Anda di halaman 1dari 8

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“KISAH NABI ZAKARIA A.S”

OLEH :

NAMA : SITI AISYA BAHTIAR

KELAS : VIII.D

NO. URUT : 27
Kisah Nabi Zakaria A.S

A. Nabi Zakaria

Pendidikan dalam Islam tentu sangat erat kaitannya dengan sejarah serta
kisah para Nabi dan Rasul. Umat Islam diharapkan mampu mengambil hikmah dari
setiap kisah yang menceritakan kehidupan maupun mukjizat dari Nabi dan Rasul
tersebut. Kisah dapat dimaknai sebagai media untuk memberikan petunjuk kepada
umat manusia yang digunakan Allah dan diambil dari ayat dan surat-surat al-Qur’an.

Kisah dari Nabi dan Rasul tersebut umumnya mengandung unsur akidah,
ibadah, dan akhlak sehingga diharapkan mampu memberikan pesan kepada
kaumnya disamping juga untuk dijadikan pedoman bagi umat Muslim. Kisah Nabi
Zakaria yang akan dibahas di bawah ini tentunya bermuatan nilai-nilai yang dapat
merubah akhlaq Umat Islam menjadi lebih baik dengan meniru akhlaq Nabi Zakaria
yang terpuji.

B. Riwayat Singkat Nabi Zakaria A.S.

Nama Zakaria disebut dalam Al Kitab dan juga Al-Quran sebanyak 8 kali.
Menurut riwayat, ia diangkat sebagai nabi tepatnya pada tahun 2 SM, tepatnya pada
saat ia berusia Sembilan puluh tahun dan ditugaskan untuk memperbaiki kaum Bani
Israil di Palestina. Nabi Zakaria memiliki seorang putra semata wayang yang bernama
Yahya yang nantinya juga diangkat menjadi nabi. Sepanjang hidupnya, Nabi Zakaria
sangat mendambakan seoarang anak yang nantinya akan menjadi pewarisnya. Zakaria
memiliki saudara kandung bernama Imran dengan seorang wanita bernama Elisabeth.
Riwayat lain menuturkan bahwa istrinya bernama Al-Yashbi’ dimana ia masih
merupakan keturunan dari Harun Nabi Zakariya, jika ditelaah lebih dalam lagi, maka
dapat dikatakan bawha ia masih memiliki garis keturunan dengan Nabi Sulaiman.

C. Zakaria diutus sebagai Nabi

Ketika diangkat sebagai nabi pada usia Sembilan puluh tahun, ia berdoa siang
dan malam tanpa henti dan memohon kepada Allah agar dapat dikaruniai seorang anak
yang nantinya akan dapat meneruskan dakwahnya khususnya pada Bani Israil. Nabi
Zakaria sangat khawatir akan kondisi kaumnya sepeninggal dirinya jika kelak ia tidak
memiliki keturunan untuk melanjutkan tugasnya sebagai Nabi. Nabi Zakaria sangat
khawatir jika Bani Israil akan kembali kepada cara-cara hidup mereka yang penuh
dengan kemungkaran dan kemaksiatan, terlebih-lebih jika umatnya berkemungkinan
untuk mengubah syariat Musa dengan menambah atau mengurangi isi kitab Taurat
sesuai dengan kehendak mereka.

D. Kisah Nabi Zakaria A.S. dan Maryam binti Imran

Nama Maryam seringkali disebut dalam berbagai kisah Zakaria. Ia merupakan


anak tunggal dari Imran, seorang ulama dan tokoh pemuka agama dalam lingkungan
Bani Israil. Disisi lain Ibu dari Maryam merupakan saudara ipar dari Nabi Zakaria.

Dikisahkan, Ibu dari Maryam merupakan seorang perempuan yang mandul sehingga
sejak menikah dengan Imran ia sama sekali belum pernah merasakan kebahagiaan
karena dapat melahiran seorang anak. Ia merasakan kesedihan dan kesepian yang
mendalam karena persoalan tersebut. Ia berharap dapat diberikan keturunan karena ia
menganggap nahwa dengan lahirnya seorang anak, maka kondisi keluarganya juga
akan semakin harmonis. Disamping itu, ia juga membutuhkan anak sebagai sosok yang
dapat menepiskan duka serta membawa suka dalam kehidupan berkeluarga.

Suatu ketika ia melihat seekor burung sedang memberi makan anaknya, melihat
kejiadian tersebut lantas membuatnya sangat bersedih dan iri hari. Dilain waktu ia
diperlihatkan pada seorang ibu yang sedang mengandung, persitiwa tersebut juga
semakin membuat ia sedih dan terus membuatnya ingin segera dikaruniai seorang
anak.

Waktu terus berganti, disisi lain usianya juga semakin tua, namun keinginan untuk
memiliki keturunan tak juga kunjung dikabulkan. Berbagai cara telah ia coba dan beribu
nasihat telah ia lakukan, namun tetap saja tak kunjung membuahkan hasil.

Setelah semua upaya dan daya seorang makhluk telah dilakukan, akhirnya isteri Imran
menyadari bahwa semua daya dan upaya berasal dari kehendak Allah, dimana ia
merupakan tempat satu-satunya dimana semua mahkluk seharusnya berharap. Maka ia
bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud siang dan malam
dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati.

Nabi Zakaria bernazar dan berjanji kepada Allah bila permohonannya dikabulkan, maka
ia akan mengikhlaskan anaknya untuk dijadikan pelayan, penjaga, serta mengabdikan
sepenuhnya jasa anaknya pada rumah suci Baitul Maqdis. Karena keikhlasannya, ia
sama sesekali berencana untuk tidak mengambil manfaat dari anaknya berdasarkan
kepentingan dirinya atau kepentingan keluarganya.

Sebagai bentuk kepasrahannya terhadap Allah, maka segala usaha dan upayanya pun
tak sia-sia. Allah telah menerima permohonannya serta mengabulkan doanya sesuai
dengan apa yang telah disuratkan dalam takdir-Nya, yaitu bahwa akan diturunkan
seorang nabi besar dari keturunan Imran.

Tak lama kemudian, mucullah tanda-tanda kehamilan yang dirasakan oleh isteri Imran
yaitu dengan semakin tampak membesarnya perut yang menandakan sudah
munculnya janin di dalamnya.

Melihat karunia itu, isteri Imran merasa sangat bahagia karena keinginan yang begitu ia
idam-idamkan akan menjadi kenyataan, ditambah lagi dengan kondisi rumah tangganya
yang akan semakin haromis berkat kehadiran buah hatinya tersebut. Ia pun mulai
memeprsiapkan sebaik mungkin apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan
datang itu sembari menunggu proses persalinan datang.

Namun sebelum hari bahagia itu datang, isteri Imran kembali diberi cobaan oleh Allah.
Imran, sang suami yang sangat dicintai dan sayanginya, serta orang yang selama ini
menemaninya berdoa dan berharap, tiba-tiba direnggut nyawanya oleh Izra’il sehingga
meninggalkan istrinya yang sedang berada dalam kondisi hamil tua.

Rasa sedih menimpa isteri Imran akibat ditinggal suami yang disayangi bercampur
dengan rasa sakit dan letih yang dirasakannya karena proses kelahiran bayi yang
dinantikannya. Tak lama kemduain, akhirnya bayi yang diidam-idamkan dapat lahir
dengan kondisi selamat. Namun munucul sedikit kekecewaan dari raut muka si ibu
karena tidak sesuaianya harapan akan jenis kelamin bayi yang dilahirkannya.

Kekecewaan tersebut muncul akibat lahirnya seorang bayi dengan jenis kelamin
perempuan, padahal saat itu sang ibu sangat mengharapkan bayi yang dilahirkannya
adalah laki-laki. Disamping itu ia juga telah bernazar akan putra yang dinantikannya
kelak telah dijanjikan untuk dihebahkan kepada Baitul Maqdis.

Dengan nada kecewa sang ibu mengadu kepada Allah sambil berkata, “Wahai
Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernazar akan
menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus
Baitulmaqdis”. Kemudian Allah menjadikan Zakaria, iparnya dan bapa saudara Maryam
sebagai wali yang akan senantiasa menjaganya.

Maka dari itu, selanjutnya Maryam diserahkan kepada pengurus Baitulmaqdis. Melihat
kondisi itu, para rahib kemudian memperebutkan Maryam untuk diasuh dan diawasi.
Melihat kondisi yang semakin riuh karena perebutan hak asuh tersebut, maka terjadilah
proses pengundian yang akhirnya jatuh kepada Zakaria sebagaimana dijanjikan oleh
Allah kepada ibunya.
Nabi Zakaria A.S. Mengasuh Maryam

Setelah diputuskan bahwa Maryam akan diasuh oleh Zakaria, maka tugas pun menanti.
Zakaria ditugaskan untuk menjaga keselamatan Maryam, sehingga ia perlu untuk
dilindungi serta dijauhkan dari keramaian masyarakat yang saat ini tengah datang ke
Baitul Maqdis untuk melihat Maryam. Maryam diberikan tempat tinggal yang berlokasi
dilantai atas Baitul Maqdis sehingga sangat sulit untuk dijangkau.

Zakaria mensyukuri pencapaiannya setelah menerima hak asuh atas Maryam. Ia


sangat merasa bahagia dan beruntung akan tugasnya mengawasi dan memelihara
Maryam secara sah menigngat Maryam adalah anak saudaranya sendiri.

Disamping itu, ia juga berusaha menghilangkan kerinduan akan anak keturunannya


yang tak kunjung dianugerahkan oleh Allah kepadanya dengan menganggap Maryam
sebagai putrinya sendiri. Setiap waktu Zakaria menjenguk, melihat keadaan, serta
mengurus segala keperluan Maryam sehari-hari. Tidak pernah sedikitpun Zakaria lalai
dan meninggalkan tugasnya dalam mengurus Maryam.

Rasa cinta dan kasih sayang Nabi Zakaria terhadap Maryam sebagai anak dari saudara
isterinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim ketika
Zakaria menyadari bahwa Maryam bukanlah gadis biasa sebagaimana gadis pada
umumnya, melainkan ia merupakan wanita pilihan Allah yang diberikan amanat serta
kedudukan mulia di masa depan.

Peristiwa yang membuat Zakaria berubah pandangan terhadap Maryam adalah ketika
suatu hari Zakaria datang mengunjungi Maryam, namun ia mendapati Maryam sedang
berdzikir dan bersujud kepada Allah. Melihat hal tersebut ia kemudian kaget dan
tercengang. Ditambah lagi dengan kondisi buah-buahan yang tergeletak di hadapan
Maryam namun Maryam tak juga tergoda untuk memakannya.

Saat itu pula ia mulai bertanya dalam hati perihal asal muasal datangnya buah-buahan
yang sudah tergeletak di hadapan Maria. Sementara musim sedang berada pada
musim dingin, bukan musim panas yang dapat menghasilkan buah-buahan semacam
itu. Disamping itu, tak seorang pun yang datang menjenguk Maryam dan membawakan
buah-buahan tersebut selain Zakaria.

Lantas Zakaria pun bertanya pada Maryam, “Wahai Maryam, dari manakah engkau
memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan tidak pula
engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buah-
buahan yang hanya bisa muncul pada musim panas”.
Sepintas kemudian Maryam menjawab, “Inilah pemberian Allah kepadaku tanpa aku
berusaha atau minta. Lantas mengapa engkau merasa heran? Bukankah Allah dzat
yang maha memberi?”. Akibat peristiwa tersebut, Zakaria mengakui kealiman dan
mukjizat Maryam yang kemudian hari akan melahirkan nabi besar yaitu Nabi Isa AS.

Dalam Al-Quran, kisah kelahiran Maryam hingga periode diasuhnya dia oleh Zakaria
dijelaskan dan digambarkan pada Al-Quran surat Ali Imran ayat 35 hingga 37 dan 42
hingga 44.

Nabi Zakaria Mendambakan Seorang Anak


Pada suatu hari datanglah seorang wanita janda yang sebelumnya merupakan istri dari
Imron kepada Nabi Zakaria. Janda tersebut berniat menyerahkan bayi perempuannya
yang bernama Maryam pada Nabi Zakariya untuk diasuh dan dibesarkan sesuai
dengan nazarnya.

Namun kejadian tersebut memunculkan persoalan, yaitu terkait siapa orang yang
berhak mengurus maryam. Untuk memecahkan kebuntuan tersebut, maka
diberlakukanlah pengundian. Proses pengundian dilakukan dengan melemparkan pena
ke dalam bejana yang telah terisi air di dalamnya. Barangsiapa memiliki pena yang
dapat mengapung, maka orang itulah yang berhak mengurus Maryam.

Setelah masing-masing imam melemparkan penanya kedalam bejana, selanjutnya


dapat diketahui hasilnya dan dapat ditentukan siapa yang berhak mengurus Maryam.
Ternyata pena Nabi Zakariya-lah yang mengapung sehingga beliau berhak menjadi
ayah asuh Maryam, disamping itu semua kebutuhan Maryam juga ditanggung oleh Nabi
Zakariya.

Namun kemudian rasa sayang Nabi Zakariya pada Maryam berubah menjadi rasa
takjub karena sebuah persitiwa tertentu. Suatu hari Nabi Zakaria menjenguk Maryam
dan dikagetkan oleh munculnya buah-buahan yang hanya dapat tumbuh ketika musim
panas di dekat mihrab Maryam, padahal saat itu musim dingin. Namun dengan tegas
Maryam menjelaskan bahwa semua buah-buahan itu berasal dari Allah.

Mendengar jawaban tersebut, sontak Nabi Zakariya takjub dan tergetar. Mengingat
bahwa ia tak kunjung dianugerahi anak, lantas saat itu juga ia bermunajat kepada Allah
dan memohon agar dikaruniai anak. Saat itu juga turun firman Allah SWT melalui
melalui malaikat Jibril bahwa Nabi Zakariah akan segera dikaruniai anak bernama
Yahya, dengan muculnya tanda yaitu ia tak bisa bicara selama 3 hari 3 malam.
Zakaria Berdoa Kepada Allah agar Mendapatkan
Keturunan

Pada suatu malam Zakaria bermunajat kepada Allah dan memanjatkan doa, “Ya
Tuhanku, berikanlah aku seorang putera yang akan mewarisiku dan mewarisi
sebahagian dari keluarga Ya’qub, yang akan meneruskan pimpinan dan tuntunanku
kepada Bani Isra’il”.

Zakaria cemas apabila kelak ia tidak memiliki keturunan yang dapat meneruskan
tugasnya yaitu memperbaiki keadaan Bani Israil sehingga dapat menyebabkan
kerusakan aqidah dan iman kaum tersebut.

Sepintas kemudian, Allah Mengabulkan dengan ditandai turunnya firman Allah, “Wahai
Zakaria, kami sampaikan kabar gembira padamu, kamu akan mendapatkan seorang
anak laki-laki bernama Yahya yang shaleh dan membenarkan kitab-kitab Allah, menjadi
pemimpin, menahan diri dari nafsu dan godaan syaitan, dan kelak akan menjadi
seorang Nabi.”

Kemudian Nabi Zakaria berkata: “Ya Allah, bagaimana aku dapat memperoleh
keturunan sedang istriku seorang yang mandul dan akupun sudah lanjut usia.” Allah
berfirman: “Hal demikian itu adalah mudah bagi-Ku. Tidakkah telah Ku-ciptakan kamu,
sedangkan waktu itu kamu tidak ada sama sekali.”

Akhirnya Zakaria memiliki keyakinan penuh dengan janji Allah. Tak lama kemudian
istrinya mengandung dan melahirkan anak lelaki dan kemudian diberi nama Yahya.
Seperti yang dijanjikan Allah, kelak Yahya juga akan menjadi seorang nabi seperti sang
ayah, Nabi Zakaria.

Kelahiran Nabi Yahya A.S.

Apabila ditinjau dari garis keturunan dan silsilah, maka dapat dikatakan bahwa Nabi
Yahya A.S. yang juga memiliki ayah yaitu Nabi Zakaria A.S. berasal dari Bani Israil.
Namun sangat disayangkan karena pada saat itu Bani Israil dikenal sebagai kaum yang
tidak beradab dan gemar bermaksiat karena kedangkalan iman mereka.

Nabi Zakaria khawatir apabila suatu waktu ajal menjemputnya, namun tidak ada
keturunan yang dapat melanjutkan perjuangannya dalam memperbaiki akhlaq Bani
Israil sehingga mereka akan semakin berani melakukan tindakan menyimpang, salah
satunya merubah isi kandungan kitab suci Taurat dan menyalahgunakan hukum agama.
Kekhawatiran demi kekhawatiran terus mengusik pikiran Nabi Zakaria, ditambah lagi
kepiluan bertubi-tubi akibat tak juga kunjung diberikan keturunan mengingat usianya
saat itu telah menginjak 90 tahun.

Sesekali ia merasa terhibur dengan hadirnya Maryam yang sudah dianggap sebagai
anak kandungnya sendiri, namun kesedihan tersebut kembali muncul dan keinginan
akan memperoleh keturunan tetap kuat terpendam di dalam hatinya.

Namun tekad Nabi Zakaria tetap kuat dan teguh, ditambah lagi dengan peristiwa akan
mukjizat hidangan makanan di mihrab Maryam. Ia yakin bahwa tidak ada yang mustahil
bagi Allah mengingat peristiwa yang menunjukkan kuasa Allah kepada Maryam lewat
hidangan-hidangan yang dimunculkan dihadapan Maryam tersebut. Namun
Keyakinannya terbayar lunas ketika Nabi Yahya dilahirkan di bumi.

Anda mungkin juga menyukai