Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP KOMUNIKASI PADA PASIEN DENGAN PERAWATAN


PALIATIF

Dosen Pembimbing Mata Kuliah:


TitinSuheri, S.Kp., MSc

Disusun Oleh :
Kartika Indriyani P1337420619097
Rita Rahayu P1337420619110

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020

1
i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalahyang bejudul “Komunikasi Efektif Pada Klien Paliatif”.
Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar Muhammad
SAW yang telah membawakan pedoman hidup yakni al-qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.
Akhirnya, kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan
dalam penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang konstruktif dari para pembaca terutama pembimbing mata kuliah kami Ibu
Titin Suheri, S.Kp., MSc demi kesempurnaan makalah ini.

Semarang, 19 Januari 2020

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................i


DAFTAR ISI .............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................2
D. Manfaat ........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Komunikasi Efektif dan Hambatan Komunikasi pada Klien
Paliatif .........................................................................................3
1. Definisi Komunikasi ...............................................................3
2. Cara Komunikasi ....................................................................3
3. Prinsip Komunikasi ................................................................4
4. Teknik Komunikasi ................................................................5
5. Hambatan dalam Proses Komunikasi .....................................6
6. Komunikasi pada Pasien dengan Penyakit Kronis .................7
7. Komunikasi pada Pasien Tidak Sadar ....................................8
B. Menyampaikan Berita Buruk ......................................................8
1. Tahap-tahap Saat Menyampaikan berita Buruk .....................8
2. Teknik Menyampaikan Berita Buruk ...................................10
C. Solusi Penyangkalan pada Pasien Paliatif .................................11
1. Mengumpulkan Informasi ....................................................11
2. Membuat Rencana ................................................................12
3. Memberikan Pertanyaan dan Menyajikan Faktanya ............12
4. Memberitahu Kekhawatiran Orang lain ...............................13
5. Memberikan Bantuan dengan Tangan Terbuka ...................13
D. Komunikasi dengan Tenaga Profesional Lain ..........................13
1. Dokter ..................................................................................14
2. Perawat ................................................................................14
3. Pelaku rawat (caregiver) ......................................................14

ii
iii

4. Apoteker ..............................................................................14
5. Pekerja Sosial ......................................................................15
6. Psikolog ...............................................................................15
7. Rohaniawan .........................................................................15
8. Terapis .................................................................................16
9. Relawan ...............................................................................16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................17
B. Saran ........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
‘Paliatif Care’ atau Perawatan paliatif berasal dari kata palliate (bahasa
inggris) berarti meringankan, dan ‘Palliare’ (bahasa latin yang berarti
‘menyelubungi’) merupakan jenis pelayanan kesehatan yang berfokus untuk
meringankan gejala klien, bukan berarti menyembuhkan. Perawatan paliatif
care adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup pasien dan
keluarga yang menghadapi masalah berhubungan dengan penyakit yang dapat
mengancam jiwa, melalui pencegahan dan membantu meringankan
penderitaan, identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri
dan masalah lain baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO 2011).
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif guna meringankan beban
penderita, terutama yang tak mungkin disembuhkan. Tindakan kuratif yang
dimaksud antara lain menghilangkan nyeri dan keluhan lain, serta
mengupayakan perbaikan dalam aspek psikologis, sosial dan spiritual. Paliatif
care (Perawatan paliatif) adalah pendekatan yang meningkatkan kualitas hidup
pasien dan keluarga mereka dalam menghadapi masalah yang terkait dengan
penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan-pencegahan sempurna
dan pengobatan rasa sakit, fisik, psikososial, spiritual (kemenkes RI Nomor
812, 2007).
Menurut Dadang Hawari (1977,53), orang yang mengalami penyakit
terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit
kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembina kerohanian
saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus.
Pasien biasanya mengalami rasa depresi yang berat, perasaan marah dan
ketidakberdayaan dan keputusasaan. Dalam fase akhir kehidupannya ini, pasien
tersebut selalu berada disamping perawat. Karena peran perawat yang
komprehensif tersebut pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas
mulia mengantarkan pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak
sebagai fasilitator agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya. Namun peran spiritual ini sering sekali diabaikan

1
2

oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien
terminal yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati
sakaratul maut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prinsip dan teknik komunikasi dalam perawatan paliatif ?
2. Apa saja hambatan dalam komunikasi efektif pada perawatan paliatif ?
3. Bagaimana cara menyampaikan berita buruk pada pasien paliatif ?
4. Bagaimana solisi penanganan reaksi sulit pada pasien paliatif ?
5. Bagaimana prinsip dan cara komunikasi dengan tenaga professional
lainnya ?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip dan teknik komunikasi dalam
perawatan paliatif.
2. Mahasiswa dapat mengetahui hambatan dalam komunikasi efektif pada
perawatan paliatif.
3. Mahasiswa dapat mengetahui cara menyampaikan berita buruk pada pasien
paliatif.
4. Mahasiswa dapat mengetahui solusi penanganan reaksi sulit pada pasien
paliatif.
5. Mahasiswa mampu memahami prinsip dan cara komunikasi dengan tenaga
professional lainnya.

D. Manfaat
Mahasiswa mengetahui lebih dalam mengenai perawatan paliatif terutama
dari pola komunikasi, karena komunikasi dalam keperawatan secara umum
akan beda dengan komunikasi pada pasien paliatif

2
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

E. Komunikasi Efektif dan Hambatan Komunikasi pada Klien Paliatif


1. Definisi Komunikasi
Komunikasi adalah pertukaran informasi, pikiran, ide, dan perasaan
diantara dua atau lebih individu.Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiantannya dipusatkan
untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994).

2. Cara Komunikasi
a. Komunikasi Verbal
Menggunakan kata-kata yang diungkapkan atau ditulis.
Hal yang harus diperhatikan :
1) Kesederhanaan: Kalimat yang digunakan harus sederhana, mudah
dimengerti, singkat dan jelas.
2) Kejelasan: Komunikasi bias lebih jelas apabila ada kecocokan dengan
apa yang diungkapkan dan yang diekspresikan oleh wajah serta
gerakan tubuh.
3) Tepat waktu dan relevan: Perawat harus peka terhadap kebutuhan
yang sedang dirasakan oleh pasien.

b. Komunikasi Non Verbal


Komunikasi yang menyangkut ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan sikap
tubuh.
Hal yang perlu diperhatikan :
1) Sikap tubuh dan cara berjalan : Sikap tubuh dan cara berjalan dapat
menunjukan suasana hati dan kondisi fisik seseorang. Sikap tubuh
yang tegak, aktif, dan jalannya mempunyai tujuan menunjukan bahwa
orang tersebutu merasa nyaman dan aman secara fisik maupun
emosionalnya.
2) Ekspresi wajah : Wajah, terutama mata, otot-otot disekitar mata dan
mulut dapat mengekspresikan macam-macam emosi seperti

3
4

kegemberiaan, kesedihan, kemarahan, kekecewaan, ketakutan, malu,


dan seterusnya.
3) Gerakan Tangan : Gerakan tangan adalah suatu komunikasi yang
penuh arti. Gerakan tangan bisa mengkomunikasikan macam-macam
perasaan.

3. Prinsip Komunikasi
Prinsip Komunikasi terapeutik (Keliat:1996)
a. Perawat harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut.
b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling
percaya, dan saling menghargai.
c. Perawat harus memahami, menghayati nilai yang dianut pasien.
d. Perawat harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik maupun
mental.
e. Perawat harus menciptakan suasanan yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap maupun tingkah
lakunya sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi.
f. Perawat mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap untuk
mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah, keberhasilan
maupun masalah.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat mempertahankan
konsistensinya.
h. Memahami arti empati sebagai tindakan yang terapetik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka.
j. Mampu berperan sebagai role mode agar dapat menunjukan dan
menyakinkan orang lain tentang kesehatan.
k. Altruisme, mendapatkan kepuasaan dengan menolong orang lain secara
manusiawi
l. Bertanggung jawab

4. Teknik Komunikasi
a. Mendengarkan (Listening)
Mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan menunjukan
bahwa apa yang dikatakannya adalah penting.
b. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)

4
5

Memberikan inisiatif kepada klien, mendorong klien untuk menyeleksi


topic yang akan dibicarakan.
c. Mengulang (Restarting)
Berguna untuk memvalidasi untuk menguatkan ungkapan klien dan
memberi indikasi perawat untuk mengikuti pembicaraaan.
d. Penerimaan (Acceptance)
Mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang
menunjukan ketertarikan dan tidak menilai.
e. Klarifikasi
Merupakan teknik yang digunakan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak
mendengar atau klien malu mengemukakan informasi dan perawat
mencoba memahami situasi yang digambarkan klien.
f. Refleksi
Refleksi ini dapat berupa refleksi isi dengan cara memvalidasi apa yang
didengar, refleksi perasaan dengan cara memberi respon pada perasaan
klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima
perasaannya.
g. Asertif
Asertif adalah kemampuan dengan cara menyakinkan dan nyaman
mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak
orang lain.
h. Memfokuskan
Teknik untuk menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yang lebih
spesifik, lebih jelas, dan berfokus pada realitas.

i. Membagi persepsi
Teknik dengan cara meminta pendapat klien tentang hal-hal yang
dirasakan dan difikirkan.
j. Identifikasi “tema”
Teknik dengan mencari latar belakang masalah klien yang muncul dan
berguan untuk meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang
penting.
k. Diam
Teknik yang bertujuan untuk mengorganisir pemikiran, memproses
informasi, menunjukan bahwa perawat bersedia menunggu respon.
l. Informing
Teknik yang menyediakan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan
respon lebih lanjut.
m. Humor

5
6

Teknik yang digunakan utnuk membantu mengurangi ketegangan dan


rasa sakit yang disebabkan oleh stress, dan meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien.
n. Saran
Teknik yang bertujuan memberi alternative ide untuk pemecahan
masalah.

5. Hambatan Dalam Proses Komunikasi


Macam-macam hambatan dalam komunikasi (Mundakir:2006)
a. Kurangnya penggunaan sumber komunikasi yang tepat
b. Kurangnya perencanaan dalam berkomunikasi
c. Kurangnya pengetahuan
d. Perbedaan persepsi
e. Perbedaan harapan
f. Tidak ada kepercayaan (BHSP)

6. Komunikasi Pada Pasien Dengan Penyakit Kronis


Penyakit kronik adalah suatu penyakit yang perjalanan penyakit
berlangsung lama sampai bertahun-tahun, bertambah berat, menetap dan
sering kambuh. (purwaningsih dan karbina, 2009).
Ketidakmampuan/ketidakberdayaan merupakan persepsi individu
bahwa segala tindakannya tidak akan mendapatkan hasil atau suatu keadaan
dimana individu kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan. (purwaningsih dan karbina, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa penyakit
kronis yang dialami oleh seorang pasien dengan jangka waktu yang lama
dapat menyebabkan seseorang pasien mengalami ketidakmampuan
contohnya saja kurang dapat mengendalikan kondisi tertentu atau kegiatan
yang baru dirasakan.
a. Teknik komunikasi fase denial (pengingkaran)
1) Memberikan kesempatan untuk menggunakan koping yang konstruktif
dalam menghadapi kehilangan dan kematian
2) Selalu berada didekat klien
3) Pertahankan kontak mata

6
7

b. Teknik komunikasi fase anger (marah)


1) Memberikan kesempatan pada pasien untuk mengekspresikan
perasaannya, hearing dan menggunakan teknik respek.

c. Teknik komunikasi fase Bargening (tawar menawar)


1) Memberi kesempatan kepada pasien untuk menawar dan menanyakan
kapada pasien apa yang diinginkan

d. Teknik komunikasi fase depression


1) Jangan mencoba menenangkan klien dan biarkan klien dan keluarga
mengekspresikan kesedihannya.

e. Teknik komunikasi fase occeptance (penerimaan)


1) Meluangkan waktu untuk klien dan sediakan waktu untuk
mendiskusikan perasaan keluarga terhadap kematian pasien.

7. Komunikasi Pada Pasien Yang Tidak Sadar


Komunikasi dengan pasien yang tidak sadar merupakan suatu
komunikasi dengan menggunakan teknik komunikasi khusus/trapeutik
dikarenakan fungsi sensorik dan motorik pasien mengalami penurunan
sehingga seringkali stimulus dari luar tidak dapat diterima dan klien tidak
dapat merespons kembali stimulus tersebut.
Pasien yang tidak sadar atau yang sering kita sebut dengan koma, dengan
gangguan kesadaran merupakan suatu proses kerusakan fungsi otak yang
berat dan dapat membahayakan kehidupan. Pada proses ini susunan saraf
pusat terganggu fungsi utamanya mempertahankan kesadaran. Gangguan
kesadaran ini dapat disebabkan oleh beragam penyebab, yaitu baik primer
intrakranial maupun ekstrakranial yang mengakibatkan kerusakan struktural
atau metabolik ditingkat korteks serebri, batang otak keduanya.
Ada karakteristik komunikasi yang berbeda saat kita berkomunikasi
dengan pasien yang tidak sadar, yakni tidak mendapatka feedback (umpan
balik) yang menjadi salah satu elemen komunikasi. Hal ini dapat kita
temukan diruangan-ruangan tertentu seperti Intensif Care Unit (ICU),
Intensif Cardio Care Unit (ICCU) dan lain sebagainya. Walaupun banyak

