Anda di halaman 1dari 1

Kebocoran data pengguna Facebook hingga Pemilu US

Bersumber dari laman website Wikipedia, Facebook adalah sebuah layanan jejaring social berkantor
pusat di Menlo Park, California, Amerika Serikat yang diluncurkan pada bulan Februari 2004. Menurut
website lainnya, facebook merupakan situs jejaring social dan layanan dimana pengguna dapat
memposting komentar, berbagi foto dan link ke berita atau konten menarik lainnya di Web, seperti :
bermain game, chatting live dan bahkan streaming video langsung. Untuk mencegah adanya keluhan
mengenai privasi data, Facebook mengizinkan pengguna untuk mengatur privasi dan memilih siapa saja
yang dapat melihat bagian-bagian tertentu dari profil mereka.

Namun, pada tahun 2014, Facebook terlibat skandal mengenai privasi data penggunanya. Diketahui
“Skandal data Facebook – Cambridge Analytica” adalah skandal yang melibatkan pengumpulan
informasi pribadi 87 juta pengguna Facebook oleh Cambridge Analytica pada tahun 2014. Cambridge
Analytica merupakan perusahaan analisis data asal Inggris.

Proses terjadinya skandal ini bermula ketika Aleksandr Kogan, seorang ilmuwan data Universitas
Cambridge, mengembangkan sebuah aplikasi bernama thisisyourdigitallife pada tahun 2014. Ia
membuat aplikasi ini untuk Cambridge Analytica. Lalu, sekitar 300 ribu pengguna Facebook setuju untuk
mengikuti survei ini dengan alasan keperluan penelitian ilmiah. Sistem ini kemuan memungkinkan
aplikasi untuk mengumpulkan informasi pribadi akun-akun yang bersedia mengikuti survei sekaligus
semua akun yang berteman dengan mereka. Dengan cara ini, Cambridge Analytica berhasil
mengumpulkan 50 juta data pengguna Facebook. Kemudian, Cambridge Analytica mengolah data
tersebut untuk memetakan kepribadian pengguna lalu menggunakannya sebagai target dari iklan digital.

Hal ini berkaitan dengan kampanye Donald Trump. Cambridge Analytica menyuguhi banyak data
mentah seperti kontak pribadi, kecenderungan politik sampai bagaimana pemilih Amerika menyikapi
berbagai macam masalah di sekeliling mereka. Staf nya kemudiain mengidentifikasi pemilih mana yang
masih ragu-ragu dan paling mungkin untuk dibujuk untuk memberikan suara kepada Trump. Pada
intinya kebocoran data ini dimanfaatkan oleh berbagai organisasi politik untuk menggiring opini publik.

Pihak Facebook telah meminta maaf atas persoalan yang terjadi, namun mereka tidak setuju untuk
menyebutnya “kebocoran data” karena orang-orang yang mengikuti survei tersebut bersedia
menyerahkan informasi pribadinya.

Banyak sekali dampak yang terjadi akibat skandal ini, salah satunya Amazon melarang Cambridge
Analytica menggunakan Amazon Web Services. Lalu, pada Mei 2018 Cambridge Analytica menyatakan
diri telah bangkrut. Facebook pun telah dijatuhi hukuman denda sebesar USD 5 miliar (sekitar Rp 70
triliun) pada Rabu, 24 Juli 2019.

Dengan adanya skandal ini, kita diingatkan akan pentingnya menjaga keamanan data pribadi. Data
pribadi sekecil apapun pasti memiliki risiko yang besar, yaitu seseorang dapat berpura-pura menjadi kita
(menggunakan data pribadi kita), pencurian dan perampokan yang dilakukan dengan data-data
keuangan kita, serta adanya ancaman di masa depan. Maka dari itu, kita sebagai pengguna teknologi
harus bijak dalam menggunakan internet dan mulailah perlakukan data kita seperti harta yang berharga.

Anda mungkin juga menyukai