Anda di halaman 1dari 23

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan data hasil penelitian penerapan media animasi dengan setting

koopetatif pada materi pokok kubus dan balok siswa SMP Negeri 1 Segeri dan

pembahasannya. Alat pengumpul data yang digunakan adalah 1) tes hasil belajar, 2) angket

motivasi siswa, 3) lembar observasi aktifitas siswa, dan 4) lembar observasi aktifitas guru.

Tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa berupa soal essai untuk member

informasi bagaimana keefektifan penerapan media animasi dengan setting koopetatif pada

materi pokok kubus dan balok. Kemudian obserfasi digunakan untuk melihat bagaimana

aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung melalui penerapan media

animasi dengan setting koopetatif pada materi pokok kubus dan balok. Sebagaimana yang

dituliskan pada Bab III, bahwa penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu maka akan

di uraikan tahapan-tahapan yang telah di lakukan sehingga sampai pada pembahasan hasil

penelitian. Tahapan yang dimaksud adalah: 1) hasil validasi perangkat pembelajaran, dan

instrumen penelitian, 2) pemiliha kelas eksperimen, 3) hasil penelitian eksperimen, 4)

pembahasan secara umum.

A. Hasil Validasi Perangkat dan Instrumen Pembelajaran

Salah satu kriteria utama untuk menentukan dipakai tidaknya suatu perangkat dan

instrument pembelajaran adalah hasil validasi oleh ahli. Perangkat pembelajaran yang

dimaksud adalah: 1) lembar kegiatan siswa dan 2) rencana pelaksanaan pembelajaran.


Sedangkan instrumen pembelajaran yang dimaksud adalah: 1) tes hasil belajar matematika, 2)

lembar Observasi aktivitas siswa, 3) lembar observasi aktivitas guru, dan 4) angket motivasi.

Penilaian para ahli umumnya berupa pemberian skor terhadap aspek yang dinilai dan catatan-

catatan kecil pada bagian yang perlu diperbaiki. Sebelum diberikan penilain, dalam proses

validasi dilakukan pembimbingan guna untuk memperbaiki bagian-bagian yang masih kurang

baik. Adapun nama-nama validator dapat dilihat pada lampiran 1.

1. Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi RPP secara garis besar adalah

adalah rumusan kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, isi dan kegiatan

pembelajaran, bahasa, waktu dan penutup. Hasil validasi terhadap RPP dapat dilihat pada

lampiran 2, rangkuman hasil validasi RPP untuk setiap aspek pengamatan dapat dilihat pada

Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Rangkuman Hasil Validasi RPP


No. Aspek penilaian x Ket.

1. Kompetensi Dasar 3,50 Sangat Valid


2. Indikator Pencapaian Kompetensi 3,13 Valid
3. Isi dan kegiatan pembelajaran 3,14 Valid
4. Bahasa 3,17 Valid
5 Waktu 3,00 Valid
6 Penutup 3,50 Sangat Valid

Rata-rata penilaian total ( x ) 3,24 Valid


Berdasarkan Tabel 4.1, nilai rata-rata penilaian RPP untuk semua aspek adalah 3,24.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam

kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka RPP dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum mengindikasikan bahwa RPP dapat

digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada

beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan RPP yakni ubah kegiatan

siswa pada setiap RPP, ingat siswa harus aktif belajar bukan hanya mendengar penjelasan

guru.

b. Lembar Kegiatan Siswa

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi Lembar Kegiatan Siswa secara

garis besar adalah format, isi, dan bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran 2, rangkuman hasil validasi LKS untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada

Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Rangkuman Hasil Validasi Lembar Kegiatan Siswa

No. Aspek penilaian x Ket.

1. Format 3,33 Valid


2. Isi 3,17 Valid
3. Bahasa 3,00 Valid
Rata-rata penilaian total ( x ) 3,17 Valid

Berdasarkan Tabel 4.2, nilai rata-rata penilaian LKS untuk semua aspek adalah 3,17.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam

kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka LKS dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum mengindikasikan bahwa LKS dapat

digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada
beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan buku siswa antara lain

ketidaksesuaian dengan ejaan bahasa Indonesia, beberapa koreksi terhadap kejelasan arah,

komentar dan penyelesaian masalah, namun tetap tidak mengubah makna kata tersebut, dan

perlunya disiapkan kunci jawaban.

2. Hasil Validasi Instrumen Penelitian

a. Tes Hasil Belajar Matematika

Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa kelas VIIIA SMP

Negeri I Segeri dalam menguasai materi kubus dan balok setelah mengalami proses belajar

mengajar dalam jangka waktu tertentu. Tes hasil belajar disusun dengan mengacu pada

kompetensi dasar dan indikator. Tes ini merupakan tes uraian yang terdiri atas 5 soal.

Sebelum diteskan, tes yang telah disusun divalidasi oleh ahli.

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi THB adalah aspek isi, dan

bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil

validasi THB untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Rangkuman hasil validasi tes hasil belajar

No. Aspek penilaian x Ket.

1. Isi 3,25 Valid


2. Bahasa 3,17 Valid
Rata-rata penilaian total ( x ) 3,21 Valid

Berdasarkan Tabel 4.3, nilai rata-rata penilaian THB untuk semua aspek adalah 3,21.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam
kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka THB dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum mengindikasikan bahwa THB

dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun

ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan buku siswa antara lain

beberapa kalimat pada pertanyaan yang perlu diperjelas dan bahasa yang digunakan harus

menggunakan bahasa yang dikenal siswa, namun tetap tidak mengubah makna kata tersebut.

b. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dari

kegiatan siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Aspek-aspek yang diperhatikan

dalam memvalidasi lembar observasi aktivitas siswa adalah aspek petunjuk, bahasa, dan isi.

Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil validasi

aktivitas siswa untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4. Rangkuman hasil validasi aktivitas siswa

No. Aspek penilaian x Ket.

1. Petunjuk 3,17 Valid


2. Cakupan aktivitas 3,50 Sangat Valid
3. Bahasa 3,38 Valid
Rata-rata penilaian total ( x ) 3,35 Valid

Berdasarkan Tabel 4.4, nilai rata-rata penilaian angket aktivitas siswa untuk semua

aspek adalah 3,35. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka

angket aktivitas siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum

mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi

kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk
kesempurnaan angket keterampilan sosial diantaranyaperlu adanya batasan/penjelasan tiap-

tiap aspek pengamatan agar pengamat dapat membedakan dengan jelas aspek-aspek

pengamatan tersebut.

c. Lembar Observasi Aktivitas Guru

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi lembar observasi aktivitas guru

adalah aspek petunjuk, bahasa, dan isi. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran 3, rangkuman hasil validasi aktivitas guru untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat

pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Rangkuman hasil validasi aktivitas guru

No. Aspek penilaian x Ket.

1. Aspek Petunjuk 3,33 Valid


2. Aspek Bahasa 3,25 Valid
3. Aspek Isi 3,13 Valid
Rata-rata penilaian total ( x ) 3,24 Valid

Berdasarkan Tabel 4.5, nilai rata-rata penilaian angket aktivitas guru untuk semua

aspek adalah 3,24. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka

angket aktivitas guru dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum

mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi

kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk

kesempurnaan angket keterampilan sosial diantaranya ruang komentar perlu diperluas.

d. Lembar Observasi Skala Motivasi

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi lembar observasi skala motivasi

adalah firmat skala motivasi belajar, isi /materi, bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil validasi skala motivasi untuk setiap aspek penilaian

dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Rangkuman hasil validasi skala motivasi

No. Aspek penilaian x Ket.

1. Format Skala Motivasi Belajar 3,17 Valid


2. Isi/Materi 3,38 Valid
3. Bahasa 3,25 Valid
Rata-rata penilaian total ( x ) 3,26 Valid

Berdasarkan Tabel 4.6, nilai rata-rata penilaian observasi skala motivasi untuk semua

aspek adalah 3,26. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5  x  3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka

observasi skala motivasi dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian

umum mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah

memenuhi kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk

kesempurnaan angket keterampilan sosial diantaranya kisi-kisi perlu disertakan.

B. Pemilihan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Segeri. Pemilihan sampel pada penelitian

ini menggunakan cluster random sampling. Kelas eksperimen yang dipilih adalah kelas

VIIIA, terpilihnya kelas tersebut berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMP

Negeri 1 Segeri serta informasi dari guru bidang studi matematika bahwa kecenderungan

kelas VIIIA pada mata pelajaran matematika memiliki rata- rata nilai pada kategori sedang.

Pengalaman guru matematika selama ini bahwa penyajian materi kubus dan balok sebagian
besar siswa kurang memahami. Banyaknya sampel pada kelas VIIIA adalah 30 siswa yang

terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan yang akan diajarkan dengan

menggunakan media animasi dengan setting kooperatif.

