Bab ini menyajikan data hasil penelitian penerapan media animasi dengan setting
koopetatif pada materi pokok kubus dan balok siswa SMP Negeri 1 Segeri dan
pembahasannya. Alat pengumpul data yang digunakan adalah 1) tes hasil belajar, 2) angket
motivasi siswa, 3) lembar observasi aktifitas siswa, dan 4) lembar observasi aktifitas guru.
Tes hasil belajar yang diberikan kepada siswa berupa soal essai untuk member
informasi bagaimana keefektifan penerapan media animasi dengan setting koopetatif pada
materi pokok kubus dan balok. Kemudian obserfasi digunakan untuk melihat bagaimana
aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran berlangsung melalui penerapan media
animasi dengan setting koopetatif pada materi pokok kubus dan balok. Sebagaimana yang
dituliskan pada Bab III, bahwa penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu maka akan
di uraikan tahapan-tahapan yang telah di lakukan sehingga sampai pada pembahasan hasil
penelitian. Tahapan yang dimaksud adalah: 1) hasil validasi perangkat pembelajaran, dan
Salah satu kriteria utama untuk menentukan dipakai tidaknya suatu perangkat dan
instrument pembelajaran adalah hasil validasi oleh ahli. Perangkat pembelajaran yang
lembar Observasi aktivitas siswa, 3) lembar observasi aktivitas guru, dan 4) angket motivasi.
Penilaian para ahli umumnya berupa pemberian skor terhadap aspek yang dinilai dan catatan-
catatan kecil pada bagian yang perlu diperbaiki. Sebelum diberikan penilain, dalam proses
validasi dilakukan pembimbingan guna untuk memperbaiki bagian-bagian yang masih kurang
Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi RPP secara garis besar adalah
adalah rumusan kompetensi dasar, indikator pencapaian kompetensi dasar, isi dan kegiatan
pembelajaran, bahasa, waktu dan penutup. Hasil validasi terhadap RPP dapat dilihat pada
lampiran 2, rangkuman hasil validasi RPP untuk setiap aspek pengamatan dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam
kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka RPP dinyatakan
memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum mengindikasikan bahwa RPP dapat
digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada
beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan RPP yakni ubah kegiatan
siswa pada setiap RPP, ingat siswa harus aktif belajar bukan hanya mendengar penjelasan
guru.
garis besar adalah format, isi, dan bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 2, rangkuman hasil validasi LKS untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Berdasarkan Tabel 4.2, nilai rata-rata penilaian LKS untuk semua aspek adalah 3,17.
Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam
kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka LKS dinyatakan
memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum mengindikasikan bahwa LKS dapat
digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun ada
beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan buku siswa antara lain
ketidaksesuaian dengan ejaan bahasa Indonesia, beberapa koreksi terhadap kejelasan arah,
komentar dan penyelesaian masalah, namun tetap tidak mengubah makna kata tersebut, dan
Tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa kelas VIIIA SMP
Negeri I Segeri dalam menguasai materi kubus dan balok setelah mengalami proses belajar
mengajar dalam jangka waktu tertentu. Tes hasil belajar disusun dengan mengacu pada
kompetensi dasar dan indikator. Tes ini merupakan tes uraian yang terdiri atas 5 soal.
Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi THB adalah aspek isi, dan
bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil
validasi THB untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Berdasarkan Tabel 4.3, nilai rata-rata penilaian THB untuk semua aspek adalah 3,21.
Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk dalam
kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka THB dinyatakan
dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi kriteria kevalidan, namun
ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk kesempurnaan buku siswa antara lain
beberapa kalimat pada pertanyaan yang perlu diperjelas dan bahasa yang digunakan harus
menggunakan bahasa yang dikenal siswa, namun tetap tidak mengubah makna kata tersebut.
Lembar observasi aktivitas siswa digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dari
dalam memvalidasi lembar observasi aktivitas siswa adalah aspek petunjuk, bahasa, dan isi.
Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil validasi
aktivitas siswa untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat pada Tabel 4.4
Berdasarkan Tabel 4.4, nilai rata-rata penilaian angket aktivitas siswa untuk semua
aspek adalah 3,35. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini
termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka
angket aktivitas siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum
mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi
kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk
kesempurnaan angket keterampilan sosial diantaranyaperlu adanya batasan/penjelasan tiap-
tiap aspek pengamatan agar pengamat dapat membedakan dengan jelas aspek-aspek
pengamatan tersebut.
adalah aspek petunjuk, bahasa, dan isi. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada
lampiran 3, rangkuman hasil validasi aktivitas guru untuk setiap aspek penilaian dapat dilihat
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai rata-rata penilaian angket aktivitas guru untuk semua
aspek adalah 3,24. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini
termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka
angket aktivitas guru dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan. Sedangkan penilaian umum
mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah memenuhi
kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk
adalah firmat skala motivasi belajar, isi /materi, bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat
dilihat pada lampiran 3, rangkuman hasil validasi skala motivasi untuk setiap aspek penilaian
Berdasarkan Tabel 4.6, nilai rata-rata penilaian observasi skala motivasi untuk semua
aspek adalah 3,26. Berdasarkan kriteria kevalidan yang dituliskan pada Bab III, nilai ini
termasuk dalam kategori “valid” ( 2,5 x 3,5 ). Dengan demikian dari semua aspek maka
umum mengindikasikan bahwa dapat digunakan dengan revisi kecil. Walaupun sudah
memenuhi kriteria kevalidan, namun ada beberapa saran ahli yang perlu diperhatikan untuk
B. Pemilihan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 1 Segeri. Pemilihan sampel pada penelitian
ini menggunakan cluster random sampling. Kelas eksperimen yang dipilih adalah kelas
VIIIA, terpilihnya kelas tersebut berdasarkan pengalaman peneliti selama mengajar di SMP
Negeri 1 Segeri serta informasi dari guru bidang studi matematika bahwa kecenderungan
kelas VIIIA pada mata pelajaran matematika memiliki rata- rata nilai pada kategori sedang.
Pengalaman guru matematika selama ini bahwa penyajian materi kubus dan balok sebagian
besar siswa kurang memahami. Banyaknya sampel pada kelas VIIIA adalah 30 siswa yang
terdiri dari 7 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan yang akan diajarkan dengan
motivasi dan hasil belajar siswa yang diajar dengan setting kooperatif
1. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Siswa yang Diajar dengan Media Animasi
dengan Setting Kooperatif.
Data pretest dan posttest siswa yang diajar dengan setting kooperatif, disajikan secara
Tabel 4.7. Statistik Nilai Pre-Test, Post-Test dan Gain Hasil Belajar Siswa
Berdasarkan data hasil belajar matematika siswa pada pre-test terlihat bahwa nilai
mean 30,07, sedangkan pada post-test terlihat bahwa nilai mean 77,91. Secara deskriptif
dapat dikatakan bahwa kemampuan siswa pada kelas VIIIA menjadi lebih baik daripada
kooperatif.
Besarnya peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media
animasi dengan setting kooperatif yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi dapat
Koefisien normalisasi
Klasifikasi Frekuensi Persentase
gain
g < 0,3 Rendah - 0%
0,3 ≤ g < 0,7 Sedang 14 47%
g ≥ 0,7 Tinggi 16 53%
Jumlah 20 100%
Berdasarkan Tabel 4.8, tampak bahwa peningkatan hasil belajar siswa yang diajar
dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif sebagian besar berada dalam
kategori tinggi yaitu sebanyak 16 orang, dan 14 orang berada dalam kategori sedang.
Berdasarkan nilai rata-rata pretest dan posttest siswa pada tabel 4.7, maka peningkatan hasil
belajar siswa yang dihitung dengan rumus gain ternormalisasi sebesar 0,68. Hal ini berarti,
peningkatan hasil belajar siswa yang diajar dengan menggunakan media animasi setting
Segeri yakni 70, maka tingkat pencapaian ketuntasan hasil belajar matematika siswa secara
klasikal pada kelas eksperimen yang di ajar dengan menggunakan media animasi dengan
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Nilai Pre-Test dan Post-test Berdasarkan Pencapaian KKM
(70)
Peningkatan hasil belajar siswa juga dapat dilihat dari peningkatan persentase siswa
yang mencapai ketuntasan, pada Tabel 4.9 terlihat dari tidak ada siswa yang tuntas, sesudah
diajar dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif menjadi 93% siswa
mencapai ketuntasan. Sementara, ketuntasan penguasaan bahan ajar matematika siswa secara
klasikal tercapai bila paling sedikit 85% siswa di kelas tersebut telah tuntas.
2. Deskripsi Peningkatan Motivasi Belajar Siswa yang Diajar dengan Media Animasi
dengan Setting Kooperatif.
Berdasarkan hasil analisis angket motivasi belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan media animasi dengan setting kooperatif, diperoleh data seperti pada Tabel
4.10.
Tabel 4.10. Statistik Nilai Pre-Angket,Post-Angket dan Gain Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan data motivasi belajar matematika siswa pada pre-test terlihat bahwa nilai
mean 47,06, sedangkan pada post-test terlihat bahwa nilai mean 61,73. Secara deskriptif
dapat dikatakan bahwa motivasi belajar siswa pada kelas VIIIA menjadi lebih baik daripada
Adapun klasifikasi peningkatan motivasi belajar siswa disajikan pada Tabel 4.11.
Berdasarkan Tabel 4.11, tampak bahwa peningkatan motivasi belajar siswa yang
diajar menggunakan media animasi dengan setting kooperatif sebagian besar berada dalam
kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang, 6 orang berada dalam kategori tinggi, dan 2 orang
berada dalam kategori rendah. Berdasarkan nilai rata-rata pretest dan posttest siswa pada
Tabel 4.10, maka peningkatan motivasi belajar siswa yang dihitung dengan rumus gain
ternormalisasi sebesar 0,44. Hal ini berarti, peningkatan motivasi belajar siswa yang diajar
menggunakan meda animasi dengan model kooperatif berada dalam kategori sedang.
Data aktivitas siswa diperoleh melalui instrumen observasi aktivitas siswa yang
dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Indikator aktivitas siswa terdiri dari 6
aspek observasi yang didasarkan pada karakteristik pembelajaran yang diterapkan pada
masing-masing kelas. Observasi dilaksanakan dengan cara mengamati setiap aktivitas siswa
berdasarkan petunjuk pada instrumen pengamatan yang dilakukan pada setiap pertemuan.
Data yang diperoleh dari instrumen tersebut dirangkum pada setiap akhir pertemuan. Hasil
Berdasarkan Tabel 4.12, dapat dideskripsikan bahwa aktivitas siswa yang berkaitan
dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif untuk 7 aspek yang diamati
telah memenuhi persentase waktu ideal. Dengan demikian menurut kriteria keefektifan
Secara rinci hasil pengamatan setiap aktivitas pada kelas VIIIA yang diajar
kategori efektif.
3) Mengerjakan LKS, diperoleh rata-rata 14,9 dan berada pada kategori efektif.
7) Perilaku yang tidak relevan dengan KBM, misalnya tidak memperhatikan penjelasan guru
Adapun skor rata-rata aktivitas siswa untuk setiap pertemuan pada kelas eksperimen
yang dikonversi berdasarkan rubrik penilaian aktivitas siswa dapat dilihat pada Tabel 4.13.
Rekapitulasi aktivitas siswa berdasarkan kategori aspek aktivitas disajikan pada Tabel
4.14.
Berdasarkan Tabel 4.14, nilai rata-rata aktivitas siswa untuk semua aspek adalah
23,55. Berdasarkan kriteria pengkategorian yang dituliskan pada Bab III, nilai ini termasuk
dalam kategori “tinggi”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa pada
kelas eksperimen dengan menggunakan media animasi dengan setting kooperatif secara
Aktivitas guru yang diobservasi adalah aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran
pada kelas eksperimen yang menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media animasi
dengan setting kooperatif. Adapun observasi terhadap Aktivitas guru dalam penelitian ini
mengacu pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang terbagi atas tiga bagian utama
yaitu:
a. Bagian Pendahuluan.
c. Bagian Penutup.
pembelajaran selama lima kali pertemuan mengacu pada lima kategori penilaian sebagai
berikut: ‘1” : berarti “kurang baik”, “2” : berarti “cukup baik” , “3” : berarti “baik” dan “4” :
berarti “sangat baik”. Rekapitulasi skor hasil observasi masing-masing observer dan rata-rata
skor hasil observasi observer selama lima kali pertemuan secara rinci dapat dilihat pada
lampiran 1. Sedangkan gambaran umum dari penilaian masing-masing aspek aktivitas guru
Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan awal dalam
Pada pertemuan pertama dan kedua, aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran
tergolong pada kategotori Baik. Sedangkan pada pertemuan ketiga, keempat, kelima, dan
keenam aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada kategori Sangat Baik.
Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali pertemuan termasuk dalam
kategori efektif.
Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan inti dalam proses
Pada pertemuan pertama, dan kedua, aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran
tergolong pada kategori Baik. Sedangkan pada pertemuan ketiga, keempat, kelima, dan
keenam aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada kategori Sangat Baik.
Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali pertemuan termasuk dalam
kategori efektif.
Hasil observasi terhadap keterlaksanaan aktivitas guru pada kegiatan akhir dalam
Pada setiap pertemuan aktifitas guru dalam mengelola pembelajaran tergolong pada
kategotori Sangat Baik. Berdasarkan kriteria keefektifan yang ditetapkan pada Bab III, maka
kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran pada bagian pendahuluan selama 6 kali
Sebelum melakukan analisis statistika inferensial telebih dahulu dilakukan uji normalitas dan
uji homogenitas.
1. Uji Normalitas
Untuk menguji normalitas digunakan data gain dari nilai pretest dan posttest. Hasil
perhitungan untuk nilai gain hasil belajar pada kelas kelas VIIIA diperoleh nilai p-value > α
yaitu 0,117 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data hasil belajar pada kedua kelas
2. Uji hipotesis
Hasil analisis SPSS untuk gain ternormalisasi hasil belajar diperoleh nilai probabilitas
0,00. Karena nilai p value < 0,025 maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat peningkatan rata-
rata hasil belajar matematika ternormalisasi gain setelah penggunaan media animasi dengan
setting kooperatif pada materi pokok kubus dan balok pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Segeri.
Hasil analisis SPSS untuk gain ternormalisasi motivasi belajar diperoleh nilai
probabilitas 0,00. Karena p value < 0,025 maka H0 ditolak. Hal ini berarti terdapat
penggunaan media animasi dengan setting kooperatif pada materi pokok kubus dan balok pada siswa
hasil belajar dan motivasi minimal sedang, secara inferensial terjadi peningkatan yang
signifikan terhadap hasil belajar dan motivasi, dan ketercapaian keefektifan aktivitas siswa.
Pencapaian keefektifan penerapan media animasi dengan setting kooperatif dapat dilihat
4.19.
media animasi dengan setting kooperatif efektif untuk diterapkan pada materi kubus dan
Keefektifan menekankan terhadap adanya efek suatu perlakuan terhadap sasaran perlakuan
tersebut. Tingkat dari adanya efek disebut efektifitas. Slamet (2001: 32) mendefenisikan efektifitas
sebagai ukuran yang menyatakan sejauh mana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai.
Jadi semakin tinggi efektifitas pembelajaran, maka semakin tinggi pula keefektifan perlakuan dalam
pembelajaran tersebut. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dengan merujuk pada keefektifan
suatu model pembelajaran yang dikaji dengan memfokuskan pada: 1) hasil belajar matematika, 2)
motivasi belajar, dan 3) aktivitas siswa. Jika dikaitkan dengan menerapkan suatu model
pembelajaran untuk melihat keefektifan suatu model pembelajaran, maka salah satu model
pembelajaran yang sesuai dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan
dengan pendapat Slavin yang mengungkapkan bahwa Pembelajaran kooperatif ini dapat
meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong menolong dalam
teman dan saling tukar pendapat. Jadi melalui pembelajaran kooperatif siswa dituntut untuk
bekerja sama dan melakukan interaksi sosial dan berkolaborasi selama proses pembelajaran
berlangsung. Sedangkan menurut Piaget dalam kerja kelompok tentunya terjadi interaksi sosial di
antara anggota kelompok. Dalam interaksi tersebut terjadi saling tukar menukar informasi. Ada yang
memberi informasi dan ada yang menerima informasi. Informasi yang diterima siswa tersebut akan di
asimilasi meliputi upaya memahami sesuatu yang baru dan mencocokkan dengan apa yang telah
diketahui. Jika informasi tersebut tidak sesuai dengan skema yang ada maka ia akan mendiskusikan
dengan teman kelompoknya, disinilah diadakan akomodasi yaitu membntuk skema baru yang cocok
dengan informasi yang baru atau memodifikasi skema yang ada sehigga cocok dengan informasi
tersebut
dalam penelitian ini adalah dengan mengaitkan media pembelajaran atau media animasi
dengan menggunakan komputer dalam menyajikan suatu materi. Hal ini sejalan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Bitter & Hatfield (Suherman, 2001 : 240) bahwa komputer sangat
bermanfat dalam meningkatkan keterampilan memecahkan masalah, terutama untuk siswa yang
memiliki kemampuan rendah dan tinggi, dan membuat siswa senang belajar matematika. Sehingga
jika komputer digunakan dengan tepat dan efisien maka siswa dapat menjadi problem solver yang
handal, dapat meningkatkan pemahaman dan dapat memiliki kemampuan berfikir matematik yang
kuat. Sedangkan, Bruner berpendapat bahwa pengetahuan itu perlu dipelajari dalam tahap-tahap
tertentu, agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang
tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi
secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga tahap, yang macamnya dan
urutannya adalah sebagai berikut: 1) Tahap enaktif, yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu
pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda
kongkret atau menggunakan situasi yang nyata. Jika dikaitkan dalam penelitian ini, khususnya pada
materi kubus dan balok sebelum menggunakan media animasi, terlebih dahulu menggunakan alat
peraga berupa benda-benda yang ada pada lingkungan sekolah. 2) Tahap Ikonik, yaitu suatu tahap
bentuk bayangan visual (visual imagery), gambar, atau diagram, yang menggambarkan kegiatan
konkret atau situasi konkret yang terdapat pada tahap enaktif tersebut di atas. 3) Tahap simbolik, yaitu
suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol
abstrak (Abstract symbols yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-
orang dalam bidang yang bersangkutan), baik simbol-simbol verbal (Misalnya huruf-huruf, kata-kata,
dikaitkan dengan penggunaan media animasi maka semua tahapan-tahapan yang terdapat pada teori
Bruner dalam penelitian ini saling berhubungan yakni pada tahap enaktif setiap siswa berada pada
situasi nyata yang secara langsung terdapat interaksi antara media yang teramati dengan kondisi siswa
dalam proses pembelajaran, pada tahap ikonik setelah melakukan pengamatan langsung terhadap
benda, maka siswa mampu mengkonstruk sendiri benda-benda yang berkaitan dengan masalah yang
diberikan, pada tahap simbolik setiap siswa telah mampu mengidentifikasi mengenai benda-benda
yang teramati serta mampu mengaitkan konsep-konsep yang terkait dalam memecahkan suatu
Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa adanya perbedaan dari segi hasil
belajar, motivasi, dan aktivitas siswa setelah diajar dengan menggunakan media animasi
dengan setting kooperatif. Hasil analisis dekskriptif menunjukkan bahwa rata-rata hasil
belajar matematika yang diajar dengan media animasi dengan setting kooperatif
dikategorikan sedang. Hal ini dikarenakan, adanya penerapan media animasi yang merupakan
hal baru bagi siswa dan penggunaan model pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa
kreatifnya dalam memecahkan berbagai masalah yang ada dalam pemikirannya, siswa
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan baik. Perbedaan lain hasil belajar dapat dilihat
adanya peningkatan antara hasil pretest dan posttest, pada hasil pretest menunjukkan bahwa
kemampuan awal siswa dalam memecahkan masalah kubus dan balok cenderung kurang
dalam hal mengkonstruk idenya dalam memecahkan masalah tersebut, ini dikarenakan
adanya ketidakpemahaman siswa mengenai konsep-konsep kubus dan balok yang tidak
tertanam dengan baik dipikiran siswa serta kecenderungan siswa tidak mampu
dengan menggunakan media animasi terjadi perubahan pembelajaran siswa yang awalnya
kurang antusias dalam belajar menjadi aktif dalam menyimak setiap animasi-animasi yang
disajikan. Sehingga konsep-konsep yang awalnya dipahami secara abstrak dapat dipahami
melalui pengenalan konsep secara kongrit yang ditampilkan pada media animasi serta
pembelajaran kooperatif yang menuntut kerjasama setiap siswa sehingga memberikan hasil
posttest yang lebih baik dibandingkan pretest meskipun rata-rata hasil posttest berada pada
kategori sedang. Hasil posstest berada kategori sedang dikarenakan kelas yang dijadikan
kelas eksperimen adalah kelas yang berada pada kategori sedang pula melalui asumsi awal
Selain hasil belajar, penyebab adanya perbedaan adalah motivasi belajar, kemampuan
guru mengola pembelajaran, dan aktivitas siswa. Dari segi motivasi, telah diungkapkan
sebelumnya bahwa penerapan media animasi merupakan hal baru bagi siswa sehingga siswa
antusias dalam mengikuti pembelajaran, secara langsung dapat mengubah motivasi siswa
dalam mengikuti proses pembelajaran dan dapat dikaitkan dengan aktifitas-aktifitas siswa
pendapat teman. Dalam artian bahwa , siswa melakukan kegiatan positif selama pembelajaran
karena penggunaan media animasi yang disetting dengan menggunakan model pembelajaran
Jadi penerapan media animasi dengan setting kooperatif berada pada kategori efektif
hal ini sesuai dengan tabel 4.20 dan tabel 4.21. dengan memperhatikan ketuntasan klasikal
sebesar 93%, hasil belajar mengalami peningkatan secara signifikan antara hasil pre-test
dengan post-test hal ini disebabkan karena penggunaan media animasi selama proses
pembelajaran yang berpengaruh pada aktivitas siswa selama proses pembelajaran yang
merupakan hal baru dalam pembelajaran matematika serta berpengaruh terhadap motivasi
siswa. Sehingga penerapan media animasi dengan setting kooperatif efektif dalam
1. Instrumen dan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini hanya
melalui validasi yang dilakukan oleh dua tim ahli tanpa ada uji coba sebelum diterapkan
2. Pengamatan terhadap aktifitas siswa hanya dikonsentrasikan pada lima orang siswa,
sedangkan siswa lainnya tidak teralu diamati, sehingga aktivitas siswa yang muncul
Media animasi yang digunakan belum mewakili keseluruhan materi kubus dan balok serta
guru telalu memfokuskan tampilan-tampilan animasi dibandingkan dengan pemahaman
konsep kubus dan balok, begitupun sebaliknya siswa cenderung lebih menfokuskan pada
animasi yang ada pada media.