Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEPERAWATAN PALIATIF

KONSEP KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN


PERAWATAN PALIATIF

Disusun Oleh :

1. Ismi Lusiati P1337420317080


2. Pipit Mangesti N P1337420317076
3. Hinda Falasifa P1337420317105

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN
2020
KONSEP KOMUNIKASI
PADA PASIEN DENGAN PERAWATAN PALIATIF

A. Latar Belakang
Paliatif Care atau Perawatan paliatif berasal dari kata palliate
(bahasa inggris) berarti meringankan, dan Palliare (bahasa latin yang
berarti menyelubungi) merupakan jenis pelayanan kesehatan yang
berfokus untuk meringankan gejala klien, bukan berarti menyembuhkan.
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah berhubungan
dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan
membantu meringankan penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang
tertib serta penanganan nyeri dan masalah lain baik fisik, psikososial dan
spiritual (WHO 2011).
Menurut Dadang Hawari (1977,53), orang yang mengalami
penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami
penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembina
kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pasien biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah dan
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini,
pasien tersebut selalu berada disamping perawat. Karena peran perawat
yang komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam
tugas mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat
bertindak sebagai fasilitator agar pasien tetap melakukan yang terbaik
seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini
sering sekali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat
penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnosa harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.

2
B. Konsep Dasar
1. Definisi
Komunikasi adalah pertukaran informasi, pikiran, ide, dan
perasaan diantara dua atau lebih individu. Komunikasi Terapeutik
adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiantannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna
meringankan beban penderita, terutama yang tak mungkin
disembuhkan. Tindakan kuratif yang dimaksud antara lain
menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta mengupayakan perbaikan
dalm aspek psikologis, sosial dan spiritual. Perawatan paliatif adalah
pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga
mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan penyakit yang
mengancam jiwa, melalui penceghan-pencegahan sempurna dan
pengobatan rasa sakit masalah lain, fisik, psikososial, spirirtual
(Kemenkes RI Nomor 812, 2007).
Inti dari perawatan paliatif adalah kemampuan komunikasi
yang baik. Mendengarkan secara aktif merupakan kemampuan yang
membutuhkan latihan, namun tanpa adanya hal tersebut keluhan utama
pasien tidak kita dapatkan. Memberikan informas membutuhkan
kemmapuan dan latihan yang sama, selain itu dibutuhkan untuk
mengalokasi waktu secukupnya. Masing-masing individu
membutuhkan tingkat informasi yang berbeda, hal ini dihubungkan
dari tingkat pendidikan individu. Perawatan yang dilakukan keluarga
merupakan hal yang penting dalam menerapkan terapi holistic pada
pasien dan jika memungkinkan harus didiskusikan bersama, cara
tersebut dapat mencegah terjadinya situasi dimana pasien dan keluarga
tidak saling memberikan informasi.

2. Tujuan Perawatan paliatif


Tujuan dari perawatan palliatif adalah untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
3
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada
akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia
sudah siap secara psikologis dan spiritual, tidak stres menghadapi
penyakit yang dideritanya. Perawatan paliatif meliputi:
a. Menyediakan bantuan dari rasa sakit dan gejala menyedihkan
lainnya
b. Menegaskan hidup dan memepercepat atau menunda kematian.
c. Mengintegrasikan aspek-aspek psikologis dan spiritual perawatan
pasien
d. Tidak mempercepat atau memperlambat kematian

3. Prinsip Perawatan Paliatif


Menghormati atau menghargai martabat dan harga diri dari
pasien dan keluarga pasien, Dukungan untuk caregiver, Palliateve
care merupakan akses yang competent dan compassionet.
Mengembangkan professional dan social support untuk pediatrik
palliative care. Melanjutkan serta mengembangkan pediatrik palliative
care melalui penelitian dan pendidikan (Ferrell, & Coyle, 2007: 52).
Perawatan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
a. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai
proses yang normal
b. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
c. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu
d. Menjaga keseimbangan psikologis, sosial dan spiritual.
e. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
f. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
g. Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien
dan keluarganya
h. Menghindari tindakan yang sia-sia.

4
4. Prinsip Perawatan Paliatif
Managemen etik pada apsien dapat didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagai berikut :
a. Beneficience
b. Non-maleficience
c. Menghargai outonomi pasien
d. Mempertimbangkan asa keadilan
Selema perawatan paliatif, prinsip tersebut harus digunkan dalam
pemikiran bahwa pasien yang menderita penyakit tidak dapat
disembuhak.
5. Hak-Hak Penderita
a. Tahu status kesehatannya
b. Ikut serta merencanakan perawatan
c. Dapat informasi tindakan invasif
d. Pelayanan tanpa diskriminasi
e. Dirahasiakan penyakitnya
f. Dapat bekerja dan dapat produktif
g. Berkeluarga
h. Perlindungan asuransi
i. Pendidikan yang layak

5
6. Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Penyakit Kronik

Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit


terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai
seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut.
Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan kronis merupakan
komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan
tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses
berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan
konsep komunikasi terapeutik.

Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu


bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi
tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik. Membangun
hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga melaui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif (Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry
2010).

Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur,


tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran
terbuka, serta amati respon verbal an nonverbal klien dan keluarga.
Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menghindari topic
pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal
tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka
yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah,
membuat komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak
mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan
katakana bahwa klien bisa kapan saja mengungkapkannya.

Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan


pribadi atau budaya, dan klien lain ragu – ragu untuk mengungkapkan
emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan mereka (Buckley
dan Herth, 2004 dikutip dari potter dan perry 2010).

6
Memberi kebebasan klien memilih dan menghormati
keputusannya akan membuat hubungan terapeutik dengan klien
berkembang. Terkadang klien perlu mengatasi berduka mereka
sendirian sebelum mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika klien
ingin membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat
yang tepat.

7. Prinsip Komunikasi Terapeutik Pada Klien Penyakit Kronik

Seseorang dengan penyakit kronis atau dengan penyakit


terminal akan mengalami rasa berduka dan kehilangan. Sebagai
seorang perawat kita harus mampu memahami hal tersebut.
Komunikasi dengan klien penyakit terminal dan kronis merupakan
komunikasi yang tidak mudah. Perawat harus memiliki pengethauan
tentang penyakit yang mereka alami serta pengetahuan tentang proses
berduka dan kehilangan. Dalam berkomunikasi perewat menggunakan
konsep komunikasi terapeutik.

Saat berkomunikasi dengan klien dengan kondisi seperti itu


bisa jadi akan timbul penolakan dari klien. Dalam menghadapi kondisi
tersebut, perawat menggunakan komunikasi terapetik. Membangun
hubungan saling percaya dan caring dengan klien dan keluarga melaui
penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi intervensi
pelayanan paliatif (Mok dan Chiu, 2004 dikutip dari Potter dan Perry
2010).

7
Dalam berkomunikasi, gunakan komunikasi terbuka dan jujur,
tunjukkan rasa empati. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran
terbuka, serta amati respon verbal an nonverbal klien dan keluarga.
Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menghindari topic
pembicaraan, diam, atau mungkin saja menolak untuk berbicara. Hal
tersebut adalah respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka
yang normal seperti kesedihan, mati rasa, penyangkalan, marah,
membuat komunikasi menjadi sulit. Jika klien memilih untuk tidak
mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat harus mengizinkan dan
katakana bahwa klien bisa kapan saja mengungkapkannya.

Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi karena alasan


pribadi atau budaya, dan klien lain ragu – ragu untuk mengungkapkan
emosi mereka karena orang lain akan meninggalkan mereka (Buckley
dan Herth, 2004 dikutip dari potter dan perry 2010). Memberi
kebebasan klien memilih dan menghormati keputusannya akan
membuat hubungan terapeutik dengan klien berkembang. Terkadang
klien perlu mengatasi berduka mereka sendirian sebelum
mendiskusikannya dengan orang lain. Ketika klien ingin
membicarakan tentang sesuatu, susun kontrak waktu dan tempat yang
tepat.

8. Reaksi Klien dan Keluarga Terhadap Penyakit Kronik

Penyakit kronik dan keadaan terminal dapat menimbulkan respon


BioPsiko-Sosial-Spritual ini akan meliputi respon kehilangan :

a. Kehilangan kesehatan

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kesehatan dapat berupa


klien merasa takut , cemas dan pandangan tidak realistic, aktivitas
terbatas
b. Kehilangan kemandirian

Respon yang ditimbulkan dari kehilangan kemandirian dapat


ditunjukan melalui berbagai perilaku, bersifat kekanak-kanakan,
ketergantungan
8
c. Kehilangan situasi

Klien merasa kehilangan situasi yang dinikmati sehari-hari


bersama keluarga kelompoknya
d. Kehilangan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman muncul sebagai akibat gangguan fungsi


tubuh seperti panas, nyeri, dll
e. Kehilangan fungsi fisik

Contoh dampak kehilangan fungsi organ tubuh seperti klien dengan


gagal ginjal harus dibantu melalui hemodialisa
f. Kehilangan fungsi mental

Dampak yang dapat ditimbulkan dari kehilangan fungsi mental


seperti klien mengalami kecemasan dan depresi, tidak dapat
berkonsentrasi dan berpikir efisien sehingga klien tidak dapat
berpikir secara rasional
g. Kehilangan konsep diri Klien dengan penyakit kronik merasa
dirinya berubah mencakup bentuk dan fungsi sehingga klien tidak
dapat berpikir secara rasional (body image) peran serta identitasnya.
Hal ini dapat akan mempengaruhi idealism diri dan harga diri
rendah
h. Kehilangan peran dalam kelompok dan keluarga.

9. Langkah-langkah Menyampaikan Berita Buruk

a. Persiapan
Pahami anda sendiri sebagai perawat dan siapkan diri anda
dengan berbagai macam informasi Yang paling baik dalam
menyampaikan berita buruk adalah dengan bertemu langsung
dengan orang yang kita tuju. Menyampaikan denagn tidak jelas
dan menakutkan hendaknya di hindari seperti : “Ibu, datanglah
segera, saya mempunyai sesuatu yang harus saya katakan kepada
anda”.

9
Selain itu alangkah lebih baiknya jika perawat
menyediakan tempat duduk bagi perawat, dokter dan orang yang
akan di ajak bicara, duduk dan tampakkan bahwa anda
memberikan perhatian dan tidak dalam keadaan tergesa gesa.
Cegah berbicara sambil berlari atau di tempat yang tidak
semestinya misal : koridor rumah sakit yang banyak ornag.
Beritahukan rekan anda bahwa anda tidak bisa di ganggu selagi
anda menyampaikan berita kepada pasien. Atur suara agar anda
terlihat normal, tidak grogi, atau bergetar.
b. Membuat hubungan

Buatlah percakapan awal, walaupun anda mengira bahwa


orang yang akan anda ajak bicara sudah memiliki firasat apa yang
akan anda sampaikan. Beberapa tugas penting di awal :
Percakapan awal
Perkenalkan diri anda dan orang-orang bersama anda, jika
di sana terdapat orang yang elum di ketahui oleh perawat maka
cari tahu siapa dia. Kaji status resipien (orang yang anda tuju untuk
dikabarkan dengan kabar buruk) Tanyakan kabar atau kenyamanan
dan kebutuhannya. Anda harus mengkaji tentang pemahaman
resipien terhadap situasi. Hal ini akan membantu perawat dalam
membuat transisi dalam menyampaikan kabar buruk dan akan
membantu perawat dalam mengkaji persepsi pasien terhadap
keadaan. Perawat dapat mengutarakan pertanyaan seperti
“mengapa tes itu di lakukan?”
c. Berbagi cerita
Ada kiasan bahwa kabar buruk adalah seperti bom. Yang
radiasinya akan mengenai semua yang ada lingkungannya.
d. Bicara pelan

Berikan peringatan awal “saya takut saya mempunyai kabar yang


kurang baik untuk anda.... Kalimat hendaknya singkat dan
beberapa kalimat pendek saja.
10
e. Akibat dari berita
1) Tunggu reaksi dan tenang, misal : menangis, pingsan dll
2) Lihat dan berikan respon sebagai tanda empati. Perawat bisa
menyampaikan “Saya paham, hal ini sulit bagi anda. Apa
yang ada dalam pikiran anda saat ini”
3) Ikuti dan perhatikan resipien selanjutnya. Anda dapat
membantu resipien agar dapat menguasai kontrol dengan
menanyakan “Apakah anda membutuhkan informasi baru
atau kita bisa bicara di kemudian?”
4) Berikan perhatian dan hormati perasaan dan kebutuhan diri
perawat
Sering kali perawat merasa berat hati dan merasa stres ketika
menyampikan brita buruk. Oleh karna itu berbagi pengalaman
dan perasaan terhadap teman sejawat sangat di perlukan dan
bisa sebagai support system bagi diri anda sendiri.
10. Tahap-Tahapan Saat Menyampaikan Berita Buruk
a. Memulai wawancara
1) Menyapa pasien dengan memberikan salam terlebih dahulu
2) Mempersilahkan pasien duduk terlebih dahulu sebelum anda
duduk.
3) Usahakan jarak antara dokter pasien tidak terlalu jauh saat
melakukan wawancara dan juga tidak ada pembatas yang
membatasinya sehingga pasien merasa nyaman saat proses
wawancara.
4) Menanyakan identitas pasien (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan,
dan Status bila perlu)Menyakan keperluan datang hari ini /
menetapkan agenda.
5) Mendapatkan informasi
6) Menanyakan keluhan pasien selama beberapa hari setelah
pertemuan pertama (jika sudah ada pertemuan sebelumnya).

11
7) Menanyakan bagaimana respon obat yang telah diberikan
sebelumnya.
b. Membangun hubuungan
1) Menangkap respon verbal dan non-verbal dari pasien.
2) Memberikan respon emphati kepada pasien.
3) Perilaku non-verbal yang sesuai.
4) Copartnership dan advocacy
c. Penjelasan dan rencana
1) Meringkas kondisi linis pasien sebelumnya.
2) Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan
berita buruk
3) Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat
akan menerima berita buruk.
4) Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien
waktu untuk memahaminya.
5) Menanyakan pemahaman pasien.
6) Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
7) Memberikan saran dan melibatkan pasien tentang rencana dan
pemilihan terapi.
8) Negosiasi
9) Tidak memberikan harapan palsu.
d. Menutup pembahasan/wawancara
1) Memberikan kesimpulan akhir
2) Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau
pasien sudah mengerti.
3) Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan
dilakukan.
4) Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.

12
11. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Pada Klien Penyakit
Kronik

Fase kehilangan dan teknik komunikasi terapeutik :

Tiap fase yang dialami oleh klien kronis memiliki karakteristik yang
berbeda sehingga perawat diharapkan juga memberikan respon
berbeda yang sesuai. Dalam berkomunikasi, perawat harus
memperhatikan fase mana yang sedang dihadapi klien sehingga mudah
bagi perawat menyesuaikan diri dengan fase kehilangan yang dialami
klien.

a. Fase Denial (Pengingkaran)

Reaksi pertama yang dialami individu saat kehilangan


adalah syok, tidak percaya atau menolak kenyataan bahwa
kehilangan itu terjadi dengan mengatakan, “Tidak,saya tidak
percaya itu terjadi”. Bagi klien atau keluarga yang mengalami
penyakit kronis akan terus menerus mencari informasi tambahan.

Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah


letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernapasan, detak
jantung cepat, menangis, gelisah, tidak tahu harus berbuat apa.
Reaksi tersebut dapat berlangsung beberapa menit sampai dengan
beberapa tahun. Teknik komunikasi yang digunakan:

1) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang


konstruktif dalam menghadapi kehilangan
2) Selalu berada di dekat klien dan keluarga
3) Pertahankan kontak mata
b. Fase Anger (Marah)
Fase ini dimulai dari timbulnya kesadaran akan kenyataan
terjadinya kehilangan. Individu menunjukkan perasaan emosi yang
meningkat, yang sering diproyeksikan kepada orang yang ada di
sekitanya atau pada diri sendiri. Tidak jarang klien/ keluarga

13
menunjukkan perilaku agresif, bicara kasar, menolak pengobatan,
atau menyalahkan dokter atau perawat yang merawatnya.
Respon fisik yang sering terjadi seperti muka merah,nadi
cepat, gelisah, susah tidur. Teknik komunikasi yang digunakan:
1) Memberikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya
2) Mendengarkan aktif
3) Menggunakan teknik respek
c. Fase Bargaining (Tawar-Menawar)
Apabila individu sudah mampu memgungkapkan rasa
marahnya secara intensif, maka ia akan maju pada fase tawar-
menawar dengan memohon kemurahan hati Tuhan. Respon ini
sering dinyatakan dengan kata-kata: “Kalau saja kejadian ini bisa
ditunda, maka saya akan selalu berdoa”. Apabila proses ini
dialami oleh keluarga, maka pernyataan yang sering dijumpai
seperti, “Kalau saja yang sakit bukan anak saya..” Teknik
komunikas yang digunakan:
1) Mmberikan kesempatan untuk menawar
2) Menanyakan apa yang klien/keluarga inginkan
d. Fase Depression
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mau berbicara, kadang bersikap sebagai pasien
yang baik dan penurut atau dengan ungkapan keputusasaan,
perasaan tidak berharga.
Gejala fisik yang sering diperlihatkan seperti menolak
makan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun. Teknik
komunikasi yang digunakan:
1) Biarkan klien/ keluarga mengekspresikan kesedihannya
2) Memberikan support pada klien/ keluarga
e. Fase Acceptance (Penerimaan)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Fase
menerima biasanya dinyatakan dengan kata-kata, “Apa yang dapat
14
saya lakukan agar saya cepat sembuh?”. Apabila individu dapat
menyelesaikan fase-fase sebelumnya dan sampai pada fase damai
atau penerimaan, maka akan dapat mengakhiri proses berduka dan
mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Akan tetapi, bila
individu tetap berada pada salah satu fase, akan sulit baginya untuk
sampai menerima suatu kehilangan.
12. Teknik Menyampaikan Berita Buruk
Klien menghadapi masa terminal, berbeda-beda, bergantung
pada kepribadian dan cara klien menghadapi hidup. tetapi bagaimana
pun keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai
keadaan terutama terhadap keluarga pasien. Seseorang dengan penyakit
kronis/dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka &
kehilangan.
Sebagai seorang perawat harus mampu memahami hal tsb.
Komunikasi dengan klien penyakit kronis dan terminal tidak mudah.
Perawat harus memilki pengetahuan tentang penyakitnya dan proses
berduka & kehilangan. Saat berkomunikasi dengan klien dalam kondisi
seperti itu bisa jadi timbul penolakan dari klien, dalam hal ini perawat
dengan komunikasi terapeutik.
a. Membangun hubungan saling percaya & caring dengan klien &
keluarga melalui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk
dasar bagi intervensi pelayanan paliatif (Mok & Chiu, 2004 dikutip
dari Potter & Perry, 2010).
b. Gunakan komunikasi terbuka & jujur, tunjukkan rasa empati.
c. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, amati respon
verbal & non verbal klien, keluarga.
d. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menhindari topik
pembicaraan, diam atau menolak untuk berbicara.
e. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menhindari topik
pembicaraan, diam atau menolak untuk berbicara. Respon umum
yang mungkin terjadi. Respon berduka yang normal : kesedihan,
mati rasa, penyangkalan, marah, membuat komunikasi menjadi
15
sulit. Jika klien tidak mau mendiskusikan penyakitnya saat ini,
perawat harus mengijinkan dan katakan bahwa klien bisa kapan
saja mengungkapkannya. Beberapa klien tidak akan mendiskusikan
emosi, karena alasan pribadi / budaya, dan klien ragu-ragu untuk
mengungkapkannya, karena takut orang lain akan
meninggalkannya (Buckley & Hert, 2004 dikutip dari Potter dan
Perry, 2010).
13. Aspek Kualitas Hidup Dari Perspektif Pasien Paliatif
a. Aspek kognitif : pasien memiliki kesadaran secara mental
b. Aspek emosional mencangkup emosi pasien dalam menghadapi
penyakitnya
c. Aspek perawatan kesehatan yaitu kepuasan terhadap kualitas
perawatan yang berkesinambungan dan akses pelayanan kesehatan
d. Aspek otonomi personal yaitu pasien memiliki kemampuan untuk
menentukan pilihan dan memiliki control terhadap dirinya sendiri
e. Aspek fungsi fisik yang mencangkup managemen gejala dan nyeri
agar pasien dapat beraktivitas dan melakukan hobinya
f. Aspek social yaitu hubungan dan relasi dengan keluarga, orang
yang dicintai dan teman, mendapatkan dukungan dari orang
terdekat
g. Aspek spiritual yang terkait dengan kepercayaan dan agama yang
dianut sehingga pasien mendapatkan ketenangan dan harapan
h. Persiapan menghadapi kematian termasuk perpisahan dengan
keluarga dan orang yang dicintai, penyelesaian masalah pribadi,
penunjukan wakil dan ahli waris dan persiapan pemakaman
14. Bidang Yang Harus Diperhatikan Dalam Perawatan Paliatif
a. Managemen nyeri dan gejala
Managemen nyeri merupakan aspek utama yang harus
dipertimbangkan karena nyeri merupakan aspek yang
dikhawatirkan oleh banyak pasien.
b. Pertimbangan tindakan yang sia-sia (futile care), misalnya intubasi
dan resuitasi jantung paru pada pasien kanker paru stadium akhir.
16
Hal kedua adalah pertimbangan untuk tindakan menghindari
tindakan sia-sia yang hanya untuk menunda kematian tanpa adanya
harapan kembali ke kondisi independen atau interaktif.
c. Pertimbangan keinginan pasien
d. Biaya
Masalah biaya dengan mempertimbangkan tindakan-tindakan yang
efektif sehingga dapat meringankan biaya perawatan. Dukungan
kepada keluarga dapat diberikan juga secra emosional dan social
dalam merawat pasien dengan penyakit terminal.
e. Hubungan perawat-pasien dan perawat-keluarga
Memberi kesempatan pasien untuk memperkuat relasi atau
hubungan dengan orang yang diciintai dengan melibatkan keluarga
dalam diskusi. Perawat berperan sebagai jembatan untuk
mendiskusikan keinginan pasien dan keluarga.
15. Komunikasi Pengobatan Pada Pasien Paliatif
a. Inisiasi diskusi
Tujuan ini adalah membangun hubungan antara pasien dan
keluarga, termasuk menunjuk wakil pengambil keputusan dan
mendapatkan gambaran umum mengenai keinginan dan pandangan
pasien terhadap hidup dan penyakitnya.
b. Penjelasan prognosis
Prognosis penyakit harus disampaikan dengan jujur dan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh pasien dan
keluarga. Penyampaian prognosis secara langsung dengan teteap
memberikan semangat dan perhatian kepada pasien.
c. Identifikasi tujuan end of life
Tahap ini mevcangkup diskusi terbuka mengena perawatan medis
yang diinginkan, tujuan dan harapan terakhir dihidup pasien.
Banyak pasien yang memiliki harapan untuk dapat
memaksimalkan waktu bersama keluarga dan kerabat, beraktivitas
secara maksimal, menghindari nyeri dan menghindari perawatan di
rumah sakit dan prosedur medis yang tidak diperlukan.
17
d. Perencanaan perawatan end of life
Tujuan langkah ini dalah untuk tercapainya pemahaman pasien
tentang pilihan terapi dan mengambil keputusan yang tepat untuk
perawatan paliatif.

18
DAFTAR PUSTAKA

Sutjahjo Ari. 2015. Dasar-dasar ilmu penyakit dalam. Surabaya : Airlangga


university press (AUP).
https://www/alomedika.com/diskusi-mengenai-end-of-life-pada-pasien-paliatif.
diakses pada hari minggu 2019-12-15
http://nursing-doc.blogspot.com/2019/09/makalah-konsep-komunikasi-pada-
pasien.html
http://didiaskep.blogspot.com/2018/12/teknik-menyamapaikian-berita-buruk.html
KEPMENKES RI NOMOR: 812/ MENKES/SK/VII/2007 Tentang Kebijakan
Perawatan Palliative Menteri Kesehatan Republik Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai