Anda di halaman 1dari 9

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Uji Persepsi Dua Titik Sentuh


1.1 Analisa Prosedur
Uji Persepsi Dua Titik Sentuh bertujuan untuk mengetahui
persepsi dua titk sentuh pada dua permukaan kulit. Alat yang
digunakan dalam percobaan uji persepsi dua titik sentuh adalah
tusuk gigi dengan ujung runcing yang bertujuan untuk
merangsang sentuhan pada permukaaan kulit probandus.
Percobaan dilakukan pada permukaan kulit di telapak tangan,
lengan, betis, dan punggung dengan tujuan untuk mengetahui
apakah terdapat perbedaan persepsi antara permukaan kulit yang
berbeda. Menurut Pearce (1991), kulit menanggapi rangsang
berupa panas, dingin, tekanan, sentuhan, dan rasa nyeri. Reseptor
pada kulit yang menerima rangsang disebut turgo reseptor.
Permukaan kulit ditekan menggunakan dua tusuk gigi secara
bersamaan dari jarak yang jauh dan semakin dekat yaitu dengan
jarak 100cm, 50cm, 15 cm, 10cm, 5cm dan 1 cm . Setiap kali
probandus merasakan dua titik sentuh, pergeseran dihentikan
kemudian dilakukan pengukuran jarak dua titik sentuh dan
dicatat sebagai data hasil percobaan. Hal itu bertujuan untuk
mengetahui jarak persepsi dua titik sentuh pada sel saraf yang
terdapat pada permukaan kulit tubuh. Pada uji ini digunakan
probandus gemuk dan yang kurus dengan tujuan untuk
membandingkan jarak persepsi dua titik sentuh pada probandus
yang memiliki berat badan berbeda. Selain itu digunakan
probandus laki-laki dan perembuan dengan tujuan untuk
membandingkan persepsi dua titik sentuh pada gender yang
berbeda.
1.2 Analisa Hasil
Berikut ini merupakan data hasil uji persepsi dua titik sentuh:
Tabel 1. Data hasil uji persepsi dua titik sentuh
Probandus Jarak Telapak Lengan Betis Punggung
(cm) Tangan
Laki-laki 1 1 1 1 1
Gemuk 5 1 1 1 1
(Rahman) 10 1 1 1 1
15 1 1 1 1
50 2 2 2 2
100 2 2 2 2
Laki-laki 1 1 1 1 1
kurus 5 1 1 1 1
(Ridlo) 10 2 1 1 1
15 2 2 1 1
50 2 1 2 1
100 2 1 2 1
Perempuan 1 1 1 1 1
gemuk 5 2 1 1 1
(Desi) 10 2 1 1 1
15 2 1 1 2
50 2 2 1 2
100 2 1 1 1
Perempuan 1 1 1 1 1
Kurus 5 2 1 1 1
(Herlin) 10 2 1 1 1
15 2 1 1 1
50 2 1 2 2
100 2 2 2 2
Berdasarkan hasil uji pada tabel, diketahui perbedaan hasil
uji pada masing-masing probandus. Rata-rata jarak persepsi 2
titik sentuh pada telapak tangan lebih jauh dari pada lengan, betis
dan punggung. Pada probandus gemuk dan kurus jarak terjauh
adalah 2 cm, dua probandus gemuk terdapat pada 8 sentuhan
sedangkan probandus kurus terletak pada 7 dan 10 sentuhan.
Sedangkan jarak terpendek dari keduanya adalah 1 cm, dua
probandus gemuk terdapat pada 16 sentuhan sedangkan
probandus kurus terdapat pada 17 dan 14 sentuhan. Pada
probandus gemuk dan kurus tidak didapatkan hasil yang
signifikan dan ini menunjukkan bahwa perbedaan berat badan
pada seseorang tidak mempengaruhi persepsi dua titik sentuh
pada permukaan kulitnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori yaitu
bahwa seseorang yang cenderung gemuk lebih lama dalam
merasakan rangsang sentuhan. Pada orang yang gemuk memiliki
kecenderungan untuk lebih lama merasakan suatu sentuhan
karena lapisan lemak yang berada dibawah kulit lebih tebal
dibandingkan orang yang kurus (Forumsains, 2007).
Pada probandus laki-laki dan perempuan juga didapatkan
data yang tidak signifikan. Pada kedua probandus laki-laki dan
perempuan jarak terjauh adalah 2 cm, untuk probandus laki-
laki terdapat pada 15 sentuhan sedangkan pada perempuan
terdapat pada 18 sentuhan. Sedangkan jarak terpendek pada
kedua probandus adalah 1 cm, untuk probandus laki-laki
terdapat pada 34 sentuhan sedangkan pada perempuan terdapat
pada 30 sentuhan. Data tersebut bahwa probandus laki-laki
lebih peka terhadap rangsang sentuhan dan hal ini tidak sesuai
dengan teori yang sebenarnya. Umumnya, perempuan
memiliki sensitifitas yang lebih dibandingkan laki-laki.
Sensitifitas yang dimiliki kulit akan sangat mempengaruhi uji
dua titik sentuh ini, karena uji ini akan melihat tingkat
sensitifitas dari kulit. Jarak dua titik sentuh pada orang normal
pada ibu jari sebesar 2-3mm, jempol kaki sebesar 20mm,
lengan atas sebesar 39mm, betis sebesar 30mm, perut sebesar
18mm dan punggung sebesar 15mm (Forumsains, 2007).
Mekanisme respon saraf pada kulit diawali dari turgo
reseptor yang terdapat pada lapisan dermis. Rangsang yang
diterima oleh reseptor tersebut kemudian diteruskan menuju
neuron sensorik dan menuju ke otak. Otak menerima informasi
mengenai jenis rangsang (tekanan, sentuhan, panas, dan dingin).
Setelah menerima informasi tersebut impuls kemudian
diteruskan oleh saraf motorik hingga akhirnya probandus dapat
mengatakan mengenai rasa sentuhan yang dialami (Campbell,
2005).
2. Uji Knee Jerk
2.1 Analisa Prosedur
Uji knee jerk brtujuan untuk mengetahui respon syaraf pada
lutut. Refleks knee jerk adalah gerakan maju mundur secara tiba-tiba
saat lutut dipukul ketika duduk. Gerak refleks ini menunjukkan
adanya hubungan yang cepat antara saraf pada lutut dengan spinal
cord (Breau, 2007).
Pada uji ini digunakan palu kecil untuk memukul lutut dari
probandus untuk mengetahui reaksi yang terjadi pada probandus
ketika palu tersebut dipukulkan pada lutut probandus secara tiba-tiba.
Sebelum mulai mengetuk, probandus dialihkan perhatiannya supaya
probandus tidak terkonsentrasi pada lututnya sehingga refleks
probandus dapat diketahui. Probandus duduk dengan kaki
menggantung supaya ketika terjadi gerak refleks kaki tidak akan
tertahan sehingga dapat bergerak dengan bebas. Respon yang
diberikan oleh probandus setelah dipukul dengan palu pada lututnya
secara tiba-tiba dicatat sebagai data percobaan. Digunakan probandus
gemuk dan kurus, untuk masing-masing jenis kelamin yang
berfungsi sebagai pembanding antara masing-masing variabel.
2.2 Analisa Hasil
Berikut ini merupakan data hasil uji knee jerk pada probandus:
Tabel 2. Data hasil uji knee jerk
Probandus Reaksi
Laki-laki +
gemuk (Hardi)
Laki-laki kurus +
(Boby)
Perempuan +
gemuk (Putri)
Perempuan +
kurus (Jannah)

Berdasarkan hasil percobaan diatas, dapat diketahui bahwa


pada probandus gemuk dan kurus pada kedua jenis kelamin yaitu
laki-laki kelamin menunjukkan respon yang sama (+). Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dan berat badan
sesorang tidak berpengaruh terhadap respon saraf tak sadar atau
refleks.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi
secara otomatis terhadap rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari
otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa dipengaruhi
kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks
misalnya berkedip, bersin, atau batuk. Pada gerak refleks, impuls
melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat
saraf, diterima oleh set saraf penghubung (asosiasi) tanpa diolah di
dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini
disebut lengkung refleks. Gerak refleks dapat dibedakan atas refleks
otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,
misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar
dan refleks sumsum tulang belakang bila set saraf penghubung
berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada lutut
(Kucera dkk., 2008).
Berikut ini merupakan standar nilai yang digunakan untuk
mengetahui standar refleks knee jerk (MedicineNet, 2000) :
Nol : absen
1 + : hypoactive (underactive)
2 + : "normal"
3 + : hyperactive (terlalu) tanpa clonus (ekstra jerks)
4 + : hyperactive dengan unsustained clonus (hanya 1
atau 2 ekstra jerks)
5 + : hyperactive berkelanjutan dengan clonus
Gerak refleks menunjukkan adanya hubungan yang cepat antara
saraf pada lutut dengan spinal colahrd. Mekanismenya adalah karena
tendon pada lutut berhubungan dengan otot pada bagian paha,
sehingga ketika palu dipukulkan maka tendon pada lutut akan
menarik otot. Saraf sensorik pada otot akan terstimulasi oleh tarikan
tersebut dan mengirim impuls ke spinal cord. Saraf motorik pada
spinal cord akan mengirim kembali impuls ke otot paah dan
menyebabkan kontraksi otot yang membuat gerakan menendang
(Breau, 2007). Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada
pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls
pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke
saraf sensori, dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak,
kemudian hasil olahan oleh otak, berupa tanggapan, dibawa oleh
saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor
(Mapok, 2007). Gerak sadar diatur dan dikendalikan oleh gerak
motorik. Gerak sadar dilaksanakan oleh otak sadar yang berpusat
pada korteks otak. Rangsang yang diterima oleh reseptor diteruskan
menuju syaraf sensorik. Impuls yang diterima syaraf sensorik
berakhir di otak untuk penyampaian informasi. Informasi kemudian
diteruskan ke neuron motorik hingga ke efektor (Mas’ud, 2000).
3. Uji Reaksi
3.1 Analisa Prosedur
Uji reaksi atau reaction test bertujuan untuk mengetahui respon
penghilangan terhadap warna. Uji ini menggunakan alat yang disebut
reaction test yang digunakan untuk melihat kecepatan reaksi dari
para probandus ketika melihat warna lampu yang menyala di alat
tersebut. Waktu yang diperlukan oleh probandus untuk menekan
tombol sesuai dengan warna nyala lampu pada alat reaction test
digunakan sebagai data hasil percobaan. Uji reaksi ini menggunakan
probandus yang memilik mata normal, minus baik pada probandus
laki-laki maupun perempuan untuk mengetahui perbandingan reaksi.
Langkah pertama alat reaction test dihidupkan, kemudian probandus
melihat warna yang muncul pada alat tersebut dan secara cepat harus
menekan tombol sesuai dengan warna lampu yang menyala. Setelah
itu dicatat waktu yang muncul pada alat, pengulangan dilakukan
sebanyak 20 kali agar data setiap probandus yang diambil benar-
benar valid.
3.1 Analisa Hasil
Berikut ini merupakan data hasil uji reaksi pada probandus:
Tabel 3. Data hasil uji reaksi
Ulangan Probandus
♂ Normal ♂ Minus ♀ Normal ♀ Minus
1 0,36 0,64 1,19 1,20
2 0,46 0,76 0,88 0,70
3 0,30 1,8 1,00 0,54
4 0,36 0,64 0,71 0,80
5 0,78 0,48 0,73 0,74
6 0,44 0,62 0,54 0,62
7 0,50 0,63 0,94 0,27
8 0,40 0,80 0,61 0,62
9 0,41 0,82 0,58 2,27
10 0,55 0,58 0,57 0,55
11 0,42 1,68 0,54 0,73
12 0,37 0,54 0,55 0,74
13 0,70 0,59 1.18 0,53
14 0,44 0,59 0,82 0,50
15 0,45 0,64 0,85 0,52
16 0,44 0,58 0,88 0,52
17 0,46 0,59 0,94 0,54
18 0,36 0,56 0,72 0,95
19 0,41 0,43 0,71 0,61
20 0,38 0,48 0,70 0,63
Rata-rata 0,45 0,72 0,72 0,75
Berdasarkan hasil uji reaksi, rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk merespon warna pada laki-laki dan perempuan tidak terlalu
signifikan, pada perempuan adalah 0,45 dan 0,72 sedangkan pada
laki-laki adalah 0,72 dan 0,75. Kemudian rata-rata waktu yang
dibutuhkan pada probandus normal adalah 0,45 dan 0, 72 sedangkan
pada probandus minus adalah 0,72 dan 0,75. Walaupun terdapat
perbedaan, yaitu pada laki-laki normal yang lebih cepat tetapi tidak
menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan. Sehingga dapat
disimpulkan bawa kecepatan respon terhadap penghilangan warna
pada seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan kenormalan
suatu indra penglihatan. Tetapi respon penglihatan semua probandus
dapat dikatakan normal karena rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk merespon tersebut berada pada rentang waktu yang normal
yaitu dibawah 3 menit.
Jalur penyampaian impuls syaraf pada mata diawali dari retina
menuju persilangan khiasma optikus dan traktus optikus hingga
terjadi sinaf pada korpus genitakulatum lateral. Informasi dari pusat
penglihatan diteruskan ke korteks otak bagian visual. Rangsang dari
korteks primer visual akan dikirim menuju area bodman sebagai
tempat sinafnya sebelum menuju ke area penyusunan kata, area pusat
motorik dan tingkah laku (Watson, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon saraf mata adalah
kesehatan organ-organ penyusun mata dan cara kerjanya. Sedangkan,
faktor yang dari luar adalah faktor-faktor lingkungan seperti udara
yang tidak sehat, seringnya mata terkena radiasi sinar matahari dan
radikal bebas yang dapat membuat daya kerja dari organ mata
menurun (Marrief, 2004). Sedangkan menurut Nakamura (2004),
faktor utama yang menghambat penerimaan rangsangan adalah
berkaitan dengan tingkat kejadian. Aktivitas di otak terjadi terus-
menerus, namun hal itu menjadi bervariasi ketika berada pada tingkat
koma (pingsan), sadar hingga kondisi prima. Hal itu dapat
menyebabkan adanya tegangan fisik dan mental. Faktor penghambat
lain adalah rangsangan yang hilang terjadi pada situasi adanya sinyal
yang kuat.
PENUTUP

Kesimpulan
Semua uji dilakukan untuk mengetahui respon gerak refleks
(knee jerk), kecepatan respon penglihatan (uji reaksi) dan respon
syaraf di permukaan kulit. Kecepatan respon gerak refleks dan
penglihatan seseorang tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin dan berat
badan. Sedangkan respon seseorang dalam merasakan rangsang
dipermukaan kulit dipengaruhi oleh jenis kelamin dan berat badan.
Perempuan lebih sensitif dalam merespon rangsang di permukaan
kulit, dan orang yang gemuk lebih lama dalam merespon rangsang di
permukaan kulit karena lemak yang terdapat pada kulitnya.

Saran
Sebaiknya untuk praktikum selanjutnya, semua praktikan
dapat mengikuti semua uji sehingga dapat mencoba semua uji
tersebut sehingga memperoleh pengalaman yang sama dengan para
probandus.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell N.A., Jane E., dan Lawrence G. 2005. Biologi, Edisi


kelima Jilid III. Penerbit Erlangga. Jakarta
Chapman R.F .(1998). “Nervous system”. The insects: structure and
function. Cambridge University Press. pp. 533–568.
Forumsains.2007.Sensitive.http://www.forumsains.com/index.php?p
age=32. Diakses pada tanggal 4 Maret 2011
Kandel ER, Schwartz JH, Jessel TM, ed (2000). “The anatomical
organization of the central nervous system”. Principles of
Neural Science. McGraw-Hill Professional
Kucera P., Goldenberg Z., Kurca E. 2008. Sympathethic skin
response : review of the method and its clinical use. Bratisl
Lek Listy; 105 (3): 108-116.
Mapok.2007.macam gerak.http://www.e-
dukasi.net/mapok/mp_full.php?id=376&fname=materi05.h
tml,macam gerak. Diakses pada tanggal 4 Maret 2011
Marrief, E.N.2004.Human Anatomy and Physiology 6th Edition.
Pearson Education Inc.San Fransisco
Mas’ud I. 2000. Sinopsis Faal Sistem. UM press. Malang
MedicineNet. 2000. Knee Jerk Definition.
http://www.medterms.com/script/main/art.asp?articlekey=4116
. Diakses pada tanggal 4 Maret 2011
Nakamura. 2004. Change in Visual Function. Japanese Journal of
Clinical Ophthamology. edisi 58 hal: 1051-1054
Simmons PJ, Young D.1999. Nerve cells and animal behaviour.
Cambridge University Press. p. 43
Pearce E. 1991. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia.
Jakarta
Watson R. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai