Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Proses Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Inkontinensia Urin

terhadap Pengaruh Senam Kegel

1. Konsep Dasar Teori Gerontik

a. Definisi Lansia

Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 definisi Lanjut

usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke

atas. Lanjut usia potensial adalah lanjut usia yang masih mampu

melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang

dan atau jasa. Lanjut usia tidak potensial adalah lanjut usia yang tidak

berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan

orang lain. Levinson dalam Oswari (1997) membagi lagi orang usia lanjut

muda menjadi tiga kelompok yaitu, pertama orang lanjut usia peralihan

awal (antara 50-55 tahun), kedua orang lanjut usia peralihan menengah

(antara 55-60 tahun) dan ketiga orang lanjut usia peralihan akhir (antara

60-65). Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia

diselenggarakan berasakan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan

Yang Maha Esa, kekeluargaan, keseimbangan, keserasian dan keselarasan

dalam perikehidupan.

8
9

Lansia adalah seorang dapat dinyatakan setelah yang bersangkutan

berusia 55 tahun ke atas, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk

keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain

(Nugroho, 2008).

Penuaan adalah suatu alami yang tidak dapaat dihindari, berjalan

secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan

menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh

sehingga akan mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara

keseluruhan (Depkes RI, 2001).

b. Batasan Lanjut Usia (Lansia)

Menurut Maryam (2008), ada 5 klasifikasi lansia, yaitu:

a. Pra lansia (prasenilis) : seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.

b. Lansia : seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi : seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau

seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial : lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan

atau kegiatan yang dapat mengasilkan barang/jasa.

e. Lansia tidak potensial : lansia yang tidak berdaya mncari nafka,

sehingga hidupnya bergantung pada orang lain.


10

c. Tipe lansia

Menurut Maryam (2008), beberapa tipe lansia tergantung pada

karakter, pengalaman hidup, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonomi

dapat dijaabarkan sebagai berikut:

a. Tipe arif bijaksana: kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan

diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,

rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi

panutan.

b. Tipe mandiri: mengganti kegiatan hilang dengan yang baru, selektif

dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, memenuhi

undangan.

c. Tipe tidak puas: konflik lahir batin menentang proses penuaan

sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit

dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah: menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan

agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.

e. Tipe binggung: kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,

minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.


11

d. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia

Menurut Maryam (2008), perubahan yang terjadi pada lansia

meluputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis.

a. Perubahan fisik

1) Sel: jumlah berkurang, lebih besar ukurannya, berkurangnya julah

cairan tubuh dan jumlah sel di otak menurun, terganggu

metabolisme sel.

2) Sistem kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku,

kemampuan memompa darah menurun (menurunnya kontraksi dan

volume), elastisitas pembuluh daarah menurun, serta

meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan

darh meningkat.

3) Sistem repirasi: otot-otot pernafasan menurun dan kaku, elasititas

paru menurun, kapasitas residu meningkat sehingga menarik napas

lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan

batuk menurun, serta terjadinya penyempitan pada bronkus.

4) Sistem persarafan: saraf pancaindra mengecil sehingga fungsinya

menurun serta lambat dalam merepons dan waktu bereaksi

khusunya yang berhubungan dengan stres. Berkurang atau

hilangnya lapisan myelin akson, sehingga menyebabkan

berkurangnya respon motorik dan reflex. Berat otak menurun 10-


12

20% lambat untuk bereaksi, mengecilnya saraf pada indra, kurang

sensitifitas terhadap sentuhan.

5) Sistem muskulosletal: cairan tulang menurun sehingga mudah

raput (osreoporosis), bungkuk (kifosis), persendian membesar dan

menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan

mengalami sklerosis.

6) Sistem gastrointestinal: kehilangan gigi, indra pengecap menurun,

esophagus melebar, absorpsi menurun, liver mengecil.

7) Sistem genitourinaria: ginjal mengecil, aliran darah keginjal

menurun, penyaringan diglomerulus menurun, dan fungsi tubulus

menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urin ikut menurun.

8) Vesika urinaria: otot-otot melebar, kapasitasnya menurun dan

retensi urin. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.

9) Vagina: selaput lendir mengering dan sekresi menurun.

10) Sistem pendengaran: gangguan pendengaran, atropi membran

timpani, pengumpulan sirumen akibat peningkatam kreatinin.

Tulang-tulang pendengaran mengalami kekauasn.

11) Sistem pengelihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi

terhadap gelap menurun, akomodasi menurun, lapang pandang

menurun dan katarak.


13

12) Sistem endokrin: produksi semua hormon menurun, aktifitas tiroid

menurun, aldosteron menurun, sekresi hormon progesteron,

estrogen dan testoteron menurun.

13) Sistem integumen/kulit: kulit menjadi kerut akibat kehilangan

jaringan lemak, kulit kasar, mekanisme proteksi kulit menurun.

14) Sistem pengaturan suhu tubuh: temperatur menurun, keterbatasan

reflek mengigil dan tidak dapat memproduksi panas, aktivitas

menurut.

15) Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relative

menurun. Memori (daya ingat) menurun karena proses encoding

(penerimaan) menurun.

16) Intelegensi: secara umum tidak banyak berubah.

b. Perubahan sosial

a) Peran: post power syndrome, single women, dan single parent.

b) Keluarga imptiness: kesendirian atau kehampaan.

c) Teman: ketika lansia lainnya meninggal, maka akan timbul

perasaan kapan akan meninggal. Berada dirumah terus-menerus

akan cepat pikun (tidak berkembng).

d) Abuse: kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal

(dicibit, tidak diberi makan).

e) Masalah hukum: berkaitan dengan perlindungan aset dan

kekayaan pribadai yang dikumpulkan sejak masih muda.


14

f) Pensiun: kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun).

Kalau tidak, anak dan cucu yang akan memberi uang,

g) Ekonomi: kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok

bagi lansia dan income sucurity.


15

2. Konsep inkontinensia urin

a. Pengertian inkontinensia urine

Inkontinensia urin didefiniskan sebagai keluarnya urin yang

tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki tanpa

memperhatikan frekuensianya dan jumlahnya, yang mengakibatkan

masalah sosial dan higienis penderitanya (Sudoyo, 2010).

Perubahan yang terjadi pada sistem perkemihan yaitu penurunan

tonos otot vagina dan tonos otot pintu saluran kemih (uretra) yang

disebabkan oleh penurunan hormon estrogen, sehingga menyebabkan

terjadinya inkontinensia urine, otot-otot menjadi lemah, kapasitas

menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi BAK

meningkat.

Perubahan letak uterus akan menarik otot-otot vagina dan

bahkan kandungan kemih dan rektum seiring dengan proses penurunan

ini, masalah tekanan dan perkemihan (inkontinensia atau retensi)

akibat pengerasan kandungan kemih. Fungsi sfingter yang terganggu

menyebabkan kandungan kemih bocor bila batuk atau bersin, bisa juga

disebabkan oleh kelainan disekeliling daerah saluran kencing, fungsi

otak besar yang terganggu dan menyebabkan kontraksi kandungan

kemih, terjadi hambatan saluran kemih, terjadi hambatan pengeluaran

urine dengan pelebaran kandungan kemih, urine banyak dalam


16

kandungan kemih sampai kapasitas berlebih (Brunner & Suddarth,

2002).

b. Insiden

Menurut data dari WHO, 200 juta penduduk di dunia yang

mengalami inkontinensia urin. Menurut National Kidney and

Urologyc Disease Advisory Board di Amerika Serikat, jumlah

penderita inkontinensia mencapai 13 juta dengan 85% diantaranya

perempuan. Jumlah ini sebenarnya masih sangat sedikit dari kondisi

sebenarnya, sebab masih banyak kasus yang tidak dilaporkan (Maas et

al, 2011).

Di Indonesia jumlah penderita Inkontinensia urin sangat

signifikan. Pada tahun 2012 diperkirakan sekitar 5,8% dari jumlah

penduduk mengalami Inkontinensia urin, tetapi penanganannya masih

sangat kurang. Hal ini di sebabkan karena masyarakat belum tahu

tempat yang tepat untuk berobat disertai kurangnya pemahaman

tenaga kesehatan tentang inkontinensia urin (Depkes, 2012).

Berdasarkan data kejadian penderita inkontinensia urine pada

lansia di Panti Sosial Trisna Werdha Bengkulu diketahui 18 orang dari

2016 samapai 2019 dimana 12 orang adalah wanita dan 6 orang laki-

laki (BPPLU Bengkulu, 2019).


17

c. Penyebab

Menurut Martono dan Kris (2011) penyebab inkontinensia urin

sebagai berikut :

1) Kelainan urologi : misalnya radang, batu, tumor, divertikel.

2) Kelainan neurologik : misalnya stroke, trauma dari medulla

spinalis, demensia dan lain-lain.

3) Lain-lain : misalnya hambatan mobilitas, situasi tempat berkemih

yaang tidaak memandai/jauh dan sebagainya.

d. Faktor Resiko

Prevalensi inkontinensia urine meningkat seiring meningkatnya

usia. Inkontinensia urine lebih banyak terjadi pada perempuan dari

pada laki-laki. Usia lanjut sering kali memiliki kondisi medik yang

dapat menganggu proses proses berkemih secara langsung

mempengaruhi fungsi saluran berkemih, perubahan status volume dan

ekresi urin, atau kemampuan untuk ke jamban. Pada orang usia lanjut

di masyarakat, inkontinensia urin dikaitkan dengan depresi, transient

ishaemic attack dan stroke, gagal jantung kongensif, konstipasi dan

inkontinensia feses, obesitas penyakit paru obstruksi kronis, batuk

kronis, dan gangguan mobilitas (Sudoyo, 2010).

e. Anatomi Fisiologi Sistem Tekait


18

Vesika urinaria (kandungan kemih) yang terletak dibelakang

simfisis pubis mengumpulkan urine. Membran mukus yang melapisi

kandung kemih tersusun berlipat dan disebut rugae. Dinding otot

kandungan kemih yang elstis bersamaan dengan rugae dapat membuat

kandungan kemih berdintesi untuk menampung jumlah urin yang

cukup banyak. Otot skeletal berlapis satu mengelilingi dasar dan

membentuk sfingter urinarius eksternal. Saraf simpatis dan

parasimpatis mempersarafi kandung kemih. Panjang uretra laki-laki

kira-kira 20 cm, sedangkan pada wanita adalah 4 cm. Prostat adalah

kelenjar reproduksi pria. Prostat mengelilingi bagian atas uretra

(Baradero, Mary dan Yakobus, 2009).

f. Patofisiologi

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan perubahan yang

terkait dengan usia pada sistem Perkemihan Vesika Urinaria (Kandung


19

Kemih). Kapasitas kandung kemih yang normal sekitar 300-600 ml.

Dengan sensasi keinginan untuk berkemih diantara 150-350 ml.

Berkemih dapat ditundas 1-2 jam sejak keinginan berkemih dirasakan.

Ketika keinginan berkemih atau miksi terjadi pada otot detrusor

kontraksi dan sfingter internal dan sfingter ekternal relaksasi,yang

membuka uretra. Pada orang dewasa muda hampir semua urine

dikeluarkan dengan proses ini.Pada lansia tidak semua urine

dikeluarkan, tetapi residu urine 50 ml atau kurang dianggap adekuat.

Jumlah yang lebih dari 100 ml mengindikasikan adanya retensi

urine.Perubahan yang lainnya pada peroses penuaan adalah terjadinya

kontrasi kandung kemih tanpa disadari. Wanita lansia, terjadi

penurunan produksi esterogen menyebabkan atrofi jaringan uretra dan

efek akibat melahirkan mengakibatkan penurunan pada otot-otot dasar

(Stanley M & Beare G Patricia, 2006).

Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan

kontraksi kandung kemih. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan

pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai

kapasitas berlebihan. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan

kandung kemih bocor bila batuk atau bersin.


20

g. Pathway

Multiparitas
(penurunan otot dasar
panggul) Obstruksi
lansia
Ketika Batuk, bersin, kandung kemih Lesi spinal cord
tertawa,mengejan dibawah S2
h.
Kehilangan
Penurunan otot fungsi
Tekanan otot detrusor
detrusor kognitif
kandung tidak stabil
kemih > uretra
Tidak dapat Penururnan
Tekanan intravesika
Mengontrol fungsi otot
Peningkatan
keluaran urin detrusor
tekanan Kontraksi kandung
intraabdominal kemih involunter inkontinensia
refleks urin Inkontinensia
Fungsional
Kebocoran urine
Otot sfingter uretra
involunter
melemah

Inkontinensia
Inkontinensia Stres urgensi/dorongan

INKONTINENSIA URIN

Genitalia
Eksterna Basah

Urin tersisa di
celana

Urin yang bersifat Keluar malam/siang hari


asam mengiritasi Tubuh berbau
kulit pesing
Menggangu aktifitas, tidur

MK: Gangguan Malu saat


Integritas Kulit bersosialisasi MK : gangguan pola tidur

MK: Ansietas
21

i. Tanda dan Gejala

Menurut Stanley (2010), tanda dan gejala inkontinensia urin

dapat dibedakan berdasarkan jenis inkontinensia, yaitu :

1) Merasa desakan berkemih, disertai ketidak mampuan

mencampai kamar mandi karena telah mulai berkemih.

2) Desakan, frekuensi, dan nokturia.

3) Inkontinensia stress, dicirikn dengan keluarnya sejumlah kecil

urine ketika tertawa, bersin, melompat, batuk dan

membungkuk.

4) Inkontinensia urgensi, dicirikanatau terjadi interval yang sangat

pendek antara kebutuhan untuk berkemih yang dirasakan

dengan terjadinya berkemih.

5) Inkontinensia overflow, dicirikan dengan aliran urine buruk

atau lambat dan merasa menunda atau mengejan.

6) Inkontinensia fungsional, dicirikan dengan volume dan aliran

urine yang adekuat.

7) Hygiene buruk atau tanda-tanda infeksi.

8) Kandungaan kemih terletak diatas simfisis pubis.

j. Klasifikasi

Ada 2 kalsifikasi inkontinensia urin menurut Martono dan

Kris (2011), sebagai berikut :

a) Inkontinensia akut
22

Penggunaan kata DIAPPERS juga dapat membantu mengingat

sebagian besar dari penyebab inkontinensia ini, yaitu:

1) Delirium : kesadaran yang menurun berpengaruh pada

tanggapan rangsang berkemih, serta mengetahui tempat

berkemih. Delirium merupakan penyebab utama dari

inkontinensia bagi merka yang dirawat dirumah sakit, bila

dilirium membaik, inkontinensia pulih juga.

2) Infection : infeksi saluran kemih sering berakibat inkontinensia,

tidak demikian dengan bakteriuri yang asimtomatik.

3) Atrophic vaginitis dan atrophic urethritis : pada umunya

atrophic vaginitis akan disertai atrophic urethriris dan keadaan

ini menyebabkan inkontinensia pada wanita. Biasanya ada

respon yang baik dengan sedia estrogen oral setelah beberapa

bulan pemakaian.

4) Pharmaceuticals : obat-obatan merupakan salah satu penyebab

utama dari inkontinensia yang sementara, misalnya diuretik,

antikolinegrik, psikotropik, analgesik opioid, alfa bloker pada

wanita, alfa angonis pada pria, dan penghambat kalsium.

5) Psychologic factors: depresi berat dengan retardasi psikomotor

dapat menurunkan kemampuan atau motivasi untuk mencapai

tempat berkemih.

6) Excess urine output : pengeluaran urine berlebihan dapat

melampaui orang usia lanjut mencapai kamar kecil. Selain obat


23

diuretik, penyebab lain misalnya pengobatan gagal jantung,

gangguan metabolik, seperti hiperglikemia ataupun terlalu

banyak minum.

7) Ristricted mobility : hambatan mobiliti untuk mencapai tempat

berkemih.

8) Stool impaction : impaksi feses juga merupakan penyebab yang

sering dari inkontinensia pada mereka yang dirawat atau

immobil.

b) Inkontinensia yang menetap

Penyebab dari inkontinensia yang menetap (persisten) harus

dicari, setelah penyebab dari inkontinensia yang sementara sudah

diobati dan disingkirkan. Secara umum penyebab inkontinensia

yang menetap adalah :

1) Aktifitas detrusor berlebihan (Over Active Bladder,

inkontinensia tipe urgensi): aktifitas detruson yang berlebihan

menyebabkan kontraksi yang terkendali dari kandungan kemih

dan berakibat keluarnya urin.

2) Aktivitas detruson yang menurun (inkontinensia tipe

overflow/luapan): dapat idiopati atau akibat gangguan

persyarafan sacrum. Ditandai dengan seering berkemih, malam

hari lebih sering, dengan jumlah urin sediki-sedikit.

3) Kegagalan uretra (inkontinensia tipe stress) : inkontinensia ini

ditandai dengan kebocoran urin pada saat aktivitas.urin dapat


24

keluar saat tertawa, batuk dan mengangkat benda berat,

keluarnya urin ini lebih mencolok siang hari.

4) Obstruksi urethra: pembesaran kelenjar prostat, striktura

urethra, kanker prostat adalah penyebab yang biasa didapatkan

dari inkontinensia pada pria lanjut usia (Martono dan Kris

2011).

k. Test Diagnostik

Menurut Martono dan Kris (2011) test diagnostik terdisi

dari 10 test diagnostik, diantaranya sebgai beriku :

1) Urinalisis digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah,

dan glukosa dalam urine.

2) Uroflowmetry digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih

dan menunjukan obstruksi pintu bawah kandungan kemih

dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih.

3) Cysometry digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular

kandungan kemih dengan mengukur efesiensi reflek otot

detrusor, tekanan dan kapitas intravesikal, dan reaksi

kandungan kemih terhadap panas.

4) Urografi ekskretorik, disebut juga pielografi intravena,

digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal,

ureter dan kandungan kemih.

5) Voiding cystourethrography digunakan untuk mendeteksi

ketidaknormalan kandungan kemih dan uretr serta mengkaji


25

hipert lobus prostat, striktur uretra, dan tahapan gangguan

uretra prostastik stenosis ( pada pria).

6) Uretrografi retrograde, digunakan hampir secra ekslusif pada

pria, membantu diagnosis striktur danaktivitas obstruksi

orifisum uretra.

7) Elektrimiografi sfingter eksternal mengukur aktivitas listik

sfingter urinarus eksternal.

8) Pemeriksaan rektum pada pasien pria dapat menunjukan

pembesaran prostat atau nyeri, kemungkian menandakan

hipertrofi prostat jinak atau infeksi. Pemeriksaan tersebut juga

dapat menunjukan impaksi yang mungkin menyebabkan

inkontinensia.

9) Pemeriksaan vagina dapat memperlihatkan kekeringan vagina

atau vaginitis atrofi, yang menandakan kekurangan estrogen.

10) Kateterisasi residu pacsakemih digunakan untuk menentukan

luasnya pengososngan kandungan kemih dan jumlah urin yang

tersisah dalam kandungan kemih setelah pasien berkemih.

l. Penanganan

Senam kagel diperkenalkan pertama kali oleh sorang

ginekolog bernama Dr. Kegel pada 1948. Senam kegel (kegel

exercise) dalah bentuk latihan atau kegiatan fisik yang memberi

pengaruh terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila


26

dilaksanakan dengan tepat dan terarah (Setyoadi dan Kusgariyadi

dalam Depkes RI, 2011).

Menurut Setyoadi dan Kusgariyadi (2011), latihan kegel

merupakan aktivitas fisik yang tersusun dalam suatu program yang

dilakuakan secara berulang-ulang guna meningkatkan kebugaran

tubuh. Latihan kagel pada lansia dapat mencegah dan melambatkan

kehilangan fungsional tubuh.

Inkontinensia urine merupakan gangguan pemenuhan

kebutuhan eliminasi urine. Lansia yang mengalami inkontinensia

urine akan mengalami gangguan keseimbangan cairan dan

penurunan kapasitas kandungan kemih yaang selanjutnya akan

memperberat keluhan inkontinenssianya. Faktor- fakttor resiko

inkontinensia urine yang berkaitan dengan bertambahnya usia

adalah melemahnya tonus otot kandungan kemih, pengosongan

kandungan kemih yang tidak sempurna, dan timbulnya kontraksi

yang abnormal pada kandungan kemih. Keadaan ini dapat diatasi

dengan melakukan latihan kagel secara aktif (Setyoadi dan

Kusgariyadi, 2011).

a. Frekuensi Senam Kegel

Dosis senam kegel dapat dihitung dengan cara melihat nilai

denyut jantung optimal yang dicapai setiap selesai melakukan

senam. Intesitas senam secara umum didefinisikan menjadi 3 yaitu,

ringan (<50% kapasitas maksimal), sedang (50-70% kapasitas


27

maksimal), dan berat (>70% kapasitas maksimal) Setyoadi dan

Kusgariyadi ( 2011).

Frekuensi senam saangat bergantung dari jenis senam yang

diberikan. Optimalisasi juga sangat ditentukan oleh benar atau

tidaknya gerak yang dilakukan. Ada berbagai jenis senam yang

dapat dilakukan lansia dalam usaha mencegah kehilangan

pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, termasuk kehilangan

fungsional dan kandungan kemih dan sfingter uretra (Setyoadi dan

Kusgariyadi, 2011).

b. Tujuan Senam Kegel

Menurut Setyoadi dan Kusgariyadi (2011) tujuan dari senam

kegel sebagai berikut:

1) Memprbaiki ketidakmampuan menahan kencing dengan cara

melatih otot pubococcygeus (PC) atau pelvic floor muscle.

2) Meningkatkan tonos otot kansungan kemih dan kekuatan otot

dasar panggul serta sfingter uretra agar dapat tertutup dengan

baik.

3) Meningkatkan efisiensi serta memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit.

4) Meningkatkan aliran darah keotak.

5) Memperpanjang interval waktu berkemih sehingga lansia dapat

menahan sensasi berkemih sebelum waktunya.

6) Mencegah prolaps uteri atau turunya rahim.


28

7) Meningkatkan kemampuan mengontrol dan mengatasi

ejakulasi dini serta ereksi yang lama.

8) Mengencangkan otot-otot vagina ( Setyoadi, 2011)

c. Indikasi Senam Kagel

1) Lansia yang mengalami masalah inkontinensia urin.

2) Lansia yang fungsi kognitifnya masih baikdan keinginan untuk

melakukan latihan.

3) Wanita pasca melahirkan.

4) Pria yang mengalami gangguan pada fungdi seksual (Setyoadi

dan Kusgariyadi, 2011).

d. Hal-hal yang Harus Diperhatikan

1) Hindari minuman yang mengandung stimulus seperti teh, kopi,

dan minuman berakohol.

2) Berikan dorongan positif dengan memodifikasi tingkah laku

dan libatkan keluarga dalam perawatan lansia.

3) Perhatikan respon klien dalam kelelahan (Setyoadi dan

Kusgariyadi, 2011).

e. Penatalaksanaan

Menurut Setyoadi dan Kusgariyadi (2011) terdapat beberapa

metode dalam pelaksanaan senam kagel antara lain senam kagel

dan bladder training. Metode senam kagel, antara lain:

1) Berdiri atau duduk dengan kaki terbuka


29

2) Kontraksikan atau pejamkan rektum, uretra, dan vagina, lalu

tahan dengan hitungan 3-5 detik.

3) Lakukan setiap kontraksi 10 kali dengan frekuensi lima kali

sehari

4) Anjurkan lansia untuk mencoba memulai dengan mebuang air

seni dan menghentikan laju urine pada pertengahan.

3. Konsep Asuhan keperawatan Gerontik

a. Pengertian gerontik

Asuhan keperawatan gerontik merupakaan proses atau

rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang diberikan secara

langsung kepadaa pasien lansia di berbagai tatanan pelayanan

kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan

sebagai suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,

bersifat humanisitc, dan berdasarkan pada kebutuhan objektif klien

untuk mengatasi masalah yang dihdapi klien (Muttaqin, 2011).

b. Tujuan dan Manfaat Gerontik

Adapun tujuan dan manfaat dalam pemberian asuhan

keperawatan antara lain menurut Muttaqin (2011)

1) Membantu individu untuk mandiri.

2) Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam

bidang kesehatan.
30

3) Membantu individu mengembangkan potensi untuk

memelihara kesehatan secara optimal agar tidak tergantung

pada orang lain dalam memelihara kesehatannya.

4) Membantu individu memperoleh derajat kesehtan yang

optimal.

c. Tahapan Asuhan Keperawatan Gerontik

1) Pengkajian

Pengkajian adalah suatu tahap awal dari proses manajemen

keperawatan dan merupakan suatu prose yang sistematis dalam

pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehtan klien.

2) Diagnosa

Diagnosa keperawatn adalah pernyataan tertulis yang tegas

dan jelas tentang masalah kesehatan pasien, penyebab dan

faktor yang menunjang. Kegiatan yang dilakukan meliputi data,

mengelompokkan data, mengenal masalah, menyusun daftar

masalah, menyusun referensi dan kesimpulan serta

menegakkan diagnosa (Nursalam, 2013).

3) Intervensi

Intervensi keperawatan adalah pedoman tertulis untuk

melaksanakan tindakan keperawatan dalam membantu pasien

dalam memecahkan masalah serta memenuhi kebutuhan

kesehatannya dan mengkoordinir staf perawat dalam


31

pelaksanaan perawatan. Kriteria penentuan rencana tindakan

yaitu disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan,

melibatkan pasien atau keluarga, mempertimbangkan latar

belakang budaya pasien dan keluarga, harus berupa kalimat

instruksi serta menyamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.

Kegiatan yang dilakukan membuat prioritas, menentukan

tujuan, membuat order keperawatan atau rencana intervensi

keperawatan, menentukan kriteria evaluasi. standar

dokumentasi untuk hal ini adalah perawat dapat

mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang

mencerminkan hubungan yang serasi antar diagnosa

keperawatan secara umum, perintah intervensi keperawatan

dan kriteria hasil yang diharapkan (Nursalam, 2013).

4) Implementasi

Implementasi keperawatan adalah melaksanakan tindakan

keperawatan sesuai asuhan keperawatan yang telh disusun.

Hal-hal yang perlu diperhatiakan dalam melaksanakan tindakan

keperawatan yang mengamati keadaan bio-psiko-sosio-spritual

pasien, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, mencuci

tangan sebelum dan sesudah melaksanakan kegiatan,

menerapkan etika keperawatan serta mengutamakan

kenyamanan dan keselamatan pasien. Kegiatan yang dilakukan

meliputi melihat data dasar, mempelajari rencana,


32

menyesuaikan rencana, menentukan kebutuhan bantuan,

melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah

disusun, analisa umpan balik, mengkomunikasikan hasil asuhan

keperawatan (Nursalam, 2013).

5) Evaluasi

Evaluai adalah mengkaji respon pasien terhadap standar

atau kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai.

Penulisan pada tahap evaluasi proses keperawatan yaitu

terdapat jam melakukan tindakan, data perkembangan pasien

yang mengacu pada tujuan, keputusan apakah tujuan tercapai

atau tidak, serta ada tanda tanggan atau paraf. Kegiatan yang

dilakukan meliputi menggunakan standar keperawataan yang

tepat, mengumpulkan dan mengorganisasi data, membandikan

data dengan kriteria dan menyimpulkan hasil yang kemudian

ditulis dalam daftar masalah (Nursalam, 2013).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Lansia dengan Gangguan

Inkontinensia Urin Terhadap Pengaruh Senam Kegel

1. Pengkajian

Pengakajian adalah tahap awwal dari proses menejemen keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data

dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehtan klien (Nursalam, 2010).


33

a. Data Biografi

1) Nama : Untuk mengetahui identitas dengan nama

jelas dan lengkap, bila perlu nama panggila sehari-hari agar

tidak keliru dalam memberikan penanganan.

2) Umur : untuk mengetahui faktor-faktor resiko dari

umur sebagia besar (75%) kasusu terjadi sebelum usia 30 tahun

(Ariyanto, 2017).

3) Suku bangsa : Untuk mengetahui adat istiadat atau

kebiasaan sehari-hari.

4) Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien

tersebut unruk membimbing atau mengarahkan pasien dalam

berdoa.

5) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan

dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya,

sehingga dapat mempermudahdalam menyampai materi

konseling. Pendidikan mempengaruhi sikap dan prilku dalam

pengendalian inkontinensia urin.

6) Perkejaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat

sosial ekonominya, karena dapat mempengaruhi status gizi

pasien tersebut.

7) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah

kunjungan rumah bila diperlukan.


34

b. Riwayat Keluarga

Meliputi riwayat pasangan hidup, riwayat anak-anak, nama dan

alamat, status kesehatan, umur, pekerjaan, kematian, tahun

meninggak penyebab kematian.

c. Riwayat Pekerjaaan

Untuk mengetahui status pekerjaan saat ini, pekerjaan sebelumnya,

sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan.

d. Riwayat Lingkungan Hidup

Untuk mengetahui tipe tempat tinggal, jumlah kamar, jumlah

tingkat, jumlah orang yang tinggal dirumah, tetangga sekitar dan

alamat.

e. Riwayat Rekreasi

Untuk mengetahui hobby, keanggotaan organisasi dan liburan.

Pada penderita inkontinensia urin dapat terjadi keminderan saat

reakreasi.

f. Riwayat psikososial

Pada penderita inkontinensia urin biasanya pasien mengalamami

gelisa, rasa tidak nyaman, insomnia, gugup, kesulitan

berkonsentrasi, stress dan ketidakmampuan untuk kekamar mandi,

g. Sumber/Sistem Pendukung yang Digunakan

Meliputi dokter, rumah sakit, klinik dan pelayanan kesehatan.

h. Deskripsi Hari Khusus


35

Untuk mengetahui ingatan tentang hari khusus seperti tanggal lahir

dan kebiasaan tidur.

i. Status Kesehatan saat ini

Untuk mengetahui status kesehatan selama setahun yang lalu dan 5

tahun yang lalu, keluhan kesehatan utama, masalah kesehatan,

diagnosa medis, obat-obatan. Pada kasus inkontinensia urine

pasien mengeluarkan urin yang tidak terkendali pada waktu yang

tidak dikehendaki tanpa memperhatikan frekuensianya dan

jumlahnya.

j. Status Kesehatan Masa Lalu

Untuk mengetahui penyakit masa lalu, penyakit serius, trauma,

perawatan di rumah sakit dan oprasi.

k. Alasan Masuk Panti

Untuk mengetahui penyebab daan alasan masuk panti.

l. Riwayat Keluarga

Biopsikososial pohon keluarga, yang mencatat tentang siklus

kehidupan keluarga, riwayat sakit di dalam keluargaa serta

hubungan antar anggota keluarga.

m. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Untuk mengetahui adanya kelelahan, perunahan BB 1 tahun

yang lalu, perubahan nafsu makan, demam, keringat malam,


36

kesulitan tidur, sering pilek dan infeksi serta pemeriksaan Vital

Sign yaitu meliputi:

a) Tekanan Darah : tekanan darah normal yaitu antara 90/60

mmHg hingga 140/90 mmHg. Pada penderita inkontinensia

urine mengalami peningkatan tekanan darah karena faktor

usia.

b) Nadi : batas normal denyut nadi yaitu 60-100 x/menit. Pada

penderita inkontinensia normal.

c) Pernafasan : batas normal frekuensi pernafasan yaitu 16-20

x/menit. Pada kasus pasien inontinensia pernafasan normal.

d) Suhu Tubuh : batas normal suhu tubuh adalah 35,6oC –

37,6oC. Pada pasien inkontinensia urin, suhu tubuh normal.

2) Kepala

Untuk mengetahui adanya sakit kepala, trauma masa lalu dan

gatal pada kulit kepala. Pada penderita inkontinensia terjadi

perubahna rambut.

3) Muka

Untuk mengetahui adanya pruritas, perubahan pigmentasi,

tekstur, nevi, sering memar. Ekspresi wajah tampak bingung.

4) Mata

Pada penderita inkontinensia terdapat gangguan pengelihatan,

seperti pengelihatan kabur karen faktor usia.

5) Telinga
37

Pada pasien inkontinensia terdapat gangguan pada pendengaran

karena faktor usia.

6) Hidung

Pada penderita inkontinensia tidak terdapat kelainan pada

hidung.

7) Mulut dan tenggorokan

Pemeriksaan pada mulut dilakukan untuk mengetahui apakah

bibir pucat atau tidak, keadaan lidah bersih atau kotor, apakah

ada stomatits atau tidak, pada gigi terdapat caries atau tidak.

Pada pasien inkontinensia mukosa bibir kering.

8) Leher

Pada penderita inkontinensia urine tidak terdapat kelainan pada

leher.

9) Dada

Pada penderita inkontinensia urine tidak terdapat kelainanan

pada dada.

10) Abdomen

Pada penderita inkontinensia urine tidak terdapat kelainan pada

abdomen.

11) Genetalia

Pada penderit inkontinensia urine biasanya tidak dapat

mengontrol berkemih, merasa ketidaknyamanan, dan sudah

mengalami menopause dan andropause.


38

12) Ekstermitas

Pada penderita inkontinensia urine terjadi penurunan kekuatan

otot, kaku untuk berjalan, aktivitas terganggu, memerlukan

bantuaan saat beraktivitas, turgor jelek, terdapat hambatan

personal hygien, hambatan toileting.

n. Pengkajian fungsional Klien

1) Katz indeks

Mandiri dalam makan, kontinensia (BAK, BAB) menggunakan

pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi.

Tabel 2.2 Katz indeks

INDEKS KATZ

SKORE KRITERIA

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar

kecil, berpakaian dan mandi

B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

satu dari fungsi tersebut

C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

mandi dan satu fungsi tambahan

D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

mandi dan berpakaian dan satu fungsi tambahan

E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

mandi, berpakaian, dan satu fungsi tambahan

F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali


39

mandi, berpakaian, berpindah dan satu fungsi tambahan

G Ketergantungan pada enam fungsi tersebut

Lain-lain Ketergantungan pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat

diklasifikasikan sebagai C, D, E, F, dan G

Kesimpulan : klien mampu mandiri dalam makan, kontinensia

(BAK, BAB), mengunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi.

Keterangan :

a. Indeks Katz A : mandiri untu 6 aktivitas

b. Indeks Katz B : mandiri untuk 5 aktivitas

c. Indeks Katz C : mandiri, kecuali bathing dan satu fungsi lain

d. Indeks Katz D : mandiri, kecuali bathing, dressing dan 1 fungsi lain.

e. Indeks Katz E : mandiri, kecuali bathing, dresing, toileting dan satu

fungsi tambahan.

f. Indeks Katz F : mandiri, kecuali bathing, dressing, toileting,

transferring dan satu fungsi lain.

g. Indeks Katz G : tergantung pada orang lain untuk 6 aktivitas.


40

2) Modifikasi dari Barthel Indeks

Tabel 2.3 Modifikasi dari Barthel Indeks

No Kritria Dengan Mandiri Keterangan

Bantuan

1 Makan 5 10 Frekuensi: 3x/hari

Jumlah : 1 porsi,

kadang-kadang

tidak dihabiskan

Jenis: nasi + lauk

2 Minum 5 10 Frekuensi:± 3-4

x/hari

Jumlah: 2-3 gls/hri

Jenis : air putih

3 Berpindah dari korsi 5-10 15

roda ke tempat tidur

dan sebagainya

4 Personal toilet (cuci 0 5

muka, menyisir

rambut, gosok gigi)

5 Keluar masuk toilet 5 10

(menyuci pakaian,

menyeka tubuh,

menyiram)
41

6 Mandi 5 15 Frekuensi : 2x/hari

7 Jalan dipermukaan 0 5

datar

8 Naik turun tangga 5 10

9 Mengenakan pakaian 5 10

10 BAB 5 10 Frekuensi: 2x/hari

Konsistensi: lunak

11 BAK 5 10 Frekuensi:2-3x/hari

Warna: kuning

jernih

12 Olaraga/latihan 5 10 Tidak pernah

13 Rekreasi/pemanfaat 5 10 Berbincang-

waktu luang bincang dengan

teman satu wisma

Nilai dari barhel indeks, yaitu :

 130 : mandiri

 125-61 : tergantung sebagian

 60 :ketergantungan total

o. Pengkajian Status Mental Gerontik


42

1) SPMSQ (Short Portable Mental Status Questioner)

Beri tanda √ pada jawaban klien

Tabel 2.4 SPMSQ

Short Protable Mental Status Questionnarie (SPMSQ)

Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ -

1. Tanggal berapa hari ini?

2. Hari apa sekarang? (hari, tanggal, tahun)

3. Apa nama tempat ini?

4. Berapa nomor telpon anda?

4.A. Dimana alamat anda? (tanyakan hanya bila

klien tidak mempunyai telepon)

5. Berapa umur anda?

6. Kapan anda lahir?

7. Siapa presiden Indonesia sekarang?

8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?

9. Siapa nama kecil ibu anda?

10. Kurang 3 dari 20 dan terus kurangi 3 dari

masing-masing hasil anaknya sampai habis.

Jumlah kesalahan total.

Penilaian SPMSQ

1) Kesalahan 0 -2 : fungsi intelektual utuh

2) Kesalahan 3 – 4 : fungsi intelektual ringan


43

3) Kesalahan 5 – 7 : fungsi intelektual sedang

4) Kesalahan 8 – 10 : fungsi intelektual berat

2) MMSE (Mini Mental Status Exam)

Tabel 2. 5 MMSE

No Aspek Nilai Nilai Kriteria

Kognitif Maksimum klien

1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan

benar :

a. Tahun

b. Musim

c. Tanggal

d. Hari

e. Bulan

Orientasi 5 4 Dimana kita sekarang

berada:

a. Negra

b. Provesi/Kab.

c. Panti

d. Wisma

2 Registrasi 3 3 Mintak klien

menyebutkan 3 objek

a.

b.
44

c.

3 Perhatikan dan 5 0 a. Mintak klien mengeja

kalkulasi 5 kata dari belakang,

misal: BAPAK =

KAPAK

b. Mintak klien untuk

mengurangi 100

kurang 7 sampai lima

kali :

93, 86, 79, 72, dan 65

4 Mengingat 3 3 Mintak klien

mengulangi obyek

yang telah disebutkan

sebelumnya :

a.

b.

c.

5 Bahasa 9 9 a. Mintak klien

mengulang kata

berikut “tak ada, jika,

dan, atau, tetapi”, bila

benar nilai 1 poin.

b. Mintak klien untuk


45

mengikuti perintah

berikut yang terdiri

dari 3 langkah

1) Ambil kertas

ditangan saya

2) Lipat 2

3) Taruh dilantai

c. Perintahkan pada

klien untuk hal

berikut (bila aktivitas

sesuai perintah nilai 1

poin)

1) Tutup mata anda

d. Perintahkan pada

klien untuk menulis 1

kalimat dan menyalin

gambar

1) Tulis satu kalimat

2) Menyalin gambar

Skor total :

1) >23 : Aspek kognitif dari fungsi mental baik

2) 18-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan

3) < 23 : Terdapat kerusakan aspek mental berat


46

2. Diagnosaa Keperawatan

a. Analisa Data

Tabel 2.6 Analisa Data

No Data senjang Etiologi Masalah

1 Ds : pasien Multiparitas Inkontinensia


mengatakan saat (penurunan otot dasar
tertawa, bersin, batuk panggul) Stres
Ketika Batuk, bersin,
dan membungkuk urin
tertawa,mengejan
keluar sedikit tanpa
disadari.
Tekanan
Do : pasien terlihat kandung
tidak nyaman dan kemih > uretra
terganggu dengan
keadaannya.
Otot sfingter uretra
melemah

2 Ds : pasien Obstruksi Inkontinensia


kandung kemih urgensi/dorongan
mengatakan air
kecingnya keluar otot detrusor
tidak stabil
sendiri tanpa disadari.
Do : pasien terlihat Tekanan intravesika

tidak nyaman dan Kontraksi kandung


kemih involunter
terganggu dengan
Kebocoran urine
keadaannya. involunter

4 Ds : pasien Lansia Inkontinensia


mengatakan Fungsional
ketidakmampuannya Kehilangan fungsi
kognitif
untuk kekamar mandi
saat ingin berkencing Penururnan fungsi
dan air kencinya otot detrusor
keluar sendiri tanpa
disadari.
47

Do : pasien terlihat
tidak nyaman dan
terganggu dengan
keadaannya.
5 Ds : pasien Inkontinensia urin Gangguan
Integritas Kulit
mengatakan celananya
Genitalia Eksterna
sering basa karena air Basah
kencingnya keluar
Urin tersisa di celana
sendiri.
Urin yang bersifat
asam mengiritasi kulit
Do: pasien terlihat
tidak nyaman dengan
gelisah.
6 Ds : pasien Inkontinensia urine Gangguan pola
mengatakan tidak bisa
Genitalia Eksterna tidur
tidur karena sering Basah
terbangun dimalam
hari karena ingin Urin tersisa di celana
kencing.
Keluar malam/siang
hari
Do: pasien terlihat
Menggangu aktifitas,
tidak nyaman dan tidur
terganggu dengan
keadaannya.
7 Ds: pasien Inkontinensia urine Ansietas
mengatakan cemas
Genitalia Eksterna
dengan keadaan yang Basah
dialaminya.
Urin tersisa di celana
Do: pasien terlihat
Tubuh berbau pesing
tidak nyaman dan
48

terganggu dengan Malu saat


bersosialisasi
keadaannya.
b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan tertulis yang tegas

dan jelas tentang masalah kesehatan pasien, penyebab dan faktor

yang menunjang, diagnosa keperawatan pada pasien inkontinensia

urine sebagai berikut:

1) Inkontinensia urine stress berhubungan dengan kelemahan otot

pelvis, peningkatan tekanan abdomen dan kelemahan intrinsik

ditandai dengan mengeluh keluar urin <50 ml saat tekanan

abdomen meningkat (mis. saat berdiri, tertawa, bersin, berlari

atau mengangkat benda berat) ditandai dengan penurunan

kapasitas kandungan kemih.

2) Inkontinensia urin urgensi berhubungan dengan penurunan

kapasitas kandungan kemih dan hiperaktivitas detrusor dengan

kerusakan kontraktilitas kandungan kemih

3) Inkontinensia urin fungsional berhubungan dengan

ketidakmampuan atau penurunan mengenali tanda-tanda

berkemih ditandai dengan mengompol sebelum mencapai atau

selama usaha mencapai toilet.

4) Gangguan integritas berhubungan dengan proses penuaan dan

kelembaban.

5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan

lingkunagan ditandai dengan mengeluh sering terjaga


49

6) Ansietas berhubungan dengan ancama konsep diri ditandai

dengan merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang

dihadapi.

3. Intervensi dan Rasional

Intervensi keperawatan adalah pedoman terulis untuk

melaksanakan tindakan keperawatan dalam membantu pasien dalam

memecahkan masalah serta memenuhi kebutuhan kesehatannya dan

mengkoordinir staf perawatan dalam pelaksanaan perawatan. Kriteria

penentuan rencana tindakan yaitu disusun berdasarkan tujuan asuhan

keperawatan, melibatkan pasien atau keluarga, mempertimbangkan

latar belakang budaya pasien dan keluarga, harus berupa kalimat

instruksi serta menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien. Kegiatan

yang dilakukan membuat prioritas, menentukan tujuan, membuat order

keperawatan atau rencana intervensi keperaawatan, menentukan

kriteria evaluasi. Standar dokumentasi untuk hal ini adalah perawat

dapat mengembangkan rencana asuhan keperawtan yang

mencerminkan hubungan yang serasi antar diagnosis keperawatan

secara umum, perintah intervensi keperawatan dan kriteria hasil yang

diharapkan (Nursalam, 2013 dalam Triyogi, 2015)

Tabel 2.7 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi

Hasil

1 Inkontinensia Setelah dilakukan O : monitor


50

urine stress timdakan keperawatan pengeluaran urine.

berhubungan 3x24 jam diharapkan T : berikan

dengan pola kebiasaan buang reinforcement positif

kelemahan otot air kecil membaik. selama melakukan

pelvis, Kriteria Hasil : latihan dengan benar.

peningkatan 1.Verbalisasi E:

tekanan pengeluaran urin  Anjurkan tidak

abdomen dan tidak tuntas mengontraksi perut,

kelemahan menurun. kaki dan bokong saat

intrinsik ditandai 2.Residu volume melakukan latihan

dengan urine setelah otot panggul.

mengeluh berkemih menurun  Anjurkan menambah

keluar urin <50 3.Kemampuan durasi kontraksi-

ml saat tekanan berkemih relaksaksi 10 detik

abdomen meningkat. dengan siklus 10-20

meningkat (mis. 4.Sesnsai berkemih kali, dilakukan 3-4

saat berdiri, membaik. kali perhari.

tertawa, bersin, 5.Nokturia menurun.  Ajarkan

berlari atau mengontraksikan

mengangkat sekitar otot uretra dan

benda berat). anus seperti menahan

BAB/BAK selama 5

detik kemudian
51

dikendurkan dan

dirileksasikan dengan

siklus 10 kali.

 Ajarkan mengevaluasi

latihan yang

dilakukan dengan cara

menghentikan urin

sesat saat BAK,

seminggu sekali.

 Anjurkan latihan

selama 6-12 minggu.

K : kolaborasi

rehabilitasi medik untuk

mengukur kekuatan

kontraksi otot dasar

panggul, jika perlu

2 Inkontinensia Setelah dilakukan O : monitor

urin urgensi tindakan keperawatan pengeluaran urine.

berhubungan 3x24 jam diharapkan T : berikan

dengan pengosongan reinforcement positif

penurunan kandungan kemih selama melakukan

kapasitas membaik. latihan dengan benar.

kandungan Kriteria Hasil : E:


52

kemih dan 1. Desakan berkemih  Anjurkan tidak

hiperaktivitas menurun mengontraksi perut,

detrusor dengan 2. Detensi kandungan kaki dan bokong saat

kerusakan kemih menurun. melakukan latihan

kontraktilitas 3. Berkemih tidak otot panggul.

kandungan tuntas menurun  Anjurkan menambah

kemih ditandai 4. Volume residu durasi kontraksi-

dengan urine menurun relaksaksi 10 detik

penurunan 5. Urin menetes dengan siklus 10-20

kapasitas menurun kali, dilakukan 3-4

kandungan 6. Frekuensi BAK kali perhari.

kemih. membaik.  Ajarkan

mengontraksikan

sekitar otot uretra dan

anus seperti menahan

BAB/BAK selama 5

detik kemudian

dikendurkan dan

dirileksasikan dengan

siklus 10 kali.

 Ajarkan mengevaluasi

latihan yang

dilakukan dengan cara


53

menghentikan urin

sesat saat BAK,

seminggu sekali.

 Anjurkan latihan

selama 6-12 minggu.

K : kolaborasi

rehabilitasi medik untuk

mengukur kekuatan

kontraksi otot dasar

panggul, jika perlu

3 Inkontinensia Setelah dilakukan O : monitor

urin fungsional tindakan keperawatan pengeluaran urine.

berhubungan 3x24 jam diharapkan T : berikan

dengan pengosongan reinforcement positif

ketidakmampuan kandungan kemih selama melakukan

atau penurunan membaik. latihan dengan benar.

mengenali tanda- Kriteria Hasil : E:

tanda berkemih 1. Desakan berkemih  Anjurkan tidak

ditandai dengan menurun mengontraksi perut,

mengompol 2. Detensi kandungan kaki dan bokong saat

sebelum kemih menurun. melakukan latihan

mencapai atau 3. Berkemih tidak otot panggul.

selama usaha tuntas menurun  Anjurkan menambah


54

mencapai toilet. 4. Volume residu durasi kontraksi-

urine menurun relaksaksi 10 detik

5. Urin menetes dengan siklus 10-20

menurun kali, dilakukan 3-4

6. Frekuensi BAK kali perhari.

membaik  Ajarkan

mengontraksikan

sekitar otot uretra dan

anus seperti menahan

BAB/BAK selama 5

detik kemudian

dikendurkan dan

dirileksasikan dengan

siklus 10 kali.

 Ajarkan mengevaluasi

latihan yang

dilakukan dengan cara

menghentikan urin

sesat saat BAK,

seminggu sekali.

 Anjurkan latihan

selama 6-12 minggu.

K : kolaborasi
55

rehabilitasi medik untuk

mengukur kekuatan

kontraksi otot dasar

panggul, jika perlu

4 Gangguan Setelah dilakukan O : identifikasi

integritas tindakan keperawatan penyebab gangguan

berhubungan selama 3x24 jam integritas kulit (ms.

dengan proses diharapkan integritas Perubahan sirkulasi,

penuaan dan kulit membaik. penurunan kelembaban,

kelembaban. Kriteria Hasil : penurunan mobilitas)

1. Kerusakan jaringan T :

menurun  bersihkan perinial

2. Kerusakan lapisan dengan air hangat.

kulit menurun  Gunakan produk

3. Kemerahan berbahan petrolium

menurun atau minyak pada

4. Jaringan parut kulit kering

menurun E:

5. Sensasi membaik  Anjurkan

menggunakan

pelemban

 Anjurkan mandi dan

menggunakan sabun
56

secukupnya.\

 Anjurkan

menghindari terpapar

suhu ekstrim

5 Gangguan pola Setelah dilakukan O:

tidur tindakan keperawatan  Identifikasi pola

berhubungan 3x24 jam diharapkan aktivitas dan tidur

dengan kualitas tidur  Identifikasi faktor

hambatan membaik. gangguan tidur

lingkunagan Kriteria Hasil : T:

ditandai dengan 1. Keluhan sulit tidur  Fasilitasi

mengeluh sering menurun menghilangkan stress

terjaga 2. Keluhan sering sebelum tidur

terjaga menurun  Tetapkan jadwal tidur

3. Keluhan tidak puas rutin

tidur menurun  Lakukan prosedur


4. Keluhan istirahat untuk meningkatkan
tidak cukup kenyamanan
menurun. E;

 Jelaskan cukup

selama sakit

 Anjurkan menepati

kebiasaan waktu tidur


57

 Ajarkan relaksaksi

otot autogenik atau

cara nonfarmakologi

lainnya.

6 Ansietas Setelah dilakukan O:

berhubungan tindakan keperawatan  Identifikasi saat

dengan ancama 3x24 jam diharapkan tingkat ansietas

konsep diri kecemasan pasien berubah (mis.

ditandai dengan menurun. Kondisi, waktu,

merasa khawatir Kriteria Hasil : stresor)

dengan akibat 1. Verbalisasi  Monitor tanda-tanda

dari kondisi kebingungan ansietas (verbal dan

yang dihadapi. menurun nonverbal)

2. Perilku gelisah T:

menurun  Ciptakan suasana

3. Pola tidur membaik teraupetik untuk

4. Perasaan menumbuhkan

keberdayaan kepercyaan

membaik  Temani pasien untuk

mengurangi

kecemasan

 Motivasi

mengidentifikasi
58

siruasi yang memicu

kecemasan.

E:

 Informasikan secara

faktual mengenai

diagnosis,

pengobatan, dan

prognosis

 Latihan teknik

relaksaksi

K : kolaborasi

pemberian obat

antiansietas, jika perlu.

4. Implementasi

Tindakan keperawatan implementasi adalah kategori dari perilaku

keperawatan dimana tindakan yang diperlukn untuk mencapai tujuan

dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan

diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau

mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan

asuhan keperawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter &

Perry, 2010).
59

5. Evaluasi

Evaluasi adalah mengkaji respon pasien terhadap standar atau

kriteria yang ditentukan oleh tujuan yang ingin dicapai. Penulisan pada

tahap evaluasi proses keperawatan yaitu terhadap jam melakukan

tindakan, data perkembangan pasien yang mengacu pada tujuan,

keputusan apakah tujuan tercpai atau tidak, serta ada tanda tangan atau

paraf (Nursalam, 2008).

S (subjective) dalah informasi berupa ungkapann yang didapat dari

lansia setelah tindakan yang diberikan.

O (objective) adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan,

penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat setelah tindakan

yang dilakukan.

A (assessment) adalah membandingkan antara informasi subjektive

dan objektive dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil

kesimpulan bahwa masalah teratasi, teratasi sebagian, atau tidak

teratasi.

P (planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akaan

dilakukan berdasarkan hasil analisa.

Anda mungkin juga menyukai