Anda di halaman 1dari 24

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI

I. Pendahuluan
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa dalam mencapai kemampuan tertentu di dalam pemeriksaan
sistem respirasi. Dengan mempelajari modul ini mahasiswa diharapkan akan memiliki kemampuan
yang baik tentang aplikasi sistem respirasi dalam pemeriksaan fisik dalam mencapai suatu diagnosis.

II. Tujuan Pembelajaran


A. Tujuan pembelajaran umum
1. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan sistem respirasi.
2. Melakukan pemeriksaan fisik sistem respirasi meliputi: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
dari sistem respirasi.

B. Tujuan pembelajaran khusus


1. Mampu mempersiapkan pasien untuk dilakukan pemeriksaan.
2. Mampu menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan/ tes.
3. Mampu memberikan instruksi kepada pasien membuka pakaiannya dengan cara yang baik
4. Mampu memotivasi pasien agar melakukan apa-apa yang disuruh oleh pemeriksaan.
5. Mampu mengintruksikan pasien tidur telentang dan diikuti posisi duduk untuk dilakukan
pemeriksaan sistem respirasi.
6. Mampu melakukan inspeksi toraks dan trakea dalam keadaan statis dan dinamis dan menilai
kelainan yang ditemukan
7. Mampu melakukan palpasi toraks dan menilai kelainan yang ditemukan.
8. Mampu melakukan perkusi pada dinding toraks dan menilai kelainan yang ditemukan.
9. Mampu melakukan auskultasi dengan menggunakan stetoskop dan menilai kelainan yang
ditemukan .

III. Anatomi Sistem Respirasi


A. Saluran nafas bagian atas
Terdiri dari :
 Nasal
 Orofaring
 Laring
Batas saluran nafas atas dan bawah : Pita suara (rima glottis)
B. Saluran nafas bagian bawah
Terdiri dari :
 Trakea
 Bronkus
 Bronkus utama kiri dan kanan ( kiri 2 lobus,kanan 3 lobus )
 Cabang-cabang bronkus
 Bronkiolus terminalis
 Bronkiolus respiratorium
 Sakkus alveolaris
 Alveoli
C. Rongga toraks
Dibentuk oleh :
 Klavikula
 Sternum
 Tulang iga (costae)
 Skapula
 Vertebrata torakalis
 Otot-otot dinding toraks

IV. Fisiologi pernafasan : Respiratory Movement


Toraks melakukan ekspansi secara aktif akibat aktifitas otot pernafasan dan secara pasif
kemudian terjadi ekspirasi. Frekuensi pernafasan normal adalah 14-18/menit, pada bayi baru lahir
normal 44x/menit dan secara gradual berkurang dengan bertambahnya umur.
Diafragma lebih berperan pada laki-laki dan anak, sehingga yang menonjol gerakan
pernafasan bagian atas abdomen dan toraks bagian bawah. Pada wanita yang lebih berperan adalah
otot interkostal, gerakan pernafasan yang menonjol adalah gerakan rongga toraks bagian atas.

Sistematika Pemeriksaan Fisik Sistem Respirasi


A. Inspeksi Toraks
a. Beberapa bentuk dinding toraks
Besar rongga toraks bervariasi, pada orang dewasa diameter anterior-posterior lebih kecil dari
diameter transversal.
1. Pigeon chest
Sternum 1/2 distal melengkung ke anterior, bagian lateral dinding toraks kompressi
ke medial (seperti dada burung).
Etiologi : Ricketsia dan kelainan congenital

2. Funnel chest
Bagian distal dari sternum terdorong ke dalam/mencekung
Etiologi : Ricketsia atau kongenital
3. Flat chest
Diameter anterior –posterior memendek
Etiologi : bilateral pleuro pulmonary fibrosis
4. Barrel chest (toraks emfisematous)
 Diameter anterior – posterior memanjang
 Iga-iga mendatar
 Sela iga melebar
 Sudut epigastrium tumpul
 Diafragma mendatar
Etiologi : penyakit paru Obstruktif menahun ( PPOM )
5. Skoliosis
Vertebra thorakalis melengkung ke depan, sehingga terjadi perubahan bentuk dan
volume rongga toraks
6. Kyphosis / gibbus
Vertebra thorakalis melengkung kebelakang
Etiologi : Tuberkulosis Vertebra (spondilitis TB)
7. Unilateral Flattening
Salah satu hemithorax menjadi lebih pipih
Etiologi : fibrosis paru atau fibrosis pleura (schwarte)
8. Unilateral prominence
Salah satu hemithorax menonjol
Etiologi :
 Efusi pleura yang banyak
 Pneumothorax

b. Pernafasan Abnormal
1. Dyspneu
Keluhan objektif dimana orang sakit akan merasakan kesulitan bernafas, dapat terjadi pada :
 Obesitas
 Penyakit jantung
 Penyakit paru
 Anemia
 Hipertiroidisme
 Neurocirculatory
 Asthenia
1. Orthopnea
Sesak nafas kalau posisi tidur dan berkurang kalau posisi duduk .
2. Kusmaull breathing
Pernafasan yang cepat dan dalam ,misal pada keadaan asidosis.
3. Asthmatic breathing
Ekspirasi memanjang disertai mengi (wheezing),misal pada asma bronkial
4. Cheyne stokes breathing
Pernafasan periodik secara bergantian antara pernafasan cepat (hiperpnea) dengan apnea.
Apnea dapat sampai 30 detik, pasien dapat tertidur pada periode ini .
Contoh :
o Penyakit jantung
o Penyakit ginjal
o Asma berat
o Peningkatan tekanan intra kranial
o Keracunan obat
5. Biot’s breathing
Pernafasan yang tak teratur ,didapatkan pada :
o Trauma kapitis
o Tumor serebral
o Meningoensefalitis

B. Palpasi Toraks
Penilaian pada palpasi toraks adalah taktil fremitus dengan cara berikut: Kedua telapak tangan
pemeriksa menempel pada dinding toraks seperti pada bagian posterior atau punggung,
kemudian pasien disuruh berucap kata-kata seperti 77 atau 99 dengan nada yang sedang kemudian
simetris, dibandingkan getaran suara yang timbul pada dinding toraks yang dirasakan pada kedua
telapak tangan pemeriksa.
- Fremitus normal : hemithorax kiri sama dengan hemithoraks kanan secara simetris
- Fremitus meningkat ,ditemukan pada :
i.Infiltrat paru
ii.Compressive atelectasis
iii.Kavitas paru
- Fremitus menurun ditemukan pada :
i. Penebalan Pleura
ii. Efusi Pleura
iii. Pneumothorax
iv. Emfisema paru
v. Obstruksi bronkus total
C. Perkusi Toraks
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara yang di hasilkan oleh
ketokan pada dinding toraks. Metode ini tetap penting walaupun pemeriksaan radiologi toraks makin
berkembang, oleh karena dalam pemeriksaan fisik yang baik bisa memprediksikan kelainan yang ada
dalam rongga toraks sebelum pemeriksaan radiologi dilakukan.

Teknik Perkusi
Penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi duduk. Pemeriksaan menggunakan jari tengah
dan jari kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks, tegak lurus dengan iga atau sejajar
dengan iga disebut sebagai fleksi meter. Sementara jari tengah tangan kanan di gunakan sebagai
pemukul (pengetok) disebut fleksor pada fleksimeter tadi. Jika pasien duduk, kedua tangan pasien
diletakkan pada paha dengan fleksi pada sendi siku. Jika pasien tidur oleh karena tidak dapat duduk
maka untuk perkusi daerah punggung pasien dimiringkan ke kiri dan ke kanan bergantian. Perkusi
dimulai dari lapangan atas paru menuju ke lapangan bawah sambil membandingkan bunyi perkusi
antara hemithorax kanan dan hemithorax kiri :
1. Jika dinding toraks pasien lebih tebal tekanan jari fleksi meter pada permukaan dinding toraks
semakin ditingkatkan dan ketokan fleksor semakin kuat.
2. Lakukan ketukan cepat, kuat, tegak lurus memantul dari jari tengah tangan kanan pada phalang
kedua dari jari tengah tangan kiri yang menempel pada permukaan dinding toraks.
3. Gerakan ketokan pada pergelangan tangan bukan pada siku .
4. Kekuatan perkusi disesuaikan, pada dinding toraks yang ototnya tebal perkusi agak lebih kuat
sedangkan pada daerah yang ototnya tipis seperti daerah aksila dan lapangan bawah paru, kekuatan
perkusi tidak terlalu kuat.

Beberapa penilaian hasil perkusi toraks :


o Suara perkusi normal dari toraks pada lapangan paru disebut sonor .
o Hiperinflasi dari paru dimana udara tertahan lebih banyak dalam alveoli menghasilkan perkusi
hipersonor.
o Perkusi pada infiltrat paru dimana parenkim lebih solid (padat/mengandung sedikit udara) perkusi
akan menghasilkan redup (dullness)
o Perkusi pada efusi pleura akan menghasilkan suara pekak (flatness). Pada keadaan ini rongga
pleura berisi cairan yang merupakan struktur yang solid.
o Adanya udara di dalam rongga pleura (pneumothorax) akan menimbulkan suara perkusi yang
timpani atau hipersonor.
o Waktu inspirasi dalam, batas belakang paru akan turun 4-6 cm, oleh karena terjadi peranjakan dari
redup menjadi sonor 4-6 cm .
o Bagian anterior toraks sonor mulai dari clavicula ke arah arcus costarum, kecuali pada daerah
jantung dan hati yang memberikan perkusi redup atau pekak
o Pada daerah anterior kanan pada ruang intercostal 4-6 akan didapatkan perkusi redup, di mana
pada daerah ini didapatkan overlap antara parenkim paru dengan hati (perkusi dilakukan pada linea
medium clavicularis kanan)
o Dari intercostalis VI sampai arcus costarum kanan, perkusi adalah pekak (daerah hati) yang tidak
ditutupi parenkim paru.
o Pada bagian anterior kiri bawah, didapatkan perkusi timpani (daerah lambung)
o 2-3 cm diatas (superior) dari clavicula di sebut kronig’s isthmus. Suatu zona sonor ± 4-6 cm
meluas melewati bahu kearah posterior sampai tonjolan scapula, daerah ini bisa menyempit bila
terjadi fibrosis dari apex paru.
o Daerah posterior dari toraks, bunyi perkusi sonor dari apex paru sampai batas bawah. Thorakal
X/XI di atas scapula sonor agak melemah.

o Batas jantung dengan perkusi :


Kanan : ruang intercostal III- IV pinggir sternum kanan
Kiri atas : ruang intercostal III kiri, 2-4 cm dari midsternum
Kiri bawah : intercostal V kiri, pada linea mid clavicularis.
D. Auskultasi paru
Auskultasi paru dilaksanankan secara indirek yaitu dengan memakai stetoskop. Sebelum ditemukan
stetoskop auskultasi dilakukan secara direk dengan menempelkan telinga pemeriksa pada permukaan
tubuh orang sakit. Ada dua tipe dari stetoskop yaitu Bell type untuk mendengar nada-nada yang lebih
rendah dan Bowel atau membrane type untuk nada-nada yang lebih tinggi. Umumnya setiap stetoskop
dilengkapi dengan kedua tipe ini. Posisi penderita sebaiknya duduk seperti melakukan perkusi. Kalau
pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh
bernafas dengan mulut tidak melalui hidung.
Pemeriksa memberikan contoh bernafas terlebih dulu sebelum memeriksa pasien. Hal yang
diperiksa pada auskultasi paru adalah :
1. Suara nafas (breath sounds)
2. Ronchi (rales)
3. Pleura Friction (bunyi gesekan pleura)
4. Voice sounds (bunyi bersuara)

Breath Sounds ( Suara nafas )


Pada orang sehat dapat didengar dengan auskultasi jenis suara nafas :
1. Vesikuler
2. Trakeal (bronkial)
3. Bronkovesikuler
Untuk mendengar suara nafas perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada) dari inspirasi
dibandingkan dengan ekspirasi .
Pada pernafasan vesikuler, suara inspirasi lebih keras, lebih panjang dan nada lebih tinggi
dari suara ekspirasi.suara vesikuler terdengar hampir di seluruh lapangan paru, kecuali pada daerah
supra sternal dan interscapula. Suara vesikuler dapat mengeras pada orang kurus atau post “exercise“
dan melemah pada orang gemuk atau pada penyakit-penyakit tertentu .
Pada pernafasan trakeal (bronkial) suara ekspirasi, intensitasnya lebih keras, durasinya lebih
panjang dan nadanya lebih tinggi dari suara inspirasi. Pada keadaan normal, terdapat pada daerah
trakea. Jika ditemukan suara ini pada daerah yang seharusnya vesikuler, maka dapat disebabkan oleh
pemadatan dari parenkim paru seperti pada pneumonia dan atelektasis kompresi.
Pada pernafasan bronkovesikuler adalah campuran antara elemen vesikuler dan element
bronkial. Jenis pernafasan ini ditandai ekspirasi lebih keras, lebih lama dan nadanya lebih tinggi dari
inspirasi. Jenis pernafasan ini, normal didapatkan pada daerah supra sternal dan interskapula,
dimana terdapat overlap antara parenkim paru dengan bronkus besar. Pernafasan
bronkovesikuler bila didapatkan pada daerah yang secara normal adalah vesikuler,
menunjukkan adanya kelainan pada daerah tersebut .
Jenis pernafasan lain :
1. Asmatis yaitu pernafasan dengan ekspirasi yang memanjang disertai bunyi yang menciut
(mengi ) atau wheezing didapat pada penderita asma bronchial.
2. Amphoric sounds: suara nafas yang berasal dari cavernae atau pneumothoraxs dengan
fistel yang terbuka seperti mendengar botol kosong yang ditiup.

Ronki (Rales)
Ada dua jenis ronki yaitu ronki basah (moist rales) dan ronki kering (dry rales). Ronki basah
adalah suara tambahan selain suara nafas, yaitu bunyi gelembung-gelembung udara yang
melewati cairan (gurgling atau bubling) terutama pada fase inspirasi. Ronki basah
disebabkan oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus atau alveoli dan bisa juga pada
bronkus dan trakea. Ada ronki basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronki basah
tak nyaring misalnya pada bendungan paru. Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari
cairan yang berada di bronkus besar atau trakea, ada ronki basah sedang dan ada pula ronki
basah halus yang terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi gesekan
rambut antara jari telunjuk dengan empu jari.
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan saluran nafas,
inflamasi atau spasme saluran nafas seperti pada bronkitis atau asma bronkial. Ronki kering
lebih dominan pada fase ekspirasi, terdengar squeaking dan groaning, pada saluran yang
lebih besar adalah deep tone gan groaning (sonorous) dan pada saluran yang lebih kecil
terdengar squeaking dan whistling (sibilant). Ronki kering dengan berbagai kualitas frekuensi
pitchnya disebut musical rales (seperti pada asma bronkial)

Pleural Friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura pariental dengan pleura viseral waktu inspirasi
disebut pleural friction. Dapat terjadi pada pleuritis fibrinosa. Lokasi yang sering terjadi
pleura friction adalah pada bagian bawah dari aksila, namun dapat juga terjadi di bagian lain
pada lapangan paru. Terdengar seperti menggosok ibu jari dengan jari telunjuk dengan
tekanan yang cukup keras pada pangkal telinga kita, terdengar pada fase inspirasi dan
ekspirasi.

The Whispered Voice (suara berbisik)


Dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara nafas secara
memuaskan, misalnya nyeri dada bila bernafas atau keadaan keletihan, maka dapat dilakukan
pemeriksaan suara berbisik (the whispered voice). Dimana pasien disuruh mengucapkan kata
77 (tujuh puluh tujuh) secara berbisik sementara pemeriksa mendengarkan dengan stetoskop
pada seluruh lapangan paru. Pada kelainan infiltrat maka suara berbisik tersebut akan
terdengar jelas pada pangkal telinga kita dan disebut bronchial whispered positif, dapat
mendeteksi infiltrat yang kecil / minimal.

Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding toraks (lapangan paru) akan
terdengar kurang keras dan terdengar jauh. Bila terdengar lebih keras, lebih jelas dan pada
pangkal telinga pemeriksa disebut bronchoponi positif, terdapat pada pemadatan parenkim
paru, misal pada infiltrat dan atelektasis kompresif.

Eugophoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan oleh kompresif
atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim paru terdengar pada perbatasan cairan
dengan parenkim paru.

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI

NAMA :
NIM :
POINT PENILAIAN SKOR
No
0 1 2 3
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri
Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan yang akan
2
dilakukan
3 Berdiri di sisi kanan pasien
4 Meminta pasien untuk membuka pakaian ( baju )
5 Meminta pasien untuk berbaring dengan posisi terlentang
6 Membuat pasien dalam posisi relaks
PEMERIKSAAN SISTEM RESPIRASI BAGIAN ATAS
SKOR
No POINT PENILAIAN
0 1 2 3
7 Orang sakit dalam posisi tidur telentang atau duduk
8 Pasien di suruh membuka mulut selebar mungkin
9 Gunakan cahaya senter (flash light)
10 Tekan lidah penderita dengan spatel lidah (tongue
spatels) dengan lembut (soft)
11 Orang sakit disuruh menyebut Ah ………….h…..h…
12 Mahasiswa memperhatikan :
1. Palatum
2. Arkus palatum
3. Tonsil
4. Dinding posterior dari faring
5. Gigi dan lidah
6. Bukal
Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali
1=Dilakukan dengan banyak perbaikan
2=Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3=Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ………………..


36

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….)
(……..………….…………)
NIP: NIM:

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN FISIK SISTEM RESPIRASI BAGIAN BAWAH

NAMA :
NIM :
Inspeksi Toraks 0 1 2 3

1 Melakukan inspeksi dalam keadaan statis


2 Melakukan inspeksi terhadap pergerakan toraks waktu respirasi
(keadaan dinamis)
3 Perhatikan posisi trakea : normal, deviasi kiri atau kanan
4 Posisi dari iga-iga
5 Ruang sela iga
6 Sternum dan klavikula
7 Sudut epigastrium
8 Vertebra thorakalis
9 Kelainan bentuk rongga toraks
10 Apakah ada Venektasi
11 Pernafasan abnormal ( kusmaull, Cheyne Stokes dll )
Palpasi
12 Apakah ada limfadenopati supra klavikularis
13 Apakah ada emfisema subkutis
14 Melakukan palpasi pada permukaan rongga toraks untuk menilai
tactil fremitus (stem fremitus) pada hemithorax kiri dan kanan,
membandingkannya secara simetris (pada daerah anterior kiri
fremitus menurun oleh karena terdapat jantung)
Perkusi

15 Melakukan perkusi pada kedua hemithorax kiri dan kanan


16 Mencari batas paru hepar pada linea mid klavikularis kanan
(perubahan suara perkusi dari sonor ke redup, normal pada RIC V
kanan)
17 Menentukan batas belakang paru normal vertebra Th X/XI kanan
dan kiri
18 Menentukan peranjakan batas belakang, dengan inspirasi dalam,
batas belakang beranjak turun 2 jari (±4 cm)
19 Perkusi timpani pada toraks anterior kiri bawah (daerah lambung)
20 Perkusi menentukan batas paru jantung : kanan, kiri atas, kiri bawah

Auskultasi
21 Mendengar suara nafas, vesikuler pada kedua lapangan paru kiri dan
kanan pada posisi tidur dan duduk
22 Mendengar nafas trakeal (bronkial) pada daerah supra sternal dan
trakea
23 Mendengar suara nafas bronkovesikuler pada daerah interskapula
dan di atas korpus sterni

Keterangan Skor : 0. Tidak dilakukan sama sekali


1. Dilakukan dengan banyak perbaikan
2. Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3. Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ……………


69

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,
(……………………..……….)
(……………….…………………………)
NIP: NIM

UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

Faal paru berarti kerja atau fungsi paru dan uji faal paru merupakan pengukuran obyektif
apakah fungsi paru seseorang dalam keadaan normal atau abnormal. Pemeriksaan faal paru biasanya
dikerjakan berdasarkan indikasi atau keperluan tertentu. Secara lengkap, uji faal paru dilakukan
dengan menilai fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi darah paru dan transpor gas O2 dan CO2 dalam
peredaran darah. Untuk keperluan praktis dan uji skrining, biasanya penilaian faal paru seseorang
cukup dengan melakukan uji fungsi ventilasi paru. Apakah fungsi ventilasi nilainya baik, dapat
mewakili keseluruhan fungsi paru dan biasanya fungsi-fungsi paru lainnya juga baik. Penilaian fungsi
ventilasi berkaitan erat dengan penilaian mekanika pernapasan. Untuk menilai fungsi ventilasi
digunakan alat spirometer untuk mencatat grafik pernapasan berdasarkan jumlah dan kecepatan udara
yang keluar atau masuk ke dalam spirometer.
Spirometri merupakan suatu metode sederhana yang dapat mengukur sebagian terbesar
volume dan kapasitas paru. Spirometri merekam secara grafis atau digital, volume ekspirasi paksa
(forced expiratory volume in 1 second/FEV1) dan kapasitas vital paksa (forced vital capacity/FVC).
Pemeriksaan dengan spirometer ini penting untuk pengkajian fungsi ventilasi paru secara mendalam.
Jenis gangguan fungsi paru dapat digolongkan menjadi 2 yaitu :
a. Gangguan fungsi obstruktif (hambatan aliran udara) : bilai nilai rasio FEV1/FVC <70%
b. Gangguan fungsi restriktif (hambatan pengembangan paru) : bila nilai kapasitas vital (vital
capacity/VC) <80% dibanding dengan nilai standar.

INDIKASI
a. Diagnostik
- Evaluasi keluhan dan gejala (deformitas rongga dada, sianosis, penurunan suara napas,
perlambatan udara ekspirasi, overinflasi, ronki yang tidak dapat dijelaskan)
- Evaluasi hasil laboratorium abnormal (foto toraks abnormal, hiperkapnia, hipoksemia,
polisitemia)
- Menilai pengaruh penyakit sistemik terhadap fungsi paru
- Deteksi dini seseorang yang memiliki risiko menderita penyakit paru (perokok, usia >40 tahun,
pekerja yang terpajan substansi tertentu)
- Pemeriksaan rutin (risiko pra-operasi, menilai prognosis, menilai status kesehatan)

b. Monitoring
- Menilai efek terapi (terapi bronkodilator, steroid)
- Menggambarkan perjalanan penyakit (penyakit paru, interstisial lung disease/ILD), gagal
jantung kronik, penyakit neuromuskuler, sindrom Guillain-Barre)
- Menilai efek samping obat terhadap fungsi paru

c. Evaluasi kecacatan
- Mengetahui kecacatan atau ketidakmampuan (misal untuk kepentingan rehabilitasi, asuransi,
alasan hukum dan militer)

d. Kesehatan masyarakat
- Skrining gangguan fungsi paru pada populasi tertentu

KONTRA INDIKASI
Absolut : Tidak ada
Relatif : Batuk darah, pneumotoraks, status kardiovaskuler tidak stabil, infark miokard baru atau
emoli paru, aneurisma selebri, pasca bedah mata.

INTERPRETASI HASIL
Faal Paru Normal :
- VC dan FVC >80% dari nilai prediksi
- FEV1 >80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC >70%

Gangguan Faal Paru Restriksi :


- VC atau FVC <80% dari nilai prediksi
- Restriksi ringan jika VC atau FVC 60% - 80%
- Restriksi sedang jika VC atau FVC 30% - 59%
- Restriksi berat jika VC atau FVC <30%

Gangguan Faal Paru Obstruksi :


- FEV1 <80% dari nilai prediksi
- Rasio FEV1/FVC <70%
- Obstruksi ringan jika rasio FEV1/FVC 60% - 80%
- Obstruksi sedang jika rasio FEV1/FVC 30% - 59%
- Obstruksi berat jika rasio FEV1/FVC <30%

TEKNIK PEMERIKSAAN UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)


LANGKAH KLINIK
1. Persiapan Tindakan
a. Bahan dan Alat :
- Alat spirometer yang telah dikalibrasi untuk volume dan arus minimal 1 kali dalam
seminggu.
- Mouth piece sekali pakai.

b. Pasien :
- Bebas rokok minimal 2 jam sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh makan terlalu kenyang, sesaat sebelum pemeriksaan
- Tidak boleh berpakaian terlalu ketat
- Penggunaan bronkodilator kerja singkat terakhir minimal 8 jam sebelum pemeriksaan
dan 24 jam untuk bronklodilator kerja panjang.
- Memasukkan data ke dalam alat spirometri, data berikut :
 Identitas diri (Nama)
 Jenis kelamin
 Umur
 Berat badan
 Tinggi badan
 Suhu ruangan
c. Ruang dan fasilitas :
- Ruangan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
- Suhu udara tempat pemeriksaan tidak boleh <170C atau >400C
- Pemeriksaan terhadap pasien yang dicurigai menderita penyakit infeksi saluran napas
dilakukan pada urutan terakhir dan setelah itu harus dilakukan tindakan antiseptik
pada alat.

2. Prosedur Tindakan
- Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar nilai dugaan berdasarkan
nilai standar faal paru Pneumobile Project Indonesia
- Pemeriksaan sebaiknya dilakukan dalam posisi berdiri
- Penilaian meliputi pemeriksaan VC, FVC, FEV1, MVV :
Kapasitas vital (Vital Capasity, VC)
 Pilih pemeriksaan kapasitas vital pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Instruksikan pasien menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin melalui mouthpiece
 Manuver dilakukan minimal 3 kali

Kapasitas vital paksa (Forced Vital Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa
detik pertama (Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)

 Pilih pemeriksaan FVC pada alat spirometri


 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Istruksikan pasien menghirup udara semaksimal mungkin dengan cepat kemudian
sesegera mungkin udara dikeluarkan melalui mouth piece dengan tenaga maksimal
hingga udara dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya
 Nilai FEV1 ditentukan dari FVC dalam 1 detik pertama (otomatis)
 Pemeriksaan dilakukan 3 kali

Maksimal Voluntary Ventilation (MVV)


 Pilih pemeriksaan MVV pada alat spirometri
 Menerangkan manuver yang akan dilakukan
 Pastikan bibir pasien melingkupi sekeliling mouth piece sehingga tidak ada
kebocoran
 Instruksikan pasien bernapas cepat dan dalam selama 15 detik
 Manuver dilakukan 1 kali

- Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil grafik.


- Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK


PEMERIKSAAN UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

NAMA :
NIM :

POINT PENILAIAN SKOR


No
0 1 2 3
1 Memberikan salam pembuka saling memperkenalkan diri
Menginformasikan kepada pasien tentang pemeriksaan yang
2 akan dilakukan

3 Persiapan Bahan dan Alat


Dilakukan pengukuran tinggi badan, kemudian tentukan besar
nilai dugaan berdasarkan nilai standar faal paru Pneumobile
4
Project Indonesia

5 Memasukkan data ke dalam alat spirometri


6 Melakukan pemeriksaan dalam posisi berdiri
Melakukan pemeriksaan Kapasitas vital (Vital Capasity,
7
VC)
Melakukan pemeriksaan Kapasitas vital paksa (Forced Vital
Capasity, FVC) dan Volume ekspirasi paksa detik pertama
8
(Forced Expiratory Volume in One Second, FEV1)

Melakukan pemeriksaan Maksimal Voluntary Ventilation


9
(MVV)
Menampilkan hasil di layar spirometri dan mencetak hasil
10 grafik.

11 Menentukan interpretasi hasil uji faal paru (spirometri).

Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali


1=Dilakukan dengan banyak perbaikan
2=Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3=Dilakukan dengan sempurna
Nilai : Skor Total X 100 = ……………
33

Lhokseumawe,…………………….2016
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….) (…….………….…………)
NIP: NIM:

TEKNIK PENILAIAN FOTO TORAKS PADA SISTEM RESPIRASI

Foto toraks adalah foto X-ray pada toraks yang dibuat untuk membantu melihat kelainan-
kelainan yang ada pada rongga toraks. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang cukup penting
dalam penegakan diagnosis penyakit, terutama sistem respirasi. Pada foto toraks ini kita dapat melihat
kelainan-kelainan yang ada pada paru, pleura, organ-organ mediastinum, tulang-tulang dan pada
jaringan lunak sekitarnya. Dalam pembuatan foto toraks haruslah diperlihatkan beberapa keadaan
sehingga foto toraks yang dihasilkan dapat memenuhi syarat.
Indikasi Foto Toraks
1. Pasien dengan riwayat batuk.
2. Pasien dengan sesak
3. Nyeri dada
4. Untuk check up
5. Kelainan-kelainan pada dinding toraks

LANGKAH KLINIK
1. Melalukan pemeriksaan identitas pasien sesuai nomor register foto
 Nama
 Umur
 Jenis Kelamin
 Tanggal
2. Melakukan pemeriksaan identitas foto yaitu
 No foto
 Marker dari foto  berupa R – L atau D – S
3. Memasang foto di light – box dengan beranggapan pasien berhadapan dengan
pemeriksa
4. Menentukan posisi foto apakah PA, AP, Lateral (R/L), Lateral dekubitus (R/L)
atau oblique
5. Menentukan foto memenuhi syarat atau tidak, dengan menilai :
 Inspirasi cukup dilihat dari posisi kedua diagfragma (kanan setinggi
intercostal IX – X posterior, dan diafragma kanan lebih tinggi dari pada
kiri)
 Posisi simetris, dapat dilihat dari projeksi tulang corpus vertebra thoracal
yang terletak ditengah sendi sternoclaviculer kanan dan kiri.
 Film meliputi seluruh cavum toraks mulai dari puncak cavum toraks
sampai sinus phrenico-costalis kanan kiri dapat terlihat pada film tersebut.
 Vertebra thoracal biasanya terlihat hanya sampai Th. 3-4.
6. Melakukan penilaian terhadap foto toraks :
 Periksa vaskuler parenkim paru, hili, mediastinum dan kedua
sinus/diafragma.
 Karakteristik kelainan/lesi pada paru-paru, pleura, diafragma atau
mediastinum Periksa, apakah ada efek dari kelainan/lesi berupa
pendorongan atau penarikan terhadap hili, diafragma, mediastinum dan
penyempitan/pelebaran sela iga.
 Pada anak-anak, periksa, apakah ada pembesaran kelenjar
paratrakeal/parahiler.
 Periksa, apakah ada organ abdomen dalam rongga toraks.
 Periksa keadaan soft tissue dan tulang-tulang iga/clavicula

7. Menentukan diagnosis berdasarkan kelainan yang ditemukan


8. Mengusulkan tambahan foto toraks posisi lain untuk lebih memperkuat
diagnosa (bila perlu).

Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:


1. Identitas: foto yang akan dibaca harus mencantumkan identitas yang lengkap
sehingga jelas apakah foto yang akan dibaca memang milik pasien.
2. Marker: harus mencantumkan marker R/L
3. Os scapula tidak superposisi dengan toraks: hal ini dapat tercapai pada posisi
PA, tangan di punggung daerah pinggang dengan sendi bahu internal rotasi
4. Densitas cukup: densitas foto dikatakan cukup/ berkualitas jika corpus vertebra
di belakang jantung terlihat samar.
Gambar 1. Gambaran radiografi dengan densitas “lunak, densitas cukup
dan densitas “keras”

5. Insiparasi cukup
Pada insipasi yang tidak adekuat atau pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat
lebar dan mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/ memadat
karena terdorong oleh diafragma. Insiprasi dinyatakan cukup jika iga 6 anterior
atau iga 10 posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat berbentuk V dan
iga posterior terlihat menyerupai huruf A

Gambar 2. Inspirasi cukup jika terlihat iga 6 anterior atau iga 10


posterior

Gambar 3. Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung dan corakan


bronkovaskular.
A. Inspirasi kurang, B Inspirasi cukup

6. Simetris
Radiografi toraks dikatakan simetris jika terdapat jarak yang sama antara
prosesus spinosus dan sisi medial os clavikula kanan – kiri. Posisi asimetris
dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami rotasi dan densitas paru
sisi kanan kiri berbeda sehingga penilaian menjadi kurang valid.
Gambar 4. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial
os clavikula bilateral

Radioanatomi toraks proyeksi PA/AP


- Trakea dan brous kanan kiri terlihat sebagai lesi lusen (hitam) yang superposisi
dengan vertebra

Gambar 5. Trakea dan bronkus utama terlihat lusen

- Hillus terdiri dari arteri, vena, bronkus dan limfe

Gambar 6. Hillus paru pada foto toraks PA dan Lateral

- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan iga disebut degan sinus kostofrenikus.
Sinus kostofrenikus normal berbentuk lancip.
- Sudut yang dibentuk oleh diafragma dengan bayangan jantung disebut sinus
kardiofrenikus
- Diafragma terlihat sebagai kubah di bawah jantung dan paru. Perbedaan tinggi kedua
diafragma yang normal adalah 1-1,5 cm. Tinggi kubah diafragma tidak boleh kurang
dari 1,5 cm. Jika kurang dari 1,5 cm maka diafragma dikatakan mendatar.
Gambar 7. Diafragma pada foto toraks PA. Cara menilai tinggi kubah diafragma

- Batas jantung di kanan bawah dibentuk oleh atrium kanan. Atrium kanan bersambung
dengan mediastinum superior yang dibentuk oleh v. cava superior.
- Batas jantung disisi kiri atas dibentuk oleh arkus aorta yang menonjol di sebelah kiri
kolumna vertebralis. Di bawah arkus aorta ini batas jantung melengkung ke dalam
(konkaf) yang disebut pinggang jantung.
- Pada pinggang jantung ini, terdapat penonjolan dari arteria pulmonalis
- Di bawah penonjolan a. Pulmonalis terdapat aurikel atrium kiri (left atrial appendage)
- Batas kiri bawah jantung dibentuk oleh ventrikel kiri yang merupakan lengkungan
konveks ke bawah sampai ke sinus kardiofrenikus kiri. Puncak lengkungan dari
ventrikel kiri itu disebut sebagai apex jantung.
- Aorta desendens tampak samar-samar sebagai garis lurus yang letaknya para-vertebral kiri
dari arkus sampai diafragma.

Gambar 8. Radioanatomi foto toraks PA

- Apeks paru terletak di atas bayangan os clavikula.


- Lapangan atas paru berada di atas iga 2 anterior, lapangan tengah berada antara iga 2-
4 anterior dan lapangan bawah berada di bawah iga 4 anterior.

Radioanatomi toraks proyeksi lateral


- Di belakang sternum, batas depan jantung dibentuk oleh ventrikel kanan yang merupakan
lengkungan dari sudut diafragma depan ke arah kranial. Kebelakang, lengkungan ini menjadi
lengkungan aorta.
- Bagian belakang batas jantung dibentuk oleh atrium kiri. Atrium kiri ini menempati sepertiga
tengah dari seluruh batas jantung sisi belakang. Dibawah atrium kiri terdapat ventrikel kiri
yang merupakan batas belakang bawah jantung.
- Batas belakang jantung mulai dari atrium kiri sampai ventrikel kiri berada di depan kolumna
vertebralis. Ruangan di belakang ventrikel kiri disebut ruang belakang jantung (retrocardiac
space) yang radiolusen karena adanya paru-paru.
- Aorta desendens letaknya berhimpit dengan kolumna vertebralis.

Gambar 9. Radioanatomi foto toraks Lateral kiri

Paru kanan terdiri dari 3 lobus yaitu:


- Lobus superior kanan (right upper lobe/ RUL)
- Lobus media kanan (right middle lobe/ RML)
- Lobus inferior kanan (right lower lobe/ RLL)

Gambar 10. Radioanatomi lobus paru kanan radiografi toraks PA dan lateral

Paru kiri terdiri dari 2 lobus


- Lobus superior kiri (Left upper lobe/ LUL) dan lingula
- Lobus inferior kiri (Left lower lobe/ LLL)
Gambar 11. Radioanatomi lobus paru kiri radiografi toraks PA dan lateral

Mediastinum terdiri dari :


- Mediastinum superior (dari aperture toracis sampai arcus aorta)
- Mediastnum anterior (daerah antara sternum dengan pericardiumsisi anterior)
- Mediastinum media (jantung)
- Mediastinum posterior (pericardium sisi posterior sampai vertebra)

Gambar 12. Radiografi toraks lateral. Mediastinum

Cara pengukuran Cardio Thoracic Ratio (CTR)


- Ditarik garis M yang berjalan di tengah-tengah kolumna vertebralis torakalis.
- Garis A adalah jarak antara M dengan batas jantung sisi kanan yang terjatuh.
- Garis B adalah jarak antara M dengan batas kiri jantung yang terjatuh.
- Garis transversal C ditarik dari dinding toraks sisi kanan ke dinding toraks sisi kiri. Garis ini
melalui sinus kardiofrenikus kanan. Bila sinus-sinus kardiofrenikus ini tidak sama tingginya,
maka garis C ditarik melalui pertengahan antara kedua sinus itu. Ada pula yang menarik garis
C ini dari sinus kostofrenikus kanan ke sinus kostofrenikus kiri. Perbedaan kedua cara ini
tidak begitu besar, sehingga dapat dipakai semuanya.
Gambar 13. Cara mengukur CTR

Rumus:

Pada radiografi toraks PA dewasa dengan bentuk tubuh yang normal, CTR kurang dari 50%.
Pada umumnya jantung mempunyai batas radio-anatomis sebagai berikut:
- Batas kanan jantung letaknya para-sternal, Bila kita memakai garis A, maka garis A
ini panjangnya tidak lebih dari 1/3 garis dari M ke dinding toraks kanan.
- Batas jantung sisi kiri terletak di garis pertengahan klavikula (mid-clavicular line).
- Batas dari arkus aorta, yaitu batas teratas dari jantung, letaknya 1-2 cm di bawah tepi
manubrium sterni.
LEMBAR PENILAIAN KETERAMPILAN KLINIK
PENILAIAN FOTO TORAKS UNTUK SISTEM RESPIRASI

NAMA :
NIM :

Nilai
No Aspek yang dinilai
0 1 2
1 Memasang radiografi toraks ke lampu kaca
2 Identitas
3 Marker
Foto toraks PA
4 Menilai densitas foto
5 Menunjukkan iga anterior (bentuk V)
6 Menunjukkan iga posterior (bentuk A)
7 Menilai inspirasi cukup atau tidak (iga 6 anterior atau iga 10
posterior terlihat komplit)
8 Menilai simetris/ tidak radiografi toraks (simetris jika terdapat
jarak yang sama antara prosesus spinosus dan sisi medial os
clavikula kanan-kiri)
9 Menunjukkan os scapula apakah superposisi dengan toraks atau
tidak
10 Menunjukkan hillus paru
11 Menunjukkan trakea dan bronkus utama kanan kiri
12 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
13 Menunjukkan sinus kardiofrenikus
14 Menunjukkan diafragma
15 Mengukur tinggi kubah diafragma
16 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks PA
- Atrium kanan
- Arcus aorta
- Pinggang jantung
- Aurikel atrium kiri
- Ventrikel kiri
- Apeks jantung
Foto toraks lateral
17 Menunjukkan hillus paru
18 Menunjukkan sinus kostofrenikus
19 Menunjukkan diafragma
20 Menjelaskan batas rongga mediastinum
21 Menyebutkan batas jantung sambil menunjukkannya di foto
toraks lateral
- Ventrikel kanan
- Atrium kiri
- Ventrikel kiri
22 Melakukan pengukuran jantung (Cardio-Thoracic Ratio)

Keterangan Skor : 0=Tidak dilakukan sama sekali


1=Dilakukan dengan perlu perbaikan
2=Dilakukan dengan sempurna

Nilai : Skor Total X 100 = ……………


42

Lhokseumawe,………………….20
Instruktur Mahasiswa,

(………………………….) (……..………….…………)
NIP: NIM:

Anda mungkin juga menyukai