Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ilmu pengetahuan telah begitu pesat perkembangannya pada saat ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terjadi selama ini tidaklah berlangsung secara
tiba-tiba, tetapi terjadinya tahap demi tahap. Perkembangan itu terjadi karena manusia
selalu dihadapkan pada tantangan alam, situasi dan kondisi yang memacu daya
kreativitasnya. Selalu terdapat dorongan untuk membuat manusia melangkah ke arah
kemajuan dan dorongan tersebut adalah rasa ingin tahu. Semua hal yang terjadi
sampai sekarang ini merupakan rangkaian panjang sejarah peradaban manusia.
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan tersebut telah menghadirkan tantangan
bagi seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan. Pendidikan saat
ini dihadapkan pada berbagai tantangan yang sangat kompleks, salah satunya adalah
peningkatan sumber daya manusia yang mampu bersaing dan berkiprah di era
globalisasi ini.
Sebagai jawaban dari tantangan di atas, maka penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi di masa depan adalah prioritas utama, ini karena sangat menentukan
kejayaan sebuah bangsa. Seperti pepatah mengatakan knowledge is power
bermakna penguasaan ilmu pengetahuan akan dapat mencapai kemajuan berbagai
bidang. Lembaga pendidikan sebagai suatu institusi yang bertujuan untuk
meningkatkan sumber daya manusia diharapkan mampu memberikan yang terbaik
1

dengan melakukan terobosan penguasaan ilmu pengetahuan dilanjutkan upaya


perbaikan dengan tujuan untuk peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik.
Sejak tahun 2004 pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional
berupaya menyusun kurikulum pendidikan yang dapat memenuhi tuntutan pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan terus melakukan
penyempurnaan, hingga mulai tahun 2006 sampai saat ini tertuang dalam sebuah
kurikulum yang disebut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sebagai
implikasi dari kurikulum tersebut, maka pelaksanaan utama secara operasional
kembali ke sekolah, tentu dalam hal ini guru. Untuk mewujudkan pelaksanaan
kurikulum tersebut, pembelajaran harus dilaksanakan dengan menggunakan
pendekatan multistrategi, maupun menggunakan multimedia.
Sekolah sebagai pusat pendidikan perlu mengambil sikap untuk menjawab
tantangan tersebut. Sekolah dituntut menghasilkan lulusan yang mampu
berkompetensi guna menghadapi persaingan baik tingkat lokal maupun global.
Sehingga sekolah diharapkan menyediakan sarana dan prsarana yang mendukung
proses pembelajaran serta menyiapkan berbagai media pengajaran yang tepat untuk
membantu pelaksanaan proses belajar mengajar guru di kelas, dan perubahan
disesuaikan dengan perkembangan pembelajaran dewasa ini.
Selanjutnya guru juga merupakan salah satu pelaku yang dapat menentukan
tinggi rendahnya mutu pendidikan, disebabkan gurulah yang paling
bertanggungjawab pada proses kegiatan belajar-mengajar secara langsung di kelas.
Tanggung jawab tersebut antara lain dalam memilih metode, model pembelajaran

yang mengarah pada perencanaan pembelajaran di kelas, mulai dari mempersiapkan


perangkat pembelajaran, media dan alat bantu yang tepat, sampai alat evaluasi yang
mengarah pada upaya mencapai tujuan pembelajaran secara maksimal.
Banyaknya guru yang masih menggunakan cara mengajar secara
konvensional, sedangkan media pembelajaran telah tersedia dengan mudah dan
murah, serta strategi, metode pembelajaran terus berkembang dengan sangat cepat
yang tidak diterapkan secara maksimal oleh guru, mengakibatkan proses dan hasil
belajar belum maksimal. Pembelajaran konvensional tersebut masih mendominasi
pembelajaran, tanpa banyak melibatkan komponen-komponen belajar, kalaupun ada
guru yang melakukan cara pembelajaran yang baru, tetapi masih belum maksimal.
Hal itu karena kurangnya pemahaman dan kemampuan guru memanfatkan media
maupun sumber belajar yang mudah diperoleh dan murah tersebut, serta dalam
menerapkan strategi pembelajaran, padahal untuk materi tertentu dalam pengajaran,
guru dapat melakukan inovasi baru untuk pelaksanaan pembelajarannya.
Demikian juga pembelajaran matematika saat ini masih didominasi
pengajaran konvensional. Pada pengajaran ini, peran guru sangat dominan dalam
menyajikan materi. Biasanya setelah menyajikan materi, dan memberikan contoh soal
kemudian guru meminta beberapa orang siswa mengerjakan soal di papan tulis terkait
materi yang baru saja dijelaskan. Siswa yang mampu mengerjakan dengan baik akan
lebih termotivasi, tetapi bagi siswa yang tidak mampu mengerjakan soal tersebut akan
mendapat perlakuan negatif, baik dari guru maupun sesama temannya. Hal ini
menyebabkan ketidakseimbangan diantara peserta didik untuk menguasai materi

pelajarannya dengan baik, dan berakibat pula menempatkan guru sebagai satusatunya pusat pembelajaran.
Ketidakseimbangan tersebut antara lain juga ditandai adanya rentang nilai
yang sangat jauh pada hasil belajar antar siswa dalam kelas. Selain itu, pembelajaran
seperti tersebut di atas juga akan membuat siswa belajar secara individualitas dan
kompetitif yang kurang sehat. Hal itu akan berakibat rendahnya kualitas pembelajaran
matematika di sekolah, juga merupakan salah satu gambaran aktivitas proses dan
hasil pembelajaran sangat terkait banyak dengan berbagai unsur pembelajaran
matematika itu sendiri. Oleh karena proses dan hasil belajar mengajar merupakan
jantungnya pendidikan yang harus diperhitungkan karena pada kegiatan pembelajaran
disinilah transformasi berbagai konsep, nilai serta materi-materi pembelajaran
dilakukan secara menyeluruh. Berbeda dengan proses pembelajaran konvensional
yang mengandalkan guru sebagai sumber belajar yang pertama dan utama sedangkan
sumber lain hanyalah pelengkap untuk kegiatan pembelajaran.
Berdasar hasil observasi awal peneliti, kualitas pembelajaran matematika di
SMA khususnya di SMA Negeri 4 Watampone belum maksimal. Indikatornya adalah
masih rendahnya hasil belajar matematika pokok materi persamaan lingkaran yang
dicapai peserta didik pada siswa kelas XI-IPA3 tahun pelajaran 2011/2012 yaitu dari
38 siswa yang mengikuti tes, hanya 10 siswa (26,3%) yang memperoleh nilai di atas
KKM (kriteria ketuntasan minimal) yaitu 70. Selebihnya 28 siswa (73,7%) tidak
mencapai nilai KKM, bahkan beberapa siswa hanya mampu menulis soal ujiannya

tanpa memberikan jawaban. Faktor-faktor penyebabnya dapat diidentifikasikan antara


lain:
1. Guru tidak dapat mengkomunikasi ide yang ada pada dirinya untuk disampaikan
pada siswa melalui media maupun alat peraga yang tepat;
2. Guru tidak tepat menyampaikan pelajarannya, baik dalam menggunakan metode,
pendekatan, maupun model pembelajaran serta kurang memberikan soal-soal
latihan;
3. Kurangnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, ditandai dari perilaku
malu bertanya, tidak mampu menyampaikan ide-ide yang lebih tepat kapada guru
tentang materi yang belum dimengerti;
Keadaan di atas akhirnya berakibat siswa tidak paham bagaimana cara proses
bentuk geometri ke dalam model matematika. Di samping itu, berdasarkan
pengalaman penulis selama mengajar di SMA Negeri 4 Watampone, masih banyak
siswa yang terdiam pada saat guru bertanya, apakah kalian sudah mengerti atas
penjelasan materi yang Bapak sampaikan?, dan apakah perlu Bapak ulangi sekali
lagi? kemudian dilanjutkan apakah ada yang ingin bertanya?. Kebanyakan
mengatakan sudah mengerti dan tidak perlu diulang, dan sebagai guru selanjutnya
memberikan tugas yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, tanpa mengecek
lebih dalam lagi atas jawaban yang disampaikan oleh siswa, bahkan ada siswa yang
merasa, jangan sampai dia akan ditanya ulang oleh guru jika terlalu banyak
memberikan pertanyaan atau pernyataan, padahal sesungguhnya belum paham
penjelasan guru.

Sebagai subjek dalam kegiatan pembelajaran dengan jumlah siswa setiap


kelas yang besar (lebih dari 32 siswa/kelas), guru akan mengalami kendala untuk
menyampaikan pelajaran, sebab peserta didik diharapkan untuk selalu aktif
memproses dan mengolah apa yang telah diperolehnya selama belajar. Untuk dapat
memperoses dan mengolah belajar secara efektif dengan banyaknya jumlah siswa
tersebut maka pembelajaran dituntut untuk selalu aktif secara fisik, intelektual, dan
emosional. Hal pokok yang bisa dilakukan mewujudkan itu adalah memanfaatkan
media dan mencari informasi yang dibutuhkan, melakukan analisis. Dengan
pemanfaatan media, peserta didik diharapkan ingin tahu hasil yang diperoleh dari
media dan informasi itu, bermanfaat atau tidak buat dirinya.
Seperti tersebut di atas, salah satu cara untuk mengaktifkan dan
menumbuhkan rangsangan dari sebuah informasi yang ada pada diri siswa dan
meningkatkan aktivitas kegiatan siswa dalam belajar matematika adalah dengan
media yang tepat, maka penerapan multimedia berbasis teknologi informasi dan
komunikasi (selanjutnya TIK) adalah hal yang perlu dimanfaatkan dan dilaksanakan.
Karena penerapan multimedia berbasis TIK melalui media komputer setidaknya
mampu menjelaskan lebih detail materi pembelajaran dan dapat melakukan interaktif
dengan penggunanya secara berulang sesuai kehendak peserta didik, sehingga hal ini
dapat dikembangkan. Selain itu, dengan komputer dapat menjadi alternatif untuk
mengatasi berbagai persoalan pembelajaran di kelas.
Walaupun sistem pendidikan di Indonesia keberadaannya sangat heterogen
karena terbentur masalah geografis yang sangat luas, yang juga berpengaruh besar

terhadap kemajuan dan perkembangan TIK. Dengan demikian pembelajaran


matematika yang berkualitas sangat memungkinkan diperoleh dengan penerapan
multimedia berbasis TIK setting kooperatif dalam pembelajaran, karena siswa aktif
dan terlibat langsung secara menyeluruh dalam kegiatan pembelajaran tersebut
bersama teman kelompoknya dengan mengekplorasi multimedia yang ditampilkan di
komputer.
Oleh karena pembelajaran merupakan proses komunikasi dan berlangsung
dalam suatu sistem, maka media pembelajaran menempati posisi yang cukup penting
sebagai salah satu komponen pembelajaran tersebut. Tanpa media, komunikasi tidak
akan dapat berjalan dengan baik dan optimal. Peran media dapat diketahui
berdasarkan adanya kelebihan media dan hambatan yang mungkin terjadi selama
media tersebut digunakan dalam pembelajaran. Ketepatan pemilihan media dan
metode pembelajaran akan sangat berpengaruh terhadap kualitas sebuah
pembelajaran.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, beberapa inovasi baru dalam dunia
pendidikan utamanya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika
semakin banyak bermunculan, seiring dengan perkembangan TIK dalam dunia
pendidikan, khususnya pembelajaran matematika. Perkembangannya memberikan
tantangan sekaligus kesempatan bagi pengajar dan peserta didik agar dapat digunakan
secara efektif dalam pembelajaran di kelas. Tidak dapat dipungkiri, penyebaran
sekaligus pemanfaatan multimedia berbasis TIK dalam dunia pendidikan mata
pelajaran matematika telah berkembang dengan pesat di banyak negara. Karena

perkembangannya yang pesat tersebut, multimedia berbasis TIK dipandang sebagai


suatu hal yang mampu memberikan tantangan sekaligus kesempatan.
Untuk mengaktifkan dan menumbuhkan rangsangan belajar yang ada pada
diri peserta didik dan meningkatkan aktivitas kegiatan peserta didik dalam belajar
matematika adalah dengan melibatkan peserta didik dalam kompok belajar untuk
menyelesaikan masalah-masalah matematika. Penerapan setting kooperatif ini akan
memberi dampak tumbuhnya kepercayaan diri siswa untuk memecahkan masalah
matematika secara bersama-sama, sehingga pada saat Ujian Akhir Nasional, siswa
tidak lagi berharap adanya sumber jawaban dari pihak lain terutama dari jawabanjawaban melalui SMS yang tidak dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.
Peneliti yang juga guru di SMA Negeri 4 Watampone kabupaten Bone pada
2011/2012 memperoleh data guru yang telah memanfaatkan/memakai LCD Projector,
dari 79 guru mata pelajaran dan termasuk 6 guru mata pelajaran matematika hanya
terdapat 18 guru mata pelajaran yang memanfaatkan LCD dan termasuk di dalamnya
hanya 2 guru matapelajaran matematika yang menerapkan pembelajaran berbasis TIK
dalam pembelajarannya di kelas. 18 guru tersebut sebanyak 4 guru matapelajaran TIK
memanfaatkan LCD Projector secara kontinu, dan hal ini memungkinkan mereka
lakukan karena LCD tersimpan di laboratorium komputer secara permanen yang
setiap waktu mengajar dapat mereka gunakan. Sedangkan LCD Projector yang
lainnya lebih banyak dipakai pada kegiatan-kegiatan non pembelajaran di kelas
seperti rapat, seminar, workshop.

Hal yang sangat menggembirakan, beberapa guru mata pelajaran telah


memiliki multimedia pembelajaran berbasis TIK, namun belum maksimal digunakan
dalam pembelajarannya, hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan guru tersebut
dalam mengopersikan multimedia dan peralatan pendukungnya, padahal LCD
Projector yang tersedia sebanyak 7 (tujuh) buah dan 2 (dua) buah LCD Projector
milik pribadi guru serta telah didukung oleh kapasitas daya listrik yang cukup untuk
memanfaatkan LCD dalam pembelajaran di kelas.
Menurut Rusman (2011: 2) beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
efektivitas pembelajaran dengan menggunakan ICT lebih baik dibanding dengan
pembelajaran tradisional dan konvensional, yaitu hasil penelitian Wilfrid Laurier
University pada tahun 1998, menunjukkan bawa mahasiswa yang menggunakan web
dalam pembelajaran terbukti dua kali lebih cepat waktu belajarnya dibanding
mahasiswa klasikal, 80% mahasiswa tersebut berprestasi baik dan amat baik, serta
66% dari mereka tidak memerlukan bahan cetak. Sementara Simamora
mengungkapkan hasil penelitian proses belajar yang menggunakan internet sebagai
berikut: kualitas siswa jauh lebih baik dibanding kelas konvensional, siswa memiliki
antusiasme yang tinggi dalam mengikuti dan menyelesaikan keseluruhan proses
pembelajaran dan adanya tingkat kepuasan yang subtansial pada siswa melalui
pendekatan constructive pedagogical. Hasil penelitian disertasi Rusman
menunjukkan hasil belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis komputer
model tutorial dan drill and practice jauh lebih baik ketimbang pembelajaran
konvensional.

10

Tuntutan zaman di masa depan yang bukan hanya bersifat akomodatif tetapi
juga sangat terkait dengan kompetitif dalam berbagai kemajuan TIK, maka kualitas
pembelajaran yang dikembangkan harus mampu secara cepat memperbaiki berbagai
kelemahan yang masih ada. Salah satu cara yang dapat dikembangkan adalah
perubahan pembelajaran konvensional dengan pembelajaran yang lebih efektif dan
efisien dengan dukungan sarana dan prasarana yang memadai yaitu penerapan
multimedia berbasis TIK setting kooperatif.
Seperti yang telah diuraikan di atas, untuk penguatan dalam penerapan
multimedia berbasis TIK, maka dalam kegiatan pembelajaran digunakan setting
kooperatif. Cara yang digunakan adalah diawal pembelajaran guru mengidentifikasi
siswa berdasarkan prestasi belajarnya pada semester sebelumnya. Setting kooperatif
yang dimaksud adalah siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok kemampuan belajar
yang heterogen dalam pembelajaran matematika. Setiap siswa yang ada dalam
kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (sangat tinggi, tinggi,
sedang dan rendah, sangat rendah). Di setiap kelompoknya siswa yang
berkemampuan sangat tinggi dan tinggi harus terbagi rata pada setiap kelompok, agar
diperoleh transformasi informasi dari siswa tersebut kepada temannya yang
berkemampuan sedang dan kurang. Begitu juga siswa yang memilki
komputer/laptop/netbook harus terbagi dengan rata dalam kelompok tersebut dan
dibawa pada saat pembelajaran berlangsung.
Perhatian belajar siswa akan dapat tumbuh karena adanya fokus pembelajaran
pada multimedia berbasis TIK, baik melalui LCD Proyektor maupun

11

komputer/laptop/netbook milik siswa dalam kelompok. Perhatian sebagai bagian dari


aktivitas mental terhadap rangsangan tertentu, akan dapat memusatkan rasangan dari
luar setiap individu kepada suatu rangsangan yang terjadi menjadi lebih efektif
setelah melihat multimedianya secara langsung dan dapat dilihat berulang-ulang
sesuai keinginan siswa, sehingga kualitas pembelajaran matematika sangat
memungkinkan dapat diperbaiki dengan penerapan multimedia berbasis TIK setting
kooperatif dalam pembelajaran, karena perhatian siswa akan tertuju pada beberapa
media yang dibuat secara aktif dan interaktif, dan siswa terlibat langsung bersama
dengan teman kelompoknya, secara menyeluruh dalam kegiatan pembelajaran
mereka. Dengan menerapkan multimedia berbasis TIK setting kooperatif diasumsikan
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas XI-IPA4
SMA Negeri 4 Watampone.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan suatu
penelitian dengan judul Penerapan Multimedia Berbasis TIK Setting Kooperatif
untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika pada Siswa Kelas XI-IPA.4
SMA Negeri 4 Watampone.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses pembelajaran matematika melalui penerapan multimedia
berbasis TIK setting kooperatif pada siswa kelas XI-IPA.4 SMA negeri 4
Watampone?

12

2. Apakah penerapan multimedia berbasis TIK setting kooperatif dapat


meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa kelas XI-IPA4 SMA
Negeri 4 Watampone?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimanakah proses pembelajaran matematika melalui
penerapan multimedia berbasis TIK setting kooperatif pada siswa kelas XIIPA.4 SMA Negeri 4 Watampone
2. Untuk mengetahui apakah penerapan multimedia berbasis TIK setting
kooperatif dapat meningkatkan kualitas pembelajaran matematika pada siswa
kelas XI-IPA4 SMA Negeri 4 Watampone.
D. Batasan Istilah
Untuk menghidari kesalah tafsiran dalam memahami setiap istilah dalam
penelitian ini, maka dibatasi beberapa pengertian sebagai berikut:
1. Multimedia Berbasis TIK
Pembelajaran multimedia berbasis TIK adalah pembelajaran yang
dilakukan dengan menggabungkan beberapa media seperti peralatan elektronika
berupa laptop/notebook dan peralatan pendukungnya (hardware), pemakaian
software yaitu media presentasi powerpoint, macromedia flash 8 dan GeoGebra,
serta semua kegiatan seseorang (Brainware) yang terkait dengan penyampaian

13

pesan kepada peserta didik sehingga meresponnya, sehingga peserta didik


memiliki kemampuan dalam penguasaan materi ajar.
2. Pembelajaran Setting Kooperatif
Pembelajaran setting kooperatif merupakan pembelajaran yang
mengutamakan adanya kerjasama dalam kelompok-kelompok kecil terdiri 5-6
peserta didik, sehingga terwujudnya kegiatan saling membantu dalam belajar satu
sama lainnya untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Walaupun dalam penelitian ini tidak
menggunakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif, tetapi sintak pembelajaran
kooperatif tetap dilaksanakan.
3. Penerapan Multimedia Berbasis TIK Setting Kooperatif
Penerapan multimedia berbasis TIK setting kooperatif adalah
pembelajaran matematika yang lebih menekankan pada pemanfaatan multimedia
berbasis TIK dalam pembelajaran kemudian multimedia yang digunakan sebagai
bahan ajar yang membantu siswa menkonstruksi, menemukan rumus dan
menjawab permasalah yang diajukan, dengan mesetting siswa ke dalam
kelompok-kelompok kecil, dalam model pembelajaran kooperatif sehingga
terwujud kegiatan saling membantu antar siswa satu sama lainnya dalam belajar,
demi mencapai tujuan pembelajaran yaitu kualitas pembelajaran matematika.

14

4. Kualitas Pembelajaran Matematika


Kualitas pembelajaran matematika adalah gambaran tingkatan penguasaan
atau kemampuan siswa selama berlangsungnya proses belajar matematika yang
dipandang dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga diperoleh hasil
belajar matematikanya melalui pengukuran dengan menggunakan alat evaluasi
berupa tes hasil belajar, observasi, maupun angket pada materi persamaan
lingkaran di SMA, dengan indikator peningkatan kualitas pembelajaran
matematika pada penelitian ini adalah: (1) Aktivitas belajar siswa berada pada
kategori aktif, (2) Hasil belajar matematika siswa mencapai KKM yang
ditentukan, (3). Respons positif siswa terhadap pembelajaran matematika dengan
penerapan multimedia berbasis TIK setting kooperatif.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi siswa: dapat meningkatkan kemampuan menyelesaikan masalah
pembelajaran matematika yakni dengan penerapan multimedia berbasis TIK
dalam pembelajaran matematika terutama untukt meningkatkan kemampuan dan
pemahaman konsep matematika, yang selanjutnya hal tersebut merangsang daya
berpikir keratif.
2. Bagi guru: sebagai referensi dalam pemilihan media dan model pembelajaran
karena dengan penerapan multimedia berbasis TIK setting kooperatif dalam
pembelajaran, akan dapat dengan mudah mengajarkan materi matematika yang
bersifat abstrak di kelas menjadi lebih nyata dan tentu selanjutnya guru juga dapat

15

memanfaatkan komputer sebagai bagian dari peningkatan kemampuan


profesionalnya.
3. Bagi sekolah: sebagai bahan pertimbangan agar penerapan multimedia berbasis

TIK dengan setting kooperatif juga dapat diterapkan pada semua mata pelajaran
lainnya untuk materi tertentu, karena penelitian ini akan menjadi bahan bacaan
dan referensi untuk penulisan selanjutnya di sekolah terutama dengan
memanfaatkan komputer dan alat pendukung lainnya atau multimedia berbasis
TIK dalam pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai