Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN OTITIS MEDIA AKUT

NAMA : HALMA NURLAELA

NIM : CKR0160019

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

2019/2020
A. Tinjauan Teori Otitis Media Akut
1. Definisi
Otitis Media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, di mana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronis. Selain itu, juga terdapat jenis otitis media
spesifik, seperti otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitika. Otitis media yang lain
adalah otitis media adhesiva (Djaafar, 2007).
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-
tanda yang bersifat cepat dan singkat. Gejala dan tanda klinik lokal atau sistemik dapat
terjadi secara lengkap atau sebagian, baik berupa otalgia, demam, gelisah, mual, muntah,
diare, serta otore, apabila telah terjadi perforasi membran timpani. Pada pemeriksaan
otoskopik juga dijumpai efusi telinga tengah (Buchman, 2003). Terjadinya efusi telinga
tengah atau inflamasi telinga tengah ditandai dengan membengkak pada membran
timpani atau bulging, mobilitas yang terhad pada membran timpani, terdapat cairan di
belakang membran timpani, dan otore (Kerschner, 2007).
2. Etiologi
a. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian,
65-75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi
bakteri terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong
sebagai non-patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya.
Tiga jenis bakteri penyebab otitis media tersering adalah Streptococcus
pneumoniae (40%), diikuti oleh Haemophilus influenzae (25-30%) dan
Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5% kasus dijumpai patogen-patogen
yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic),
Staphylococcus aureus, dan organisme gram negatif. Staphylococcus aureus dan
organisme gram negatif banyak ditemukan pada anak dan neonatus yang
menjalani rawat inap di rumah sakit. Haemophilus influenzae sering dijumpai
pada anak balita. Jenis mikroorganisme yang dijumpai pada orang dewasa juga
sama dengan yang dijumpai pada anak-anak (Kerschner, 2007).
b. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering
dijumpai pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza
virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai
parainfluenza virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak
buruk terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007). Dengan
menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR) dan virus specific
enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA), virus-virus dapat diisolasi dari
cairan telinga tengah pada anak yang menderita OMA pada 75% kasus
(Buchman, 2003).
3. Klasifikasi
Otitis media dapat dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Otitis media supuratif
1) Otitis media supuratif akut atau otitis media akut
2) Otitis media supuratif kronik
3) Otitis media non supuratif atau otitis media serosa
b. Otitis media serosa akut (barotrauma atau aerotitis)
1) Otitis media serosa kronik (glue ear)
2) Otitis media spesifik, seperti otitis media sifilitika atau otitis media tuberkulosa
3) Otitis media adhesiva

Sedangkan untuk stadium otitis media akut ada 5 stadium diantaranya adalah:

a. Stadium Oklusi Tuba Eustachius


Terdapat gambaran retraksi membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga
tengah. Kadang berwarna normal atau keruh pucat. Efusi tidak dapat dideteksi. Sukar
dibedakan dengan otitis media serosa akibat virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh membran
timpani tampak hiperemis dan edema. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat serosa sehingga sukar terlihat.

c. Stadium Supurasi
Membran timpani menonjol ke arah telinga luar akibat edema yang hebat pada
mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel superfisial, serta terbentuknya
eksudat purulen di kavum timpani.

d. Stadium Perforasi
Karena pemberian antibiotik yang terlambat atau virulensi kuman yang tinggi,
dapat terjadi ruptur membran timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah
ke telinga luar.

e. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka perlahan-lahan akan normal kembali. Bila
terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan mengering. Bila daya tahan tubuh
baik dan virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan.
4. Anatomi dan Fisiologi

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
Dalam perkembangannya telinga dalam merupakan organ yang pertama kali terbentuk
mencapai konfingurasi dan ukuran dewasa pada trimester pertengahan kehamilan.
Sedangkan telinga tengah dan luar belum terbentuk sempurna saat kelahiran, akan
tumbuh terus dan berubah bentuk sampai pubertas.
a. Telinga dalam
Labirin mulai berdiferensiasi pada akhir minggu ketiga dengan munculnya plakoda
otik (auditori). Dalam waktu kurang dari satu minggu plakoda tersebut mengalami
invaginasi membentuk lekuk pendengaran, kemudian berdilatasi membentuk suaru
kantong, selanjutnya tumbuh menjadi vesikula auditorius.

Suatu proses migrasi, pertumbuhan dan elongasi vesikula kemudian berlangsung


dan segera membuat lipatan pada dinding kantong yang secara jelas memberi batas
tiga divisi utama vesikula auditorius yaitu sakus dan duktus endolimfarikus,
utrikulus dengan duktus semi sirkuler dan sakulus dengan duktus koklea. Dari
utrikulus kemudian timbul tiga tonjolan mirip gelang. Lapisan membran yang jauh
dari perifer gelang diserap meninggalkan tiga kanalis semisirkularis pada perifer
gelang. Sakulus kemudian membentuk duktus koklearis berbenruk spiral.Secara
filogenetik organ-organ akhir khusus berasal dari neuromast yang tidak terlapisi
yang berkembang dalam kanalis semisirkularis untuk membentuk krista. Di dalam
utrikulus dan sakulus membentuk makula dan dalam koklea membentuk organon
koiti. Diferensiasi ini berlangsung dari minggu keenam sampai ke 10 fetus, pada
saat itu hubungan definitive seperfi telinga orang dewasa telah siap.

b. Telinga Luar dan Tengah


Ruang telinga tengah, mastoid, permukaan dalam membijana timpani dan tuba.
Eustachius berasal dari kantong faring pertama. Perkembangan prgan ini dimulai
pada minggu keempat dan berlanjut sampai minggu ke 30 fetus, kecuali
pneumatisasi mastoid yang terus berkembang sampai pubertas.

Osikel berasal dari mesoderm celah brankial pertama dan kedua, kecuali basis
stapes yang berasal dari kapsul otik. Osikel berkembang mulai minggu kedelapan
sampai mencapai bentuk- komplet pada minggu ke 26 fetus.

Liang telinga luar berasal dari ektoderm celah brankial pertama.Membrana timpani
mewakili membran penutup celah tersebut. Pada awalnya liang telinga luar tertutup
sama sekali oleh suatu sumbatan jaringan padat, akan tetapi akan mengalami
rekanalisasi.
5. Patofisiologi

6. Manifestasi Klinis
Gejala klinis OMA tergantung pada stadium penyakit dan umur pasien.
a. Biasanya gejala awal berupa sakit telinga tengah yang berat dan menetap.
b. Biasa tergantung gangguan pendengaran yang bersifat sementara.
c. Pada anak kecil dan bayi dapat mual, muntah, diare, dan demam sampai 39,50oC,
gelisah, susah tidur diare, kejang, memegang telinga yang sakit.
d. Gendang telinga mengalami peradangan yang menonjol.
Keluar cairan yang awalnya mengandung darah lalu berubah menjadi cairan jernih
dan akhirnya berupa nanah (jika gendang telinga robek)
7. Penatalaksanaan
Terapi OMA tergantung pada stadiumnya. Pengobatan pada stadium awal ditujukan
untuk mengobati infeksi saluran nafas, dengan pemberian antibiotik, dekongestan lokal
atau sistemik, dan antipiretik.
a. Pada stadium oklusi, tujuan terapi dikhususkan untuk membuka kembali tuba
eustachius. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 thn dan HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang
berumur >12 thn atau dewasa.. selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan
memberikan antibiotik.
b. Pada stadium presupurasi, diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgesik.
Bila membran timpani sudah hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi.
Antibiotik yang diberikan ialah penisilin atau eritromisin. Jika terdapat resistensi,
dapat diberikan kombinasi dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi
awal diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah. Antibiotik
diberikan minimal selama 7 hari. Pada anak diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB,
amoksisilin 4x40 mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.
c. Pengobatan stadium supurasi selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk
dilakukan miringotomi bila membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga
perlu diberikan agar nyeri dapat berkurang.
d. Pada stadium perforasi, diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta
antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.
e. Stadium resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret diduga
telah terjadi mastoiditis.

8. Komplikasi
Menurut Jeffrey P. Harris dan David H. Darrow membagi komplikasi ini menjadi dua
yaitu :
Komplikasi intrakranial meliputi:
a. Meningitis
Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga.
Jalan penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang
melalui tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus,
pneumokokkus, atau stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza,
koliform, atau piokokus, menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi
dengan mengadakan eksudasi cairan serosa yang menyebabkan peningkatan ringan
tekanan cairan spinal.
b. Abses subdural
Abses subdural merupakan stadium supurasi dari pekimeningitis interna. Sekarang
sudah jarang ditemukan. Bila terjadi harus dianggap keadaan gawat darurat bedah
saraf, karena harus mendapatkan pembedahan segera untuk mencegah kematian.
c. Abses ekstradural
Abses ekstradural ialah terkumpulnya nanah diantara durameter dan tulang yang
menutupi rongga mastoid atau telinga tengah. Abses ekstradural jika tidak tertangani
dengan baik dapat menyebabkan meningitis, trombosis sinus sigmoid dan abses otak
(lobus temporal atau serebelar, tergantung pada sisi yang terkena.
d. Trombosis sinus lateralis
Sejalan dengan progresifitas infeksi, trombus mengalami perlusan retrograd kedaerah
vena jugular, melintasi sinus petrosus hingga ke daerah sinus cavernosus. Komplikasi
ini sering ditemukan pada zaman pra-antibiotik, tetapi kini sudah jarang terjadi.
e. Abses otak
Sebagai komplikasi otitis media dan mastoiditis, abses otak dapat timbul di
serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal di fossa kranii media.
Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi telinga atau
tromboflebitis.
f. Hidrosefalus otitis
Kelainan ini berupa peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan cairan
serebrospinal yang normal. Pada pemeriksaan terdapat edema papil. Keadaan ini
dapat menyertai otitis media akut atau kronis.
g. Komplikasi intratemporal meliputi :
1) Facial paralisis
2) Labirintitis
3) Abses Subperiosteal

B. Tinjauan Teori Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien : Nama pasien, umur, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
2) Riwayat Penyakit Sekarang : Riwayat adanya kelainan nyeri pada telinga,
penggunaan minyak, kapas lidi, peniti untuk membersihkan telinga
3) Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat infeksi saluran atas yang berulang, riwayat
alergi, riwayat OMA berkurang, riwayat penggunaan obat( sterptomisin, salisilat,
kuirin, gentamisin ), riwayat operasi
4) Riwayat penyakit keluarga : Apakah keluarga klien pernah mengalami penyakit
telinga, sebab dimungkinkan OMK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang
dikaitkan sebagai faktor genetic
b. Pengkajian Persistem
1) Suhu meningkat, keluarnya otore
2) Nadi meningkat
3) Nyeri telinga, perasaan penuh dan pendengaran menurun, vertigo, pusing, refleks
kejut
4) Nausea vomiting
5) Malaise, alergi
c. Pengkajian Psikososial
1) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
2) Aktivitas terbatas
3) Takut menghadapi tindakan pembedahan
d. Pemeriksaan diagnostic
1) Tes audiometri : pendengaran menurun
2) Xray : terhadap kondisi patologi, misal kolestetoma, kekaburan mastoid
e. Pemeriksaan pendengaran
Tes suara bisikan, tes garputala
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan trauma, respon inflamasi, edema, dan pembengkakan
karena bakteri atau jamur.
b. Perubahan persepsi / sensoris berhubungan dengan obstruksi, infeksi di telinga tengah
atau kerusakan di syaraf pendengaran
c. Ansietas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi mengenai
penyakitnya
e. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit

3. Rencana Keperawatan
Diagnosa Intervensi (NIC)
No. Tujuan (NOC)
Keperawatan
1 Nnyeri akut yang Pain Control Pain Management
berhubungan Comfort level
1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan trauma,
Setelah dilakukan tindakan secara komprehensif
respon inflamasi,
keperawatan selama 1 x 15 termasuk lokasi, karakteristik,
edema, dan
menit, klien mengungkapkan durasi, frekuensi, kualitas dan
pembengkakan
nyeri berkurang dengan faktor presipitasi
karena bakteri
kriteria hasil : 2. Observasi reaksi non verbal
atau jamur.
1. Mengenali gejala-gejala dari ketidaknyamanan
nyeri 3. Gunakan teknik komunikasi
2. Menyatakan nyeri sudah terapeutik untuk mengetahui
terkontrol pengalaman nyeri pasien
3. Mampu melaporkan 4. Bantu pasien dan keluarga
kepuasan dengan tingkatan untuk mencari dan
mandiri menemukan dukungan
4. Mampu mengekspresikan 5. Kontrol lingkungan yang
kepuasan dengan kontrol dapat mempengaruhi nyeri
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
6. Kurangi faktor presipitasi
7. Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
8. Kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
9. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
10. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
11. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
12. Tingkatkan istirahat
2 Gangguan Kompensasi Tingkah Laku Communication Enhancement
persepsi sensori Pendengaran : Hearing Deficit
pendengaran
Setelah dilakukan tindakan 1. Bersihkan serumen dengan
berhubungan
keperawatan selama 1 x 15 irigasi, suntion, spoeling atau
dengan obstruksi,
menit, gangguan persepsi instrumentasi
infeksi di telinga
sensori pendengaran teratasi 2. Kurangi kegaduhan
tengah atau
dengan kriteria hasil : lingkungan.
kerusakan di
3. Ajari klien untuk
syaraf 1. Pasien bisa mendengar
menggunakan tanda non
dengan baik
pendengaran 2. Telinga bersih verbal dan bentuk
3. Pantau gejala kerusakan komunikasi lainnya.
pendengaran 4. Kolaborasi dalam pemberian
4. Posisi tubuh untuk terapi obat
menguntungkan 5. Beritahu pasien bahwa suara
pendengaran akan terdengar berbeda
5. Menghilangkan gangguan dengan memakai alat bantu
6. Memperoleh alat bantu 6. Jaga kebersihan alat bantu
pendengaran 7. Mendengar dengan penuh
7. Menggunakan layananan perhatian
pendukung untuk 8. Menahan diri dari berteriak
pendegaran yang lemah pada pasien yang mengalami
gangguan komunikasi
9. Dapatkan perhatian pasien
melalui sentuhan
3 Ansietas Anxiety self-control Anxiety Reduction
berhubungan Anxiety level
a. Gunakan pendekatan yang
dengan Ansietas Coping
menenangkan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
b. Nyatakan dengan jelas
dengan prosedur keperawatan selama 1 x 15
harapan terhadap pelaku
operasi, menit, tidak terjadi infeksi
pasien
diagnosis, dengan kriteria hasil :
c. Jelaskan semua prosedur dan
prognosis,
- Klien mampu apa yang dirasakan selama
anestesi, nyeri,
mengidentifikasi dan prosedur
hilangnya fungsi,
mengungkapkan gejala d. Temani pasien untuk
kemungkinan
cemas memberikan keamanan dan
penurunan
mengurangi takut
pendengaran - Mengidentifikasi,
e. Berikan informasi faktual
lebih besar mengungkapkan dan
mengenai diagnosis, tindakan
setelah operasi menunjukkan tehnik untuk
prognosis
mengontol cemas
- Vital sign dalam batas f. Dorong keluarga untuk
normal menemani anak
- Postur tubuh, ekspresi g. Lakukan back / neck rub
wajah, bahasa tubuh dan h. Dengarkan dengan penuh
tingkat aktivitas perhatian
menunjukkan i. Identifikasi tingkat
berkurangnya kecemasan kecemasan
j. Bantu pasien mengenal
1. pasien menunjukkan tidak
situasi yang menimbulkan
cemas, terbuka,
kecemasan
menunjukan prilaku tidak
k. Dorong pasien untuk
gelisah
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
l. Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi

4. Defisiensi Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process


Pengetahuan Kowledge : health Behavior
1. Berikan penilaian tentang
berhubungan Setelah dilakukan tindakan
tingkat pengetahuan pasien
dengan keperawatan selama 1 x 15
tentang proses penyakit yang
kurangnya menit, diharapkan
spesifik
pajanan informasi pengetahuan klien meningkat
2. Jelaskan patofisiologi dari
mengenai dengan kriteria hasil :
penyakit dan bagaimana hal
penyakitnya
1. Klien dan keluarga ini berhubungan dengan
menyatakan pemahaman anatomi dan fisiologi, dengan
tentang penyakit, kondisi, cara yang tepat.
prognosis dan program 3. Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan yang biasa muncul pada
2. Klien dan keluarga mampu penyakit, dengan cara yang
melaksanakan prosedur tepat
yang dijelaskan secara 4. Gambarkan proses penyakit,
benar dengan cara yang tepat
3. Klien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan
menjelaskan kembali apa penyebab, dengna cara yang
yang dijelaskan tepat
perawat/tim kesehatan 6. Sediakan informasi pada
lainnya pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
7. Hindari harapan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga
informasi tentang kemajuan
pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang
akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
11. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan
sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas lokal,
dengan cara yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
5 Gangguan rasa Relaxation control Relaxation Therapy
nyaman Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan klien untuk
berhubungan keperawatan selama 1 x 15 bernapas dalam ketika merasa
dengan gejala menit, gangguan rasa nyaman tidak nyaman
terkait penyakit teratasi dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan klien untuk
1. Klien tidak mengeluh beristirahat
lemas Environmental Management :
2. Klien tidak mengeluh Comfort
pusing 1. Kaji ketidaknyaman yang
3. Klien dapat meningkatkan dirasakan klien
ADL 2. Berikan posisi yang nyaman
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC: Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction.

Nurjaman,Intansari.2015.Nursing Interventions Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta: Moco Media

Nurjaman,Intansari.2015.Nursing Outcomes Edisi Bahasa Indonesia.Jakarta: Moco Media

Iskandar, Nurbaiti dan Soepardi. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT, Kepala dan Leher.
Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai