Anda di halaman 1dari 26

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit hemoroid merupakan gangguan anorektal yang sering ditemukan.
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus
yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan.
Hemoroid, dikenal di masyarakat sebagai penyakit wasir atau ambeien, merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan telah ada sejak zaman dahulu (Sjamsuhidajat,
2005 ; Nugroho, 2014).
Kejadian hemoroid cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, dimana usia puncaknya adalah 45-65 tahun. Sekitar setengah dari orang-
orang yang berumur 50 tahun pernah mengalami hemoroid. Hal tersebut terjadi
karena orang lanjut usia sering mengalami konstipasi, sehingga terjadi penekanan
berlebihan pada pleksus hemoroidalis karena proses mengejan (Mubarak, 2010).
Hemorrhoid dapat menyebabkan kesulitan untuk defekasi. Hemorrhoid tidak
hanya terjadi pada pria usia tua, tetapi wanita bisa terjadi hemorrhoid. Usia muda
dapat pula terjadi hemorrhoid. Diperkirakan bahwa 50 % dari populasi yang
berumur lebih dari 50 tahun menderita hemorrhoid secara nyata atau minimal.
Kebanyakan dari mereka tidak memberikan keluhan (Suprijono, 2009).
Data menunjukkan bahwa sepuluh juta orang di Indonesia dilaporkan
menderita hemoroid. Pada data kasus hemoroid di Unit Rawat Jalan bedah RSUD
Dr. Soegiri Lamongan tahun 2009 tercatat jumlah pasien hemoroid sebanyak 335
pasien dan tahun 2010 tercatat jumlah pasien hemoroid berjumlah 333 pasien. Data
bulan Januari sampai September 2011 menunjukkan bahwa jumlah seluruh
kunjungan pasien hemoroid sebanyak 304 pasien. Dari data di atas diketahui bahwa
masih banyak penderita hemorid di RSUD Dr. Soegiri. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya hemoroid antara lain: aktivitas fisik, pola makan,
kebiasaan BAB, konstipasi,kurang mobilisasi, pekerjaan, anatomi, dan usia
(Nugroho, 2014).
Konstipasi merupakan penyebab tersering, karena seseorang sering mengejan.
Hal ini menyebabkan pembuluh darah di daerah anus, yakni pleksus hemorrhoidalis
2

akan merenggang, membesar karena adanya tekanan yang tinggi dari dalam. Bila
hal ini terjadi secara terus-menerus, maka pembuluh darah itu tidak akan mampu
kembali ke bentuk semula. Kejadian ini dialami pula oleh wanita yang sedang hamil
dan seseorang yang obesitas. Lama kelamaan, akan terjadi penonjolan hemorrhoid
yang tidak dapat dimasukkan kembali ke dalam anus, sehingga harus dilakukan
operasi (Murbawani, 2006).
Untuk melakukan penegakan diagnosis hemoroid diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, danpemeriksaan konfirmasi yang teliti serta perlu dievaluasi
dengan seksama agar dapat dicapai pendekatan terapeutik yang sesuai.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosis, penatalaksanaan,
komplikasi dan prognosis dari hemoroid?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui dan memahami anatomi, definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosis,
penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis dari hemoroid.
3

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. J
Usia : 59 th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Gampingan, Pagak
Pekerjaan : Petani
Pendidikan terkahir : SMK
Status Pernikahan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
No.RM : 4814**
Tanggal Masuk RS : 3 November 2019

2.2 ANAMNESA

1. Keluhan Utama : Adanya benjolan yang keluar dari anus

2. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen tanggal 3 november


2019, pasien mengatakan ada benjolan yang keluar dari anus sejak 3 hari yang
lalu. Pasien saat ini merasakan nyeri pada benjolan di anus tersebut, pasien juga
mengeluh perutnya sakit, tidak bisa kentut dan buang air besar tidak lancar
sudah sejak 4 hari yang lalu, pasien mengatakan pada saat BAB juga disertai
darah berwarna merah segar. Sejak 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan
keluar benjolan dari anus, namun dapat dimasukkan lagi dengan bantuan,
keluhan tersebut hilang timbul dan tidak disertai nyeri. Keluhan timbul jika
pasien susah buang air besar dan mengejan. Keluhan mual dan muntah
disangkal
4

3. Riwayat Penyakit Dahulu :

- Hemoroid interna grade III sejak 1 bulan yang lalu (+)

4. Riwayat Terapi :

- Belum mendapatkan terapi sebelumnya

5. Riwayat Penyakit Keluarga :

Keluhan serupa (-), Hipertensi (-), Diabetes Mellitus (-), Asam urat (-),
Penyakit jantung (-).

6. Riwayat Kebiasaan :

- Makan 3 kali sehari (sayur, tahu dan tempe)


- Minum kopi 1 gelas/hari
- Minum air putih sedikit (2 gelas/hari)
- Merokok (6 batang/hari)

7. Riwayat Alergi : Tidak ada alergi makanan / Obat

8. Riwayat Sosial Ekonomi : Status ekonomi menengah kebawah.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


1. Keadaan umum : Cukup, kesadaran compos mentis (GCS E4V5M6),
kesan gizi normoweight.
2. Vital sign :
Tensi : 91/54 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 360 C
RR : 20 x/menit
3. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut tidak mudah dicabut.
4. Mata
Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
5. Telinga
Bentuk normotia, sekret (-), pendengaran berkurang (-).
5

6. Hidung
Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-).
7. Mulut dan tenggorokan
Bibir pucat (-), bibir cianosis (-), trismus (-), gusi berdarah (-),tonsil
membesar (-), pharing hiperemis (-).
8. Leher
Trakea di tengah, pembesaran kelenjar limfe (-), lesi pada kulit (-).
9. Thoraks
Normochest, simetris, retraksi (-), spidernevi (-).
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas : ICS II linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V linea medio clavicularis
sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sterna dekstra
(kesan jantung tidak melebar)
Auskultasi : Bunyi jantug I-II intensitas normal, regular, bising
Pulmo
Inspeksi : Pengembangan dada kanan sama dengan kiri, benjolan (-),
luka (-)
Palpasi : Fremitus taktil kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-),
krepitasi (-)
Perkusi :
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Auskultasi : suara dasar vesikular
suara tambahan: Ronkhi Wheezing
- - - -
- - - -
6

- - - -

10. Abdomen
Inspeksi : Jaringan parut/bekas luka (-), tumor/benjolan (-).
Auskultasi : Bising usus (+), normal (14x/menit)
Perkusi : soefl, nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, pembesaran lien
(-)
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba. Soefl (+)
11. Ektremitas
Atas : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)
Bawah : Akral dingin (-/-), Edema (-/-), ulkus (-/-)

2.4 Status Lokalis Regio Anorektal


Inspeksi : dubur terdapat benjolan melingkar(+), multiple (+), ukuran 2 x 3 cm.
Palpasi : Rectal toucher
 jepitan spinchter kuat
 tidak teraba massa
 benjolan pada anus melingkar (sirkular), konsistensi kenyal
 nyeri tekan (-)
 Mukosa rektal halus (+)
 jari : feses (-), darah (-), cairan mukosa berwarna merah (+)

2.5 Resume
Pasien datang ke IGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen tanggal 3 november 2019,
pasien mengatakan ada benjolan yang keluar dari anus sejak 3 hari yang lalu. Pasien
saat ini merasakan nyeri pada benjolan di anus tersebut, pasien juga mengeluh
perutnya sakit, tidak bisa kentut dan buang air besar tidak lancar sudah sejak 4 hari
yang lalu, pasien mengatakan pada saat BAB juga disertai darah berwarna merah
segar. Sejak 1 bulan yang lalu pasien juga mengeluhkan keluar benjolan dari anus,
namun dapat dimasukkan lagi dengan bantuan, keluhan tersebut hilang timbul dan
tidak disertai nyeri. Keluhan timbul jika pasien susah buang air besar dan mengejan.
Keluhan mual dan muntah disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 91/54 mmHg, N:80x/menit, RR:20x/menit, S:


36,2 oC, pada rectal toucher ditemukan inspeksi dubur terdapat benjolan yang melingkar
7

(+), multiple (+), ukuran 2x3 cm, tidak nyeri ketika di palpasi, tidak ditemukan massa,
mukosa rektal halus (+).

2.6 Working Diagnosis

Hemoroid Interna Grade IV


2.7 Differential Diagnosa
- Karsinoma Kolorektum
- Divertikel Desease
- Kolitis Ulserosa
2.8 Planning Diagnosa
- Planning pemeriksaan
 Laboratorium :
- Darah lengkap
- Faktor pembekuan darah
- Imunoserologi : HBsAg
- GDS
- SGOT/SGPT
 Colonoscopy
 Foto Thorax AP
 EKG
- Planning terapi
 Non-medikamentosa :
- Memberi KIE kepada pasien dan keluarga tentang penyakit pasien
- Melakukan inform consent bahwa pasien harus MRS untuk evaluasi dan
persiapan dilakukan tindakan selanjutnya
- Memberi edukasi kepada pasien untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat
- Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengejan saat BAB
 Medikamentosa :
- IVFD NS 20 tpm
- Inj. Kalnex 3 x I amp. 500 mg IV
- Inj. Ketorolac 3 x I amp. 30 mg IV
- Inj. Ceftriaxone 2 x I vial. 1 gr IV
8

- Inj. Kalnex 3 x I amp. 500 mg IV


- Kaltrofen Supposituria No. II
Hasil Pemeriksaan
 Laboratorium : Tanggal 03-11-2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 15,6 g/dL L:13 – 17g/dL, P:11,5-16g/dL
Hematokrit 42,9 % L:40-54%, P:35-47%
Hitung Eritrosit 4,71 Jt/cmm L:4,5-6,5/cmm, P:3,0-6,0/cmm
MCV 91,1 fL 80-97
MCH 33,2 pg 27-34
MCHC 36,4 g/dL 32-36
Hitung Lekosit 14.990 4.000 – 11.000 cell/cmm
Hitung Trombosit 233.000 150.000 – 450.000 cell/cmm
Hitung Eosinofil 0,3 0-4%
Hitung Basofil 0,2 0-1%
Hitung Neutrofil 89,0 51-67 %
Hitung Limfosit 7,0 25-33 %
Hitung Monosit 3,5 2-5%
HEMOSTASIS
PT 12,3 9,4 – 11,3 detik
INR 1,14 2,0 – 3,5 detik
APTT 31,0 24,5 – 30,5 detik
KIMIA KLINIK
GDS 95 mg/dL <200 mg/dL
SGOT 18 U/L L: <43 U/L, P: <36 U/L
SGPT 25 U/L L: <43 U/L, P: <36 U/L
Ureum 58 mg/dL 10-20 mg/dL
Kreatinin 1,40 mg/dL <1,2
ELEKTROLIT
Natrium 135 mmol/L 136-145
9

Kalium 4,8 mmol/L 3,5 – 5,0


Klorida 104 mmol/L 98-106
HBsAG Non reaktif Non reaktif

2.9 Prognosis

Dubia ad bonam

2.10 Follow Up
No Tgl S O A P

1 04/11/2019 Benjolan KU : sakit sedang Hemorrhoid - IVFD NS


terasa nyeri, GCS : 456 interna Gr IV 1000cc/24 jam
Tidak bisa Abdomen : soefl - Ketorolac 3 x
dimasukkan, BU(+),nyeri (-), 30 mg IV
BAB tidak - TD = 91/54 mmHg - Kalnex 3 x 500
lancar, - RR = 20 x/min mg
- Cefrtiaxon 2 x
BAK lancar - Tax : 36,2ºC
- N : 79x/menit 1 gr IV
- Omeprazol 2 x
40 mg IV
- Kaltrofen Supp
No. II
2 05/11/2019 Nyeri KU : sakit sedang H-0 post - IVFD NS:
berkurang GCS : 456 hemoroidektomi D5% = 2:2
Abdomen : soefl - Cefoperazone 3
BU(+),nyeri (-), x 1 gr IV
- TD = 103/60 mmHg - Ketorolac 3 x
- RR = 20 x/min 30mg IV
- Tax : 36,6ºC - Kalnex 3 x
- N : 77x/menit 500mg
- Omeprazol 2 x
40 mg
3 06/11/2019 Kentut pagi KU : cukup H+1 post - IVFD NS 20
hari 2 kali, GCS : 456 hemoroidektomi tpm
Nyeri (-), - TD = 110/58 mmHg - Cefoperazone 3
sudah bisa - RR = 18 x/min x 1 gr IV
duduk, miring - Tax : 36,5ºC - Ketorolac 3 x
kanan dan - N : 69x/menit 30mg IV
- Kalnex 3 x
kiri.
500mg
Mual (+)
- Omeprazol 2 x
40 mg
4 07/11/2019 Kentut (+), KU : cukup H+2 post - As. Tranexamat
BAB (+), GCS : 456 hemoroidektomi tablet 500 mg
BAK (Dbn), - TD = 108/67mmHg (3x1)
- RR = 20 x/min - Cefixime tab
- Tax : 37,0ºC 100 mg (2x1)
N : 68x/menit - Asam
mefenamat tab
500 mg (k/p)
10

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 ANATOMI

Gambar 1. Anatomi Rektal

Canalis analis merupakan bagian terbawah dari usus besar yang memiliki
panjang kurang lebih 3 cm, berjalan ke bawah dari ampula recti sampai anus. Saat
defekasi, dinding lateral canalis analis dipertahankan saling berdekatan dengan
m.levator ani dan m.sphincter ani. Perbatasan tengah canalis analis ditandai oleh
linea dentata, yaitu tempat pertemuan antara ektoderm dan endoderm
(Sjamsuhidajat, 2010).
Tunika mukosa setengah bagian atas canalis analis berasal dari endoderm usus
besar. Tunika mukosa dilapisi oleh epitel selapis kolumnar, mempunyai lipatan
columnae analis dan dihubungkan satu sama lain pada ujung bawahnya oleh plicae
semilunares yang dinamakan valvulae anales. Vaskularisasi canalis analis berasal
11

dari arteria yang mendarahi usus besar, yaitu a. rectalis superior, yang merupakan
cabang dari a. mesenterica inferior. Aliran darah vena terutama oleh v. rectalis
superior, yang merupakan cabang dari v. mesenterica inferior dan v. porta.
Persarafannya sama seperti persarafan mukosa rektum dan berasal dari saraf
otonom plexus hypogastricus. Mukosanya hanya peka terhadap regangan
(Snell,2012).

Gambar 2. Vaskularisasi Arteri Kanalis Analis

Tunika mukosa setengah bagian bawah kanalis analis berasal dari ektoderm
proctoderm. Tunika mukosa dilapisi oleh epitel berlapis gepeng yang secara
bertahap bergabung dengan epidermis perianal di anus, tidak mempunyai columnae
anales. Suplai arterinya berasal dari a. rectalis inferior, cabang dari a. pudenda
interna. Aliran darah vena oleh v. rectalis inferior, cabang v. pudenda interna yang
mengalirkan darahnya ke v. iliaca interna. Persarafan berasal dari saraf somatik n.
rectalis inferior sehingga peka terhadap rasa nyeri, suhu, raba, dan tekan
(Snell,2012).

A. hemoroidalis superior merupakan kelanjutan langsung a. mesenterika


inferior. Arteri ini membagi menjadi dua cabang, yaitu kiri dan kanan. Arteri
hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a. iliaka interna, sedangkan
a. hemoroidalis inferior merupakan cabang dari a. pudenda interna. Perdarahan
pada pleksus hemoroidalis merupakan kolateral yang luas dan kaya akan darah,
sehingga perdarahan dari a. hemoroid interna menghasilkan darah segar yang
berwarna merah (Snell,2012).
12

Gambar 3. Vaskularisasi Vena Kanalis Anal

V. hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan


berjalan ke arah kranial ke dalam v. mesenterika inferior dan seterus nya melalui v.
lienalis ke v. porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menentukan tekanan di dalamnya. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah
ke v.pudenda interna dan kedalam v. iliaka interna dan sistem cava. Apabila terjadi
pembesaran pada v. hemoroidalis dapat menimbulkan keluhan hemoroid
(Snell,2012).

3.2 DEFINISI

Hemoroid merupakan gangguan sirkulasi darah yang berupa pelebaran


pembuluh (dilatasi) darah vena. Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering
terjadi. Pelebaran tersebut disebut venecsia atau varises daerah anus dan perianus.
Pelebaran tersebut disebabkan oleh bendungan darah dalam susunan pembuluh
vena. Pelebaran pembuluh vena di daerah anus sering disebut wasir, ambeien atau
hemorrhoid. Hemorrhoid dapat dibagi atas hemorrhoid interna dan eksterna
(Suprijono, 2009). Hemorrhoid interna adalah pleksus vena hemorrhoidalis
superior di atas mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini
merupakan bantalan vaskuler di dalam jaringan submucosa pada rectum sebelah
13

bawah. Hemorrhoid interna sering terletak di kanan depan, kanan belakang dan kiri
lateral. Hemorrhoid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus
hemorrhoidalis inferior terdapat di sebelah distal pada mukokutan di dalam jaringan
di bawah epitel anus (Sjamsuhidajat, 2005).

3.3 ETIOLOGI

Penyebab utama dari hemoroid adalah keadaan akibat kongesti vena yang
disebabkan oleh gangguan aliran balik dari vena hemoroidalis sehingga
peningkatan pada daerah anorektal berulang dan berlangsung lama. Telah diajukan
beberapa faktor etiologi yaitu konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis
pada kehamilan, pembesaran prostat, dan tumor rektum. Penyakit hati yang kronis
disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem
portal tidak memiliki katup sehingga mudah terjadi aliran balik. Berikut beberapa
penyebab dari hemoroid (Simadibrata,2006 ; Guyton & Hall,2008 ; Sjamsuhidajat,
2010).

1. Kurangnya konsumsi makanan berserat


Serat makanan yang tinggi mampu mencegah dan mengobati konstipasi apabila
diiringi dengan peningkatan intake cairan yang cukup setiap hari. Konsumsi cairan
dapat membantu kerja serat makanan dalam tubuh. Suatu studi meta-analisis di
Barcelona menyimpulkan bahwa kebiasaan mengonsumsi serat akan menurunkan
gejala dan perdarahan pada hemoroid.

2. Konstipasi
Konstipasi berarti pelannya pergerakan tinja melalui usus besar yang
disebabkan oleh tinja yang kering dan keras pada colon descenden yang menumpuk
karena absorpsi cairan yang berlebihan. Pada konstipasi diperlukan waktu
mengejan yang lebih lama. Tekanan yang keras saat mengejan dapat
mengakibatkan trauma berlebihan pada plexus hemoroidalis sehingga
menyebabkan hemoroid.
Beberapa penyebab konstipasi antara lain :
 Peningkatan stress psikologis
14

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat


gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stress juga
dapat menyebabkan usus spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).

 Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup untuk
merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang rendah serat
seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan tersebut bergerak
lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan meningkatkan intake cairan dapat
mempercepat pergerakan makanan tersebut di saluran cerna.

 Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui mekanisme kerja
sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan konstipasi.

 Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras.

3. Usia

Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot sphincter pun
juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah maka dapat timbul
prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi sembelit yang dikarenakan
penyerapan air yang berlebihan pada saluran cerna. Hal tersebut menyebabkan
konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga terjadi penekanan berlebihan pada plexus
hemoroidalis yang dipicu oeh proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.
4. Keturunan
Adanya kelemahan dinding vena di daerah anorektal yang didapat sejak lahir
akan memudahkan terjadinya hemoroid setelah mendapat paparan tambahan seperti
mengejan terlalu kuat atau terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
5. Tumor abdomen
Tumor abdomen yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian hemoroid
adalah tumor di daerah pelvis seperti tumor ovarium, tumor rektal, dan lain-lain.
15

Tumor ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan menyebabkan
pelebaran plexus hemoroidalis.

6. Pola buang air besar yang salah


Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemoroid.
Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi usus dan
anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan tekanan dan gesekan
pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya pada penggunaan jamban
jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat mencegah terjadinya konstipasi yang
secara tidak langsung dapat mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut
dikarenakan pada posisi jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil
dan caecum dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup
untuk mengeluarkan feses.
Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika sudah
dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.

7. Kurang intake cairan

Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemoroid.


Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja
menjadi keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk mengeluarkan
tinja tersebut.

Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada


plexus hemoroidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat
membantu melunakkan tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu
mengejan untuk mengeluarkan tinja.

8. Kurang aktivitas fisik

Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk duduk


dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemoroid. Selain itu
dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan
daerah perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan dari otot.
Namun dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat seperti mengangkat benda
16

berat akan meningkatkan risiko kejadian hemoroid. Hal tersebut dikarenakan terjadi
peregangan musculussphincter ani yang berulang sehingga ketika penderita
mengejan akan terjadi peregangan yang bertambah buruk.

9. Kehamilan

Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan


peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi. Sehingga
akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem vena. Pelebaran
vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan bayi atau fetus pada
rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga dapat menyebabkan hemoroid
karena adanya penekanan yang berlebihan pada plexus hemoroidalis.

3.4 KLASIFIKASI

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna.


Hemoroid interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media
sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises vena hemoroidalis inferior.
Sesuai istilah yang digunakan hemoroid eksterna timbul disebelah luar otot sfingter
ani, dan hemoroid interna timbul disebelah atas (atau disebelah proksimal) sfingter.
Kedua jenis hemoroid ini sangat sering dijumpai dan terjadi pada sekitar 35%
penduduk yang berusia lebih dari 25 tahun (Simadibrata,2006 ; Lindseth,2006).

Hemoroid eksterna berada dibawah kulit, terjadi pembesaran seiring waktu dan
menhasilkan dilatasi cenderung menjadi trombosis berulang. Hemoroid eksterna
diklasifikasikan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut dapat berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya yang merupakan
suatu hematoma. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujung-ujung
saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri. Hemoroid eksterna kronis atau skin tag
biasanya merupakan sequele dari hematoma akut. Hemoroid ini berupa satu atau
lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah
(Simadibrata,2006 ; Lindseth,2006).
17

Gambar 4. Klasifikasi Hemoroid Interna

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis sebagai berikut (Snell,2006):


1. Derajat I : bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps ke luar kanalis
analis pada saat vena-vena mengalami distensi saat defekasi yang hanya dapat
dilihat dengan anoskopi. Merupakan hemoroid stadium awal.
2. Derajat II : pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau dapat
masuk kembali ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat III : pembesaran hemoroid yang prolaps dan dapat masuk lagi kedalam
anus dibantu dengan dorongan jari.
4. Derajat IV : prolaps hemoroid yang yang permanen. Prolaps ini rentan dan
cenderung mengalami trombosis dan ulserasi.
3.5 PATOFISIOLOGI

Hemoroid adalah suatu bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran
anus. Sebenarnya bantalan ini merupakan bagian normal dari anorektum manusia,
dan telah ada sejak dalam rahim. Bantalan ini mengelilingi dan menahan
18

anastomosis antara arteri rektalis superior dengan vena rektalis superior, medial dan
inferior. Bantalan ini juga mengandung lapisan otot polos dibawah epitel yang
membentuk massa bantalan (Lindseth,2006 ; Kumar, 2007).

Jaringan hemoroid normal berperanan sebesar 15-20% dalam membentuk


tekanan anus pada waktu istirahat. Bantalan ini juga memberi informasi sensorik
penting dalam membedakan benda padat, cair atau gas. Secara teoritis, manusia
memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan dan lateral kiri. Apabila bantalan
mengalami pembesaran hingga menonjol keluar, mengalami thrombosis hingga
nyeri, atau mengalami perdarahan, maka timbul suatu keadaan patologis yang
disebut penyakit haemorrhoid (Lindseth,2006 ; Kumar, 2007).

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik
dari vena homoroidalis. Beberapa etiologi telah diajukan, termasuk konstipasi atau
diare, sering mengedan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat,
fibroma uteri dan tumor rectum. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal
sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis superior mengalirkan
darah kedalam sistem portal. Selain itu system portal tidak mempunyai katup,
sehingga mudah terjadi aliran balik (Lindseth,2006 ; Kumar, 2007).

3.6 MANIFESTASI KLINIS

Berikut adalah tanda dan gejala dari hemoroid (Simadibrata,2006) :

1. Perdarahan
a) Akibat trauma atau faeces yang keras
b) Darah segar menetes setelah pengeluaran faeces (tidak bercampur dengan
faeces)
c) Berwarna merah segar.
d) Perdarah masif : tonus spincter yang melemah, bantalan prolaps pecah dan
terbendung oleh spincter  perdarahan masif anemia berat
2. Benjolan
a) Tahap awal: hanya terjadi pada waktu defekasi, disusul reduksi spontan post
defekasi
b) Tahap lanjut: perlu didorong kembali post defekasi
19

c) Tahap menetap: tidak bisa didorong masuk lagi


3. Gejala iritatif
a) kelembaban terus menerus + rangsangan mucus  iritasi kulit perianal
pruritus ani
b) sekersi mucus anus dan perdarahan sering mengotori pakaian dalam sehingga
menyebabkan maserasi kulit
4. Nyeri
a) timbul bila ada komplikasi berupa prolaps, thrombosis, atau akibat penyakit
lain yang menyertai.
b) puncak nyeri biasanya timbul setelah defekasi
c) anemia defisiensi besi akibat perdarahan berulang atau perdarahan masif
terjadi secara kronis dan mekanisme adaptasi.
3.7 DIAGNOSA

Diagnosis hemoroid dapat dilakukan dengan melakukan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yaitu sebagai berikut (Simadibrata,
2006; Sjamsuhidajat, 2010 ; Ramming, 2010):

a. Anamnesis Hemoroid
Pada anamnesis biasanya didapati bahwa pasien menemukan adanya darah
segar pada saat buang air besar. Selain itu pasien juga akan mengeluhkan adanya
gatal-gatal pada daerah anus. Pada derajat II hemoroid internal pasien akan
merasakan adanya masa pada anus dan hal ini membuatnya tak nyaman. Pasien
akan mengeluhkan nyeri pada hemoroid derajat IV yang telah mengalami
trombosis. Perdarahan yang disertai dengan nyeri dapat mengindikasikan adanya
trombosis hemoroid eksternal, dengan ulserasi thrombus pada kulit. Hemoroid
internal biasanya timbul gejala hanya ketika mengalami prolapsus sehingga terjadi
ulserasi, perdarahan, atau trombosis. Hemoroid eksternal bisa jadi tanpa gejala atau
dapat ditandai dengan rasa tak nyaman, nyeri akut, atau perdarahan akibat ulserasi
dan trombosis.
b. Pemeriksaan Fisik Hemoroid
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan adanya pembengkakan vena yang
mengindikasikan hemoroid eksternal atau hemoroid internal yang mengalami
20

prolaps. Hemoroid internal derajat I dan II biasanya tidak dapat terlihat dari luar
dan cukup sulit membedakannya dengan lipatan mukosa melalui pemeriksaan
rektal kecuali hemoroid tersebut telah mengalami trombosis.
Posisi melakukan pemeriksaan fisik : posisi miring (sims position) atau posisi
menungging (knee chest)
1. Inspeksi
 Perdarahan atau bekas perdarahan pada anus
 Prolaps hemoroid interna (dengan pasien mengejan), tentukan lokasi
hemoroid
 Benjolan pada tepi anus (hemoroid eksterna) kelainan anorectal lainnya
(fisura ani, fistel ani dan lain-lain)
2. Colok dubur (rectal touche) dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rectum.
c. Pemeriksaan Penunjang Hemoroid
Anal canal dan rektum diperiksa dengan menggunakan anoskopi dan
sigmoidoskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai mukosa rektal dan
mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Side-viewing pada anoskopi
merupakan instrumen yang optimal dan tepat untuk mengevaluasi hemoroid.
Gejala hemoroid biasanya bersamaan dengan inflamasi pada anal canal dengan
derajat berbeda. Dengan menggunakan sigmoidoskopi, anus dan rektum dapat
dievaluasi untuk kondisi lain sebagai diagnosa banding untuk perdarahan rektal dan
rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, kolitis, polip rektal, dan kanker.
Pemeriksaan dengan menggunakan barium enema X-ray atau kolonoskopi harus
dilakukan pada pasien dengan umur di atas 50 tahun dan pada pasien dengan
perdarahan menetap setelah dilakukan pengobatan terhadap hemoroid.

3.8 TATALAKSANA

 Penatalaksanaan medis
Penatalaksaan medis hemoroid ditujukan untuk hemoroid interna derajat I
sampai III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau pasien
menolak operasi. Sedangkan penatalaksanaan bedah ditujukan untuk hemoroid
interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat hemoroid tang tidak respon
21

terhadap pengobatan medis (Simadibrata, 2006; Sjamsuhidajat, 2010 ; Ramming,


2010).

1. Nonfarmakologis

Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya


hemoroid. Penatalaksanaan ini berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan
dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan
pengobatan yang harus selalu ada dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid.
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri dari
diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku buang air.
Bersamaan dengan program BMP tersebut di atas, biasanya juga dilakukan tindakan
kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air sehingga eksudat atau sisa
tinja yang lengket dapat dibersihkan.

Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak dan banyak
berjalan. Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi membaik. Pasien
diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgbb/hari untuk melunakkan tinja dan
mengkonsumsi makanan yang banyak makan serat.

2. Farmakologis
a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu
suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen
serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk
(misal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan
atau pencahar antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax,
Microlac dll. Natrium dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant,
merangsang sekresi mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan
kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari.
b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan
rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus. Obat pengurang
keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant), vasokonstriktor, dan
antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan yang ada di pasar dalam bentuk
ointment atau suppositoria antara lain Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila
22

perlu dapat digunakan kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah


hemoroid atau anus antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan
bentuk suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna.
c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka pada
dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Yang digunakan
untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin (90%) dan hesperidin
(10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama dagang “Ardium” atau
“Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan
paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah. Obat
penyembuh dan pencegah serangan hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500
mg menghasilkan penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada
hemoroid akut bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid
(Diosmin dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada
pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan derajat
hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum pengobatan secara
bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada akhir pengobatan dibanding
awal pengobatan.
3. Penatalaksanaan Minimal Invasive

Penatalaksanaan ini dilakukan bila pengobatan non farmakologis,


farmakologis tidak berhasil. Penatalaksanaan ini antaralain tindakan skleroterapi
hemoroid, ligasi hemoroid, dan pengobatan hemoroid dengan terapi laser.

a) Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol dalam
minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan areolar
yangg longgar dibawah hemorrhoid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan disebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika
masuk kedalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikkan.
23

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang makanan


merupakan terapi yang efektif untuk hemorrhoid interna derajat I dan II.
b) Rubber band ligation

Ligasi dengan cincin karet merupakan tindakan yang paling populer di


Amerika untuk mengobati hemoroid, karena tanpa anastesi, tanpa sedasi, dan tanpa
rawat inap dengan biaya relatif murah. Namun tindakan ini hanya efektif pada
hemoroid tingkat dua atau tiga. Prinsip dari ligasi dengan cincin karet adalah
menciptakan fiksasi mukosa dengan menimbulkan ulserasi. Dengan cara ini,
mukosa ditarik dan dilehernya ditempatkan sebuah cincin karet yang menimbulkan
nekrosis mukosa.

4. Penatalaksanaan bedah

Hemoroidektomi merupakan metode pilihan untuk penderita derajat III dan IV


atau pada penderita yang mengalami perdarahan yang berulang yang tidak sembuh
dengan cara lain. prinsip yang harus diperhatikan pada tindakan ini adalah eksisi
hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan dengan tidak
mengganggu spincter ani. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi
secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi
dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil dimasukkan
melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.

Ada tiga tindakan bedah yang bisa dilakukan saat ini yaitu bedah konvensional,
bedah laser, dan bedah stapler.

a. Bedah konvensional
1) Teknik Milligan-Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid ditiga tempat utama. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan ditahan dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap
hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika
mukosa skitar pleksus hemoroidalis interna dan eksterna yang dibebaskan dari
jaringan yang mendasarinya. Hemoroid di eksisi secara keseluruhan.
24

2) Teknik Ferguson dan Heaton


Teknik operasi dengan mengangkat sebanyak mungkin jaringan vaskuler tanpa
mengorbankan anoderm. Setelah itu, memperkecil serous discharge post op dan
mempercepat proses penyembuhan dengan cara mendekatkan anal kanal dengan
epitel berlapis gepeng (anoderm). Selanjutnya, mencegah stenosis sebagai
komplikasi akibat komplikasi luka terbuka luas yang diisi jaringan granulasi.

b. Bedah Laser
Pada prinsipnya pembedahan ini sama dengan dengan pembedahan
konvensional hanya alat pemotongannya menggunakan laser. Pada bedah laser
nyeri berkurang dan tidak menimbulkan perdarahan.
c. Bedah stapler /Procedure for Prolapse Hemorrhoid (PPH)
Teknik PPH ini mengurangi prolaps jaringan hemoroid dengan mendorongnya
keatas garis mukokutan dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi
anatominya semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebahgai
bantalan saat BAB.

3.9 KOMPLIKASI

Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah anemia berat dan trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid (Sjamsuhidajat, 2010 ;
Ramming, 2010).

3.10 PROGNOSIS

Sebagian besar hemoroid akan sembuh secara spontan atau dengan terapi
konservatif saja. Prognosis kambuhnya penyakit hemoroid sebagian besar timbul
pada keberhasilan edukasi, yaitu pada perubahan pola makan, defekasi, dan gaya
hidup (Sjamsuhidajat, 2010).
25

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Telah diperiksa seorang pasien bernama Tn.J usia 59 tahun, pasien mengatakan
ada benjolan yang keluar dari anus sejak 3 hari yang lalu. Pasien saat ini merasakan
nyeri pada benjolan di anus tersebut, pasien juga mengeluh perutnya sakit, tidak
bisa kentut dan buang air besar tidak lancar sudah sejak 4 hari yang lalu, pasien
mengatakan pada saat BAB juga disertai darah berwarna merah segar. Sejak 1 bulan
yang lalu pasien juga mengeluhkan keluar benjolan dari anus, namun dapat
dimasukkan lagi dengan bantuan, keluhan tersebut hilang timbul dan tidak disertai
nyeri. Keluhan timbul jika pasien susah buang air besar dan mengejan. Keluhan
mual dan muntah disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD: 91/54 mmHg, N:80x/menit, RR:20x/menit, S:


36,2 oC, pada rectal toucher ditemukan inspeksi dubur terdapat benjolan yang melingkar
(+), multiple (+), ukuran 2x3 cm, tidak nyeri ketika di palpasi, tidak ditemukan massa,
mukosa rektal halus (+).

Dari hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat disimpulkan bahwa pasien
didiagnosis dengan Hemorrhoid Interna Grade IV.

Dalam penatalaksanaan kasus ini Hemoroidektomi merupakan metode

pilihan untuk penderita derajat III dan IV atau pada penderita yang mengalami

perdarahan yang berulang yang tidak sembuh dengan cara lain. Penatalaksanaan

bedah ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna, atau semua derajat

hemoroid tang tidak respon terhadap pengobatan medis. Selain itu terapi non

farmakologi juga diberikan pada pasien ini yaitu diet tinggi serat dan edukasi untuk

tidak sering mengejan saat BAB, sedangkan farmakologi yaitu diberikan analgesic oral

untuk mengurangi nyeri pada saat sebelum operasi & pasca operasi, injeksi antifibrinolitik,

dan injeksi antibiotic.


26

4.2 SARAN

Setelah mengkaji laporan kasus ini disarakan kepada pembaca maupun penulis
untuk menambah wawasan lebih dalam lagi melalui sumber-sumber lain yang lebih
relevan terutama pada penentuan hemoroid dan tatalaksana lanjut pada hemoroid.

Anda mungkin juga menyukai