7
8

perdebatan bahwa komunikasi trapeutik tetap dilaksanakan walau pasien


koma, maka dari itu kita sebagai perawat diajarkan komunikasi terapeutik
ini untuk menghargai perasaan pasien serta berperilaku baik sekalipun dia
dalam keadaan yang tidak sadar atau koma.

B. Menyampaikan Berita Buruk


1. Tahap-Tahapan Saat Menyampaikan Berita Buruk
a. Memulai wawancara
1) Menyapa pasien dengan memberikan salam terlebih dahulu
2) Mempersilahkan pasien duduk terlebih dahulu sebelum anda duduk.
Usahakan jarak antara dokter pasien tidak terlalu jauh saat
melakukan wawancara dan juga tidak ada pembatas yang
membatasinya sehingga pasien merasa nyaman saat proses wawancara.
3) Menanyakan identitas pasien (Nama, Umur, Alamat, Pekerjaan, dan
Status bila perlu)
4) Menyakan keperluan datang hari ini / menetapkan agenda.

b. Mendapatkan informasi
1) Menanyakan keluhan pasien selama beberapa hari setelah pertemuan
pertama (jika sudah ada pertemuan sebelumnya).
2) Menanyakan bagaimana respon obat yang telah diberikan sebelumnya.

c. Membangun hubuungan
1) Menangkap respon verbal dan non-verbal dari pasien.
2) Memberikan respon emphati kepada pasien.
3) Prilaku non-verbal yang sesuai.
4) Copartnership dan advocacy

d. Penjelasan dan rencana


1) Meringkas kondisi linis pasien sebelumnya.
2) Memberikan tanda terlebih dahulu saat akan menyampaikan berita
buruk
3) Memberikan jeda waktu untuk ekspresi dan emosi pasien saat akan
menerima berita buruk.
4) Informasi diberikan dalam bagian2 kecil dan berikan pasien waktu
untuk memahaminya.
5) Menanyakan pemahaman pasien.
6) Menanyakan informasi lain yang dibutuhkan.
7) Memberikan saran dan melibatkan pasien tentang rencana dan
pemilihan terapi.

8
9

8) Negosiasi.
9) Tidak memberikan harapan palsu.

e. Menutup pembahasan/wawancara
1) Memberikan kesimpulan akhir.
2) Menanyakan kepada pasien apakah ada yang ditanyakan atau pasien
sudah mengerti.
3) Menginformasikan apa tindakan selanjutnya yang akan dilakukan.
4) Cek kembali apabila masih ada yang ditanyakan.

2. Teknik Menyampaikan Berita Buruk


Klien menghadapi masa terminal, berbeda-beda, bergantung pada
kepribadian dan cara klien menghadapi hidup. tetapi bagaimana pun
keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan
terutama terhadap keluarga pasien. Seseorang dengan penyakit
kronis/dengan penyakit terminal akan mengalami rasa berduka &
kehilangan.
Sebagai seorang perawat harus mampu memahami hal tsb. Komunikasi
dengan klien penyakit kronis dan terminal tidak mudah. Perawat harus
memilki pengetahuan tentang penyakitnya dan proses berduka &
kehilangan. Saat berkomunikasi dengan klien dalam kondisi seperti itu bisa
jadi timbul penolakan dari klien, dalam hal ini perawat dengan komunikasi
terapeutik.
a. Membangun hubungan saling percaya & caring dengan klien & keluarga
melalui penggunaan komunikasi terapeutik membentuk dasar bagi
intervensi pelayanan paliatif (Mok & Chiu, 2004 dikutip dari Potter &
Perry, 2010).
b. Gunakan komunikasi terbuka & jujur, tunjukkan rasa empati.
c. Dengarkan dengan baik, tetap berpikiran terbuka, amati respon verbal &
non verbal klien, keluarga.
d. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menhindari topik
pembicaraan, diam atau menolak untuk berbicara.
e. Saat berkomunikasi mungkin saja klien akan menghindari topik
pembicaraan, diam atau menolak untuk berbicara.

9
10

Respon umum yang mungkin terjadi. Respon berduka yang normal :


kesedihan, mati rasa, penyangkalan,marah, membuat komunikasi menjadi
sulit. Jika klien tidak mau mendiskusikan penyakitnya saat ini, perawat
harus mengijinkan dan katakan bahwa klien bisa kapan saja
mengungkapkannya. Beberapa klien tidak akan mendiskusikan emosi,
karena alasan pribadi / budaya, dan klien ragu-ragu untuk
mengungkapkannya, karena takut orang lain akan meninggalkannya
(Buckley & Hert, 2004 dikutip dari Potter dan Perry, 2010).

C. Solusi Penyangkalan pada Pasien Paliatif


Tahap Komunikasi pada Pasien Palitiatif tahap penyangkalan:
1. Mengumpulkan Informasi
Dalam membantu seseorang yang sedang mengalami denial, yang harus
dilakukan diantaranya dengan mengetahui berbagai fakta, kondisi dan
kejadian yang sesungguhnya. Hal tersebut bisa membantunya untuk cross
check dengan realita.
Misalnya, Daniel lebih dari seminggu terus menerus mengkonsumsi junk
food. Padahal ia biasanya jarang sekali memesan junk food. Perubahan ini
mungkin membuat kita bertanya-tanya. Setelah dicari tahu, ternyata itu
adalah bentuk denial-nya ketika menghadapi kenyataan bahwa ia divonis
menderita kanker stadium akhir.
Untuk mengumpulkan informasi, bisa diawali dengan menanyakan
mengenai perubahan yang terjadi secara halus seperti, “Kamu sudah ga
bawa makanan dari rumah lagi?” atau “Kamu lagi bosan dengan restoran
kemarin ya?” Ketika melihat keadaannya mulai mengkhawatirkan dan
jawaban yang diberikan kurang memuaskan, bisa dilakukan dengan mencari
tahu dari orang lain yang cukup dekat dengannya; pasangannya, pacarnya,
orangtuanya atau mungkin teman dekat lainnya.

Dari perbedaan informasi yang diterima, hal ini bisa mengetahui


informasi mana saja yang ia tolak dan kurang lebih apa penyebab ia
menolak informasi tersebut sebagai bagian dari realita.

10
11

2. Membuat Rencana
Rencana sangat diperlukan untuk menarik klien ke realita yang perlu
dihadapi secara perlahan. Mencatat hal hal yang sering klien tolak dan
menuliskan fakta yang perlu diketahuinya. Menuliskan rencana yang bisa
dilakukan, seperti memberikan penjelasan secara perlahan setiap kali klien
menolak hal tersebut, atau mungkin terus menerus menceritakan kenyataan
yang sebenarnya dalam bentuk cerita atau metafor. Namun, yang perlu
diingat adalah tidak ada satu cara yang cocok untuk diaplikasikan ke semua
orang. Jadi, jika sebuah rencana yang dijalankan malah menimbulkan
masalah baru, lebih baik kamu menghentikannya.
Merawat seseorang yang mengalami denial diperlukan kerjasama dengan
orang terdekat lainnya atau keluarganya. Dengan begitu, intervensi bisa
langsung dilakukan ketika klien mencoba melakukan kegiatan yang
membahayakan atau menyakiti dirinya sendiri dan/ atau juga orang lain.

3. Memberikan Pertanyaan dan Menyajikan Faktanya


Setelah mempelajari tingkah lakunya, memiliki bukti dan informasi
lengkapnya, menyadari perbedaan antara kenyataan dengan apa yang klien
percayai, berarti sudah saatnya untuk menyajikan faktanya. Jangan biarkan
kondisinya merusak hubungan pertemanan, kedekatannya dengan keluarga,
dan juga mengganggu hubungan profesional dengan rekan kerjanya.
Pada kasus Daniel, dapat bertanya seperti berikut, “Apa kamu yakin
kamu boleh makan banyak junk food?”, atau “Apakah kamu merasa baik-
baik saja dengan makan junk food?”. Dengan pertanyaan seperti itu, maka
bisa memberikannya ruang untuk memikirkan kembali kejadian tersebut.
Secara perlahan, hal tersebut bisa memberikannya fakta sedikit demi sedikit.

4. Memberitahu kekhawatiran Orang lain


Seseorang yang berada dalam kondisi denial biasanya merasa bahwa
dirinya baik-baik saja. Sedangkan, orang yang berhadapan dengannya lama

11
12

kelamaan akan merasa lelah. Beritahukan kepadan klien betapa kamu


mengkhawatirkan dan peduli terhadap dirinya. “Aku sedih kamu marah-
marah seperti ini terus”, atau “Aku khawatir kalau begini terus” dan
sebagainya.

5. Memberikan Bantuan dengan Tangan Terbuka


Saat berkomunikasi dengan klien, berikanlah ruang dan kesempatan agar
klien merasa aman, nyaman, dan berikan juga dirinya dukungan untuk
mengekspresikan perasaannya dan menjadi dirinya sendiri.

D. Komunikasi dengan Tenaga Profesional Lain


Tim paliatif dibentuk berdasarkan ketersediaan sumber daya pada tempat
layanan paliatif. Dalam mencapai tujuan program paliatif pasien kanker, yaitu
mengurangi penderitaan pasien, beban keluarga, serta mencapai kualitas hidup
yang lebih baik, diperlukan sebuah tim yang bekerja secara terpadu, yang juga
melibatkan keluarga. Menggunakan prinsip inter-disipliner (koordinasi antar
bidang ilmu dalam menentukan tujuan yang akan dicapai dan tindakan yang
akan dilakukan guna mencapai tujuan), tim paliatif secara berkala melakukan
diskusi untuk melakukan penilaian dan diagnosis bersama pasien dan keluarga
untuk membuat tujuan dan rencana Program Paliatif pasien kanker serta
melakukan monitoring dan tindak lanjut.
Kepemimpinan yang kuat dan manajemen program secara keseluruhan
harus memastikan bahwa manajer lokal dan penyedia layanan kesehatan
bekerja sebagai tim interdisiplin dalam sistem kesehatan dan
mengkoordinasikan erat dengan tokoh masyarakat dan organisasi yang terlibat
dalam program ini untuk mencapai tujuan bersama.

Komposisi tim paliatif terdiri :


1. Dokter
a. Dokter umum

12
13

Dokter umum memiliki peranan penting terutama pada perawatan pasien


terminal di tingkat layanan primer yaitu di puskesmas dan di rumah
pasien. Sehingga tata laksana gejala fisik dan kebutuhan psikososial dan
spiritual dapat berjalan baik.
b. Dokter Paliatif
c. Dokter Spesialis

2. Perawat
Perawat tersebut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan sesuai
prinsip-prinsip pengelolaan paliatif. Perawat yang bekerja di program
paliatif bertanggung jawab dalam penilaian, pengawasan, dan pengelolaan
asuhan keperawatan pasien paliatif serta supervisi terhadap pelaku rawat
dan mengontrol kondisi pasien secara periodik.

3. Pelaku rawat (caregiver)


 Melakukan atau membantu pasien melakukan perawatan diri dan kegiatan
sehari hari (memandikan, memberi makan, beraktifitas sesuai kemampuan
pasien, dll)
 Memberikan obat sesuai anjuran dokter
 Melaporkan kondisi pasien kepada perawat
 Mengidentifikasi, mencatat dan melaporkan gejala fisik serta gejala lain
kepada perawat.

4. Apoteker
Terapi obat merupakan komponen utama dari manajemen gejala dalam
pelayanan paliatif. Apoteker memastikan bahwa pasien dan keluarga
memiliki akses penting terhadap obat-obatan untuk pelayanan paliatif.
Keahlian apoteker dibutuhkan untuk memberikan informasi yang tepat
mengenai dosis, cara pemberian, efek samping dan interaksi obat-obatan
kanker, morfin dan anti nyeri lainnya yang diberikan kepada pasien untuk
menjalani terapi paliatif-nya.

13
14

5. Pekerja sosial
Perannya membantu pasien dan keluarganya dalam mengatasi masalah
pribadi dan sosial, penyakit dan kecacatan, serta memberikan dukungan
emosional/konseling selama perkembangan penyakit dan proses berkabung.
Masalah pribadi biasanya akibat disfungsi keuangan, terutama karena
keluarga mulai merencanakan masa depan.
Pekerja Sosial Medik
a. Menerima dan menganalisa masalah sosial ekonomi pasien dan keluarga
b. Melaksanakan program sosial medis seperti bimbingan sosial (misalnya
masalah pendidikan dan masalah di tempat kerja) dan memberikan
alternatif pemecahan sosial ekonomi
c. Menjembatani dalam persiapan kelengkapan administra-si untuk klaim
asuransi
d. Bekerjasama dengan perusahaan atau badan sosial untuk memecahkan
masalah yang dihadapi pasien dan keluarga
e. Reevaluasi program yang telah dilaksanakan dan melaporkan
perkembangan pasien, serta mengusulkan program baru bila diperlukan

6. Psikolog
Peran psikolog:
a. Menerima permintaan penanganan psikologi
b. Menganalisa dan menegakkan diagnosa gangguan psikologi
c. Melakukan pendekatan psikologi sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
• Melakukan evaluasi pendekatan yang telah diberikan
• berkoordinasi dengan anggota tim paliatif

7. Rohaniwan
Rohaniwan seharusnya terampil dan bukan sebagai pendengar yang
menghakimi, mampu mengatasi pertanyaan yang berkaitan dengan makna
kehidupan. Dengan berkoordinasi dengan anggota tim paliatif lainnya,
diharapkan mampu menganalisa kebutuhan rohani dan keagamaan bagi
pasien dan keluarga serta memberikan dukungan dalam tradisi keagamaan,

14
15

mengorganisir ritual keagamaan dan sakra-men. Hal tersebut sangat berarti


bagi pasien kanker dan keluarganya.

8. Terapis
 Melakukan program rehabilitasi medis sesuai anjuran dokter spesialis
rehabilitasi medik
 Berkoordinasi dengan dokter spesialis rehabilitasi medik dan anggota tim
paliatif lainnya

9. Relawan
Melibatkan relawan dalam tim paliatif berarti terdapat dukungan masyarakat
dan menunjukkan bahwa masyarakat itu mampu berperan serta.
Peran relawan dalam paliatif:
 Relawan yang terlibat dalam rumah sakit dan tim pelayanan paliatif
membantu profesional kesehatan untuk memberikan pendampingan bagi
pasien dan keluarga.
 Relawan berasal dari semua lini masyarakat, dan dapat menjembatani
antara institusi layanan kesehatan dan pasien.
 Dengan pelatihan dan dukungan yang tepat, relawan dapat memberikan
pelayanan langsung kepada pasien dan keluarga, membantu tugas-tugas
administratif, atau bahkan bekerja sebagai konselor. Selain itu, dapat
berperan membantu meningkatkan kesadaran, memberikan pendidikan
kesehatan, menggalang bantuan dana, serta membantu rehabilitasi pasien.

15
16

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hubungan dan komunikasi antara perawat dan klien bersifat trapeutik,
artinya hubungan yang dibangun hanya sebatas memberi asuhan dan
menghilangkan keluhan klien. Komunikasi trapeutik adalah isntrumen holistik
yang digunakan disetiap lini keperawatan begitu pula untuk pasien dengan
keperawatan paliatif.
Pemahaman mendalam mengenai komunikasi trapeutik secara umum akan
membantu perawat memahami komunikasi dalam perawatan paliatif secara
khusus, yang membedakan komunikasi paliatif dengan yang lain salah satunya
adalah perawat melibatkan segenap support system dalam berkomunikasi untuk
menunjang paliatif care tersebut.

B. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan perasaan yang sebenarnya
secara spontan. Di samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien
dengan menerima klien apa adanya. Menghargai dapat dikomunikasikan
melalui duduk bersama klien yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak
disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan
pengalaman tertentu . Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah. Tepat
dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal hubungan dengan
klien,terutama pada pasien kronis yang klien itu sendiri sudah tidak merasa
hidupnya berguna lagi.

16
17

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI Pusdiknakes.1995.Asuhan Keperawatan Pasien dengan gangguan dan


penyakit kronik dan terminal. Jakarta: Depkes RI.
Craven,Ruth F. Fundamentals of nursing: human healt and function.
Tamsuri, Anas.(2006).”komunikasi dalam keperawatan”.Erlangga: Jakarta.
Doyle, Hanks and Macdonald, 2003. Oxford Textbook of Palliative Medicine.
Oxford Medical Publications (OUP) 3 rd edn 2003
Ferrell, B.R. & Coyle, N. (Eds.) (2007). Textbook of palliative nursing, 2nd ed.
New York, NY: Oxford University Press
Woodruff Asperula Melbourne 4th edn 2004. Standards for Providing Quality
Palliative Care for all Australians. Palliative Care Australia.Palliative Medicine.

17

Anda mungkin juga menyukai