Anda di halaman 1dari 11

INFEKSI POST PARTUM

A. Definisi

Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme dalam tubuh


manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain Iskandar, 1998 ).

Infeksi pascapartum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah infeksi klinis
pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau persalinan (Bobak, 2004).

Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-
kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo,
2005 : 689 ).
Infeksi postpartum adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia
dalam masa nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).
B. Insiden
Insidensi morbiditas demam berpariasi besar, berkisar dari 1% untuk wanita yang
tergolong tidak miskin yang melahirkan melalui vagina sampai setinggi 87% untuk wanita
miskin yang melahirkan melalui bedah sesar. Factor-faktor yang secara pasti telah dikenali dan
yang dapat meninggikan resiko infeksi adalah bedah sesar darurat, persalinan darurat, dan
ketuban pecah sudah 6 jam atau lebih, dan status sosio ekonomi yang rendah. Factor-faktor lain
yang bisa mempengaruhi risiko infeksi tetapi yang korelasinya terbukti kurang kuat adalah
anemia, anastesia umum, keadaan gizi yang buruk, obesitas, dan banyak kali mengalami
pemeriksaan melalui vagina. Semua factor-faktor lain serupa, pemakaian monitoring janin secara
internal tampaknya tidak mempengaruhi risiko infeksi rahim (Rayburn,WF & Carey, JC, 2001).

Seratus tahun yang lalu sekitar satu dalam 50 wanita yang melahirkan dirumah sakit,
meninggal karena infeksi yang biasanya terjadi pada masa puerperium. Hal ini sekarang sudah
jauh berkurang, pertama akibat pengertian asepsis dan antisepsis yang lebih baik dan kedua
karena diperkenalkannya kemoterapi dan antibiotika (Chamberlain,G & Dewhurst, SJ, 1994).
C. Etiologi
1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob dan aerob
patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau mungkin juga dari luar.
Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah streptococcus dan anaerob yang sebenarnya
tidak patogen sebagai penghuni normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan
infeksi postpartum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan dari
penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai penyebab
infeksi di rumah sakit
c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.
2. Faktor predisposisi infeksi post partum
a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti perdarahan, dan
kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya proses
pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke infeksi dalam masa
nifas.
D. Klasifikasi
1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim). infeksi
ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi tersendiri dan
terdapat benda asing dalam rahim (Anonym, 2008).
Endometritis adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang
terjadi pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah mengalami
persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi. Infeksi pasca lahir yang paling
sering terjadi adalah endometritis yaitu infeksi pada endometrium atau pelapis rahim
yang menjadi peka setelah lepasnya plasenta, lebih sering terjadi pada proses kelahiran
caesar, setelah proses persalinan yang terlalu lama atau pecahnya membran yang terlalu
dini. Juga sering terjadi bila ada plasenta yang tertinggal di dalam rahim, mungkin pula
terjadi infeksi dari luka pada leher rahim, vagina atau vulva.
Tanda dan gejalanya akan berbeda bergantung dari asal infeksi, sedikit demam,
nyeri yang samar-samar pada perut bagian bawah dan kadang-kadang keluar dari vagina
berbau tidak enak yang khas menunjukkan adanya infeksi pada endometrium. Pada
infeksi karena luka biasanya terdapat nyeri dan nyeri tekan pada daerah luka, kadang
berbau busuk, pengeluaran kental, nyeri pada perut atau sisi tubuh, gangguan buang air
kecil. Kadang-kadang tidak terdapat tanda yang jelas kecuali suhu tunbuh yang meninggi.
Maka dari itu setiap perubahan suhu tubuh pasca lahir harus segera dilakukan
pemeriksaan.

Infeksi endometrium dapat dalam bentuk akut dengan gejala klinis yaitu nyeri
abdomen bagian bawah, mengeluarkan keputihan, kadang-kadang terdapat perdarahan
dapat terjadi penyebaran seperti meometritis (infeksi otot rahim), parametritis (infeksi
sekitar rahim), salpingitis (infeksi saluran tuba), ooforitis (infeksi indung telur), dapat
terjadi sepsis (infeksi menyebar), pembentukan pernanahan sehingga terjadi abses pada
tuba atau indung telur (Anonym, 2008).

Terjadinya infeksi endometrium pada saat persalinan, dimana bekas implantasi


plasenta masih terbuka, terutama pada persalinan terlantar dan persalinan dengan
tindakan pada saat terjadi keguguran, saat pemasangan alat rahim yang kurang legeartis
(Anonym, 2008).

Kadang-kadang lokia tertahan oleh darah, sisa-sisa plasenta dan selaput ketuban.
Keadaan ini dinamakan lokiametra dan dapat menyebabkan kenaikan suhu. Uterus pada
endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan dan lembek.

Pada endometritis yang tidak meluas, penderita merasa kurang sehat dan nyeri
perut pada hari-hari pertama. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan
tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang lebih satu minggu
keadaan sudah normal kembali.

Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau. Hal ini
tidak boleh dianggap infeksinya berat. Malahan infeksi berat kadang-kadang disertai oleh
lokia yang sedikit dan tidak berbau.

Untuk mengatasinya biasanya dilakukan pemberian antibiotik, tetapi harus segera


diberikan sesegera mungkin agar hasilnya efektif. Dapat pula dilakukan biakkan untuk
menentukan jenis bakteri, sehingga dapat diberikan antibiotik yang tepat.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Sedangkan miometrium adalah tunika
muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, uterus nyeri tekan, perdarahan vaginal dan
nyeri perut bawah, lokhea berbau, purulen.
Metritis akut biasanya terdapat pada abortus septik atau infeksi postpartum. Penyakit
ini tidak brerdiri sendiri akan tetapi merupakan bagian dari infeksi yang lebih luas yaitu
merupakan lanjutan dari endometritis. Kerokan pada wanita dengan endometrium yang
meradang dapat menimbulkan metritis akut. Pada penyakit ini miometrium menunjukkan
reaksi radang berupa pembengkakan dan infiltarsi sel-sel radang. Perluasan dapat terjadi
lewat jalan limfe atau lewat tromboflebitis dan kadang-kadang dapat terjadi abses.
Metritis kronik adalah diagnosa yang dahulu banyak dibuat atas dasar
menometroragia dengan uterus lebih besar dari bisa, sakit pnggang, dan leukore. Akan
tetapi pembesaran uterus pada multipara umumnya disebabkan oleh pemanbahan jaringan
ikat akibat kehamilan. Terapi dapat berupa antibiotik spektrum luas seperti amfisilin 2gr
IV per 6 jam, gentamisin 5 mg kg/BB, metronidasol mg IV per 8 jam, profilaksi anti
tetanus, efakuasi hasil konsepsi.
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis adalah radang dari jaringan longgar di dalam lig latum. Radang ini
biasanya unilatelar. Tanda dan gejala suhu tinggi dengan demam tinggi, Nyeri unilateral
tanpa gejala rangsangan peritoneum, seperti muntah. Penyebab Parametritis yaitu :
a. Endometritis dengan 3 cara yaitu :
1. Per continuitatum : endometritis → metritis → parametitis
2. Lymphogen
3. Haematogen : phlebitis → periphlebitis → parametritis
b. Dari robekan serviks
c. Perforasi uterus oleh alat-alat ( sonde, kuret, IUD )

2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yuang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septic). Ibu hamil, terutama mereka
yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat imunosupresan, berada
pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang menderita endometritis selama
periode pascapartum.
Demam yang tinggi dan mengigil adalh bukti patofisiologi sepsis yang serius. Ibu
yang cemas dapat bersikap apatis. Suhu tubuh sering kali sedikit turun menjadi
subnormal. Kulit menjadi dingin dan lembab. Warna kulit menjadi pucat dan denyut nadi
menjadi cepat. Hipotensi berat dan sianosis peripheral bisa terjadi. Begitu juga oliguria.
Temuan laboratorium menunjukkan bukti-bukti infeksi. Biakan darah
menunjukian bakteremia, biasanya konsisten dengan hasil enteric gram negative.
Pemeriksaan tambahan bisa menunjukkan hemokonsentrasi, asidosis, dan koagulopati.
Perubahan EKG menunjukkan adanya perubahan yang mengindikasikan insufisiensi
miokard. Bukti-bukti hipoksia jantung, paru-paru, ginjal, dan neurologis bisa ditemukan.
Penatalaksanaan terpusat pada antimicrobial, demikian juga dukungan oksigen
untuk menghilangkan hipoksia jaringan dan dukungan sirkulasi untuk mencegah kolaps
vascular. Fungsi jantung, usaha pernafasan, dan fungsi ginjal dipantau dengan ketat.
Pengobatan yang cepat terhadap syok bakteremia membuat prognosis menjadi baik. Dan
morbiditas dan mortilitas maternal diturunkan dengan mengendalikan distrees
pernafasan, hipotensi dan DIC (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).

3. Peritonitis
Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika. Selanjutnya,
ada kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelvika mengeluarkan nanahnya ke rongga
peritoneum dan menyebabkan peritonitis.

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis.
Gejala-gejalanya tidak seberapa berat seperti pada peritonitis umum. Penderita demam,
perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Pada pelvioperitonitis bisa terdapat
pertumbuhan abses. Nanah yang biasanya terkumpul dalam kavum douglas harus
dikeluarkan dengan kolpotomia posterior untuk mencegah keluarnya melalui rektum atau
kandung kencing.

Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat patogen dan merupakan
penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan
nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita, yang mula-mula kemerah-merahan,
menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin; terdapat apa yang dinamakan facies
hippocratica. Mortalitas peritonitis umum tinggi.

4. Infeksi saluran kemih


Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil, kebanyakan
terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami ISK memiliki
kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis, vaginitis, obstruksi ureter
yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma lahir mempredisposisi wanita hamil
untuk menderita ISK, biasanya dari escherichia coli. Wanita dengan PMS kronis, trutama
gonore dan klamidia, juga memiliki resiko. Bakteriuria asimptomatik terjadi pada sekitas
5% nsampai 15% wanita hamil. Jika tidak diobati akan terjadi pielonefritis pada kira-kira
30% pada wanita hamil. Kelahiran dan persalinan premature juga dapat lebih sering
terjadi.
Biakan dan tes sensitivitas urin harus dilakukan di awal kehamilan, lebih disukai
pada kunjungan pertama, specimen diambil dari urin yang diperoleh dengan cara bersih.
Jika didiagnosis ada infeksi, pengobatan dengan antibiotic yang sesuai selama dua sampai
tiga minggu, disertai peningkatan asupan air dan obat antispasmodic traktus urinarius.

5. Septicemia dan piemia


Pada septicemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung masuk ke peredaran
darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan
dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu
tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta.
Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii
(tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang
mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk
keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya
ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-
abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.

Kedua-duanya merupakan infeksi berat namun gejala-gejala septicemia lebih


mendadak dari piemia. Pada septicemia, dari permulaan penderita sudah sakit dan lemah.
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai menggigil.
Selanjutnya, suhu berkisar antara 39 - 40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi
menjadi cepat (140 - 160 kali/menit atau lebih). Penderita meninggal dalam enam sampai
tujuh hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia.

Pada piemia, penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri, dan
suhu agak meningkat. Akan tetapi gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta
menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah
umum. Suatu ciri khusus pada piemia ialah berulang-ulang suhu meningkat dengan
cepat disertai menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu. Ini terjadi pada saat
dilepaskannya embolus dari tromboflebitis pelvika. Lambat laun timbul gejala abses pada
paru-paru, pneumonia dan pleuritis. Embolus dapat pula menyebabkan abses-abses di
beberapa tempat lain.

E. Patofisiologi
F. Manifestasi Klinis
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (benngkak)
karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa
nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum
antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R.
1997).

1. Manifestasi klinis yang lain :

a. Peningkatan suhu
b. Takikardie.
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10 g%
dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.

c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine adalah untuk


melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat ringannya penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan yang terjadi
tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak boleh sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa disalam urine.
Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap kembali hasil filtrasi dari
glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )

H. Penatalaksanaan

1. Masa Persalinan
a. Hindari pemeriksaan dalam berulang, lakukan bila ada indikasi dengan sterilitas yang
baik, apalagi bila ketuban telah pecah.
b. Hindari partus terlalu lama dan ketuban pecah lama.
c. Jagalah sterilitas kamar bersalin dan pakailah masker, alat-alat harus suci hama.
d. Perlukaan-perlukaan jalan lahir karena tindakan baik pervaginam maupun perabdominal
dibersihkan, dijahit sebaik-baiknya dan menjaga sterilitas.
e. Pakaian dan barang-barang atau alat-alat yang berhubungan dengan penderita harus
terjaga kesuci-hamaannya.
f. Perdarahan yang banyak harus dicegah, bila terjadi darah yang hilang harus segera
diganti dengan transfusi darah.
g. Masa Nifas
h. Luka-luka dirawat dengan baik jangan sampai kena infeksi, begitu pula alat-alat dan
pakaian serta kain yang berhubungan dengan alat kndung kencing harus steril.
i. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam ruangan khusus, tidak
bercampur dengan ibu sehat.
j. Tamu yang berkunjung harus dibatasi.
2. Masa Kehamilan
Mengurangi atau mencegah faktor-faktor predisposisi seperti anemia, malnutrisi dan
kelemahan serta mengobati penyakit-penyakit yang diderita ibu. Pemeriksaan dalam jangan
dilakukan kalau tidak ada indikasi yang perlu. Begitu pula koitus pada hamil tua hendaknya
dihindari atau dikurangi dan dilakukan hati-hati karena dapat menyebabkan pecahnya ketuban,
kalau ini terjadi infeksi akan mudah masuk dalam jalan lahir.
a. Pencegahan infeksi postpartum :
 Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diet yang baik. Koitus pada
kehamilan tua sebaiknya dilarang.
 Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan. Jaga persalinan agar
tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin.
Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar
bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu
dan atas indikasi yang tepat.
 Selama nifas, rawat higiene perlukaan jalan lahir. Jangan merawat pasien dengan
tanda-tanda infeksi nifas bersama dengan wanita sehat yang berada dalam masa
nifas.
b. Penanganan umum
 Antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit/komplikasi dalam masa nifas.
 Berikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi
nifas.
 Lanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang
dikenali pada saat kehamilan ataupun persalinan.
 Jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampaui.
 Beri catatan atau instruksi tertulis untuk asuhan mandiri di rumah dan gejala-
gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera.
 Lakukan tindakan dan perawatan yang sesuai bagi bayi baru lahir, dari ibu yang
mengalami infeksi pada saat persalinan. Dan Berikan hidrasi oral/IV secukupnya.
c. Pengobatan secara umum
 Sebaiknya segera dilakukan pembiakan (kultur) dan sekret vagina, luka operasi
dan darah serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat dalam
pengobatan.,
 Berikan dalam dosis yang cukup dan adekuat.
 Karena hasil pemeriksaan memerlukan waktu, maka berikan antibiotika spektrum
luas (broad spektrum) menunggu hasil laboratorium.
 Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh penderita, infus atau transfusi darah
diberikan, perawatan lainnya sesuai dengan komplikasi yang dijumpai.
d. Penanganan infeksi postpartum :
 Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari.
 Berikan terapi antibiotik, Perhatikan diet. Lakukan transfusi darah bila perlu, Hati-
hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perineum.

I. Komplikasi
a. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
b. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan resiko terjadinya
emboli pulmoner.
c. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di dalam darah.
Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan bahkan kematian.
J. Prognosa
Prognosis infeksi intra partum sangat tergantung dari jenis kuman, lamanya infeksi
berlangsung, dapat/tidaknya persalinan berlangsung tanpa banyak perlukaan jalan lahir.

Anda mungkin juga menyukai