Anda di halaman 1dari 7

A.

Tata cara bergaul dengan orang tua atau guru


Islam merupakan agama yang sangat memperhatikan keluhuran budi pekerti dan akhlak
mulia. Segala sesuatu yang semestinya diiakukan dan segala sesuatu yang semestinya
ditinggalkan diatur dengan sangat rinci dalam ajaran Islam, sehingga semakin banyak orang
mengakui (termasuk non-muslim) bahwa Islam merupakan ajaran agama yang sangat lengkap
dan sempurna serta tidak ada yang terlewatkan sedikit pun.
Rasulullah SAW diutus ke dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang mulia,
sehingga setiap manusia dapat hidup secara damai, tenteram, berdampingan, saling memahami,
menghormati, dan menghargai satu sama lain, baik kepada yang lebih tinggi, yang lebih rendah,
kepada sesama atau teman sebaya, kepada lawan jenis, dan sebagainya.
Rasulullah saw pernah bersabda:
)‫ي َو ُم ْس ِلم‬ ِ ‫(ر َواهُ اْلبُخ‬
ْ ‫َار‬ َ ‫ق‬ ِ ‫اِنَّ َما بُ ِعثْتُ ِِالُت َِم َم َمك‬
ِ َ‫َار َم اْالَ ْخال‬
Artinya:
“Aku diutus (ke dunia) hanya untuk menyempurnakan akhlak terpuji”. )HR. Bukhari Muslim(
Hal pertama yang semestinya dilakukan setiap muslim dalam pergaulan sehari-hari
adalah memahami dan menerapkan etika atau tata cara bergaul dengan orang tuanya. Adapun
yang dimaksud dengan orang tua, dapat dipahami dalam tiga bagian, yaitu:
1. Orangtua kandung, yakni orang yang telah melahirkan dan mengurus serta membesarkan kita
(ibu bapak).
2. Orang tua yang telah menikahkan anaknya dan menyerahkan anak yang telah diurus dan
dibesarkannya untuk diserahkan kepada seseorang yang menjadi pilihan anaknya dan
disetujuinya. Orang tua ini, lazim disebut dengan “mertua”.
3. Orang tua yang telah mengajarkan suatu ilmu, sehingga kita mengerti, dan memahami
pengetahuan, mengenal Allah, dan memahami arti hidup, dialah “guru” kita.
Dalam Al-Quran maupun hadits, dapat ditemukan banyak sekali keterangan yang
memerintahkan untuk berbuat baik kepada orangtua. Sekalipun demikian, Islam tidak
menyebutkan jenis-jenis perbuatan baik kepada kedua orangtua secara rinci, sebab berbuat baik
kepada kedua orang tua bukan merupakan perbuatan yang dibatasi beberapa batasan dan rincian.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua sangat bergantung pada situasi dan kondisi,
kemampuan, keperluan, perasaan manusiawi, dan adat istiadat setiap masyarakat.
Berbuat baik kepada kedua orangtua dalam berbagai bentuknya, disebut dengan “biruul
walidain”.
Kewajiban berbuat baik kepada kedua orangtua juga diungkapkan di dalam bentuk kata
ihsan, ma’ruf, dan rahmah.
Islam memperingatkan setiap anak, bahwa menyakiti perasaan orangtua merupakan suatu
dosa besar dan waib atasnya untuk selalu menjaga perasaan kedua orangtuanya. Hak orang tua
dan anaknya tidak akan pernah sama dengan hak siapa pun di dunia. Jadi, segala bentuk ucapan,
perbuatan, dan isyarat yang dapat menyakiti kedua orangtuanya atau salah satunya merupakan
perbuatan dosa, sekalipun hanya berupa perkataan “ah”, “cis”, atau “uff”, apalagi jika sampai
membentaknya.
Sesungguhnya Allah tidak akan penah meridai seseorang kecuali kita merendahkan diri
kepada keduanya disentai kelembutan dan kasih sayang. Allah Swt. berfirman dalam surat Al-
Isra ayat 24:
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku
waktu kecil". (QS. A1-lsra: 24)
Jadi, kewajiban kita kepada kedua orangtua ialah untuk selalu berbakti kepadanya dan jangan
sedikit pun melukai perasaan mereka, karena Allah tidak akan rida kepada kita.Adapun yang
berkaitan dengan orangtua dalam makna yang ketiga, yakni orangtua dalam arti orang yang telah
mengajarkan dan mendidik kita tentang pengetahuan dan kehidupan. Mereka adalah guru,
ustadz, dosen, kyai, dan sebagainya. Sebagai seorang muslim, kita juga diperintahkan untuk
menghormati dan memuliakan mereka.

B. Tata Cara Bergaul dengan yang Lebih Tua


Dalam pergaulan sosial, kita dituntut untuk menjunjung tinggi hak dan kewajiban
masing-masing, termasuk dalam pergaulan dengan orang yang lebih tinggi atau lebih tua dari
kita. orang yang lebih tinggi dari kita, dapat dikategorikan menjadi 3 (tiga) bagian. yaitu:
1. Orang yang umurnya lebih tua atau sudah tua,
2. Orang yang ilmu, wawasan, dan pemikirannya lebih tinggi, sekali pun bisa jadi umurnya
lebih muda, dan
3. Orang yang harta dan kedudukannva lebih tinggi dan lebih banyak.
Dalam pergaulan sosial dengan mereka, hendaklah kita bersikap wajar dan
menghormatinya, mendengarkan pembicaraannya, serta wajib mengingatkan jika mereka keliru
dan berbuat kejahatan, dengan cara-cara yang lebih baik. Kita juga dilarang memperlakukan
mereka secara berlebihan, misalnya terlalu hormat dan tunduk melebihi apa pun, sekalipun
mereka salah. Hal ini sungguh tidak dibenarkan, sebab yang paling mulia di antara kita bukan
umur, ilmu, pangkat, harta, dan kedudukannya, akan tetapi karena kualitas takwanya kepada
Allah Swt. Hal ini sesuai dengan salah satu hadis Rasulullah saw dalam riwayat Thabrani:
‫)ىناربطلا هاور( ْمُكِلاَم ْ َعاَو ْمُكِب ْ ُو ُلق ىَلِا ُرُظْنَي ْنِكَلَو ْمُكِلاَو ْ َما ىَلِا َالَو ْمُكِباَس ْ َحا ىَلِإ َالَو ْمُكِرَوُص ىَلِإ ُرُظْنَ َيال ىَلاَعَت َهللا َّنِإ‬
Artinya:
“Sesungguhnya Allah Swt. tidak melihat ruhmu, kedudukan, dan harta kekayaanmu, tetapi Allah
melihat apa yang ada dalam hatimu dan amal perbuatanmu”. )HR. Thabrani(

C. Tata Cara Breagaul dengan yang Lebih Muda


Dalam menjalankan pergaulan social, Islam melarang umatnya untuk membeda-bedakan
manusia karena hal-hal yang bersifat duniawi, seperti harta, tahta, umur, dan status sosial
lainnya. akan tetapi yang terbaik adalah bersikap wajar sebagaimana mestinya sesuai dengan
tuntutan ajaran agama dan tidak bertentangan dengan norma-norma kehidupan.
Tidak dapat dihindari, kita juga pasti berkomunikasi dan bergaul dengan orang yang
umur dan strata sosialnya lebih rendah dan kita. Kita sama sekali dilarang untuk merendahkan
dan meremehkannya.
Kita diperintahkan untuk selalu berusaha menyayangi orang yang umurnya lebih muda
dari kita. Bahkan Rasulullah SAW menyatakan dalam satu hadisnya bahwa bukan termasuk
golongan umatku, mereka yang tidak menyayangi yang lebih muda. Beliau bersabda:
‫)ىناربطلا هاور( َ انَرْيِب َك ًّقَح ْفِرْعَي ْمَلَو اَنَرْيِغَص ْمَحْرَي ْمَل ْنَم اَّنِم َسْيَل‬

Artinya:
‘Bukan termasuk golongan umatku, orang yang tidak menyayangi yang lebih kecil (lebih muda),
dan tidak memahami hak-hak orang yang lebih besar (tinggi / dewasa)”. )HR. Thabrani(
Seseorang yang usianya lebih muda, bisa saja amal perbuatannya dan akhlaknya lebih
baik dibandingkan dengan orang yang telah berumur dewasa, bahkan telah berusia lanjut. Jadi,
umur seseorang tidak menjamin hidupnya lebih mulia dan berkualitas, sekali pun semestinya
semakin bertambah (bilangan) umur (hakikatnya berkurang), harus semakin baik amalnya,
semakin mulia akhlaknya, dan semakin bijak sikapnya.
Kenyataannya, dalam kehidupan sosial, kita menemukan hal yang justru sebaliknya. Ada
yang usianya sudah lebih tua dan dianugerahi panjang umur oleh Allah Swt. akan tetapi kualitas
hidupnya tidak Iebih baik dibandingkan dengan yang lebih muda. Nauzubillah.
Dalam salah satu hadis Rasulullah saw riwayat Ahmad, dikemukakan bahwa terinasuk
orang yang terbaik, jika umurya panjang dan amal perbuatannya baik. Rasulullah saw bersabda:
‫)دمحا هاور( ُ ُهلَمَع َءاَسَو ُهُرْمُع َلاَط ْنَم ِساَّنلا ُّر َشَو ُ ُهلَمَع َنُسَحَو ُهُرْمَع َلاَط ْنَم ِساَّنلا ُرْي َخ‬
Artinya:
“Sebaik-baik manusia adalah, mereka yang panjang umurnya dan sangat baik amalnya. Dan
sejelek-jelek manusia adalah orang yang panjang umurnya, tetapi jelek amal perbuatannya”
(HR.Ahmad)
Jika kita bergaul dengan yang lebih muda, dan kebetulan kita merasa sudah lebih dewasa
serta berpengalaman, hendaldah kita membimbing, rnengarahkan dan mengajarkan kepada
mereka hal-hal yang baik agar bermakna bagi kehidupannya.

Inilah yang dikehendaki dalam ajaran agama Islam, sehingga orang yang lebih tua
hidupnya lebih bermanfaat karena wawasan dan pengalamannya, sedangkan orang yang lebih
mudah dapat memanfaatkan kelebihan yang dimiliki orang yang lebih tua. Rasulüllah saw
bersabda:
‫)يراخبلا هاور( ِساَّنلِل ْم ُ ُهعَفْ َنأ ِساَّنلا ُرْي َخ‬
Artinya:
”Sebaik-baik diantara manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi sesamanya”. )HR.
Bukhari)

D. Tata Cara Bergaul dengan Teman Sebaya


Islam adalah agama yang dilandasi persatuan dan kasih saying. Kecenderungan untuk
saling mengenal dan berkomunikasi satu dengan yang lainnya merupakan suatu hal yang diatur
dengan lengkap dalam ajaran Islam. Islam tidak mengajarkan umatnya untuk hidup menyendiri,
termasuk melakukan ibadah ritual sendirian di tempat tersembunyi sepi, terpencil, dnn jauh dari
peradaban manusia.
Merupakan suatu hal yang wajar dan diajarkan oleh Islam, jika manusia bergaul dengan
sesamanya sebaik mungkin, dilandasi ketulusan, keikhlasan, kesabaran, dan hanya mencari
keridaan Allah Swt.
Rasulullah saw hersabda:
‫خ َيال ى ِ َّذلا َنِمْؤُم ْلا َنِم ٌرْي َخ ْمُه َا َذا ىَلَع ُرِبْصَيَو َساَّنلا ُطِلاَخُي ْيِذًّلا ُنِمْؤُملا‬
ُ َ ‫)يذيمرتلا هاور( ْمُه َا َذا ىَلَع ُرِبْصَيَو َساَّنلا ُطِلا‬
Artinya
“Seorang mukmin yang bergaul dengan sesama manusia serta bersabar (tahan uji) atas segala
gangguan, mereka lebih baik daripada orang mukmin yang tidak bergaul dengan yang lainnya
serta tidak tahan uji atas gangguan mereka”. )HR. Tirmidi(
Bergaul dengan sesama atau teman sebaya, baik dalam umur, pendidikan, pengalaman,
dan sebagainya, kadang-kadang tidak selalu berjalan mulus. Mungkin saja terjadi hal-hal yang
tidak diharapkan seperti terjadi salah pengertian (mis understanding) atau bahkan ada teman
yang zaim terhadap kita serta suka membuat gara-gara dan masalah.
Menghadapi persoalan seperti itu, hendaklah kita mensikapi dengan sikap terbaik yang
kita miliki. Jika ada yang berbuat salah, hendaklah kita segera memaafkan kesalahanya sekalipun
orang yang berbuat salah tidak meminta maaf. Begitu juga apabila kita berbuat kesalahan atau
kekeliruan, hendaklah kita segera meminta maaf kepada orang yang kita sakiti, baik disengaja
maupun tidak disengaja. Perkara orang itu memaafkan kita atau tidak, itu bukan urusan kita.
Kewajiban kita adalah segera meminta maaf dan memaafkan. Janganlah kita termasuk orang
yang sebagaimana dikemukakan Rasulullah saw dalam sabdanya:
َ ِ ‫)هجام نبا هاور( ٍسْكَم ِبِحاَص ِ َةئْيِط َخ ُ ْلثِم ِهْيَلَع َنا َك ُهْنِم ْلَبْقَي ْمَلَف ِمِلْسُم ْلا ِهْي‬
‫خأ ىَلِا َ َر َذت ْعا ِنَم‬
Artinya:
“Barangsiapa yang meminta maaf kepada saudaranya yang muslim sedangkan ia tidak mau
memaafkannya, maka ia mempunyai dosa sebesar dosa orang yang merampok”. )HR. lbnu
Majah)
Jika memiliki masalah, bicarakanlah dengan sebaik-baiknya, sehingga masing-masing
bisa saling memahami dan saling memaafkan. Kita dilarang untuk bermusuhan, apalagi dalam
waktu yang cukup lama. Rasulullah Saw bersabda:
‫الث َقْوَف ُها َ َخأ َرُجْهَي ْ َنأ ٍمِلْسُمِل ُّلِحَ َيال‬
َ ‫ث‬َ ِ ‫)هيلع قفتم( ِ َمالَّسلاِب ُ َأذْبَي ْيِذَّلا اَمُهُرْي َخَو َاذَه ُضِرْعُيَو َاذَه ُضِرْعُيَف ِ َنايِقَتْلَي ٍ َّما َيأ‬

Artinya.
“Tidaklah halal bagi seorang muslmi mendiamkan (tidak mengajak bicara) sit van in yang
muslim lebih dari tiga hari. Jika keduanya bertemu, lalu ingin memalingkan muka, dan yang lain
pun demikian juga. Dan yang paling baik di antara keduanya adalah yang terlebili dahulu
mengucapkan salam”. )HR. Bukhari Muslim(
Pergaulan dengan teman sebaya termasuk dengan siapa pun harus dilandasi kasih sayang
dan keikhlasan Allah tidak akan menyayangi seseorang jika tidak menyayangi sesamaya. Dalam
salah satu hadis, .Rasulullah saw bersabda:
‫)هيلع قفتم(ُ هللا ُهْمَحْرَي َال َساَّنلا ُمَحْرَي َال ْنَم‬
Artinya:
“Barangsiapa yang tidak menyayangi sesama manusia, niscaya tidak akan disayangi oleh
Allah”. )HR. Bukhari Muslim(
E. Tata Cara Bergaul dengan Lawan Jenis
Allah telah menciptakan segala sesuatu di dunia ini dengan sempurna, teratur, dan
berpasang-pasangan. Ada langit dan ada bumi, ada siang dan ada malam, ada dunia ada akhirat,
ada surga dan neraka, ada tua dan ada muda, ada laki-laki dan ada perempuan.
Laki-laki dan perempuan: merupakan makhluk Allah yang telah diciptakan scara
berpasang-pasangan. jadi, merupakan suatu keniscayaan dan sangat wajar, jika terjadi pergaulan
di antara mereka. Dalam pergaulan tersebut, masing-masing berusaha untuk saling mengenal.
Bahkan lebih jauh lagi, ada yang berusaha saling memahami, saling mengerti dan ada yang
sampai hidup bersama dalam kerangka hidup berumah tangga. lnilah indahnya kehidupan.
Laki-laki dan perempuan ditentukan dalam sunah Allah untuk saling tertarik satu dengan
yang lainnya. Laki-laki tertarik dengan perempuan, demikian juga sebaliknya, perempuan
tertarik kepada laki-laki. Allah Swt. memberikan rasa indah untuk saling menyayangi di antara
mereka. Tidak jarang juga masing-masing merindukan yang lainnya. Rindu untuk saling
menyapa, saling melihat, serta saling membenci atas. dasar ketulusan dan kasih sayang.
Pergaulan yang baik dengan lawan jenis. hendaklah tidak didasarkan pada nafsu
(syahwat) yang dapat menjerumuskan pada pergaulan bebas yang dilarang agama. Inilah yang
tidak dikehendaki dalam Islam. Islam sangat memperhatikan batasan-batasan yang sangat jelas
dala pergaulan antara laki-laki dengan perempuan.
Seorang laki-laki yang bukan muhrim, dilarang untuk berduaan di tempat-tempat yang
memungkinkan melakukan perbuatan yang dilarang. Kalau pun bersama-sama sebaiknya disertai
oleh muhrimnya atau minimal ditemani tiga orang, yaitu: dua laki-laki dan satu perempuan. atau
Juga pergaulan untuk belajar atau bergaul jika ada dua orang perempuan dan seorang laki-laki.
Hal ini memungkinkan untuk lebih menjaga diri.
Salah satu hadis mengemukakan bahwa jika seseorang pergi dengan orang lain yang
bukan muhrimnya serta berlinan jenis kelamin, maka yang ketiganya pasti syetan yang selalu
berusaha untuk menjerumuskan dan menghinakan. ltulah yang disinyalir dalam ayat A!-Quran,
agar jangan mendekati zina. Mendekatinya sudah dilarang dan haram, apalagi melakukannya.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Isra ayat 32:

Artinya: . ‘ -
‘jadi janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zinaitu adalah suatu perbuatan yang keji
dan suatu jalan yang buruk”. )QS. Al-Isra: 32)
Mencintai dan menyayangi seseorang merupakan hal yang wajar. Hendaklah pikiran dan
perasaan kita arahkan kepada hal-hal yang positif, dan bukan sebaliknya. Contohnya, karena
cinta dan sayang, seseorang mengorbankan segalanya termasuk hal-hal yang paling “berharga”
dan dilarang oleh Allah Swt. Membuktikannya, hendaklah dengan sesuatu yang diridai oleh
Allah. Hal inilah yang dikemukakan oleh Rasulullah saw dalam hadis riwayat Abu Daud dan
Tirmidzi:
َ َ ‫)ىديمرتلاو دوادوبا هاور( ْ ِربْخُيْلَف ُها َ َخأ ْمُ ُكد‬
‫حا َّب َ َحأ َا ِذإ‬
Artinya:
“Jika salah seorang di antara kamu mencintai saudaranya, hendaklah ia membuktikannya”.
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Islam mengajarkan agar dalam pergaulan dengan lawan jenis untuk senantiasa saling
menjaga diri, menghormati dan menghargai atas dasar kasih sayang yang tulus karena Allah,
bukan karena derajat, pangkat, harta, keturunan, tetapi semata-mata hanya karena Allah. Hal ini
pernah diriwayatkan dalam salah satu hadis dari Umar bin Khattab, yang diriwayatkan oleh Abu
Daud, suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda,
Yang artinya: “Bahwasannya di antara hamba-hamba Allah ada manusia yang bukan nabi-
nabi, bukan pula para syuhada’,tetapi sangat tinggi kedudukan di sisi Allah. Para sahabat
bertanya: “Siapakah gerangan orang itu, ya Rasullullah”:Nabi saw menjawab: “itulah orang
yang saling mencintai (menyayangi), karena harta. Demi Allah, maka wajah mereka bersinar-
sinar, tiada merasa kekuatan dikala mereka dalam keadaan ketakutan” )HR. Abu Daud(.
Sesudah itu, Rasulullah saw membaca ayat:
َ َ ‫َن ْ ُون َزْحَي ْمُ َهالَو ْمِهْيَلَع ٌفْو‬
َ َ ‫خال ِهللا َءاَيِل ْ َوا َّنِا‬
‫الا‬
Artinya:
“Ketahuilah, bahwa wali-wali (penolong) Allah, mereka tidak merasa takut dan tidak merasa
bersedih ‘. )Sumber. Khuluqul Muslim”, karangan Muhammad Al-Ghazali)
Cinta karena Allah merupakan titik puncak dan tingginya kualitas iman seseorang
Hasilnya tidak dapat dilihat, melainkan hanya dapat dirasakan oleh orang yang telah nyaris
sempurna keikhlasannya. Cinta yang mendalam. ini merupakan bukti kesempurnaan serta
ketulusan iman, yang kedua-duanya berhak untuk mendapatkan pahala yang paling besar di sisi
Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw:
َ ‫ث‬
‫الث‬ ْ ِ ‫ِناَمْي‬: ‫ْ َناَو هللا ىِف َضَغْبَيَو ِهللا ىِف َّبِحُي ْ َناَو اَمُهُهاَوَساَّمِم ِهْيَلِا َّب َ َحا ُ ُهلْوُسَرَو هللا َنْوُكَي ْ َنأ‬
َ ٌ ‫الا َة َ َوالَح َدَجَو ِهْيِف َّنُك ْنَم‬
‫)ملسم هاور( ًائِيَس ِهللااِب َكِرْسُي ْ َنا ْنِم ِهْيَلِا َّب َ َحا اَهْيِف ُعَقَيَف ٌةَمْيِظَع ٌراَن ُ َدق ْ ُوت‬
Artinya:
“Ada tiga perkara, barangsiapa yang terdapat padanya ketiga hal tersebut, maka akan
merasakan lezat (manisnya) iman: “Jika ia mencintai Allah dan rasulnya melebihi yang lainnya;
Mencintai dan membenci semata-mata hanya karena Allah; Jika dilemparkan ke dalam api
neraka yang menyala-nyala, lebih disukai daripada syirik (menyekutukan) Allah”. )HR. Muslim(
Orang yang bersahabat, bergaül, dan berkomunikasi dengan yang lainnya hanya karena
Allah, tandanya adalah senantiasa berusaha untuk mendoakan dengan tulus. Dalam hal ini,
Rasulullah saw pernah bersabda:
‫ُكَلَم ْلا َلاَق ِبْيَغْلا ِرْهَظِب ِهْيِخ َِِال ُلُجَّرلا ا َ َعد َاذِإ‬: ‫)ملسم هاور( َكِل َاذ ُ ْلثِم َكَلَو‬
Artinya:
“Jika seseorang berdoa untuk sahabatnya di belakangnya (jaraknya berjauhan), maka
berkatalah malaikat: “Dan untukmu pun seperti itu”. )HR. Muslim(
Takaful (saling bertanggung jawab)
Jika ada masalah yang dihadapi, maka diupayakan untuk dipikul atau dipertanggung
jawabkan bersama-sama, dan tidak membiarkan salah satu pihak menderita. Dalam peribahasa
diungkapkan: ‘Berat sama dipikul ringan sama dijinjing” Rasulullah saw bersabda:
‫)يراخبلا هاور( اًضْعَب ُهَضْعَب ُّدُشَي ِناَيْنُبْلا َك ِنِمْؤُم ْلا َنْيَب ُنِمْؤُمْ َلا‬

Artinya:
“Seseorang mukmin terhadap orang mukmin lainnya adalah bagaikan suatu bangunan, yang
bagian-bagian saling menguatkan satu sama lain”. HR. Bukhari)
TASAMUH (Saling Toleransi)
Sikap toleransi dipandang sifat yang sangat baik untuk menciptakan kondisi pergaulan yang
lebih harmonis, dengan saling mengoreksi dan saling mengisi kekurangan masing-masing,
sehingga tidak ada seorang pun yang merasa dikecewakan atau disakiti oleh teman bergaul
lainnya.

Anda mungkin juga menyukai