C. Hasil Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan peningkatan

motivasi dan hasil belajar siswa yang diajar dengan setting kooperatif

1. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan Media Animasi
dengan Setting Kooperatif.

Data pretest dan posttest siswa yang diajar dengan setting kooperatif, disajikan secara

lengkap dalam Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Statistik Nilai Pre-Test, Post-Test dan Gain Hasil Belajar Siswa

Statistik Nilai statistik


Pretest Posttest Nilai Gain
Subjek 30 30 30
Skor Ideal 100 100 1
Skor Tertinggi 56 96 0,95
Skor Terendah 10 65 0,54
Rentang Skor 46 31 0,41
Skor Rata-rata 30,07 77,91 0,68
Varians 131,93 58,03 0,011
Standar deviasi 11,49 7,62 0,11

Berdasarkan data hasil belajar matematika siswa pada pre-test terlihat bahwa nilai

mean 30,07, sedangkan pada post-test terlihat bahwa nilai mean 77,91. Secara deskriptif

dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa pada kelas VIIIA menjadi lebih baik daripada

sebelum diberikan pembelajaran dengan menggunakan media animasi dengan setting

kooperatif.
Besarnya peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media

animasi dengan setting kooperatif yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi dapat

dilihat pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Klasifikasi Gain Ternormalisasi Hasil Belajar Siswa

Koefisien normalisasi
Klasifikasi Frekuensi Persentase
gain
g < 0,3 Rendah - 0%
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang 14 47%
g ≥ 0,7 Tinggi 16 53%
Jumlah 20 100%

Berdasarkan Tabel 4.8, tampak bahwa peningkatan hasil belajar siswa yang diajar

dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif sebagian besar berada dalam

kategori tinggi yaitu sebanyak 16 orang, dan 14 orang berada dalam kategori sedang.

Berdasarkan nilai rata-rata pretest dan posttest siswa pada tabel 4.7, maka peningkatan hasil

belajar siswa yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi sebesar 0,68. Hal ini berarti,

peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media animasi setting

kooperatif berada dalam kategori sedang.

Berdasarkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang berlaku di SMP Negeri 1

Segeri yakni 70, maka tingkat pencapaian ketuntasan hasil belajar matematika siswa secara

klasikal pada kelas eksperimen yang di ajar dengan menggunakan media animasi dengan

setting kooperatif, dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-Test dan Post-test Berdasarkan Pencapaian KKM
(70)

Interval Kategori Frekuensi Persentase


skor ketuntasan Pretest Posttest Pretest Posttest
0 – 69 Tidak tuntas 30 2 100% 7%
70 – 100 Tuntas - 28 0 93%

Peningkatan hasil belajar siswa juga dapat dilihat dari peningkatan persentase siswa

yang mencapai ketuntasan, pada Tabel 4.9 terlihat dari tidak ada siswa yang tuntas, sesudah

diajar dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif menjadi 93% siswa

mencapai ketuntasan. Sementara, ketuntasan penguasaan bahan ajar matematika siswa secara

klasikal tercapai bila paling sedikit 85% siswa di kelas tersebut telah tuntas.

2. Deskripsi Peningkatan Motivasi Belajar Siswa yang Diajar dengan Media Animasi
dengan Setting Kooperatif.

Berdasarkan hasil analisis angket motivasi belajar siswa yang diajar dengan

menggunakan media animasi dengan setting kooperatif, diperoleh data seperti pada Tabel

4.10.

Tabel 4.10. Statistik Nilai Pre-Angket,Post-Angket dan Gain Motivasi Belajar Siswa

Statistik Nilai statistik


Pretest Posttest Gain
Subjek 30 30 30
Skor Ideal 80 80 1
Skor Tertinggi 57 72 0,72
Skor Terendah 37 53 0,13
Rentang Skor 20 19 0,59
Skor Rata-rata 47,06 61,73 0,44
Varians 17,09 28,34 0,03
Standar deviasi 4,13 5,32 0,16

Berdasarkan data motivasi belajar matematika siswa pada pre-test terlihat bahwa nilai

mean 47,06, sedangkan pada post-test terlihat bahwa nilai mean 61,73. Secara deskriptif

dapat dikatakan bahwa motivasi belajar siswa pada kelas VIIIA menjadi lebih baik daripada

sebelum diberikan pembelajaran menggunakan media animasi dengan setting kooperatif.

Adapun klasifikasi peningkatan motivasi belajar siswa disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Klasifikasi Gain Ternormalisasi Motivasi Belajar Siswa

Koefisien normalisasi Klasifikasi Frekuensi Persentase


gain
g < 0,3 Rendah 2 7%
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang 22 73%
g ≥ 0,7 Tinggi 6 20%
Jumlah 30 100%

Berdasarkan Tabel 4.11, tampak bahwa peningkatan motivasi belajar siswa yang

diajar menggunakan media animasi dengan setting kooperatif sebagian besar berada dalam

kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang, 6 orang berada dalam kategori tinggi, dan 2 orang

berada dalam kategori rendah. Berdasarkan nilai rata-rata pretest dan posttest siswa pada

Tabel 4.10, maka peningkatan motivasi belajar siswa yang dihitung dengan rumus gain

ternormalisasi sebesar 0,44. Hal ini berarti, peningkatan motivasi belajar siswa yang diajar

menggunakan meda animasi dengan model kooperatif berada dalam kategori sedang.

3. Analisis aktifitas siswa

Data aktivitas siswa diperoleh melalui instrumen observasi aktivitas siswa yang

dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator aktivitas siswa terdiri dari 6

aspek observasi yang didasarkan pada karakteristik pembelajaran yang diterapkan pada

masing-masing kelas. Observasi dilaksanakan dengan cara mengamati setiap aktivitas siswa

berdasarkan petunjuk pada instrumen pengamatan yang dilakukan pada setiap pertemuan.

Data yang diperoleh dari instrumen tersebut dirangkum pada setiap akhir pertemuan. Hasil

rangkuman setiap observasi disajikan pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa


No Aspek Pengamatan Persentase Aktivitas Siswa pada Pertemuan Rata-rata Interval
Aktivitas Siswa ke… Persentase Toleransi
aktivitas PWI (%)
1 2 3 4 5 6 siswa
1 Mendengarkan/
memperhatikan 13.33 16.00 14.67 14.67 13.33 14.67 14.4 11 – 21
penjelasan guru.
2 Membaca/
memahami materi 16.00 16.00 16.00 16.00 14.67 13.33 15.3 7 - 17
pembelajaran.
3 Mengerjakan LKS. 13.33 14.67 16.00 16.00 14.67 14.67 14.9 7 - 17
4 Aktif berdiskusi/
mengajukan
36.00 34.67 34.67 34.67 37.33 37.33 35.8 33 - 43
No Aspek Pengamatan Persentase Aktivitas Siswa pada Pertemuan Rata-rata Interval
Aktivitas Siswa ke… Persentase Toleransi
aktivitas PWI (%)
1 2 3 4 5 6 siswa
pertanyaan kepada
teman atau
guru/memberikan
bantuan penjelasan
kepada teman yang
membutuhkan.
5 Mempresentasikan
hasil kerja kelompok/
menanggapi jawaban
9.33 9.33 10.67 10.67 12.00 13.33 10.9 8 - 18
kelompok lain.
6 Menarik kesimpulan/
memperhatikan 8.00 5.33 5.33 5.33 6.67 6.67 6.2 4 - 14
pendapat teman.
7 Perilaku yang tidak
relevan dengan KBM,
misalnya tidak 4.00 4.00 2.67 2.67 1.33 0.00 2.4 0-5
memperhatikan
penjelasan guru.

Berdasarkan Tabel 4.12, dapat dideskripsikan bahwa aktivitas siswa yang berkaitan

dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif untuk 7 aspek yang diamati

telah memenuhi persentase waktu ideal. Dengan demikian menurut kriteria keefektifan

aktivitas siswa yang diharapkan sudah tercapai.

Secara rinci hasil pengamatan setiap aktivitas pada kelas VIIIA yang diajar

menggunakan media animasi dengan setting kooperatif adalah sebagai berikut:

1) Mendengarkan/memperhatikan dan memahami penjelasan guru, diperoleh rata-rata 14,4

dan berada pada kategori efektif.

2) Membaca/memahami materi pembelajaran, diperoleh rata-rata 15,3 dan berada pada

kategori efektif.

3) Mengerjakan LKS, diperoleh rata-rata 14,9 dan berada pada kategori efektif.

4) Aktif berdiskusi dengan teman/ mengajukan pertanyaan kepada teman atau

guru/memberikan bantuan penjelasan kepada teman yang membutuhkan, diperoleh rata-

rata 35,8 dan berada pada kategori efektif.


5) Mempresentasikan hasil kerja kelompok/menanggapi jawaban kelompok lain, diperoleh

rata-rata 10,9 dan berada pada kategori efektif.

6) Menarik kesimpulan/memperhatikan pendapat teman, diperoleh rata-rata 6,2 dan berada

pada kategori efektif.

7) Perilaku yang tidak relevan dengan KBM, misalnya tidak memperhatikan penjelasan guru

diperoleh rata-rata 2,4 dan berada pada kategori efektif.

Adapun skor rata-rata aktivitas siswa untuk setiap pertemuan pada kelas eksperimen

yang dikonversi berdasarkan rubrik penilaian aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Skor Aktivitas Siswa Selama VI Pertemuan

Kode Kategori Aktivitas Skor Tiap Pertemuan


I II III IV V VI
O O O O O O
1 4 4 4 4 4 4
2 4 3 4 4 4 4
2 4 4 4 4 4 4
3 4 4 4 4 4 4
3 4 4 3 4 4 4
4 3 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4
5 4 4 3 3 4 4
5 4 3 4 4 4 4
6 4 4 4 4 4 4
1 4 4 4 4 4 4
Catatan: kode kategori dapat dilihat pada lampiran

Rekapitulasi aktivitas siswa berdasarkan kategori aspek aktivitas disajikan pada Tabel

4.14.

Tabel 4.14. Aspek Aktivitas Siswa Pada Kelas VIIIA


I II III IV V VI
1 4 4 4 4 4 4 24
2 4 3,5 4 4 4 4 20
3 4 4 3.5 4 4 4 23.5
4 3,8 4 4 4 4 4 20
5 4 3,5 3.5 3.5 4 4 22.5
6 4 4 4 4 4 4 24
23,8 23 23 23.5 24 24 23,55

Berdasarkan Tabel 4.14, nilai rata-rata aktivitas siswa untuk semua aspek adalah

23,55. Berdasarkan kriteria pengkategorian yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk

dalam kategori “tinggi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada

kelas eksperimen dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif secara

deskriptif memenuhi kriteria keefektifan.

4. Analisis kemampuan guru mengelola pembelajaran

Aktivitas guru yang diobservasi adalah aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran

pada kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media animasi

dengan setting kooperatif. Adapun observasi terhadap Aktivitas guru dalam penelitian ini

mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terbagi atas tiga bagian utama

yaitu:

a. Bagian Pendahuluan.

b. Bagian kegiatan inti pembelajaran.

c. Bagian Penutup.

Observasi dari observer (pengamat) terhadap aktivitas guru dalam proses

pembelajaran selama lima kali pertemuan mengacu pada lima kategori penilaian sebagai

berikut: ‘1” : berarti “kurang baik”, “2” : berarti “cukup baik” , “3” : berarti “baik” dan “4” :

berarti “sangat baik”. Rekapitulasi skor hasil observasi masing-masing observer dan rata-rata

skor hasil observasi observer selama lima kali pertemuan secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 1. Sedangkan gambaran umum dari penilaian masing-masing aspek aktivitas guru

dalam proses pembelajaran yang diobservasi dapat diuraikan sebagai berikut.

a. Hasil Observasi Kegiatan Awal

Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan awal dalam

proses pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Hasil Observasi Kegiatan Awal


Pertemuan Nilai TKG KRITERIA
I 11 3,67 Baik
II 12 4.00 Baik
III 14 4,67 Sangat Baik
IV 14 4,67 Sangat Baik
V 15 5,00 Sangat Baik
VI 15 5,00 Sangat Baik

Pada pertemuan pertama dan kedua, aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran

tergolong pada kategotori Baik. Sedangkan pada pertemuan ketiga, keempat, kelima, dan

keenam aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada kategori Sangat Baik.

Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali pertemuan termasuk dalam

kategori efektif.

b. Hasil Observasi Kegiatan Inti

Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan inti dalam proses

pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Hasil observasi kegitan inti


Pertemuan Nilai TKG KRITERIA
I 37 4,11 Baik
II 40 4.44 Baik
III 41 4,56 Sangat Baik
IV 43 4,78 Sangat Baik
V 43 4,78 Sangat Baik
VI 45 5,00 Sangat Baik

Pada pertemuan pertama, dan kedua, aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran

tergolong pada kategori Baik. Sedangkan pada pertemuan ketiga, keempat, kelima, dan

keenam aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada kategori Sangat Baik.

Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali pertemuan termasuk dalam

kategori efektif.

c. Hasil Observasi Kegiatan Akhir

Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan akhir dalam

proses pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. Hasil observasi kegiatan akhir


Pertemuan Nilai TKG KRITERIA
I 14 4,67 Sangat Baik
II 14 4,67 Sangat Baik
III 15 5,00 Sangat Baik
IV 15 5,00 Sangat Baik
V 15 5,00 Sangat Baik
VI 15 5,00 Sangat Baik

Pada setiap pertemuan aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada

kategotori Sangat Baik. Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka

kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali

pertemuan termasuk dalam kategori efektif.

D. Analisis Statistik Inferensial


Hasil analisis statistika inferensial dimaksudkan untuk menguji hipotesis penelitian.

Sebelum melakukan analisis statistika inferensial telebih dahulu dilakukan uji normalitas dan

uji homogenitas.

1. Uji Normalitas

Untuk menguji normalitas digunakan data gain dari nilai pretest dan posttest. Hasil

perhitungan untuk nilai gain hasil belajar pada kelas kelas VIIIA diperoleh nilai p-value > α

yaitu 0,117 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar pada kedua kelas

eksperimen berasal dari populasi berdistribusi normal.

2. Uji hipotesis

Hasil analisis SPSS untuk gain ternormalisasi hasil belajar diperoleh nilai probabilitas

0,00. Karena nilai p value < 0,025 maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat peningkatan rata-

rata hasil belajar matematika ternormalisasi gain setelah penggunaan media animasi dengan

setting kooperatif pada materi pokok kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Segeri.

Hasil analisis SPSS untuk gain ternormalisasi motivasi belajar diperoleh nilai

probabilitas 0,00. Karena p value < 0,025 maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat

peningkatan rata-rata peningkatan motivasi belajar matematika ternormalisasi gain setelah

penggunaan media animasi dengan setting kooperatif pada materi pokok kubus dan balok pada siswa

kelas VIII SMP Negeri 1 Segeri.

E. Pencapaian Keefektifan Pembelajaran

Pencapaian keefektifan penerapan media animasi dengan setting kooperatif

ditentukan berdasarkan ketercapaian ketuntasan belajar, secara deskriptif terjadi peningkatan

hasil belajar dan motivasi minimal sedang, secara inferensial terjadi peningkatan yang

signifikan terhadap hasil belajar dan motivasi, dan ketercapaian keefektifan aktivitas siswa.
Pencapaian keefektifan penerapan media animasi dengan setting kooperatif dapat dilihat

pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18. Pencapaian Keefektifan Peneraan Media Animasi Dengan Setting


Kooperatif

No Aspek Kategori Pencapaian Keterangan


Ketuntasan belajar secara
1 93% Tuntas
klasikal
 Peningkatannya berada
Meningkat
dalam kategori sedang.
2 Hasil Belajar (kategori
 Terjadi peningkatan yang
Sedang)
signifikan.
 Peningkatannya berada
Meningkat
dalam kategori sedang.
3 Motivasi (kategori
 Terjadi peningkatan yang
Sedang)
signifikan.
 Tiap aspek pengamatan
aktivitas siswa berada
pada kriteria waktu ideal. Efektif
4 Aktivitas
 Skor aktivitas siswa (kategori tinggi)
berada pada kategori
tinggi

Adapun kategori keefektifan untuk masing-masing pembelajaran disajikan pada Tabel

4.19.

Tabel 4.19. Kategori keefektifan


Kelas Syarat Kategori

Hasil Belajar Sedang

Motivasi Sedang Efektif

Aktivitas Siswa Tinggi

Berdasarkan kriteria keefektifan pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa penerapan

media animasi dengan setting kooperatif efektif untuk diterapkan pada materi kubus dan

balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Segeri.


F. Pembahasan Hasil Penelitian Secara Teori

Keefektifan menekankan terhadap adanya efek suatu perlakuan terhadap sasaran perlakuan

tersebut. Tingkat dari adanya efek disebut efektifitas. Slamet (2001: 32) mendefenisikan efektifitas

sebagai ukuran yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai.

Jadi semakin tinggi efektifitas pembelajaran, maka semakin tinggi pula keefektifan perlakuan dalam

pembelajaran tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dengan merujuk pada keefektifan

suatu model pembelajaran yang dikaji dengan memfokuskan pada: 1) hasil belajar matematika, 2)

motivasi belajar, dan 3) aktivitas siswa. Jika dikaitkan dengan menerapkan suatu model

pembelajaran untuk melihat keefektifan suatu model pembelajaran, maka salah satu model

pembelajaran yang sesuai dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan

dengan pendapat Slavin yang mengungkapkan bahwa Pembelajaran kooperatif ini dapat

meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam

perilaku sosial. Siswa dimotivasi berani mengemukakan pendapat, menghargai pendapat

teman dan saling tukar pendapat. Jadi melalui pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk

bekerja sama dan melakukan interaksi sosial dan berkolaborasi selama proses pembelajaran

berlangsung. Sedangkan menurut Piaget dalam kerja kelompok tentunya terjadi interaksi sosial di

antara anggota kelompok. Dalam interaksi tersebut terjadi saling tukar menukar informasi. Ada yang

memberi informasi dan ada yang menerima informasi. Informasi yang diterima siswa tersebut akan di

asimilasi meliputi upaya memahami sesuatu yang baru dan mencocokkan dengan apa yang telah

diketahui. Jika informasi tersebut tidak sesuai dengan skema yang ada maka ia akan mendiskusikan

dengan teman kelompoknya, disinilah diadakan akomodasi yaitu membntuk skema baru yang cocok

dengan informasi yang baru atau memodifikasi skema yang ada sehigga cocok dengan informasi

tersebut

Selain menggunakan model pembelajaran kooperatif, hal terpenting yang dilihat

dalam penelitian ini adalah dengan mengaitkan media pembelajaran atau media animasi
dengan menggunakan komputer dalam menyajikan suatu materi. Hal ini sejalan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Bitter & Hatfield (Suherman, 2001 : 240) bahwa komputer sangat

bermanfat dalam meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, terutama untuk siswa yang

memiliki kemampuan rendah dan tinggi, dan membuat siswa senang belajar matematika. Sehingga

jika komputer digunakan dengan tepat dan efisien maka siswa dapat menjadi problem solver yang

handal, dapat meningkatkan pemahaman dan dapat memiliki kemampuan berfikir matematik yang

kuat. Sedangkan, Bruner berpendapat bahwa pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap

tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang

tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi

secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan

urutannya adalah sebagai berikut: 1) Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu

pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda

kongkret atau menggunakan situasi yang nyata. Jika dikaitkan dalam penelitian ini, khususnya pada

materi kubus dan balok sebelum menggunakan media animasi, terlebih dahulu menggunakan alat

peraga berupa benda-benda yang ada pada lingkungan sekolah. 2) Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap

pembelajaran sesuatu pengetahuan di mana pegetahuan itu direpresentasikan (diwujudkan) dalam

bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan

konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas. 3) Tahap simbolik, yaitu

suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol

abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-

orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata,

kalimat-kalimat) lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak lainnya. Jika

dikaitkan dengan penggunaan media animasi maka semua tahapan-tahapan yang terdapat pada teori

Bruner dalam penelitian ini saling berhubungan yakni pada tahap enaktif setiap siswa berada pada

situasi nyata yang secara langsung terdapat interaksi antara media yang teramati dengan kondisi siswa

dalam proses pembelajaran, pada tahap ikonik setelah melakukan pengamatan langsung terhadap

benda, maka siswa mampu mengkonstruk sendiri benda-benda yang berkaitan dengan masalah yang
diberikan, pada tahap simbolik setiap siswa telah mampu mengidentifikasi mengenai benda-benda

yang teramati serta mampu mengaitkan konsep-konsep yang terkait dalam memecahkan suatu

masalah yang berkaitan dengan kubus dan balok

Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari segi hasil

belajar, motivasi, dan aktivitas siswa setelah diajar dengan menggunakan media animasi

dengan setting kooperatif. Hasil analisis dekskriptif menunjukkan bahwa rata-rata hasil

belajar matematika yang diajar dengan media animasi dengan setting kooperatif

dikategorikan sedang. Hal ini dikarenakan, adanya penerapan media animasi yang merupakan

hal baru bagi siswa dan penggunaan model pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa

bekerja sama dalam mengembangkan kemampuan mengembangkan kemampuan berfikir

kreatifnya dalam memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pemikirannya, siswa

dituntut memiliki kemampuan untuk mensintesis masalah sehingga akhirnya dapat

menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik. Perbedaan lain hasil belajar dapat dilihat

adanya peningkatan antara hasil pretest dan posttest, pada hasil pretest menunjukkan bahwa

kemampuan awal siswa dalam memecahkan masalah kubus dan balok cenderung kurang

dalam hal mengkonstruk idenya dalam memecahkan masalah tersebut, ini dikarenakan

adanya ketidakpemahaman siswa mengenai konsep-konsep kubus dan balok yang tidak

tertanam dengan baik dipikiran siswa serta kecenderungan siswa tidak mampu

membayangkan gambaran awal mengenai konsep tersebut. Setelah diadakan perlakuan

dengan menggunakan media animasi terjadi perubahan pembelajaran siswa yang awalnya

kurang antusias dalam belajar menjadi aktif dalam menyimak setiap animasi-animasi yang

disajikan. Sehingga konsep-konsep yang awalnya dipahami secara abstrak dapat dipahami

melalui pengenalan konsep secara kongrit yang ditampilkan pada media animasi serta

antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran yang dikolaborasikan dengan model

pembelajaran kooperatif yang menuntut kerjasama setiap siswa sehingga memberikan hasil
posttest yang lebih baik dibandingkan pretest meskipun rata-rata hasil posttest berada pada

kategori sedang. Hasil posstest berada kategori sedang dikarenakan kelas yang dijadikan

kelas eksperimen adalah kelas yang berada pada kategori sedang pula melalui asumsi awal

dan wawancara dengan guru mata pelajaran.

Selain hasil belajar, penyebab adanya perbedaan adalah motivasi belajar, kemampuan

guru mengola pembelajaran, dan aktivitas siswa. Dari segi motivasi, telah diungkapkan

sebelumnya bahwa penerapan media animasi merupakan hal baru bagi siswa sehingga siswa

antusias dalam mengikuti pembelajaran, secara langsung dapat mengubah motivasi siswa

dalam mengikuti proses pembelajaran dan dapat dikaitkan dengan aktifitas-aktifitas siswa

cenderung mengarah pada hal positif dengan 1) Mendengarkan/memperhatikan penjelasan

guru, 2) Membaca/memahami materi pembelajaran, 3) Mengerjakan LKS, 4) Aktif

berdiskusi/mengajukan pertanyaan kepada teman atau guru dan memberikan bantuan

penjelasan kepada teman yang membutuhkan, 5) Mempresentasikan hasil kerja

kelompok/menanggapi jawaban kelompok lain, 6) Menarik kesimpulan/memperhatikan

pendapat teman. Dalam artian bahwa , siswa melakukan kegiatan positif selama pembelajaran

karena penggunaan media animasi yang disetting dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif merupakan hal yang baru bagi siswa.

Jadi penerapan media animasi dengan setting kooperatif berada pada kategori efektif

hal ini sesuai dengan tabel 4.20 dan tabel 4.21. dengan memperhatikan ketuntasan klasikal

sebesar 93%, hasil belajar mengalami peningkatan secara signifikan antara hasil pre-test

dengan post-test hal ini disebabkan karena penggunaan media animasi selama proses

pembelajaran yang berpengaruh pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang

merupakan hal baru dalam pembelajaran matematika serta berpengaruh terhadap motivasi

siswa. Sehingga penerapan media animasi dengan setting kooperatif efektif dalam

pembelajaran matematika khususnya pada materi kubus dan balok.


G. Keterbatasan Penelitian

Ada beberapa keterbatasan yang dialami selama pelaksanaan penelitian. Keterbatasan

yang dimaksud diuraikan sebagai berikut:

1. Instrumen dan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini hanya

melalui validasi yang dilakukan oleh dua tim ahli tanpa ada uji coba sebelum diterapkan

pembelajaran, sehingga instrumen dan perangkat pembelajaran memenuhi kevalidan

namun tidak diselidiki.

2. Pengamatan terhadap aktifitas siswa hanya dikonsentrasikan pada lima orang siswa,

sedangkan siswa lainnya tidak teralu diamati, sehingga aktivitas siswa yang muncul

belum tentu mencerminkan aktivitas siswa secara keseluruhan.

Media animasi yang digunakan belum mewakili keseluruhan materi kubus dan balok serta
guru telalu memfokuskan tampilan-tampilan animasi dibandingkan dengan pemahaman
konsep kubus dan balok, begitupun sebaliknya siswa cenderung lebih menfokuskan pada
animasi yang ada pada media.

Anda mungkin juga menyukai