Bibir sumbing (cleft lip) adalah kelainan berupa celah yang berada pada
bagian bibir atas yang didapatkan seseorang sejak lahir karena malformasi
yang disebabkan oleh gagalnya prosesus nasal mediana dan maksilaris untuk
menyatu selama perkembangan embrionik. Bila celah berada pada bagian
langit-langit rongga mulut (palatum) ,maka kelainan ini disebut cleft palate.
Pada cleft palate, celah akan menghubungkan langit-langit rongga mulut
dengan rongga hidung atau membentuk suatu fissura garis tengah pada
palatum yang terjadi karena kegagalan 2 sisi untuk menyatu karena
perkembangan embrionik.2

3.3 Manifestasi Klinis

Klasifikasi yang diusulkan oleh Veau dibagi dalam 4 golongan yaitu:

 Golongan I : Celah pada langit-langit lunak


 Golongan II : Celah pada langit-langit lunak dan keras dibelakang foramen
insisivum.
 Golongan III : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada satu sisi.
 Golongan IV : Celah pada langit-langit lunak dan keras mengenai tulang
alveolar dan bibir pada dua sisi.4

Klasifikasi oleh Universitas IOWA:

Bibir sumbing dibagi menjadi unilateral kiri atau kanan, atau bilateral
(kelompok I), dapat juga lengkap (dengan ekstensi mencapai dasar hidung)
atau tidak lengkap. Bibir sumbing saja dapat terjadi, namun celah yang terjadi
pada daerah alveolus selalu dikaitkan dengan bibir sumbing. Bibir sumbing
lengkap merupakan celah yang mencapai seluruh ketebalan vertikal dari bibir

10
atas dan terkadang berkaitan dengan celah alveolar. Bibir sumbing tidak
lengkap terdiri dari hanya sebagian saja ketebalan vertikal dari bibir, dengan
bermacam-macam jenis ketebalan jaringan yang masih tersisa, dapat berupa
peregangan otot sederhana dengan bagian kulit yang meliputinya atau sebagai
pita tipis kulit yang menyeberangi bagian celah tersebut. Simonart’s Band
merupakan istilah untuk menyebut suatu jaringan dari bibir dalam berbagai
ukuran yang menghubungkan celah tersebut. Walaupun Simonart’s Band
biasanya hanya terdiri dari kulit, gambaran histologis menunjukkan terkadang
juga terdiri dari serat-serat otot.

Celah pada palatum dapat dibagi menjadi primer (terlibatnya anterior


foramen insisivum, kelompok IV) atau sekunder (terlibatnya posterior dari
foramen insisivum, kelompok II). Celah palatum juga diklasifikasikan
sebagai unilateral atau bilateral, dan perluasannya lebih lanjut sebagai
lengkap atau tidak lengkap. Celah palatum ini diklasifikasikan tergantung dari
lokasinya terhadap foramen insisivus. Celah palatum primer terjadi pada
bagian anterior foramen insisivus, dan celah palatum sekunder terjadi pada
bagian posterior dari foramen insisivus. Celah unilateral palatum sekunder
didefinisikan sebagai celah yang prosesus palatum maksila pada satu sisi
bergabung dengan septum nasi. Celah bilateral lengkap palatum sekunder
tidak memiliki titik penyatuan maksila dan septum nasi. Celah lengkap
seluruh palatum melibatkan baik palatum primer dan juga sekunder, dan
melibatkan salah satu sisi atau kedua sisi arkus alveolar, biasanya melibatkan
juga bibir sumbing. Celah tidak lengkap palatum biasanya hanya melibatkan
palatum sekunder saja dan memiliki tingkat keparahan yang beragam.

11
Dan kelompok III yaitu pasien dengan bibir sumbing dan celah palatum.3

Gambar 3. (A) Celah bibir unilateral tidak komplit, (B) Celah bibir unilateral
(C) Celah bibir bilateral dengan celah langit-langit dan tulang alveolar, (D)
Celah langit-langit.

Gambar 4. Klasifikasi berdasarkan The Royal College of Surgeons of


England

12
3.4 Etiologi

Etiologi cleft lip and palate adalah multifaktorial dan belum dapat
diketahui secara pasti. Pembentukan bibir terjadi pada masa embrio minggu
keenam sampai minggu kesepuluh kehamilan. Terganggunya fusi
(menyatunya) selama masa pertumbuhan intra uterine (dalam kandungan) ini
bisa disebabkan oleh berbagai faktor yang dapat dibagi menjadi faktor
herediter dan faktor eksternal.
a. Faktor herediter
Faktor herediter ini berarti menyangkut gen penyebab bibir sumbing
yang dibawa penderita. Hal ini dapat berupa :
• Mutasi gen.
• Kelainan kromosom : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25%
bersifat dominan.
b. Faktor eksternal / lingkungan
Faktor eksternal merupakan hal-hal diluar tubuh penderita selama
masa pertumbuhan dalam kandungan yang mempengaruhi atau
menyebabkan terjadinya bibir sumbing yaitu :
• Pengaruh lingkungan juga dapat menyebabkan, atau berinteraksi
dengan genetika untuk menyebabkan celah orofacial. Pada
manusia, bibir sumbing janin dan kelainan bawaan lain juga telah
dihubungkan dengan hipoksia ibu, seperti yang disebabkan oleh
misalnya ibu merokok, menyalahgunakan alkohol atau beberapa
bentuk pengobatan hipertensi.
• Penyebab musiman (seperti eksposur pestisida)
• Obat-obatan, seperti: Asetosal, Aspirin, Rifampisin, Fenasetin,
Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam Flufetamat,
Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah
langit-langit. Retinoid, senyawa nitrat, obat-obatan antikonvulsan,
alkohol, obat-obatan terlarang (kokain, heroin, dll).
• Diet ibu dan asupan vitamin
• Faktor usia ibu
• Nutrisi, terutama pada ibu yang kekurangan folat

13
• Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
• Radiasi
• Stres emosional
• Trauma (trimester pertama)

3.5 Epidemiologi

Bibir sumbing dan celah palatum merupakan kelainan kongenital yang


paling sering ditemukan di daerah kepala dan leher. Insidens bibir sumbing
dengan atau tanpa celah palatum adalah 1 dari 2.000 kelahiran di Amerika
Serikat. Insiden bibir sumbing dengan atau tanpa celah palatum bervariasi
berdasarkan etnis,dari 1.000 kelahiran didapatkan pada etnis Indian 3,6, etnis
Asia 2,1, etnis kulit putih 1,0, dan etnis kulit hitam 0,41. Sebaliknya, insidens
celah palatum konstan pada semua etnis, yaitu 0,5 dari 1.000 kelahiran.
Insidens berdasarkan jenis kelamin pria dan wanita adalah 2:1 untuk bibir
sumbing dengan atau tanpa celah palatum dan 1:2 untuk celah palatum saja.
Secara keseluruhan, proporsi kelainan ini di Amerika Serikat: 45% celah
lengkap pada bibir, alveolus, dan palatum; 25% celah bibir, alveolus, atau
keduanya; dan 30% celah palatum.3 Penelitian di Hawaii (1986-2003)
membandingkan angka kejadian bibir sumbing dan celah palatum dengan
bibir sumbing saja yaitu sebesar 3,2% dan 1,0%.2,3 Insidens terbanyak pada
orang Asia dan Amerika dibandingkan orang kulit hitam.

Di Indonesia, kelainan ini cukup sering dijumpai, walaupun tidak


banyak data yang mendukung. Jumlah penderita bibir sumbing dan celah
palatum yang tidak tertangani di Indonesia mencapai 5.000-6.000 kasus per
tahun, diperkirakan akan bertambah 6.000-7.000 kasus per tahun. Namun
karena berbagai kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi jauh dari ideal,
hanya sekitar 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan
menjalani operasi. Beberapa kendalanya adalah minimnya tenaga dokter,
kurangnya informasi masyarakat tentang pengobatannya, dan mahalnya biaya
operasi.

14
3.6 Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik saat bayi lahir.


USG dan MRI pada saat masa kehamilan. Biasanya terdeteksi saat
kunjungan rutin antenatal.

Gambar 5. Antenatal diagnosis pada labioschizis

Ultrasonografi, sebagai metode pencitraan utama, pemeriksaan


yang menunjukkan kondisi janin saat itu, selain itu mudah untuk dilakukan
dan tidak mahal. Namun, pemeriksaan menggunakan sonografi pada masa
prenatal dengan bibir sumbing dan palatum dapat menjadi sulit karena
membayangi dari struktur tulang di sekitarnya.5
Pada suatu penelitian dikatakan bahwa kebanyakan pemeriksaan
anatomi dengan menggunakan pencitraan dua dimensi transabdominal dapat
menunjukkan kejadian bibir sumbing pada janin dari usia kehamilan 16
minggu dengan akurat. Pada pencitraan di wajah memiliki keuntungan untuk
dapat melihat tingkat midline-anomaly yang kompleks, yang mungkin
terbatas jika dilakukan pada pencitraan gambar dua dimensi biasa.
Studi lain mengatakan bahwa MRI mampu untuk menentukan
tingkat keterlibatan posterior palatum dan penyebaran ke arah lateral sumbing
pada CL/P (Cleft lip with or without palate) atau CP (Cleft palate)
mempunyai akurasi diagnostik lebih tinggi dari pemeriksaan ultrasound.
Penelitian lain berpendapat bahwa MRI pada diagnosis prenatal untuk
mengevaluasi palatum primer dan sekunder.5

15
3.7 Penatalaksanaan
Masalah yang mendesak adalah proses makan, segera setelah lahir,
bayi dipasangi penutup plastik yang cocok, maksudnya untuk membantu
pengendalian cairan, memberikan bidang referensi untuk pengisapan dan
menjaga stabilitas segmen – segmen arkus lateral. Pertumbuhan arkus gigi
yang cepat memerlukan pengukuran alat penutup yang berulang – ulang
setiap beberapa minggu. Putting artificial lunak dengan lubang yang besar
berguna pada penderita celah palatum. Penderita dengan celah bibir
(sumbing) murni mungkin dapat minum ASI.
Program habilisasi yang menyeluruh untuk anak yang menderita bibir
sumbing atau celah palatum bisa memerlukan pengobatan khusus dalam
waktu bertahun – tahun, dari tim yang terdiri dari dokter ahli anak, ahli bedah
atau bedah plastik, ahli THT, ahli ortodonsi yang akan mengikuti
perkembangan rahang dan giginya serta ahli logopedi yang mengawasi dan
membimbing kemampuan bicara.1
Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschizis yaitu :
1. Tahap sebelum operasi
- Mempersiapkan ketahanan tubuh bayi menerima tindakan
operasi
Asupan gizi yang cukup, dilihat dari keseimbangan berat
badan yang dicapai dan usia yang memadaitindakan operasi
pertama dikerjakan untuk menutup celah bibirnya, biasanya
pada umur tiga bulan. Patokan yang biasa dipakai adalah rule of
ten yaitu. Saat melaksanakan tindakan koreksi dianut hukum
sepuluh, yaitu berat badan minimal empat setengah kilo (10
pon), kadar hemoglobin 10 gram persen dan umur sekurang –
kurangnya 10 minggu dan tidak ada infeksi, leukosit dibawah
10.000.

- Edukasi kepada orang tua


Jika bayi belum mencapai rule of ten, ada beberapa
nasehat yang seharusnya diberikan kepada orang tua agar
kelainan dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah.

16
Misalnya memberi minum harus dengan dot khusus dimana
ketika dot dibalik, susu dapat memancar keluar sendiri dengan
jumlah optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak dan tidak terlalu kecil sehingga membuat asupan
gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan lubang khusus ini
tidak tersedia, maka pemberian minum dapat dilakukan dengan
bantuan sendok secara perlahan dengan posisi setengah duduk
atau tegak untuk menghindari masuknya susu melewati langit –
langit yang terbelah.

- Celah bibir direkatkan dengan menggunakan plaster khusus non


alergenik
Untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu
jauh akibar proses tumbuh kembang yang menyebabkan
menonjolnya gusi kea rah depan (protrusion pre maksila) akibat
dodorngan lidah prolabium, karena jika hasil ini terjadi tindakan
koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara
kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non
alergenik tadi harus tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba.1

2. Tahap operasi
Penutupan bibir sumbing secara bedah biasanya dilakukan
setelah umur 3 bulan, ketika anak itu telah menunjukkan kenaikan
berat badan yang memuaskan dan bebas dari infeksi oral, saluran
nafas atau sistemik.
Tujuan pembedahan / operasi :
- Menyatukan bagian – bagian celah
- Mewujudkan bicara yang bagus dan jelas
- Mengurangi regurgitasi hidung
- Menghindari cedera pada pertumbuhan maksila
Teknik operasi :
A. Labioplasty

17
Cara Millard : “rule of ten” (10 minggu, 10 pound, Hb ≥10
gr%, leukosit < 10.000)
B. Palatoplasty
Dilakukan pada usia ± 20 bulan saat anak mulai
belajar bicara.
Cara operasi yang umum dipakai adalah cara
Millard yang caranya memutar dan memajukan (rotation
and advacement). Teknik operasinya yaitu :
- Dari sisi lateral, mukosa dikupas dari otot orbikularis
oris, kemudian otot orbikularis oris bagian merah bibir
dipisahkan dari sisanya.
- Kulit dan subkutis dibebaskan dari otot orbikularis oris
secara tajam, sampai kira – kira sulkus nasolabialis.
- Lepaskan mukosa bibir dari rahang pada lekuk
pertemuannya, secukupnya, kemudian otot dibebaskan
dari mukosa hingga terbentuk 3 lapis flap : mukosa, otot
dan kulit.
- Lalu pada sisi medial, mukosa dilepaskan dari otot.
Dibuat flap C, kemudian dibuat insisi 2 mm dari pinggir
atap lubang hidung.
- Bebaskan kulit dari mukosa dan tulang rawan alae,
menggunakan gunting halus melengkung.
- Letak tulang rawan alae diperbaiki dengan tarikan jahitan
yang dipasang ke kulit.
- Setelah jahitan terpasang, lekuk atap dan lengkung atas
atap lubang hidung lebih simetris. Kolumela dan rangka
tulang rawan dan vomer yang miring dari depan ke
belakang sulit diperbaiki, sehingga masih miring.
- Luka dipinggir dalam atap nares dijahit, kemudian
mukosa oral mulai dari cranial, menghubungkan sulkus
ginngivo labialis. Jahitan diteruskan sampai ke dekat
merah bibir.

18
- Setelah itu, otot dijahit lapis demi lapis. Jahitan kulit
dimulai dari titik yang perlu ditemukan yaitu ujung busur
Cupido. Diteruskan ke atas dan ke mukosa bibir.
Jaringan kulit atau mukosa yang berlebihan dapat
dibuang.
- Terakhir luka operasi ditutup dengan tulle dan kasa
lembab selama 1 hari, untuk menyerap rembesan darah /
serum yang masih akan keluar. 1 hari sesudahnya,
barulah luka dirawat terbuka dengan pemberian salep
antibiotik.

Gambar 6. Reparasi labioschizis (labioplasti) (A dan B) pemotongan sudut


celah pada bibir dan hidung (C) bagian bawah nostril disatukan dengan
sutura (D) bagian atas bibir disatukan dan (E) jahitan memanjang sampai ke
bawah untuk menutup celah secara keseluruhan.

Gambar 7. Teknik operasi labioplasty dan palatoplasty

19
Tindakan selanjutnya adalah menutup langitan
(palatoplasti), dikerjakan sedini mungkin (15 – 24 bulan)
sebelum anak mampu bicara lengkap sehingga pusat bicara
di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi
dikerjakan lambat, sering hasil operasi dalam hal
kemampuan bicara atau mengeluarkan suara normal atau
tak sengau, sulit di capai.

a) Von Langenbeck Palatoplasty


Dasar tehnik ini yaitu memisahkan celah palatum
yang terpisah. Pembedahan dan penjahitan otot
merupakan prosedur untuk membuat sling otot. Skematik
palatoplasti Von Langenbeck, melibatkan flap bipedikel
mukoperiosteal untuk menutup celah patum durum dan
molle.

Gambar 8. Von Langenbeck Palatoplasty

b) Veau – Wardill – Kilner Pushback palatoplasty (V-Y)


Penutupan mukoperiosteal dibuat dengan W– shaped
incison. Pembebasan mukoperiostal dari palatum akan
disambung ke palatum durum dan pembukaan tulang
secara anterior dan lateral.

20
Gambar 9. Veau – Wardill – Kilner Pushback
palatoplasty (V-Y)

c) Bardach Two flap


Dilakukan pada bibir sumbing bilateral, merupakan
modifikasi dari tehnik Von Langenbeck dimana
dilakukan insisi di sepanjang tepi celah palatum dan tepi
alveolar. Penggabungan secara anterior ini, untuk
membebaskan penutupan mucoperiosteal. Palatum molle
diperbaiki pada jahitan garis lurus. Pemotongan dan
rekonstruksi m. levator veli palatine sebagai sling otot
dinamakan intravelar palatoplasty.

21
Gambar 10. Bardach Two flap

d) Furlow Z plasty
Teknik dimana bagian palatum di reposisi dan veli
palatine disambung oleh double opposing (menyilang)
secara Z plasty. Operasi plastik caraini adalah teknik
yang paling sering digunakan; garis jahitan yang diatur
berguna untuk memperkecil takik bibir akibat retraksi
jaringan parut.

22
Gambar 11. Skema palatoplasti Z plasty. (A) Garis ganda
adalah garis insisi dan garis putus-putus adalah garis
lipat. (B) Flap kiri terdiri dari otot dan mukosa oral dan
flap kanan hanya terdiri dari mukosa oral. (C) Penutupan
akhir Z plasty

Karena celah palatum sangat bervariasi dalam ukuran,


bentuk, dan derajat kerusaknnya; penentuan waktu operasi koreksi
seharusnya bersifat individual. Kriteria seperti lebarnya celah,
cukupnya segmen palatum yang ada, morfologi daerah sekitarnya
(seperti lebarnya orofaring) dan fungsi neuromuskuler palatum
mulut serta dinding faring mempengaruhi pengambilan keputusan.

Cacat celah ini hampir selalu menyilang rigi – rigi alveoulus


dan menganggu pembentukan gigi pada daerah tersebut. Elemen –
elemen gigi yang hilang harus diganti dengan alat – alat prostetik;
kemungkinan juga diperlukan perubahan posisi gigi. Setelah
operasi, pada usia anak dapat belajar bicara dari orang lain, speech
therapist dapat diminta mengajar atau melatih anak bicara yang
normal. Bila ini telah dilakukan tetapi suara yang keluar masi
sengau maka dapat dilakukan Faringoplasti. Operasi ini adalah
membuat bendungan pada faring untuk memperbaiki fonasi,
biasanya pada umur 6 tahun ke atas.3

Pada umur 8–9 tahun dilakukan tindakan operasi penambalan


tulang pada celah alveolus atau maksila untuk memungkinkan ahli
ortodonti nanti mengatur pertumbuhan gigi dikanan kiri celah
supaya normal. Graft tulang diambil dari bagian spongius Krista

23
iliaka. Tindakan operasi terakhir yang mungkin diperlukan
dikerjakan setelah pertumbuhan tulang – tulang muka mendekati
selesai yaitu pada umur 15–17 tahun.

Sering ditemukan hipoplasi pertumbuhan maksila sehingga


gigi geligi depan atas atau rahang atas kurang maju
pertumbuhannya. Dapat dilakukan bedah ortognatik, memotong
bagian tulang yang tertinggal pertumbuhannya dan mengubah
posisinya maju ke depan.Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis)
kelainannya menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi
dilakukan pada saat usia 8 – 9 tahun bekerja sama dengan dokter
gigi ahli ortodonsi.

Pengelolaan bibir sumbing langitan merupakan pengelolaan


terpadu (multidisipliner). Dokter umum, biasanya orangtua
penderita mengontrol kesehatan bayi atau anak dan menulis surat
rujukan yang perlu. Ahli bedah plastik memberikan penerangan
yang lebih terperinci dan melakukan semua tindakan operasi. Ahli
THT mungkin diperlukan bila terjadi gangguan pada telinga.
Speech therapist untuk mengajarkan bicara dan dokter gigi untuk
tindakan ortodonti.8,10

3. Penanganan Prabedah dan Pasca Bedah

Garis jahitan yang terpapar pada dasar hidung dan bibir dapat
dibersihkan dengan kapas yang diberi larutan hydrogen peroksida
dan salep antibiotika yang diberikan beberapa kali perhari. Jahitan
dapat diangkat pada hari ke 5-7.Kecurigaan infeksi merupakan
kontraindikasi operasi, jika gizi anak baik, cairan dan elektrolit
seimbang, pemberian makan dapat diijinkan pada hari ke enam
pasca bedah. Selama waktu yang singkat dalam masa pasca bedah,
perawatan khusus sangat diperlukan. Tindakan pengisapan
nasofaring yang dilakukan secara lembut mengurangi kemungkinan
komplikasi yang lazim terjadi, sperti atelektasis dan pneumonia.

24
Pertimbangan primer pada perawatan pasca bedah adalah
rumatan kebersihan garis jahitan dan menghindari ketegangan pada
jahitan, karenanya bayi diberikan makan dengan penetes obat dan
tangan diikat manset siku. Diet cair atau setengah cair
dipertahankan.selama 3 minggu dan pemberian makanan dilakukan
dengan tetesan atau sendok. Tangan penderita dan mainan juga
benda – benda asing harus dijauhkan dari palatum. Setelah operasi
labioplasti, pasien harus dievaluasi secara periodik terutama status
kebersihan mulut dan gigi, pendengaran dan kemampuan berbicara,
dan juga keadaan psikososial.

3.8 Komplikasi jika tidak dilakukan pembedahan

1. Masalah asupan makanan


Masalah asupan makanan merupakan masalah pertama yang terjadi
pada bayi penderita celah bibir. Adanya celah bibir memberikan kesulitan
pada bayi untuk melakukan hisapan payudara ibu atau dot. Tekanan
lembut pada pipi bayi dengan labioschisis mungkin dapat meningkatkan
kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang ditemukan adalah
refleks hisap dan refleks menelan pada bayi dengan celah bibir tidak
sebaik normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat
menyusu. Cara memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat
membantu proses menyusui bayi dan menepuk-nepuk punggung bayi
secara berkala dapat membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis
atau dengan celah kecil pada palatum biasanya dapat menyusui, namun
pada bayi dengan labiopalatochisis biasanya membutuhkan penggunaan
dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini dapat keluar dengan tenaga
hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-palatoschisis dan bayi
dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan tertentu.10
2. Masalah dental
Anak yang lahir dengan celah bibir mungkin mempunyai masalah
tertentu yang berhubungan dengan kehilangan gigi, malformasi, dan
malposisi dari gigi geligi pada area dari celah bibir yang terbentuk.

25
3. Infeksi telinga
Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita
infeksi telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-
otot yang mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.10
4. Gangguan berbicara
Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki
abnormalitas pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole.
Saat palatum mole tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat
bicara, maka didapatkan suara dengan kualitas nada yang lebih tinggi
(hypernasal quality of 6 speech). Meskipun telah dilakukan reparasi
palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk menutup ruang/
rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali sepenuhnya
normal.
Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian karena
palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga
selama berbicara udara keluar dari hidung. Anak mungkin mempunyai
kesulitan untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch",
dan terapi bicara (speech therapy) biasanya sangat membantu.5

3.9 Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat


dimodifikasi atau disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi
ini melakukan operasi saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki
penampilan wajah secra signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang
makin berkembang, 80% anak dengan labioschisis yang telah ditatalaksana
mempunyai perkembangan kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang
berkesinambungan menunjukkan hasil peningkatan yang baik pada masalah-
masalah berbicara pada anak labioschisis.6

26
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Labiopalatoskizis merupakan suatu kelainan kongenital akibat proses


pembentukan bibir dan palatum tidak sempurna pada janin, dapat berupa
kelainan sindromik dan nonsindromik. Penanganan Labiopalatoskizis
memerlukan kerja sama tim dari berbagai keahlian. Saat ini berbagai teknik
operasi dapat dilakukan mulai dari perlekatan bibir unilateral dan bilateral,
rekonstruksi bibir sumbing unilateral dan bilateral, dan rekonstruksi celah
palatum unilateral dan bilateral.

4.2 Saran

Anamnesa, pemeriksaan fisik dan terutama pemeriksaan penunjang


yang dilakukan terhadap pasien seharusnya dilakukan secara holistik dan
optimal sehingga diagnosa dapat lebih ditegakkan sesuai dengan masalah
yangg dihadapi pasien. Penatalaksanaan diberikan sesuai dengan diagnosis
yang didapatkan dengan memperhatikan keadaan umum dan pertimbangan
pasien dan keluarga. Bagi dokter muda agar memfollow-up pasien secara
rutin serta menyeluruh sehingga dapat membantu dalam proses kesembuhan
pasien.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Sadler, T.W. 2006. Embriologi Kedokteran Langman Ed 10. Jakarta: EGC.


2. Young, D.L. Schneider, R.A. Hu, D. Helms, J.A. 2000. Genetic and
Teratogenic Approaches to Craniofacial Development. Critical Reviews in
Oral Biology & Medicine 11:304-317.
3. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Head & Surgery-Otolaygology 4th ed.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006.
4. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH, Robbins KT, Thomas JR, Harker
LA, et al. Cummings Otolaryngology Head and Neck Surgery, 4th ed.
Philadelphia: Mosby Inc; 2005.
5. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 2002
6. Bisono. Sumbing Bibir / Langitan. Dalam : Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RS dr. Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: Binarupa Aksara. 393 – 396.
7. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al. Sumbing Bibir dan Langitan. Dalam
: Kapita Selekta. Jilid 2. Jakarta: Media Aeusculapius. FKUI. 2005
8. Sacharin, Rosa M. Text Book of Pediatric. Edisi ke – 12. Jakarta: EGC. 2002
9. Shenaq SM, JYS Kim, A Bienstock. Plastic and Reconstructive Surgery.
Dalam :Schwartz’s Principles of Surgery. FC Brunicardi, DK Andersen, TR
Billiar, DL Dunn, JG Hunter, RE PUllock. Edisi ke 8. Volume 2.Library of
Congress Cataloging in Publication Data; 1999. 1796 – 1800.
10. Malek, R. 2001. Cleft Lip and Palate (Lesions, Pathophysiology and Primary
Treatment). Martin Dunitz Ltd. London. p. 27-28.

28

Anda mungkin juga menyukai