PADA NY. PUTRI DENGAN DIAGNOSA SKIZOFRENIA TAK TERINCI
DI BANGSAL SRI KANDI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH dr. ARIEF ZAINUDDIN SURAKARTA Disusun untuk memenuhi tugas individu Stase Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh: Lifani Ogi Restu Pangastuti J230195109
PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXII
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020 A. DATA DEMOGRAFI Nama : Tn. Putri (Pseudonym) Umur : 21 tahun Alamat : Sukoharjo Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Islam Suku : Jawa Pendidikan Terakhir : SLTP Status Perkawinan : Menikah Tanggal Pengkajian : Rabu, 5 Februari 2020 Penanggung Jawab : Keluarga Diagnosa Medis : F.20.3 (Skizofrenia Tak Terinci) B. RESUME KASUS Nyonya Putri (pseudonym) umur 21 tahun datang ke Intalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Jiwa dr. Arief Zainuddin Surakarta bersama dengan keluarganya karena sudah beberapa minggu Ny. Putri tidak mau berbicara dan tiba – tiba sering menangis tanpa alasan, kemudian Ny. Putri juga tiba – tiba sering marah – marah dan mengamuk Ny. Putri juga sering memukul – mukul barang yang ada dirumah, karena orang tuanya khawatir dengan kondisi anaknya akhirnya mereka memutuskan untuk membawanya berobat. Setelah dilakukan perawatan dan pemantauan selama beberapa jam di IGD RSJD dr. Arief Zainuddin pasien dipindahkan ke bangsal Sembodro (bangsal akut), kemudian kembali dilakukan pemantauan selama beberapa jam dibangsal tersebut dan setelah kondisi pasien sudah lebih tenang maka pasien dipindahkan kebangsal Sri Kandi (sub akut) pada jam 10.30 WIB. Pasien pernah melakukan rawat inap di Rumah Sakit Jiwa Daerah dr. Arief Zainuddin Surakarta, ini merupakan kali ketiga pasien dirwat inap, keluarga pasien mengungkapkan dirumah pasien kadang – kadang susah untuk mengkonsumsi obat tetapi keluarga tetap berusah untuk tetap memberikan obat kepada pasien. Didapatkan data dari keluarga pasien bahwa Ny. Putri (pseudonym) sudah menikah dan memiliki seorang anak laki – laki berusia 8 bulan yang sekarang dirawat oleh orang tua pasien, keluarga mengatakan bahwa suami pasien pernah melakukan kekerasan kepada Ny. Putri baik kekerasan secara fisik dan verbal, dan suami pasien ternyata juga memiliki wanita idaman lain atau selingkuh sehingga membuat pasien menjadi waspada terhadap orang lain terutama kepada laki – laki. Pada hari kedua praktek dibangsal Sri Kandi pasien tersebut terlihat gelisah, murung dan tidak bersemangat, kemudian pada saat didekati oleh mahasiswa laki – laki pasien mengepalkan tangannya seperti ingin memukul, kemudian jika didekati oleh mahasiswa perempuan pasien memalingkan wajahnya kearah berlawanan dan tidak ingin melakukan kontak mata. Diruang bangsal Sri Kandi pun pasien tidak ingin berkumpul dengan pasien lainnya atau dengan mahasiswa, pasien hanya melamun dan tidur dibed, pasien kurang berinteraksi dengan orang lain hanya mondar – mandir tidak jelas, pasien juga kurang melakukan perawatan diri pasien susah mandi. Kemudian saya melakukan pendekatan pada pasien berulang kali, pertama saat didekati pasien memalingkan wajahnya dan saya menawarkan diri untuk menamani pasien dibednya kemudian pada saat saya menemani pasien ternyata pasien tertidur. Setelah pasien bangun saya mencoba untuk melakukan pendekatan lagi dan menawarkan diri untuk menemani pasien, pasien sudah mau melakukan kontak mata tetapi ketika ditanya siapa namanya pasien hanya diam dan tangannya memberikan arahan kepada saya untuk pergi dan saya pergi. Kemudian pada saat jam makan siang saya mencoba kembali untuk melakukan pendekatan dengan membawakan jatah makan siang dari rumah sakit kepada pasien dan kemudian pasien makan, pada saat pasien selesai makan saya menawarkan minum kepada pasien dan pasien mengangguk mengiyakan tawaran minum yang saya berikan. Kemudian setelah makan selesai saya mencoba untuk mengajak komunikasi lagi dengan pasien tetapi pasien pergi menjauhin saya dan duduk disudut ruangan, keesokan harinya saya mencoba lagi untuk melakukan pendekatan kepada pasien dan menawarkan diri untuk menemani pasien kemudian saya coba untuk melakukan komunikasi dan bertanya namanya siapa kemudian pasien menjawab putri (pseudonym). Kemudian saya mencoba mengajak pasien untuk ikut berkumpul dengan orang lain tetapi pasien tidak mau dan mengatakan ingin tidur kemudian saya disuruh pergi dan saya pergi, kemudian saya mencoba lagi setalah makan siang dan pasien mau untuk duduk dimeja bersama dengan orang lain awalnya pasien hanya diam saja dan hanya melihat – lihat keadaan disekitarnya dan tak lama kemudian pasien kembali tidur dibednya. Saya coba melakukan pendekatan berkali – kali agar pasien mau berbicara dan beriteraksi dengan yang lain, setelah beberapa lama pasien mau berbicara dan mau berinteraksi dengan yang lain. Kemudian setelah beberapa hari pasien mendekat duduk dan dan melamun setelah beberapa lama tiba – tiba pasien marah dan memukul – mukul meja dan kemudian menangis dan lari kebednya, saya mencoba untuk mendekat dan bertanya kenapa tiba – tiba pasien menangis kemudian pasien mengatakan bahwa pasien rindu dengan ayahnya. Pada hari ini kondisi pasien sangat kacau dan tidak terkendali tiba – tiba menangis dan marah marah, pasien kembali murung dan tidak mau berinteraksi dengan yang lain pasien hanya mondar – mandir dari bed dan mengaca kemudian menangis beberapa kali melakukan hal seperti itu. Kemudian saya berusaha untuk memberi waktu kepada pasien untuk menenangkan dirinya sendiri, kemudian setelah saya menerasa pasien sudah lebih tenang saya mendekat dan megajak pasien untuk berbicara kemudian mengajak pasien duduk dikursi yang dekat dengan orang lain. Saat kondisi pasien sudah tenang saya mencoba untuk berdiskusi dengan pasien mengenani perasaan yang dialami olehnya, kemudian saya mengajarkan pasien untuk melakukan teknik distraksi relaksasi nafas dalam dan jika pasien merasa ingin marah saya coba anjurkan kepada pasien untuk menulis yang dirasakan agar tidak memukul barang – barang yang ada disekitarnya. Kemudian pasien dapat melakukan dengan baik dan dapat mengontrol amarahnya, dan pasien jauh lebih baik dalam berinteraksi dengan orang lain. Berdasarkan resume dan data diatas dapat ditegakkan diagnosa keperawatan: “Sindrom pascatrauma dengan batasan karakteristik marah (Domain 9, Kelas 1, Kode Diagnosis 00141)” dan “Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain dengan faktor risiko pola kekerasan diarahkan pada orang lain (Domain 11, Kelas 3, Kode Diagnosis 00138)”. Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk diagnosa Sindrom pascatrauma dengan batasan karakteristik marah adalah : Manajemen Perilaku (4350): Observasi verbal dan non verbal kemarahan pasien, berikan penghargaan jika pasien mampu mengontrol diri dengan baik, ajarkan pasien untuk dapat bertanggung jawab terhadap perilaku yang sudah dilakuan, ajarkan teknik distraksi, lakukan viksasi pada tangan atau kaki jika dibutuhkan, lakukan kolaborasi obat sesuai kebutuhan. Rencana tindakan yang akan dilakukan untuk diagnosa Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain dengan faktor risiko pola kekerasan diarahkan pada orang lain adalah: Modifikasi Perilaku (4360): Dukung pasien untuk mengganti kebiasaan yang tidak diinginkan menjadi kebiasaan yang diinginkan, kembangkan suatu metode seperti menggambar, membuat grafik atau menulis, kenalkan pada pasien kepada orang – orang yang berada dilingkungan sekitar. Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengidentifikasi pada saat merasa marah, menghindari situasi yang menyebabkan marah, menyampaikan perasaan negatif dengan cara yang baik, pasien mampu bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan, pasien mampu menahan diri untuk tidak berteriak dan memaki, pasien mampu menahan diri untuk tidak menyerang orang lain, pasien mampu melakukan teknik distraksi untuk menghindari amarah. Tindakan yang sudah dilakukan terhadap pasien adalah mengajarkan teknik distraksi nafas dalam dan menulis tentang perasaan yang dirasakan, kemudian menganjurkan pasien untuk tidak berteriak – teriak dan memaki dan mengalihkannya dengan beristigfar, memberikan arahan kepada pasien untuk tenang dan tidak memukul benda yang berada disekitarnya, mengenalkan pasien dengan orang lain yang berada dilingkungannya. Setelah diajarkan beberapa cara tersebut pasien merespon dengan baik, pasien mampu melakukan teknik distraksi dan pasien juga mampu menuliskan perasaan yang dirasakan, pasien memiliki kemajuan untuk berinteraksi dengan orang lain, pasien dapat mengontrol emosi dengan baik, pasien tidak lagi memukul benda – benda yang ada disekitarnya ketika marah.