Anda di halaman 1dari 4

Standar Operasional Imunisasi inactivated poliovirus vaccine (IPV)

A. Pengertian
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang bertujuan mencegah penyakit
poliomyelitis yang disebabkan oleh virus polio tipe 1, 2, dan 3.
Penyakit polio atau poliomyelitis adalah penyakit infeksi yang sangat mudah menular dan
menyebabkan gangguan pada sistem saraf. Berdasarkan data WHO, diperkirakan 1 dari
200 orang yang mengalami polio akan berakhir lumpuh total.
Vaksin polio inaktif (IPV) sebenarnya lebih dulu ditemukan daripada OPV, disebut juga
vaksin polio Salk, sesuai dengan nama penemunya Jonas Salk di tahun 1955. Vaksin IPV
berisi virus inaktif, berisi 3 tipe virus polio liar. Vaksin yang disuntikkan akan
memunculkan imunitas yang dimediasi IgG dan mencegah terjadinya viremia serta
melindungi motor neuron. Vaksin IPV mampu mencegah kelumpuhan karena
menghasilkan antibodi netralisasi yang tinggi. Pada tahun 1980an, komposisi awal IPV
yang ditemukan Salk dikembangkan sehingga memiliki kandungan antigen yang lebih
tinggi, dikenal sebagai enhanced- potency IPV (eIPV) dan digunakan sampai sekarang. .
Pemberian IPV pada berbagai studi dilaporkan dapat menyebabkan serokonversi terhadap
ketiga tipe virus polio sebesar 94% setelah pemberian dua dosis dan 99-100% setelah
pemberian injeksi 3 dosis. Keuntungan lain IPV adalah dapat diberikan pada kasus
dengan status immunocompromised. Namun bila dibandingkan dengan OPV, vaksin
inaktif ini kurang kuat dalam memberikan perlindungan mukosa dan kurang efektif untuk
menimbulkan herd immunity. Harga vaksin IPV ini juga relatif mahal. Di negara maju,
pemberian IPV lebih direkomendasikan karena dapat mengurangi angka kejadian VAPP
(vaccine associated paralytic poliomyelitis ) kelumpuhan akibat imunisasi polio dan
VDPV (Vaccine Derived Poliovirus) virus polio vaksin/sabin yang mengalami mutasi
dan dapat menyebabkan kelumpuhan. Perbedaan kedua vaksin ini adalah IPV merupakan
virus yang sudah mati dengan formaldehid, sedangkan OPV adalah virus yang masih
hidup dan mempunyai kemampuan neurovirulensinya sudah hilang (Ranuh et al, (2011)
dalam Umangsaji (2018)).

B. Fungsi
Imunisasi polio berfungsi untuk mencegah penyakit poliomyelitis yang disebabkan oleh
virus polio tipe 1, 2, dan 3.

C. Kandungan
IPV ( inactivated poliovirus vaccine ) berisi virus inaktif, berisi 3 tipe virus polio liar.
Vaksin yang disuntikkan akan memunculkan imunitas yang dimediasi IgG dan mencegah
terjadinya viremia serta melindungi motor neuron. Vaksin IPV mampu mencegah
kelumpuhan karena menghasilkan antibodi netralisasi yang tinggi.

D. Dosis
1) Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5
ml.
2) Dari usia 2 bulan, 3 suntikan berturut-turut 0,5 ml harus diberikan pada interval satu
atau duabulan.
3) IPV dapat diberikan setelah usia bayi 6, 10, dan 14, sesuai dengan rekomendasi dari
WHO.
4) Bagi orang dewasa yang belum di imunisasi diberikan 2 suntikan berturut-turut
denganinterval satu atau dua bulan.

E. Kontra indikasi
1) Sedang menderita demam, penyakit akut atau penyakit kronis progresif.
2) Hipersensitif pada saat pemberian vaksin sebelumnya.
3) Penyakit demam akibat infeksi akut : tunggu sampai sembuh.
4) Alergi terhadap Streptomycin

F. Efek Samping
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan: nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak bisa
terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama satu atau dua
hari.
Penanganan efek samping:
1) Orangtua dianjurkan untuk memberikan minum lebih banyak (ASI atau sari
buah).
2) Jika demam pakaikan pakaian yang tipis.
3) Bekas suntikan yang nyeri dapat dikompres air dingin.
4) Jika demam berikan paracetamol 15 mg/kg BB setiap 3–4 jam (maksimal 6 kali
dalam 24 jam)
5) Bayi boleh mandi atau cukup diseka dengan air hangat.

G. Langkah Kerja
1) Persiapan Alat
a) Sarung tangan bersih 1 pasang (untuk melindungi petugas)
b) Vaksin Polio
c) Kapas DTT
d) Bak Instrumen
e) Gergaji ampul
f) Auto Disable Syringe (ADS)
g) Bengkok
h) Safety Box
i) Tempat sampah
j) Larutan klorin dalam tempatnya

2) Langkah – Langkah
a) Memperkenalkan diri, memberitahukan kepada keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan. Menjelaskan prosedur, tujuan, manfaat dan efek samping pemberian
imunisasi. Meminta persetujuan keluarga.
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan dengan teknik yang benar.
c) Menggunakan sarung tangan.
d) Menyiapkan vaksin dengan cara kocok sampai homogen, bila ada gumpalan atau
endapan jangan digunakan, jika tidak ada buka tutup metal pada vaksin lalu
mengambil vaksin 0,6 ml kemudian mengeluarkan udara sehingga vaksin yang
disuntikkan 0,5 ml.
e) Mengatur posisi bayi yaitu dengan menidurkan bayi ditempat tidur atau bayi
dipangku ibu menghadap ke depan.
f) Menyiapkan bagian yang akan diinjeksi yaitu bagian 1/3 anterolateral paha kanan
atas ( Muskulus quadriceps anterolateral ).
g) Membersihkan lokasi penyuntikan dengan kapas dtt secara sirkuler dan tunggu
hingga kering.
h) Meletakkan ibu jari dan telunjuk pada lokasi penyuntikan kemudian memegang
otot paha dengan kedua jari tersebut.
i) Menusukkan jarum pada lokasi penuntikan dengan posisi jarum suntik 900
terhadap permukaan kulit ( secara intramuskuler). Lakukan aspirasi untuk memastikan
jarum tidak menembus pembuluh darah.
j) Menyuntikkan vaksin dengan pelan-pelan untuk mengurangi rasa sakit dan
menarik jarum dengan segera. Usap lokasi bekas penyuntikan dengan kapas kering.
k) Masukkan jarum pada safety box tanpa memasang tutup jarum suntik (no
recapping).
l) Membereskan semua peralatan yang sudah digunakan.
m) Memasukkan sarung tangan pada larutan clorin 0,5%, cuci dan melepaskan dalam
kondisi terbalik dan merendamnya.
n) Mencuci tangan setelah melakukan tindakan.
o) Menjelaskan reaksi yang timbul setelah penyuntikan dan cara mengatasi reaksi
tersebut.
p) Dokumentasikan dan beritahukan hasil kepada ibu bayi dan kunjungan ulang.

Anda mungkin juga menyukai