Anda di halaman 1dari 22

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Anatomi Appendiks 1,2,3


Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10
cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di caecum.
Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di
ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik McBurney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya terletak
2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang
mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.
Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,
submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan
serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang
merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke
ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari
jaringan ikat kendor dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh
darah dan limfe. Antara mukosa dan submukosa terdapat lympho nodes. Mukosa
terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut
crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan caecum (inner
circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan
ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan appendiks. Taenia anterior
digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang
mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang caecum, di belakang kolon asendens, atau di

1
tepi lateral kolon asendens. Gejala klinis appendicitis ditentukan oleh
letak appendiks.
Jenis-jenis posisi appendiks :
1. Promontorik : ujung appendiks menunjuk ke arah promontorium
sacri.
2. Retrocolic : appendiks berada di belakang kolon ascenden dan
biasanya retroperitoneal.
3. Antecaecal : appendiks berada di depan caecum.
4. Paracaecal : appendiks terletak horizontal di belakang caecum.
5. Pelvic descenden : appendiks menggantung ke arah pelvis minor.
6. Retrocaecal : intraperitonal atau retroperitoneal, appendiks
berputar ke atas ke belakang caecum.

Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti


a.mesenterika superior dan a.appendikularis, sedangkan persarafan simpatis
berasal dari n.torakalis X. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis
bermula di sekitar umbilikus. Pendarahan appendiks berasal dari a.
appendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,
misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.

Gambar 1. Anatomi Appendiks


Sumber : Buku Ajar Ilmu Bedah

1.2 Fisiologi Appendiks1,2


Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara
appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendicitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang

2
terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, yaitu IgA.
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun
demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh
karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2 minggu
setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa
dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada lagi
jaringan limfoid di appendiks dan terjadi penghancuran lumen appendiks komplit.
1.3 Definisi 1
Appendicitis merupakan peradangan pada appendiks vermiformis.
Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah
komplikasi yang umumnya berbahaya.
1.4 Etiologi 2
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya adalah
hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan Rontgen, diet rendah
serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena
colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada appendiks.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus appendicitis akut, sekitar 65% merupakan
appendicitis gangrenous tanpa ruptur dan sekitar 90% kasus appendicitis
gangrenous dengan ruptur.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah erosi
mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian epidemiologi
menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh
konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan meningkatkan
tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional appendiks dan
meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya akan
mempermudah terjadinya appendicitis akut.
1.5 Patofisiologi
Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.1

3
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan.1
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi
sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60 cmH2O.1
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding appendiks).
Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tetapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak
faktor.1,2
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding appendiks. Peradangan timbul meluas dan mengenai
peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.1
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding appendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan appendicitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendicitis perforasi.2
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.2
Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang
dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

4
tidak terbentuk abses, appendicitis akan sembuh dan massa periappendikular akan
menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.2
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih
panjang, dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya
tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.2
Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi
mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum,
usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,
uterus tuba yang mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila
proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul
peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup
kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu
penderita harus benar-benar istirahat.1
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi
akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan
jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di
perut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan
dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.2
1.6 Manifestasi Klinis
a. Gejala Klinis
Appendicitis infiltrat didahului oleh keluhan appendicitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendicitis akut
umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia. Gejala klasik appendicitis akut biasanya bermula dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang disertai
kram yang hilang-timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke kuadran kanan,
yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Pada permulaan
timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam
beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif.1
Selain itu juga didapatkan keluhan malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Suhu tubuh biasanya naik hingga 38 oC, tetapi pada keadaan
perforasi suhu tubuh meningkat hingga > 39oC. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian

5
besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak.1
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi satu
atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya urutan munculnya gejala appendicitis adalah anoreksia, diikuti
nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka diagnosis
appendicitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri perut mengarah
pada diagnosis gastroenteritis.1
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak appendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
Mc Burney. Di sini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri epigastrium
tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat
pencahar. Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah
terjadinya perforasi. Bila terdapat perangsangan peritoneum biasanya pasien
mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.1
Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena letaknya
terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau
nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot psoas mayor yang
menegang dari dorsal.2
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika appendiks menempel ke kandung kemih, dapat terjadi
peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.2
Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis sehingga
tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala appendicitis akut
pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau
makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya dalam beberapa jam
kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak akan menjadi lemah dan

6
letargi. Oleh karena gejala yang tidak khas tersebut, sering appendicitis
diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 % appendicitis baru diketahui
setelah terjadi perforasi.2
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak
jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita baru dapat
didiagnosis setelah perforasi.2
Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut, mual,
dan muntah. Yang perlu diperhatikan yaitu pada kehamilan trimester pertama
sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dengan
appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut
kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.2
b. Tanda Klinis
Appendiks umumnya terletak di sekitar Mc Burney, namun perlu
diingat bahwa letak anatomis appendiks sebenarnya dapat pada semua titik,
360o mengelilingi pangkal caecum. Appendicitis letak retrocaecal dapat
diketahui dari adanya nyeri di antara costa 12 dan spina iliaca posterior
superior. Appendicitis letak pelvis dapat menyebabkan nyeri rektal.1
Secara teori, peradangan akut appendiks dapat dicurigai dengan adanya
nyeri pada pemeriksaan rektum (rectal toucher). Namun pemeriksaan ini tidak
spesifik untuk appendicitis jika tanda-tanda appendicitis lain telah positif.1
Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik : 1,2
 Rovsing’s Sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh karena iritasi dari
peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral. Sering positif pada
appendicitis namun tidak spesifik.

Gambar 2. Rovsing’s Sign


Sumber : Buku Ajar Ilmu Bedah
 Blumberg Sign

7
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di kuadran
kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran kiri bawah
lalu melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.
 Psoas Sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan kanan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai kanan
pasien digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver ini
menunjukkan appendiks mengalami peradangan kontak dengan otot psoas
yang meregang saat dilakukan manuver.

Gambar 3. Psoas Sign


Sumber : Principles of Surgery 8th Edition Volume 2
 Obturator Test
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak kaki
kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif bila pasien merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi. Nyeri
pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi appendiks, abses lokal,
iritasi m.obturatorius oleh appendiks dengan letak retrocaecal, atau adanya
hernia obturatoria.

Gambar 4. Obturator Sign


Sumber : Principles of Surgery 8th Edition Volume 2
1.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium1,2
Leukositosis ringan berkisar antara 10.000-18.000/mm2, biasanya
didapatkan pada keadaan akut. Appendicitis tanpa komplikasi dan sering

8
disertai predominan polimorfonuklear sedang. Jika hitung jenis sel darah putih
normal tidak ditemukan shift to the left, diagnosis appendicitis akut harus
dipertimbangkan. Jarang hitung jenis sel darah putih lebih dari 18.000/mm 2
ditemukan pada appendicitis tanpa komplikasi. Hitung jenis sel darah putih di
atas jumlah tersebut meningkatkan kemungkinan terjadinya perforasi
appendiks dengan atau tanpa abses. Pada appendicitis infiltrat, LED akan
ditemukan meningkat.
CRP (C-Reactive Protein) adalah suatu reaktan fase akut yang
disintesis oleh hati sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Jumlah dalam
serum mulai meningkat antara 6-12 jam inflamasi jaringan.
Kombinasi 3 tes yaitu adanya peningkatan CRP > 8 mcg/mL, hitung
leukosit > 11.000, dan persentase neutrofil > 75% memiliki sensitivitas 86%
dan spesifitas 90.7%.
Pemeriksaan urin bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis infeksi
dari saluran kemih. Walaupun dapat ditemukan beberapa leukosit atau eritrosit
dari iritasi urethra atau vesica urinaria seperti yang diakibatkan oleh inflamasi
appendiks. Namun pada appendicitis akut dalam sampel urin kateter tidak
akan ditemukan bakteriuria.

b. Pemeriksaan Radiologi
Foto polos abdomen jarang membantu penegakan diagnosis
appendicitis akut, namun bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis banding.
Adanya fecalith jarang terlihat pada foto polos, tetapi bila ditemukan sangat
mendukung diagnosis.3
Ultrasonografi cukup bermanfaat dalam menegakkan diagnosis
appendicitis. USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan
bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya
peradangan pada appendiks menyebabkan ukuran appendiks lebih dari
normalnya (diameter 6 mm). Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah
seperti inflammatory bowel disease, diverticulitis cecal, divertikulum
Meckel’s, endometriosis dan pelvic inflammatory disease (PID) dapat
menyebabkan positif palsu pada hasil USG.3

9
Meskipun CT scan telah dilaporkan sama atau lebih akurat daripada
USG, namun jauh lebih mahal. Karena alasan biaya dan efek radiasinya, CT
scan diperiksa terutama saat dicurigai adanya abses appendiks untuk
melakukan percutaneous drainage secara tepat.3

Gambar 5. CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit (tanda panah)


Sumber : Principles of Surgery 8th Edition Volume 2

1.8 Alvarado Score 2


Appendicitis point pain 2
Leukositosis (> 10.000/ul) 2
Vomitus 1
Anorexia 1
Rebound tenderness phenomenon 1
Abdominal migrate pain 1
Degree of celcius (> 37.5 oC) 1
Observation of hemogram (> 72%) 1+
Total point 10

 Dinyatakan appendicitis akut apabila nilai > 7 poin.


 Penanganan berdasarkan Alvarado Score :
1 – 4 Dipertimbangkan appendicitis akut, diperlukan observasi.

10
5 – 6 Possible appendicitis, tidak perlu operasi. Terapi antibiotik.
7 – 10 Appendicitis akut, perlu operasi dini.

1.9 Diagnosis Banding 1,2


1. Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit. Sakit
perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan.
Demam dan leukositosis kurang menonjol.
2. Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan appendicitis akut.
3. Kolik Traktus Urinarius
Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.
4. Peradangan Pelvis
Tuba fallopii kanan dan ovarium terletak dekat dengan appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian bawah
lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada colok
vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.
5. Kehamilan Ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan vaginal toucher didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.
6. Demam Dengue
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
7. Kista Ovarium Terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam
rongga pelvis pada pemeriksaan perut, vaginal toucher, atau colok rektal.
Tidak terdapat demam. Pemeriksaan ultrasonografi dapat menetukan
diagnosis.

11
8. Endometriasis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
1.10 Penatalaksanaan 1,2,3
Jika penderita ditemukan lewat dari 48 jam, akan dilakukan tindakan
operasi untuk membuang appendiks yang mungkin gangren dari dalam massa
perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan jika karena massa ini
telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi
berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah
didrainase.
Massa appendiks terjadi bila terjadi appendicitis gangrenosa atau
mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus
halus. Pada massa periappendikular yang dindingnya belum sempurna, dapat
terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periappendikular yang
masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam
waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periappendikular dengan
dinding sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil
diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Jika sudah tidak
ada demam, massa periappendikular hilang, dan leukosit normal, penderita
boleh pulang dan appendectomy elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian
agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi
perforasi, akan terbentuk abses appendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan
suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa,
serta bertambahnya angka leukosit.
Massa appendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya
dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena
dikhawatirkan akan terjadi abses appendiks dan peritonitis umum. Persiapan
dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi
luka lebih tinggi daripada pembedahan pada appendicitis sederhana tanpa
perforasi.

12
Pada periappendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan
bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, apalagi
jika massa appendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit
perut. Pembedahan dilakukan segera jika dalam perawatan terjadi abses dengan
atau tanpa peritonitis umum.
Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak
kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak
membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.
Jika pada waktu membuka perut terdapat periappendikular infiltrat maka
luka operasi ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada
periappendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglas.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang
aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang,
yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan appendectomy. Kalau
sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan appendectomy
dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada
keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan fisik dan laboratorium
tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan
membatalkan tindakan bedah.
Penderita periappendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang :
 LED
 Jumlah leukosit
 Massa periappendikular infiltrat. Dianggap tenang apabila :
1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen.
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh
(diukur di rektal dan aksiler).
b. Tanda-tanda appendicitis tidak ditemukan.
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi lebih kecil dibanding semula.
2. Laboratorium : LED kurang dari 20, leukosit normal.
Kebijakan untuk operasi periappendikular infiltrat :
 Bila LED menurun kurang dari 40.
 Tidak didapatkan leukositosis.

13
 Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah
mengecil.
Bila LED tetap tinggi, maka perlu diperiksa :
 Apakah penderita sudah bed rest total.
 Pemberian makanan penderita.
 Pemakaian antibiotik penderita.
 Kemungkinan adanya sebab lain.
Jika dalam 8-12 minggu masih terdapat tanda-tanda infiltrat atau tidak ada
perbaikan, operasi tetap dilakukan. Bila ada massa periappendikular yang fixed,
ini berarti sudah terjadi abses dan terapi adalah drainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral di
mana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara
ekstraperitoneal, jika appendiks mudah diambil lebih baik diambil karena
appendiks ini akan menjadi sumber infeksi. Jika appendiks sukar dilepas, maka
appendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi
dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan
dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila
pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain dapat diputar dan ditarik sedikit demi
sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai
minimal 5 hari post operasi. Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari
penderita diperiksa colok dubur.
1.11 Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah mengalami
pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan appendiks, sekum, dan
lekuk usus halus.1
Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu
peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah : 3
 Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh.
 Suhu tubuh naik tinggi sekali.
 Nadi semakin cepat.
 Defans muscular yang menyeluruh.
 Perut distended.
 Bising usus berkurang.
Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya : 3

14
 Pelvic abscess
 Subphrenic abscess
 Intra peritoneal abses lokal
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk ke
rongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.3
1.12 Prognosis
Dengan diagnosis yang akurat dan tatalaksana pembedahan, dapat
menurunkan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini. Keterlambatan diagnosis
akan meningkatkan mortalitas dan morbiditas terutama jika telah terjadi komplikasi.
Serangan berulang juga dapat terjadi jika appendiks tidak diangkat.1

BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Anamnesis

Identitas
Nama : Tn. D
Umur : 27 tahun
Status : Menikah
Alamat : Bukik Sileh
Suku : Minang
Agama : Islam
No.RM : 11.86.83
Tanggal Masuk : 25 Oktober 2017

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 6 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


 Nyeri perut kanan bawah sejak 6 jam sebelum masuk RS, nyeri menetap.
Awalnya nyeri perut di sekitar ulu hati dan sekitar pusar 4 hari sebelum
masuk RS, kemudian nyeri beralih ke perut kanan bawah. Nyeri dirasakan
hilang timbul.
 Demam sejak 2 hari sebelum masuk RS.
 Mual ada, dirasakan beriringan setelah nyeri perut.
 Muntah tidak ada.

15
 Buang air kecil tidak ada keluhan.
 Buang air besar tidak ada keluhan.
 Penurunan nafsu makan tidak ada.
 Riwayat makan tidak teratur ada.
 Riwayat buang air kecil berpasir tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien memiliki riwayat sakit gastritis sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak pernah mengalami keluhan nyeri perut kanan
bawah seperti yang dialami pasien. Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma
bronkial, alergi obat disangkal.

Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan pedas dan rendah serat. Minum ± 2
liter air mineral setiap hari.

2.2 Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CMC
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nadi : 88 x/menit
- Frekuensi Pernafasan : 20 x/menit
- Suhu : 38.0˚ C

Status Generalis

Pemeriksaan Hasil
Kulit dan Selaput Dalam batas normal
Lendir
Kelenjar Getah Tidak teraba pembesaran KGB
Bening
Kepala Normocephal, rambut hitam
Mata Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

16
Leher KGB tidak teraba membesar
Toraks Normochest
Jantung S1S2 reguler, murmur -, gallop -
Paru Suara nafas vesikuler ki = ka, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen Supel, NT (+), NL (+), bising usus (+) normal, hepar dan
lien tidak teraba
Ekstremitas Akral hangat, CRT < 2 detik
Status Lokalis Abdomen

Pemeriksaan Hasil
Inspeksi Bentuk simetris, massa (-), jaringan parut (-)
Auskultasi Bising usus (+) normal
Perkusi Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan
Palpasi Nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah (Mc
Burney sign +). Rovsing sign (+), Blumberg sign (-),
defans muscular (-)
Psoas sign Positif
Obturator sign Negatif
Rectal toucher Tidak dilakukan

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium pada tanggal 25 Oktober 2017.
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hb 15,5 12 -15 g/dL
Ht 44,9 35 - 49 %
Leukosit 13.390 5.000-10.000/uL
Trombosit 337.000 150.000-400.000/uL
Eritrosit 5,58 4,0 juta-5,4 juta/ uL
MCV 80,5 80,0-94,0 fL
MCH 27,8 27,0 – 31,0 pg
MCHC 34,5 32,0-37,0 g/dL
RDW-CV 13,1 11,5-14,5 %

HITUNG JENIS
Eosinofil 4,3 1,0-3,0 %
Basofil 0,2 0,0-1,0 %
Neutrofil 66,9 50,0-70,0 %
Limfosit 22,9 20,0-40,0 %
Monosit 5,7 2,0-8,0 %
KIMIA DARAH
GDS 81 < 180 mg/dl

2.4 Diagnosis Kerja

17
Appendicitis Akut

2.5 Diagnosis Banding


- Gastroenteritis

2.6 Penatalaksanaan
Instalasi gawat darurat RSUD Solok
- IVFD Ringer Laktat 20 tetes/ menit
- Cefotaxime 2 x 1 gram (IV)  skin test
- Ranitidine 2 x 50 mg (IV)
- Paracetamol 3 x 500 mg (PO)
- Persiapan puasa untuk rencana Appendectomy besok
2.7 Prognosis
Ad vitam : Ad bonam
Ad functionam : Ad malam
Ad sanationam : Ad bonam

2.8 Follow Up Harian

TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT PENATALAKSANAAN


26-10-2017 S : Nyeri perut kanan bawah, mual - IVFD RL 20 tetes/ menit
- Cefotaxime 2 x 1 gram i.v
(+), muntah (-)
- Ketorolac 2 x 30 mg i.v
O : sakit sedang, compos mentis - Ranitidine 2 x 50 mg i.v
- Transamin 3 x 500 mg i.v
cooperative
- Appendectomy hari ini
TD 110/80 mmHg, N 84 x/menit,
dalam spinal anestesi
RR 20 x/menit, S 36.8 ºC
Abdomen : NT Mc Burney (+),
Rovsing sign (+), Psoas sign (+),
BU (+) normal
A : Appendicitis akut
Laporan Pembedahan
- Dilakukan pembedahan oleh dr. Abdul Raziq Jamil, Sp.B pada tanggal 26
Oktober 2017 pukul 12.15 WIB di ruang OK RSUD Solok.
- Tindakan Operasi :
1. Pasien dengan posisi supine dalam anastesi spinal.
2. Dilakukan tindakan asepsis dan antiseptik pada lapang operasi.
3. Dilakukan insisi Mc Burney lapis demi lapis secara tajam.
4. Dilakukan eksplorasi  tampak daerah operasi : ditemukan
appendix.

18
5. Dilakukan appendectomy.
6. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
7. Operasi selesai.
8. Diagnosis pasca pembedahan : Appendicitis Akut.
Terapi Post Appendectomy
Non Medikamentosa Medikamentosa
- Rawat di ruang biasa - IVFD RL 20 tetes/ menit
- Diet makanan saring - Cefotaxime 2 x 1 gram i.v
- Ketorolac 2 x 30 mg i.v
- Ranitidine 2 x 50 mg i.v
- Transamin 3 x 500 mg i.v

27-10-2017 S : Nyeri di luka operasi (+) - IVFD RL 20 tetes/ menit


- Cefotaxime 2 x 1 gram i.v
berkurang, demam (-)
- Ketorolac 2 x 30 mg i.v
O : sakit sedang, compos mentis - Ranitidine 2 x 50 mg i.v
- Transamin 3 x 500 mg i.v
cooperative
TD 110/70 mmHg, N 80 x/menit,
RR 20 x/menit, S 36.2 ºC
Abdomen : luka operasi baik,
distensi (-), BU (+) normal
A : Post appendectomy e.c
appendicitis akut H+1
28-10-2017 S : Nyeri di luka operasi berkurang, - Boleh pulang
- Kontrol poli bedah umum
demam (-)
- Cefixime 2 x 100 mg p.o
O : sakit sedang, compos mentis - Paracetamol 3 x 500 mg
cooperative p.o
- Ranitidine 2 x 150 mg p.o
TD 110/70 mmHg, N 82 x/menit,
RR 20 x/menit, S 36.1 ºC
Abdomen : luka operasi baik, BU
(+) normal
A : Post appendectomy e.c
appendicitis akut H+2

19
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan pasien mengeluh nyeri perut di daerah ulu


hati, sekitar pusar, dan perut kanan bawah. Pada awalnya pasien merasakan nyeri
visceral yang sifatnya difus, terletak pada mid-line, tidak dapat ditunjukkan, bersifat
tumpul dan tidak jelas, tidak menetap. Nyeri visceral pada appendicitis ini bermula di
sekitar umbilicus sesuai dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri disebabkan
oleh obstruksi lumen appendiks yang akan menyebabkan peningkatan sekresi normal
mukus dari mukosa appendiks yang distensi. Makin lama mukus makin banyak dan
elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menyebabkan appendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema). Pada
saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul, nyeri
tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis. Nyeri ini
disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat.
Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan
bakteri akan menembus dinding appendiks. Peradangan yang timbul akan meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah kanan bawah.
Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Keluhan mual pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan yang berlebihan
pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan diaktifkan dari saluran
pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan daerah Mc Burney,
Rovsing sign positif, Psoas sign positif. Nyeri tekan daerah Mc Burney terjadi karena
translokasi bakteri yang menyebabkan nyeri somatis. Rovsing sign positif disebabkan
oleh iritasi dari peritoneum. Psoas sign menunjukkan peradangan dari appendiks yang
letaknya dekat dengan otot psoas.

20
Berdasarkan pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, menunjukkan
respon tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan tindakan pembedahan dini sesuai
Alvarado score dengan total skor 8, yaitu perlu dilakukan operasi dini jika skor 7-10.
Skor yang
Penilaian Skor Ajuan
Didapat
Gejala -Nyeri beralih 1 1
-Anoreksia 0 1
-Mual / muntah 1 1
Tanda -Nyeri perut kanan bawah 2 2
(Mc Burney point)
-Nyeri lepas 1 1
-Kenaikan temperature 1 1
(> 37.5 oC)
Laboratorium -Leukositosis (> 10.000/ul) 2 2
-Neutrofil bergeser ke kiri 0 1
(> 72%)
Total Skor 8 10

Pemberian obat Cefotaxime yaitu antibiotik spektrum luas golongan


sefalosporin generasi ketiga bertujuan untuk mencegah infeksi berat serta mencegah
infeksi pada luka operasi. Selain itu, cefotaxime juga memiliki aktivitas melawan
bakteri aerob dan anaerob.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2004. Jakarta: EGC. p.


865-75.
2. Schwatz, et al. Principles of Surgery 8th Edition Volume 2. Jakarta: EGC. p.
1383 – 93.
3. Staf Pengajar FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. 1995. p. 109 – 12.

22

Anda mungkin juga menyukai