Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ofloksasin

Menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014), tablet ofloksasin

mengandung ofloksasin, C18H20FN3O4, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih

dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket. Ofloksasin memiliki rumus

struktur seperti berikut ini:

Gambar 2.1 Struktur ofloksasin (Ditjen BKAK, 2014)

Beberapa karakterisitik ofloksasin yang disebutkan dalam Farmakope

Indonesia edisi V (2014) antara lain:

Rumus molekul : C18H20FN3O4

Berat molekul : 361,38

Nama kimia : 9-fluoro-2,3-dihidro-3-metil-10-(4-metil-1-piperazinil)-7-

okso-7H-pirido [1,2,3-de]-1,4-benzoksasin-6-karboksilat.

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; putih kekuningan pucat sampai

putih kekuningan terang.

Kelarutan : Sedikit larut dalam etanol, dalam metanol, dan dalam air;

agak sukar larut dalam kloroform.

5 Universitas Sumatera Utara


Analisa elemen : C, 59.83%; H, 5.5%; F, 5.26%; N, 11.63%; O, 17.71% (Al-

Omar, 2009).

pH : 3.8-5.5 (Al-Omar, 2009).

2.1.1 Mekanisme Kerja

Ofloksasin merupakan antibiotik golongan kuinolon, berkhasiat

bakterisid pada fase pertumbuhan kuman berdasarkan inhibisi dua enzim bakteri

yaitu DNA-gyrase dan topo-isomerase IV sehingga sintesis DNA-nya terganggu.

DNA-gyrase adalah enzim yang mengkompres DNA bakteri sehingga dapat

diinkorporasi dalam sel bakteri, sedangkan topo-isomerase diperlukan bagi

struktur ruang DNA. Enzim tersebut hanya terdapat pada pada kuman dan tidak

pada sel dari organisme lebih tinggi, sehingga sintesa DNA manusia tidak

dihambat (Tan dan Rahardja, 2007).

2.1.2 Farmakologi

Ofloksasin digunakan untuk infeksi saluran kemih, saluran nafas bawah,

gonore uretritis dan servisitis (Sukandar, dkk., 2009). Ofloksasin ini merupakan

antibakteri yang memiliki spektrum kerja luas (broad spectrum), dapat

digunakan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif

dan bakteri gram negatif (Okeri dan Arhewoh, 2008).

Resorpsinya cepat dan praktis lengkap dengan persentase pengikatan

(pada protein) kurang lebih 25% dan plasma-t1/2 kurang lebih 6 jam, yang dapat

meningkat sampai 10-30 jam pada gangguan fungsi ginjal (Tan dan Rahardja,

2007).

6 Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Efek Samping

Efek samping obat ini yang terpenting ialah pada saluran cerna dan

susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna, terutama berupa mual dan

hilang nafsu makan, merupakan efek samping yang paling sering dijumpai.

Efeksamping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit

kepala, vertigo, dan insomnia (Setiabudy, 1995).

2.1.4 Dosis

Sukandar dkk., (2009) menyebutkan pembagian dosis ofloksasin sebagai

berikut:

1. Oral

Infeksi saluran kemih: 200-400 mg/hari, sebaiknya pagi hari. Pada

infeksi saluran kemih atas dapat dinaikkan sampai 2× 400 mg/hari.

Infeksi saluran kemih bawah: 400 mg/hari, bila perlu dinaikkan menjadi

2 × 400 mg/hari. Gonore tanpa komplikasi: 400 mg dosis tunggal.

Uretritis atau servisitis non gonokokus: 400 mg/hari dalam dosis terbagi

atau tunggal.

2. Infus intravena: (200 mg/30 menit)

Infeksi saluran kemih dengan komplikasi: 200 mg/hari. Infeksi saluran

kemih bawah: 200 mg dua kali sehari. Infeksi kulit dan jaringan lunak:

400 mg dua kali sehari. Infeksi berat atau dengan komplikasi: 400 mg

dua kali sehari.

2.2 Tablet

Menurut Farmakope Indonesia edisi V (2014), tablet adalah sediaan

padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

7 Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan

tablet kempa. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan

merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan.

2.2.1 Keuntungan dan Kerugian Tablet

Banker dan Anderson (1986), menyebutkan beberapa hal berikut sebagai

keunggulan utama sediaan tablet:

1. Tablet merupakan bentuk sediaan yang utuh dan menawarkan

kemampuan terbaik dari semua bentuk sediaan oral untuk ketepatan

ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah.

2. Tablet merupakan bentuk sediaan yang ongkos pembuatannya paling

rendah.

3. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling ringan dan paling

kompak.

4. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah dan murah

untuk dikemas serta dikirim.

5. Pemberian tanda pengenal produk pada tablet paling mudah dan murah;

tidak memerlukan langkah pekerjaan tambahan bila menggunakan

permukaan pencetak yang bermonogram atau berhiasan timbul.

6. Tablet paling mudah ditelan serta paling kecil kemungkinan tertinggal di

tenggorokan, terutama bila bersalut yang memungkinkan

pecah/hancurnya tablet tidak segera terjadi.

7. Tablet bisa dijadikan produk dengan profil penglepasan khusus, seperti

penglepasan di usus atau produk lepas lambat.

8 Universitas Sumatera Utara


8. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang paling mudah untuk

diproduksi secara besar-besaran.

9. Tablet merupakan bentuk sediaan oral yang memiliki sifat pencampuran

kimia, mekanik dan stabilitas mikrobiologi yang paling baik.

Disebutkan juga beberapa kerugian tablet, diantaranya:

1. Beberapa obat tidak dapat dikempa menjadi padat dan kompak,

tergantung pada keadaan amorfnya, flokulasi, atau rendahnya berat jenis.

2. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya cukupan atau

tinggi, absorbsi optimumnya tinggi melalui saluran cerna atau setiap

kombinasi dari sifat di atas, akan sukar atau tidak mungkin diformulasi

dan dipabrikasi dalam bentuk tablet yang masih menghasilkan

bioavailabilitas obat cukup.

3. Obat yang rasanya pahit, obat dengan bau yang tidak dapat dihilangkan,

atau obat yang peka terhadap oksigen atau kelembapan udara perlu

pengapsulan atau penyelubungan dulu sebelum dikempa (bila mungkin)

atau memerlukan penyalutan dulu. Pada keadaan ini kapsul dapat

merupakan jalan keluar yang terbaik serta lebih murah.

2.2.2 Eksipien Formulasi Tablet

Agoes (2008), mengutarakan bahwa komposisi tablet umumnya terdiri

atas bahan aktif dan eksipien. Eksipien ditambahkan dengan berbagai fungsi dan

tujuan spesifik sebagai berikut:

1. Pengisi/pengencer

2. Pengikat

3. Penghancur (disintegrant/super disintegrant)

9 Universitas Sumatera Utara


4. Pelincir (lubricants)

5. Anti lengket (anti adhesive)

6. Pelicin (glidants)

7. Pembasah (wetting/surface active agents)

8. Zat warna (colours/pigments)

9. Peningkat rasa (flavors)

10. Pemanis

11. Penutup rasa.

2.2.3 Penggolongan Tablet

Syamsuni (2006), menggolongkan tablet ke dalam beberapa jenis, antara

lain:

a. Berdasarkan metode pembuatannya;

1. Tablet cetak. Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi, dengan

memberikan tekanan yang rendah ke dalam lubang cetakan.

2. Tablet kempa. Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk

atau granul menggunakan cetakan baja. Umumnya mengandung zat aktif,

bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran, dan lubrikan, tetapi dapat

juga mengandung bahan pewarna, bahan pengaroma, dan bahan pemanis.

b. Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh;

1. Bekerja lokal; misalnya tablet hisap untuk pengobatan pada rongga

mulut.

2. Bekerja sistemik; per oral.

c. Berdasarkan jenis bahan penyalut;

1. Tablet salut biasa/salut gula (dragee)

10 Universitas Sumatera Utara


2. Tablet salut selaput (film-coated tablet)

3. Tablet salut kempa

4. Tablet salut enterik (enteric-coated tablet)

5. Tablet lepas lambat (sustained-release tablet).

d. Berdasarkan cara pemakaian;

1. Tablet biasa/tablet telan

2. Tablet kunyah (chewable tablet)

3. Tablet isap (lozenges, trochisi, pastiles)

4. Tablet larut (effervescent tablet)

5. Tablet implan (pelet)

6. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)

7. Tablet bukal (buccal tablet)

8. Tablet sublingual

9. Tablet vagina (ovula).

2.2.4 Syarat-syarat Tablet

Adapun syarat-syarat formulasi tablet menurut Anief (2003), antara lain:

1. Memenuhi keseragaman ukuran

2. Memenuhi keseragaman bobot dan keseragaman kandungan

3. Memenuhi waktu hancur

4. Memenuhi kekerasan tablet

5. Memenuhi keregasan tablet.

2.3 Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)

Spektrofotometri serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara

radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang

11 Universitas Sumatera Utara


sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri ultraviolet,

cahaya tampak, infra merah dan serapan atom. Jangkauan panjang gelombang

untuk daerah ultraviolet adalah 190-380 nm, daerah cahaya tampak 380-780 nm,

daerah infra merah dekat 780-3000 nm, dan daerah infra merah jauh 2,5-40 µm

atau 4000-250 cm-1 (Ditjen POM, 1995).

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan

suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan

penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan

fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi

dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu

spektrofotometer tersusun dari spektrum tampak yang kontinu, monokromator,

sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau blangko dan suatu alat untuk

mengukur perbedaan absorpsi antara sampel dan blangko ataupun pembanding

(Khopkar, 1990).

Menurut Day dan Underwood (1998), unsur-unsur terpenting suatu

spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah

Ultraviolet pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu

halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada

panjang gelombang antara 350- 900 nm.

12 Universitas Sumatera Utara


2. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang

monokromatis. Alatnya berupa prisma untuk mengarahkan sinar

monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian.

3. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke

dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan

energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran

di daerah sinar tampak, kuvet dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran

pada daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas

tidak tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang

khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan

yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10

cm bahkan lebih.

4. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap

cahaya pada berbagai panjang gelombang.

2.3.1 Penyerapan Radiasi

Jika suatu molekul sederhana dikenakan radiasi ultraviolet maka molekul

tersebut akan menyerap radiasi ultraviolet. Interaksi antara molekul dengan

radiasi ultraviolet ini akan meningkatkan energi dari tingkat dasar ke tingkat

tereksitasi. Secara eksperimental, sangat mudah untuk mengukur banyaknya

radiasi yang diserap oleh suatu molekul sebagai fungsi frekuensi radiasi. Suatu

grafik yang menghubungkan antara banyaknya sinar yang diserap dengan

frekuensi atau panjang gelombang) sinar merupakan spektrum absorpsi.

Banyaknya sinar yang diabsorpsi pada panjang gelombang tertentu sebanding

13 Universitas Sumatera Utara


dengan banyaknya molekul yang menyerap radiasi, sehingga spektra absorpsi

dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007).

Sistem ikatan rangkap terkonjugasi merupakan kromofor yang dapat

menyerap radiasi ultraviolet. Salah satu kromofor yang paling sederhana adalah

benzen (Watson, 2005). Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2, dan –OCH3 yang

memberikan transisi n → π* disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus

yang tidak dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus

ini terikat pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang

ke arah yang lebih besar (efek batokromik atau pergeseran merah) dan disertai

peningkatan intensitas (efek hiperkromik) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.2 Hukum Lambert-Beer

Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan

sel yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan

konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-

Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi

dan ketebalan sel, yang dapat ditulis dengan persamaan:

A = a.b.c (g/liter) atau A = ε.b.c (mol/liter) atau A = A11.b.c (g/100 ml).

Dimana:

A = serapan

a = absorptivitas

b = ketebalan sel

c = konsentrasi

ε = absorptivitas molar

A11 = absorptivitas spesifik

14 Universitas Sumatera Utara


Jadi dengan hukum Lambert-Beer konsentrasi dapat dihitung dari

ketebalan sel dan serapan. Absorptivitas merupakan suatu tetapan dan spesifik

untuk setiap molekul pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Absorbansi

yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,6. Anjuran

ini berdasarkan anggapan bahwa pada kisaran nilai absorbansi tersebut kesalahan

fotometrik yang terjadi adalah paling minimal (Gandjar dan Rohman, 2007).

Menurut Denney dan Sinclair (1991) hukum Lambert-Beer terdapat

beberapa pembatasan yaitu:

1. Larutan yang menyerap cahaya adalah campuran yang homogen.

2. Menggunakan sinar monokromatis.

3. Rendahnya konsentrasi dari senyawa yang menyerap cahaya.

Parameter kekuatan energi radiasi yang diabsorpsi oleh molekul adalah

absorbansi (A) yang dalam batas konsentrasi tertentu nilainya sebanding dengan

banyaknya molekul yang mengabsorpsi radiasi. Senyawa yang tidak

mengabsorpsi radiasi ultraviolet-sinar tampak dapat juga ditentukan dengan

spektrofotometri ultraviolet-sinar tampak, apabila ada reaksi kimia yang dapat

mengubahnya menjadi kromofor atau dapat disambungkan dengan suatu

pereaksi kromofor (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Kegunaan Spektrofotometri Ultraviolet - Visibel (UV-Vis)

Pada analisis kuantitatif dengan cara penetapan kadar, larutan standar

obat yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar dapat ditentukan

(Cairns, 2008). Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur

kromofor atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi

ultraviolet penggunaanya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).

15 Universitas Sumatera Utara


Menurut Holme dan Peck (1983), analisis kuantitatif secara

spektrofotometri dapat dilakukan antara lain dengan metode regresi dan

pendekatan.

1. Metode Regresi

Analisis kuantitatif dengan metode regresi yaitu dengan menggunakan

persamaan garis regresi yang didasarkan pada harga serapan dan

konsentrasi standar yang dibuat dalam beberapa konsentrasi, paling

sedikit menggunakan 5 rentang konsentrasi yang meningkat yang dapat

memberikan serapan yang linier, kemudian diplot menghasilkan suatu

kurva yang disebut dengan kurva kalibrasi. Konsentrasi suatu sampel

dapat dihitung berdasarkan kurva tersebut.

2. Metode Pendekatan

Analisis kuantitatif dengan cara ini dilakukan dengan membandingkan

serapan standar yang konsentrasinya diketahui dengan serapan sampel.

Konsentrasi sampel dapat dihitung melalui rumus perbandingan:

Cs = As.Cb/Ab

Dimana:

As = serapan sampel

Ab = serapan standar

Cb = konsentrasi standar

Cs = konsentrasi sampel

Metode spektrofotometri memiliki beberapa keuntungan antara lain

kepekaan yang cukup tinggi, ketelitian yang baik, sederhana, biayanya relatif

relatif murah dan mudah pengerjaannya (Munson, 1984).

16 Universitas Sumatera Utara


2.4 Validasi

Validasi metode adalah suatu proses yang menunjukkan bahwa prosedur

analitik telah sesuai dengan penggunaan yang dikehendaki. Validasi merupakan

persyaratan mendasar yang diperlukan untuk menjamin kualitas dan hasil dari

semua aplikasi analitik (Ermer dan McB. Miller, 2005).

Beberapa parameter validasi metode menurut USP antara lain presisi,

akurasi, batas deteksi, batas kuantitasi, spesifisitas, linieritas dan rentang,

kekasaran (ruggedness), dan ketahanan (robutness) (Gandjar dan Rohman,

2007).

2.4.1 Akurasi (Kecermatan)

Akurasi atau kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Akurasi

dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang

ditambahkan, dan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked-placebo recovery) atau metode penambahan baku (standard addition

method). Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa

pembanding kimia) ditambahkan ke dalam campuran bahan pembawa sediaan

farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan

dengan kadar analit yang ditambahkan. Bila tidak memungkinkan membuat

sampel sampel plasebo maka dapat dipakai metode penambahan baku, yaitu

dengan menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel

yang diperiksa (Harmita, 2004).

Harmita (2004) menyebutkan bahwa persen perolehan kembali (%

recovery) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

17 Universitas Sumatera Utara


CF −CA
% perolehan kembali = C∗ A
x 100 %

Keterangan:

CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku

CA = konsentrasi sampel sebelum penambahan baku

C*A = konsentrasi baku yang ditambahkan

2.4.2 Presisi (Keseksamaan)

Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika

prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil

dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau

deviasi standar relatif (Satiadarma, dkk., 2004).

Parameter-parameter seperti simpangan baku (SD), simpangan baku

relatif (Relative Standard Deviation) dan derajat kepercayaan haruslah

dikalkulasi untuk mendapatkan tingkat presisi tertentu. Nilai simpangan baku

relatif dinyatakan memenuhi persyaratan jika < 2% (Ermer dan McB. Miller,

2005).
SD
Simpangan baku relatif = x 100%
X

2.4.3 Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat

dideteksi yang masih memberikan respon signifikan. Batas kuantitasi diartikan

sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat diukur dalam

kondisi percobaan yang sama dan memenuhi kriteria cermat dan seksama

(Harmita, 2004).

18 Universitas Sumatera Utara


2.4.4 Linearitas dan Rentang

Linearitas menunjukkan kemampuan suatu metode analisis untuk

memperoleh hasil pengujian yang sesuai dengan kisaran konsentrasi analit

tertentu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membuat kurva kalibrasi dari

beberapa set larutan baku yang telah diketahui konsentrasinya. Persamaan garis

yang digunakan pada kurva kalibrasi diperoleh dari persamaan y = ax + b.

Persamaan ini akan menghasilkan koefisien korelasi (r). Koefisien korelasi inilah

yang digunakan untuk mengetahui linearitas suatu metode analisis. Kelinieran

suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan bahwa nilai hasil

uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional dengan

konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu

(Satiadarma, dkk., 2004).

Rentang adalah konsentrasi terendah dan tertinggi yang mana suatu

metode analitik menunjukkan akurasi, presisi, dan linieritas yang cukup.

Rentang suatu prosedur dapat divalidasi lewat pembuktian bahwa prosedur

analitik tersebut mampu memberikan presisi, akurasi, dan linieritas yang dapat

diterima ketika digunakan untuk menganalisis sampel (Ermer dan McB. Miller,

2005).

19 Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai