Anda di halaman 1dari 19

ACARA II

HAMA IKAN DAN PENGENDALIANNYA

Oleh :
Nama : Lathifah
NIM : B0A013042
Kelompok : X
Asisten : Endang Trimurti

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK PENGELOLAAN KESEHATAN


ORGANISME AKUATIK

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI DIII PENGELOLAAN SUMBERDAYA
PERIKANAN DAN KELAUTAN
PURWOKERTO

2015
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal,
berlindung atau makan di atau dari individu lainnya yang disebut inang, selama
hidupnya atau sebagian dari masa hidupnya. Bagi parasit, inang adalah habitatnya
sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya. Selain itu pada
uumnya parasit memerlukan suatu individu inang bagi pertumbuhannya, apakah
dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya,
sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya.
Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan dengan panjang pantai
81.000 km dan luas perairan sekitar 5,8 juta km2. Potensi perairan pantai untuk
budidaya seluas 84.725 ha, dan 3.750 ha lahan diantaranya merupakan lahan
budidaya ikan. Bila potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal dan benar maka
akan dapat meningkatkan pendapatan petani nelayan, membuka lapangan
pekerjaan, memanfaatkan daerah potensial, meningkatkan produktifitas perikanan,
meningkatkan devisa negara, dan membantu menjaga kelestarian sumberdaya
hayati perairan.
Potensi sumberdaya perikanan Indonesia telah mengalami peningkatan
yang cukup signifikan, namun besarnya serangan hama dan penyakit ikan akan
berdampak ppada lambatnya pertumbuhan, menurunnya produktifitas dan
hancurnya usaha perikanan. Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 1992 Pasal 1
Ayat 3, hama penyakit ikan karantina adalah semua hama dan penyakit ikan yang
belum terdapat dan telah terdapat hanya di area tertentu di wilayah Negara
Republik Indonesia yang dalam waktu relatif cepat dapat mewabah dan merugikan
sosio ekonomi atau yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Sedangkan
penyakit didefinisikan sebagai suatu keadaan fisik, morfologi atau fungsi yang
mengalami perubahan dari kondisi normal karena beberapa penyebab dan terbagi
atas dua kelompok yaitu penyebab dari dalam atau luar.
B. Tujuan

Praktikum Hama Ikan dan Pengendaliannya bertujuan untuk:


1. Mengenal jenis-jenis hama pada ikan dan bahayanya.
2. Mengenal bahan kimia untuk pengendalian hama ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Sumber penyakit yang sering menyerang ikan di kolam dikelompokkan


menjadi 3, yaitu: (1) hama, (2) parasiter, dan (3) non-parasiter. Hama adalah hewan
yang berukuran lebih besar dan mampu menimbulkan gangguan pada ikan, yang
terdiri dari predator, kompetitor, dan pencuri. Parasiter adlaah penyakit yang
disebabkan oleh aktifitas organisme parasit, seperti virus, bakteri, jamur, protozoa,
dan udang renik. Non-parasiter adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan,
pakan, dan keturunan (Suwarsito dan Mustafidah, 2011).
Parasit adalah organisme yang hodup pada organisme lain dan mendapat
keuntungan dari hasil simbiosenya sedangkan inang dirugikan. Parasit memiliki
dua siklus hidup yakni suklus hidup langsung (hanya satu inang dan tidak
membutuhkan inang antara) dan siklus hidup tidak langsung (memerlukan lebih
dari satu inang) kemudian parasit menginvasi dengan cara kontak langsung, infeksi
melalui pencernaan, phoresis, penetrasi parasit melalui kulit. Hama dan penyakit
ikan adalah semua mikroorganisme yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menginfeksi tubuh ikan sekaligus dapat menimbulkan gangguan kehidupan
ikan normal sampai dapat menimbulkan kematian (Anshary, 2006).
Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh
dan mempengaruhi produktivitas ikan, baik secara langsung maupun secara
bertahap. Hama bersifat sebagai organisma yang memangsa (predator), perusak
dan kompetitor (penyaing). Sebagai predator (organisme pemangsa), yakni
makhluk yang menyerng dan memangsa ikan yang biasanya mempunyai ukuran
tubuh yang lebih besar dari ikan itu sendiri. Hama sering menyerang ikan bila
masuk dalam lingkungan pemeliharaan ikan. Masuknya hama dapat bersama
saluran pemasukan air maupun sengaja datang melalui pematang untuk memangsa
ikan yang ada (Gusrina, 2008).
Hama yang menyerang ikan biasanya datang dari luar melalui aliran air,
udara atau darat. Hama yang berasal dari dalam biasanya akibat persiapan kolam
yang kurang sempurna. Oleh karena itu untuk mencegah hama ini masuk kedalam
wadah budidaya dapat dilakukan penyaringan pada saluran pemasukan dan
pemagaran pematang. Hama ikan banyak sekali jenisnya antara lain larva serangga,
serangga air, ikan karnivora, ular, biawak, buaya, notonecta atau bebeasan, larva
cybister atau ucrit, berang-berang atau lisang, larva capung, trisipan. Hama
menyerang ikan hanya pada saat ikan masih kecil atau bila populasi ikan terlalu
padat. Sedangkan bila ikan mulai gesit gerakannya umumnya hama sulit
memangsanya (Gusrina, 2008).
Menurut Gusrina (2008) ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah serangan hama terhadap ikan:
 Pengeringan dan pengapuran kolam sebelum digunakan. Dalam pengapuran
sebaiknya dosis pemakaiannya diperhatikan atau dipatuhi.
 Pada pintu pemasukan air dipasang saringan agar hama tidak masuk ke dalam
kolam. Saringan air pemasukan ini berguna untuk menghindari masuknya
kotoran dan hama ke dalam kolam budidaya.
 Secara rutin melakukan pembersihan disekitar kolam pemeliharaan agar hama
seperti siput atau trisipan tidak dapat berkembangbiak disekitar kolam
budidaya.
Untuk menghindari adanya hama ikan, dilakukan pemberantasan hama
dengan menggunakan bahan kimia. Akan tetapi penggunaan bahan kimia ini harus
hati-hati hal ini mengingat pengaruhnya terhadap lingkungan sekitarnya. Bahan
kimia sintetis umumnya sulit mengalami penguraian secara alami, sehingga
pengaruhnya (daya racunnya) akan lama dan dapat membunuh ikan yang sedang
dipelihara. Oleh karena itu sebaiknya menggunakan bahan pemberantas hama yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti ekstrak akar tuba, biji teh, daun tembakau,
dan lain-lain. Bahan ini efektif untuk membunuh hama yang ada dalam kolam dan
cepat terurai kembali menjadi netraln (Gusrina, 2008).
III.MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah bak pembedahan, loop
glass, alat tulis, pensil warna, dan sarang alat tangkap.
Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah beberapa sampel hama
yang langsung ditangkap di lapangan (kolam setelah dibedah (pemanenan)), dan
contoh bahan kimia (pestisida, DDT dan lainnya).

B. Metode

Metode yang dilakukan dalam praktikum yaitu:


1. Sampel hama ditangkap, di kolam tradisional/intensif sekitar kolam dan saat
pemanenan.
2. Sampel hama diperiksa, diamati dan digambar.
3. Sampel hama diidentifikasi dan diklasifikasikan termasuk jenis hama apa.
4. Dicatat hasil pengamatannya.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 1. Hasil penangkapan hama di kolam setelah pemanenan

Nama : Keong Mas

Lokasi tangkap : Kolam

Jenis hama : Kompetitor

Nama latin : Pomacea canaliculata

Nama : Lumut Benang

Lokasi tangkap : Kolam

Jenis hama : Pest (perusak)

Nama latin : Cladophora vagabunda

Nama : Kodok Sawah

Lokasi tangkap : Kolam

Jenis hama : Predator

Nama latin : Rana cancrivora


Nama : Capung

Lokasi tangkap : Kolam

Jenis hama : Insekta/Serangga Air

Nama latin : Anax junius

Nama : Belalang Kayu

Lokasi tangkap : Kolam

Jenis hama : Insekta/Serangga Air

Nama latin : Melanoplus cinereus


B. Pembahasan

Hama adalah organisme pengganggu yang dapat memangsa, membunuh


dan mempengaruhi produktivitas ikan, baik secara langsung maupun secara
bertahap. Hama bersifat sebagai organisma yang memangsa (predator), perusak
dan kompetitor (penyaing). Sebagai predator (organisme pemangsa), yakni
makhluk yang menyerng dan memangsa ikan yang biasanya mempunyai ukuran
tubuh yang lebih besar dari ikan itu sendiri. Hama sering menyerang ikan bila
masuk dalam lingkungan pemeliharaan ikan. Masuknya hama dapat bersama
saluran pemasukan air maupun sengaja datang melalui pematang untuk memangsa
ikan yang ada (Gusrina, 2008).
Hama adalah istilah yang luas yang digunakan untuk hewan yang tidak
diinginkan untuk beberapa alasan, mungkin jumlahnya yang terlalu banyak, atau
ditempat yang salah atau memiliki efek negatif tertentu. Hewan yang dianggap
sebagai hama atau sumberdaya, hama yaitu hewan yang berada di satu tempat pada
satu waktu dan mungkin tidak terdapat di tempat lain. Memang, suatu hewan
sangat dihargai di satu tempat namun mungkin juga dianggap hama di tempat lain
(Littin, et al., 2014).
Secara umum, hama ikan dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan
sifat hidupnya, yaitu:
1. Predator
Predator secara harfiah dirtikan sebagai pemangsa. Pada dasarnya predator
adalah binatang yang sifatnya karnivora (pemakan daging) dengan cara memangsa
atau menyantap targetnya. Predator sejatinya selalu memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar dari mangsanya atau jika predatornya berukuran kecil, biasanya
memiliki “senjata” yang mematikan seperti bisa, racun dan sejenisnya. Predator
yang berukuran jauh lebih besar dari mangsanya, biasanya memangsa santapan
dalam jumlah banyak dan biasanya dilakukan berkali-kali. Predator ini hidup
menetap di kolam atau di lingkungan sekitar areal budidaya walaupun ada juga
yang sekedar mampir di areal budidaya tersebut dalam rangka mencari makan atau
bermigrasi (berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya). Jenisnya dapat berupa
ikan yang lebih besar, hewan air jenis lain, hewan darat dan beberapa jenis
serangga/insekta air. Contohnya ikan tagih (Mystus nemurus), lele (Clarias
batrachus), kakap (Lates calcarifer), bulan-bulan (Megalops cyprinides), ikan
gabus atau pemangsa lainnya seperti linsang, ular atau burung (seperti bangau,
kuntul, blekok, ibis, burung raja udang, dan sebagainya, anjing, katak pada fase
dewasa dan lain-lain.
2. Kompetitor
Kompetitor adalah organisme yang menimbulkan persaingan dalam
mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak. Kompetitor yang sering
menyebabkan terjadinya persaingan dalam memperoleh pakan adalah ikan mujair
(Tilapia mossambica). Spesies ikan mujair ini selain rakus juga udah
berkembangbiak, sehingga populasinya di dalam kolam akan meningkat dengan
cepat, sehingga ikan budidaya menjadi terganggu, lambat pertumbuhannya dan
dapat menyebabkan kematian. Masuknya jenis organisme lain ke kolam
pemeliharaan merupakan kompetitor selain dapat menyebabkan terjadinya
persaingan untuk mendapatkan pakan juga akan menyebabkan terjadinya
kompetisi untuk memperoleh oksigen dan ruang gerak, sehingga kompetisi yang
terjadi adalah kompetisi biological requirement, yakni ruang dan makanan. Contoh
hama kompetitor lainnya adalah jenis ketam, seperti yuyu (Saesarma spp.),
kepiting (Scylla serrata), katak (pada fase berudu), keong, dan sebagainya.
3. Pengganggu/Pencuri
Pengganggu adalah organisme atau aktivitas lain diluar ikan budidaya yang
keberadaannya dapat mengganggu ikan budidaya. Hewan tersebut dapat merusak
pematang (menjadi bocor atau lubang), merobek saringan pada pintu pemasukan,
serta merusak atau melubangi bahan-bahan kayu atau jaring. Kebocoran kolam
menyebabkan surutnya air kolam, dan banyak benih ikan yang keluar/lolos.
Perlakuan manusia yang kurang baik dalam mengelola ikan dapat dikategorikan
sebagai pengganggu, seperti saat sampling yang tidak sesuai aturan atau cara panen
yang kurang baik.
4. Insekta atau serangga air
Selain hama predator, kompetitor dan pengganggu/pencuri, terdapat pula
sekelompok hewan yang dapat digolongkan ke dalam insekta air yang
membahayakan ikan budidaya yang dikenal dengan istilah predator kelompok
serangga air. Golongan insekta air ini biasanya ditemukan di areal pembenihan dan
pendederan ikan dimana golongan hewan ini akan menyerang dan memangsa larva
dan benih ikan. Predator benih ikan ini ada yang tinggal menetap di sekitar kolam
dan ada pula yang hanya sekedar lewat dalam rangka migrasi. Dalam prakteknya,
predator benih ikan ada yang memakan atau menyantap langsung benih ikan secara
utuh dan ada pula yang mematikan target terlebih dahulu beberapa waktu
kemudian dimakan setelah menjadi bangkai. Selain itu, ada juga predator benih
ikan yang hanya mematikan benih ikan untuk dihisap darah atau cairan tubuhnya,
sementara tubuh benih yang sudah mati tidak dimakan tetapi dibiarkan begitu saja.
Beberapa contoh insekta tersebut adalah: kini-kini (dari larva capung Odonata),
ucrit (Peupeundeuyan) dari larva Cybister (kumbang air), kelompok ordo
Hemiptera yaitu Notonecta spp. (bebeasan), Corixa spp. (famili Corixidae), Nepa
spp. (famili Nepidae), Belestoma indicum (famili Belestematidae), dan lintah.
Upaya pemberantasan hama merupakan bagian penting kegiatan budidaya
terutama untuk golongan predator, kompetitor dan segala jenis hewan perusak.
Cara pengendalian hama secara fisik-mekanik merupakan cara yang paling lama
(klasik) telah digunakan manusia dan biasanya berbentuk suatu cara yang
sederhana. Pada dasarnya dapat dilakukan dengan cara: penangkapan dengan
tangan, mengubah temperatur, mengubah kadar air, merusak habitat hama,
menggunakan perangkap hama, dan melindungi dari hama. Dalam kondisi
serangan hama yang sudah parah, tindakan yang dapat dilakukan adalah
memindahkan ikan budidaya dan memisahkannya dari hama.
Tindakan pengendalian hama di tambak dilakukan dengan cara seperti
berikut:
1. Sebelum benur ditebar, usahakan agar tambak dikeringkan secara total agar
semua organisme mati dan pengeringan dasar tambak dapat membantu
memperbaiki struktur tanah.
2. Lubang-lubang pada pematang sebaiknya diperbaiki, jika terdapat lubang
dapat dilakukan penyumbatan. Cara lain adalah dengan melapisi tanggul
dengan plastik.
3. Dilakukan dengan menangkapi udang liar, ikan, keiting, dan ular. Cara ini
sangat efektif jika dilakukan teratur sehingga menghemat biaya pembelian
pestisida.
4. Air yang masuk ke dalam tambak harus disaring terlebih dahulu, misalnya
dengan ijuk atau dengan saringan yang berukuran halus agar hewan-hewan liar
tidak dapat masuk ke dalam petakan tambak.
Cara penanggulangan hama secara kimia yaitu menggunakan bahan kimia
untuk meracuni hama sehingga hama terganggu, sakit dan mati. Bahan kimia yang
disarankan adalah pestisida organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam keadaan
biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan kecil seperti
lintah. Jika cara fisik mengalami hambatan maka cara kimiawi dapat digunakan
tetapi tetap harus hati-hati dalam pemilihan jenis maupun dosis yang digunakan.
Cara kimiawi lebih menguntungkan dalam hal tenaga dan waktu.
Hasil dari penangkapan hama yang kelompok kami lakukan di lapangan
yaitu:
1. Keong mas (Pomacea canaliculata)
Klasifikasi keong mas menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Moluska
Kelas : Gastropoda
Ordo : Mesogastropoda
Famili : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Spesies : Pomacea canaliculata
Ciri-ciri keong mas secara garis besar adalah sebagai berikut: cangkangnya
berbentuk bulat mencapai tinggi lebih dari 10 cm, berwarna kekuningan. Pada
mulut cangkang keong mas terdapat operculum yang bentuknya bulat berwarna
coklat kehitaman pada baian luarnya dan coklat kekuningan pada bagian dalamnya.
Pada bagian kepala terdapat dua buah tentakel sepasang terletak dekat dengan mata
lebih panjang dari pada dekat mulut. Kaki lebar berbentuk segitiga dan mengecil
pada bagian belakangnya, mereka dapat hidup pada perairan yang deras dengan
komponen utama tumbuhan air dan bangkai. Sifat biologi keong mas salah satunya
adalah sangat rakus karena dapat mengkomsumsi ganggang, azola, lumut, ubi-
ubian, talas, kangkung, eceng gondok, sisa sampah dapur, detritus, dedak, katul,
pelet, tulang berdaging, bangkai asalkan pakan tersebut tidak bergerak dan berada
dalam air terapung dan tenggelam (Riyanto, 2003). Pengendalian hama keong mas
menggunakan moluskosida sintesis, bahan kimia ini dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan karena mengandung residu seperti metaldehid, niklosamid
atau klorothalonil. Penggunaan moluskosida sintesis berbahaya bagi kelangsungan
hidup organisme lain di sawah dan dapat menyebabkan kematian bagi ikan-ikan,
bahkan hewan peliharaan (Musman, et al., 2011).
2. Kodok sawah (Rana cancrivora)
Klasifikasi kodok sawah (Rana cancrivora) atau dikenal dengan nama lain
Fejervarya cancrivora menurut Rossi (2005) termasuk ke dalam:
Kingdom : Animalia
Fium : Chordata
Kelas : Amphibi
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Rana
Spesies : Rana cancrivora
Menurut Susanto (1993), morfologi katak sawah (Rana cancrivora) tediri
dari mata (Cavum oris), kepala (Caput), lubang hidung (Nares eksternal), gendang
telinga (Membran tympani), tungkai depan (Ekstremitas anterior), perut
(Abdomen), tungkai belakang (Ekstremitas posterior) dan kloaka. Selain itu juga
terdapat selaput diantara jari-jari kaki yang berfungsi membantu katak berenang di
air sehingga katak dapat hidup di darat dan di air.
3. Lumut benang (Cladophora vagabunda)
Klasifikasi lumut benang menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Thallophyta
Kelas : Chlorophyceae
Ordo : Cladophorales
Genus : Cladophora
Spesies : Cladophora vagabunda
Cladophora adalah algae yang berbentuk seperti benang bercabang hijau.
Bentuk benang atau jaring nya sangat kuat dan sangat tipis. Kebanyakan jenis
Cladophora berbentuk tebal, kusut, hijau “fluffy” tambalan atau helai rambut
sepertikasar yang membungkus lumut, tanaman batang, akar, dan batu. Ada
pula Cladophoraseperti talus berserabut, kenyal, lembut jumbai, ukurannya 5-50
cm dan tubuhnyadominan berwarna hijau, yang telah tua berwarna agak
kecoklatan.
4. Belalang kayu (Melanoplus cinereus)
Menurut Borror et al. (1992) klasifikasi belalang kayu adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Animalia
Divisi : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Subordo : Caelifera
Famili : Acrididae
Subfamili : Cyrtacanthacridinae
Genus : Melanoplus
Spesies : Melanoplus cinereus
Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan
perut (abdomen). Belalang juga memiliki 6 kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2
antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki
depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga,
belalang dapat mendengar. Alat pendengaran pada belalang disebut dengan
tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk
menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan syaraf yang
digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan
gendang telinga manusia. Belalang mempunyai 5 mata (2 compound eye dan 3
ocelli). Belalang termasuk dalam kelompok hewan berkerangka luar (exoskeleton).
5. Anggang-anggang (Gerris remigis)
Klasifikasikan Gerris remigis menurut Lilies (1991) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Upaordo : Heteroptera
Infraordo : Hemiptera
Famili : Gerridae
Subfamili : Gerrinae
Genus : Gerris
Spesies : Gerris remigis
Secara fisik seluruh permukaan tubuh anggang-anggang dilapisi oleh
rambut-rambut halus yang hidrofobik. Rambut ini berfungsi untuk
mencegah percikan atau tetesan air pada tubuhnya. Tubuh anggang-anggang
terbagi menjadi tiga bagian yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Pada bagian kepala
terdapat beberapa organ luar seperti sepasang antena dengan empat segmen pada se
tiapantenanya. Keempat segmen tersebut biasanya tidak lebih dari panjang kepala
anggang-anggang, sepasang mata majemuk (mata faset), kadang-kadangditemukan
juga mata tunggal (ocellus), dan mulut (Voshell, 2003 dalam Prasetya, 2013). Dada
atau thorax memiliki ukuran panjang 1,6 – 36 mm, terdiri daritiga segmen yaitu
prothoraks, mesothoraks, dan metathorak. Bagian abdomen ada sebelas segmen,
pada bagian perut ini terdapat spirakel, yaitu lubang pernapasan yang menuju
tabung trakea. Anatomi internal yang terdiri beberapa sistem organyang kompleks,
yaitu sistem pencernaan, sistem pernapasan, sistem sirkulasi,sistem pengeluaran,
dan sistem saraf (Erniawati, 2001 dalam Fajarriyanto, 2012).
6. Capung (Anax junius)
Klasifikasi capung yang ditemukan adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Hexapoda
Class : Insecta
Subclass : Pterygota
Infraclass : Palaeoptera
Ordo : Odonata
Subordo : Anisoptera
Family : Aeshnidae
Genus : Anax
Species : Anax junius
Anax junius adalah salah satu capung terbesar, dengan ukuran jantan mulai
70 – 76 milimeter panjang dan 90 – 104 milimeter hamparan, dan ukuran betina
mulai dari sekitar 68 – 80 milimeter panjang dan 90 – 106 milimeter di hamparan.
Baik jantan dan betina yang ditandai dengan daerah thoraks hijau dan warna coklat
kemerahan bagian perut di daerah perut, dengan betina yang memiliki warna yang
sedikit lebih ringan. Kedua anggota jantan dan betina dari spesies ini menunjukkan
warna biru perut bagian punggung. Nimfa sepenuhnya air, berkaki enam, dengan
mata lateral yang besar. Nimfa Anax junius seluruhnya karnivora, biasanya makan
serangga air, berudu, dan ikan sangat kecil.
7. Ikan cere (Puntius binotatus)
Klasifikasi ikan cere menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Puntius
Spesies : Puntius binotatus
Ikan jenis ini berukuran kecil-sedang, panjang total (dengan ekor)
umumnya hingga 100 mm; jarang lebih besar, namun dapat mencapai 170 mm.
Bersungut empat di ujung moncongnya, dan dengan gurat sisi yang sempurna
(tidak terputus) berjumlah 23 – 27. Sirip dorsal (punggung) dengan 4 duri dan 8
jari-jari lunak; duri yang terakhir bergerigi di belakangnya. Awal sirip dorsal
berjarak 4½ sisik dengan gurat sisi. Warna dan bentuk tubuh ikan ini amat
berubah-ubah. Kebanyakan berwarna abu-abu kehijauan, zaitun, atau keperakan,
dengan warna yang lebih gelap di bagian punggung berangsur-angsur memucat dan
keputihan di sisi dada dan perut. Dua bintik besar biasa terdapat, yakni di pangkal
sirip dorsal dan di tengah batang ekor (peduncle). Di samping itu, pada ikan-ikan
yang muda sering pula terdapat 1 – 3 bintik tambahan di tengah badan yang
terletak pada sebuah coret samar memanjang di sisi tubuh di belakang tutup insang,
dan satu bintik di awal sirip anal. Bintik-bintik ini umumnya akan memudar dan
menghilang pada spesimen-spesimen yang besar. Ikan cere dewasa tidak akan
segan-segan untuk memangsa telur ataupun burayak dari jenisnya sendiri.
V. KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:


1. Jenis hama predator merupakan hama yang memangsa atau menyantap
targetnya; jenis hama kompetitor merupakan hama yang menimbulkan
persaingan dalam mendapatkan oksigen, pakan dan ruang gerak; jenis hama
pengganggu merupakan hama yang merusak pematang (menjadi bocor atau
lubang), merobek saringan pada pintu pemasukan, serta merusak atau
melubangi bahan-bahan kayu atau jaring; dan jenis hama insekta/serangga air
merupakan hama yang menyerang dan memangsa larva dan benih ikan.
2. Bahan kimia untuk pengendalian hama antara lain bahan kimia yang
disarankan yaitu pestisida organik seperti saponin dan akar tuba. Dalam
keadaan biasa, air garam dapat diberikan untuk membunuh hama atau hewan
kecil seperti lintah.
DAFTAR REFERENSI

Anshary, H. 2006. Pengantar Parasitology. Dalam Pelatihan Parasitologi Tingkat


Ahli. Pusat Karantina Ikan.

Borror, Triplehorn and Johnson. 1992. Study of Insect. Thomson Rook/Cole. USA.

Fajarriyanto, S. 2012. Paper Aquatic Insect. Universitas Brawijaya. Malang.

Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3 untuk Sekolah Menengah Kejuruan.


Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.

Lilies, S. C. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius. Yogyakarta.

Littin, K., P. Fisher, N. J. Beausoleil, and T. Sharp. 2014. Welfare Aspects of


Vertebrate Pest Control and Culling: Ranking Control Techniques for
Humaneness. Ministry for Primary Industries. New Zealand.

Musman, M., Karina, S., dan Melanie, K. 2011. Uji Selektivitas Ekstrak Etil Asetat
(EtOAc) Biki Putat Air (Barringtonia racemosa) Terhadap Keong Mas
(Pomacea canaliculata) dan Ikan Lele Lokal (Clarias batrachus).
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Prasetya, N. 2013. Avertebrata Air. Universitas Brawijaya. Malang.

Riyanto. 2003. Aspek-Aspek Biologi Keong Mas (Pomacea canaliculata L.).


Universitas Sriwijaya. Palembang.

Rossi P. 2005. Analisis Reproduksi Kodok Sawah (Rana cancrivora) di


Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa-Barat [skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
IPB. Bogor.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.

Susanto. 1993. Budidaya Kodok Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suwarsito dan Mustafidah, H. 2011. Diagnosa Penyakit Ikan Menggunakan Sistem


Pakar (Diagnozing Fish Disease Using Expert System). Universitas
Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.

Anda mungkin juga menyukai