Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Psikologi kognitif adalah cabang ilmu psikologi yang mempelajari
proses mental internal seperti pemecahan masalah, memori dan bahasa.
Aliran pemahaman yang berkembang dari pendekatan ini disebut
kognitivisme yang berupaya memahami cara seseorang mempresentasikan
pengolahan informasi secara mental. Dasar pendekatanini adalah psikologi
gestalt Max Wertheimer dkk, serta teori perkembangan Jean Piaget.
Kogitivisme dapat dianggap merupakan pengembangan teori Jean Piaget
yang menggambarkan scara sistematis perkembangan kognitif pada anak
melalui melalui tingkat-tingkat dan fase-fase.
Psikologi kognitif menggunakan pendekatan psikofisis dan
eksperimental untuk memahami, menegakkan diagnosis, serta merumuskan
dan memecahkan masalah psikologis dengan mengacu pada proses mental
yang berperan sebagai mediator antara stimulus dengan respons.
Teori kognitif didasarkan pada pemahaman bahwa solusi terhadap
permasalahan dapat meggunakan algoritme, suatu “aturan” yang tidak harus
dimengerti sebagai suatu mekanisme, tetapi menjanjikan solusi, maupun
heuristic, yakni “aturan” yang dimengerti sebagai suatu mekanisme, tetapi
tidak selalu menjanjikan solusi. Kadang solusi ini ditemukan secara
“otomatis” melalui tilikan (insight), suatu pemahaman mendadak tentang
hubungan dan kaitan.
Sementara itu, ilmu-ilmu kognitif berbeda dari psikologi kognitif.
Dalam hal ini, algoritme yang diperuntukkan untuk mensimulasi perilaku
manusia dirancang dengan menggunakan ilmu computer atau
diimplementasikan melalui komputer.
B. Tujuan
Untuk mengetahui teori perkembangan kognitif.
BAB II
TINJAUAN TEORI

Dewasa ini ada tiga teori atau pendekatan mengenai perkembangan, yaitu
pendekatan-pendekatan perkembangan kognitif, belajar atau lingkungan, dan
etiologis. Di samping itu, dikemukakan juga pendekatan dari Imam Al-Ghazali.
A. Definisi Koognisi Menurut Neisser
Menurut Neisser, istilah kognisi mengacu pada semua proses yang bertitik
334tolak pada input sensoris yang akan mengalami transformasi , reduksi,
elaborasi, penyimpanan, pengingatan dan penggunaan. Proses-proses ini
tetap terjadi secara sistematis meskipun tidak terdapat stimulasi yang relevan
seperti pada pencitraan dan halusinani.
Karena cangkupan definisi ini dangat luas, jelaslah bahwa segala sesuatu
yang mungkin dilakukan manusia selalu bertitik tolah pada kognisi sehingga
semua fenomena psikologis merupakan fenomena kognitif. Namun,
meskipun aktivitas manuasia secara integral berkaitan dengan psikologi
kognitif, kaitan tersebut harus dilihat dari suatu sudut pandang spesifik
sesuai keperluannya. Sudut pandang lain memiliki validitas dan keperluan
yang sama.
Karena itu pemahaman psikologi kognitif ini dapat diformulasikan
menjadi pendekatan psikologi dinamis, pemahaman perilaku dan
pemahaman manusia tidak bertitik tolah dari fenomena yang dilihatnya,
diingatnya atau dipercayainya, tetapi dari tujuaanya, kebutuhannya atau
dorongan instingnya.
B. Pendekatan Perkembangan Kognitif
Pendekatan ini didasarkan kepada asumsi atau keyakinan bahwa kemampuan
kognitif merupakan suatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah
laku anak. Kunci untuk memahami tingkah laku anak terletak pada
pemahaman bagaimana pengetahuan tersebut terstruktur dalam berbagai
aspeknya. Ada tiga model perkembangan kognitif ini, yaitu:
a. Model dari Piaget
Piaget berpendapat bahwa perkembangan manusia dapat digambarkan
dalam konsep fungsi dan struktur. Fungsi merupakan mekanisme biologis
bawaan yang sama bagi setiap orang atau kecenderungan-kecenderungan
biologis untuk mengorganisasi pengetahuan ke dalam struktur kognisi,
dan untuk beradaotasi kepada berbagai tantangan lingkungan. Tujuan dari
fungsi-fungsi itu adalah menyusun struktur kognitif internal. Sementara
struktur merupakan interelasi (saling berkaitan) system pengetahuan yang
mendasaei dan membimbing tingkah laku inteligen. Struktur kognitif
diistilahkan dengan konsep skema, yaitu seperangkat keterampilan, pola-
pola kegiatan yang fleksibel yang dengannya anak memahami
lingkungan.
Dalam membahas fungsi-fungsi, Piaget mengelompokkannya sebagai
berikut :
1) Organisasi, yang merujuk kepada fakta bahwa semua struktur kognitif
berinterlasi, dan berbagai pengetahuan baru harus diselaraskan ke
dalam system yang ada.
2) Adaptasi, yang merujuk pada kecenderungan organisme untuk
menyelaraskan dengan lingkungan. Adaptasi ini terdiri atas dua
subproses, yaitu Asimilasi dan Akomodasi.
Keadaan saling mempengaruhi antara asimilasi dan akomodasi
melahirkan konsep Konstruktivisme, yaitu bahwa anak secara aktif
menciptakan (mengkreasi) pengetahuan, dalam arti anak tidak hanya
menerima pengetahuan secara pasif dari lingkungannya. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif (inteligensi) itu meliputi empat tahap atau
periode, yaitu seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Tahapan Perkembangan Kognitif menurut Piaget

PERIODE USIA DESKRIPSI PERKEMBANGAN


1. Sensorimotor 0-2 tahun Pengetahuan anak diperoleh melalui
interaksi fisik, baik dengan orang atau
objek (benda). Skema-skemanya baru
berbentuk reflex-refleks sederhana,
seperti menggenggam dan menghisap.
2. Praoperasional 2-6 tahun Anak mulai menggunakan simbol-
simbol untuk merepresentasi dunia
(lingkungan) secara kognitif. Simbol-
simbol itu seperti kata-kata dan
bilangan yang dapat menggantikan
objek, peristiwa dan kegiatan (tingkah
laku yang tampak).
3. Operasi 6-11 tahun Anak sudah dapat membentuk operasi-
Konkret operasi mental atas pengetahuan yang
mereka miliki. Mereka dapat
menambah, mengurangi, dan
mengubah. Operasi ini
memungkinkannya untuk dapat
memecahkan masalah secara logis.
4. Operasi 11 tahun Periode ini merupakan operasi mental
Formal sampai tingkat tinggi. Disini anak (remaja)
dewasa sudah dapat berhubungan dengan
peristiwa-peristiwa hipotesis atau
abstrak, tidak hanya dengan objek-
objek konkret. Remaja sudah dapar
berpikir abstrak dan memecahkan
masalah melalui pengujian semua
alternative yang ada.

b. Model Pemrosesan Informasi


Pendekatan ini merumuskan bahwa kognitif manusia sebagai suatu
system yang terdiri atas tiga bagian: (1) Input, yaitu proses informai dari
lingkungan atau stimulasi (rangsangan) yang masuk ke dalam reseptor
pancaindera dalam bentuk penglihatan, suara, dan rasa; (2) Proses, yaitu
pekerjaan otak untuk mentransformasikan informasi atau stimulasi dalam
cara yang beragam, yang meliputi mengolah/menyusun informasi ke
dalam bentuk-bentuk simbolik, membandingkan dengan informasi
sebelumnya, memasukkan ke dalam memori dan menggunakannya
apabila diperlukan; dan (3) Output, yang berbentuk tingkah laku, seperti
berbicara, menulis, interaksi social, dan sebagainya.
c. Model Kognisi Sosial
Kognisi sosial dapat diartikan sebagai pengetahuan tentang lingkungan
social dan hubungan interpersonal. Model ini menekankan tentang
dampak/pengaruh pengalaman social terhadap perkembangan kognitif.
Tokoh dari pendekatan ini adalah Lev Vygotsky (1886-1934) ahli
psikologi dari Rusia.
Teori ini menekankan tentang kebudayaan sebagai factor penentu bagi
perkembangan individu. DIyakini, bahwa hanya manusia yang dapat
menciptakan kebudayaan, dan setiap anak manusia berkembang dalam
konteks kebudayaannya. Kebudayaan memberikan dua kontribusi
terhadap perkembangan intelektual anak. Pertama, anak memperoleh
banyak sisi pemahamannya; dan Kedua, anak memperoleh banyak cara
berpikir, atau alat-alat adaptasi intelektual.
C. Teori-teori Inteligensi
a. Teori “Two Factors”
Teori ini dikemukakan oleh Charles Spearman (1904). Dia berpendapat
bahwa inteligensi itu meliputi kemampuan umum yang diberi kode “g”
(general factors), dan kemampuan khusus yang diberi kode “s” (specific
factors). Setiap individu memiliki kedua kemampuan ini yang keduanya
menentukan penampilan atau perilaku mentalnya.
b. Teori “Primary Mental Abilities”
Teori ini dikemukakan oleh Thurstone (1938). Dia berpendapat bahwa
inteligensi merupakan penjelmaan dari kemampuan primer, yaitu:
- Kemampuan berbahasa
- Kemampuan mengingat
- Kemampuan nalar
- Kemampuan tilikan ruang
- Kemampuan menggunakan kata-kata
- Kemampuan mengamati dengan cepat dan cermat
c. Teori “Multiple Intelligence”
Teori ini dikemukakan oleh J.P Guilford dan Howard Gardner. Guilford
berpendapat bahwa inteligensi itu dapat dilihat dari tiga kategori dasar
atau “faces of intellect”, yaitu sebagai berikut :
- Operasi Mental (Proses Berpikir)
- Content (Isi yang dipikirkan)
- Product (Hasil Berpikir)
d. Teori “Triachic of Intelligence”
Teori ini dikemukakan oleh Robert Stenberg (1985). Teori ini merupakan
pendekatan proses kognitif untuk memahami inteligensi.
D. Perbedaan Pendekatan Psikologi Kognitif dari Psikologi Klasik
Terdapat dua perbedaan pendekatan psikologi kognitif dengan pendekatan
psikologi lain, sebagai berikut.
1. Pendekatan psikologi kognitif menggunakan metode ilmiah yang
didasarkan pada empirisme terhadap observasi fenomena berdasarkan
hukum kausalitas, serta secara umum menolak intropeksi sebagai metode
mempelajari fenomena eksternal.
2. Pendekatan psikologi kogmitif secara eksplisit mengakui keberadaan
kondisi mental internal seperti kepercayaan, keinginan dan motivasi yang
tidak dapat diobservasi. Dalam hal ini psikologi kognitif beseberangan
dengan secara diametral dengan psikologi perilaku eksternal yang harus
dapat diamati.
E. Aplikasi Teori Kognitif
Teori-teori ini telah diaplikasikan terhadap berbagai macam fenomena yang
merupakan ekspresi kompetensi mental sebagai berikut.
1. Fenomena kompetensi berbahasa yang merupakan sistem representasi
dari kompetensi primer mental, psikologi kognitif telah mengeksplorasi
pohon dan cabang dari model mental kompetensi berbahasa.
2. Teori kognisi telah diaplikasikan secara luas dalam psikologi social
khususnya dalam mempelajari kompetensi hubungan social dalam
pemenuhan kebutuhan yang layak secara social, psikologi kebribadian
dalam mempelajari perkembangan kepribadian, psikologi abnormal dalam
mempelajari timbulnya prilaku abnormal relative spesifik dalam konteks
sosial-budaya spesifik, serta psikologi perkembangan yang mempelajari
proses terbentuknya kompetensi yang khas sesuai tangka perkembangan
individual.
3. Aplikasi teori kognitif pada psikologi komparatif telah memungkinkan
penelitian terhadap proses terbentuknya kompetensi kognitif pada
berbagai binatang dengan membandingkan proses kognitif tersebut antara
hewan dengan manusia (anthropomorphic comparative animal behaviour
study)
4. Psikologi kognitif yang menggunakan metafora dan terminology
komputasional telah mengalami perkembangan pesat melalui berbagai
riset terhadap kecerdasan artifisial (artificial intelligence atau AI ) dan
bidang lain terkait pada tahun 1960-1970. Dampaknya AI berkembang
sebagai salah satu aspek signifikan dari subjek antardisiplin ilmu-ilmu
kognitif yang berupaya mengintegrasikan suatu kisaran pendekatan riser
terhadap pikiran dan proses mental.
F. Lima Konsep Revolusi Kognitif
Dalam bukunya tahun 2002, ‘The Blanket Slate’, Pinker mengidentifikasi
lima konsep yang mengubah cara kita menalar pikiran-jiwa.
1. Dunia mental selalu didasarkan pada dunia fisik yang membentuk konsep,
informasi, komputasi dan umpan balik.
2. Pikiran terbuka merupakan “kertas putih yang tinggal ditulis”, tetapi
memiliki fungsi aktif dalam berperilaku.
3. Jumlah tidak berhingga perilaku dapat dicetuskanoleh program terbatas
dari pikiran.
4. Mekanisme mental bersifat universal tetapi dapat mendasari variasi
superfisial antara individu, ras, dan bangsa-bangsa.
5. Pikiran adalah system kompleks yang terdiri atas komponen yang salaing
berinteraksi.
G. Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Usia Bayi (0-12 bulan)
1. Tinjauan (Plaget)
a. Selama tahap sensorimotorik (antara lahir dan 18 bulan), kemampuan
intelektual berkembang dan bayi memperoleh pengetahuan tentang
lingkungan melalui indra. Perkembangan mengalami kemajuan dan
aktivitas refleksi ke tindakan yang memiliki tujuan, yang terbagi dalam
lima subtahap :
1) Subtahap 1 (dari lahir sampai usia 1 bulan). Periode ini ditandai
dengan penggunaan refleks yang dibawa sejak lahir.
2) Subtahap 2 (usia 1-4 bulan). Reaksi sirkular primer ditandai dengan
pengulangan yang stereotip dan bayi focus pada tubuhnya sendiri
sebagai pusat perhatian.
3) Subtahap 3 (usia 4-8 bulan). Reaksi sirkular sekunder
dikarakteristikan dengan adaptasi yang diperoleh dan mengalihkan
perhatian pada objek dan lingkungan.
4) Subtahap 4 (usia 8-12 bulan). Pola yang disengaja dan konsolidasi
serta koordinasi menandai koordinasi pada pola sekunder.
5) Subtahap 5 (usia 12-18 bulan). Reaksi sirkular tersier
dikarakteristikan dengan perhatian pada sesuatu yang baru,
kreativitas, dan penemuan benda-benda baru melalui percobaan-
percobaan yang aktif.
b. Tumbuhnya kesadaran terhadap citra tubuh bersamaan dengan
perkembangan sensorik motorik.
2. Bahasa
a. Alat komunikasi pertama bayi adalah menangis.
b. Bayi menggumam antara usia 1 dan 2 bulan.
c. Bayi tertawa, mengoceh, dan membuat bunyi konsonan antara usia 3
dan 4 bulan.
d. Bayi meniru suara pada usia 6 bulan.
e. Bayi melafalkan suku kata kombinasi (ma-ma) pada usia 8 bulan.
f. Bayi mengerti kata “tidak” pada usia 9 bulan.
g. Bayi mengatakan dan mengerti ma-ma dan da-da dalam konteks yang
benar pada usia 10 bulan.
h. Bayi mengatakan antara 4 dan 10 kata dalam konteks yang benar pada
usia 12 bulan.
H. Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Anak Usia Toddler (1-3
tahun)
1. Tinjauan (Plaget)
a. Tahap sensorimotorik. Tahap ini berlangsung antara usia 12 dan 14
bulan.
b. Subtahap prakonseptual pada fase praoperasional. Dalam tahap ini
dimulai dari usia 2-4 tahun. Selama fase ini, anak :
1) Membentuk konsep-konsep yang tidak selengkap atau tidak selogis
konsep orang dewasa
2) Membuat klasifikasi sederhana
3) Menghubungkan satu kejadian dengan kejadian yang terjadi secara
simultan
4) Menunjukkan pemikiran egosentrisme

2. Bahasa
a. Toddler menggunakan bahasa ungkapan khusus yaitu, “kata-
kata”/ungkapan buatan toddler sendiri untuk mengekspresikan ide dari
anak usia 15 bulan.
b. Toddler mengatakan sekitar 300 kata, menggunakan 2 atau 3 frase dan
menggunakan kata ganti pada usia 2 tahun.
c. Toddler menyebutkan nama depan dan akhir menggunakan kata benda
jamak pada usia 2,5 tahun.
I. Pertumbuhan dan Perkembangan Kognitif Masa Pra-Sekolah
Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada
periode preoperasional, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai
proses operasi mental secara logis. Yang dimaksud dengan operasi adalah
keinginan-keinginan yang diselesaikan secara mental bukan fisik. Periode ini
ditandai dengan berkembangnya representasional, atau “symbolic function”,
yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili sesuatu yang lain
dengan menggunakan symbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak, dan benda).
Dapat juga dikatakan sebagai “semiotin function”.
Meskipun berpikir melalui symbol ini dipandang lebih maju dari
berpikir sensorimotor, namun kemampuan berpikir ini masih mengalami
keterbatasan. Keterbatasan yang menandai, atau yang menjadi karakteristik
periode preoperasional ini adalah sebagai berikut:
a. Egosentrisme, yang maksudnya bukan “selfishness” (egois), atau arogan
(sombong), namun merujuk kepada (1) diferensiasi diri, lingkungan orang
lain yang tidak sempurna, dan (2) kecenderungan untuk mempersepsi,
memahami, dan menafsirkan sesuatu berdasarkan sudut pandang sendiri.
Seperti anak sedang memegang sebuah buku secara tegak dan menunjuk
dalam satu gambar yang ada di dalamnya sambil bertanya kepada ibunya
“gambar apa ini?”. Dia tidak menyadari bahwa ibunya yang menghadap
kepadanya, tidak bisa melihat gambar tersebut dari arah belakang buku
tersebut.
b. Kaku dalam berpikir (rigidity of thought). Salah satu karakteristik berpikir
preoperasional adalah kaku (frozen). Salah satu contohnya, berpikirnya
itu bersifat centration (memusat), yaitu kecenderungan berpikir atas dasar
satu dimensi, baik mengenai objek maupun peristiwa, dan tidak menolak
dimensi-dimensi lainnya. Contohnya, Piaget memperlihatkan dua gelas
yang berisi cairan yang sama tingginya. Kepada anak ditanyakan apakah
kedua gelas itu berisi jumlah cairan yang sama, dengan mudahnya anak
itu pun menjawabnya. Berikutnya kepada anak diminta untuk menuang
sendiri salah satu isi dari kedua gelas itu ke gelas yang lebih pendek dan
lebih besar. Kepada anak ditanyakan ulang, mana yang lebih banyak
isinya: gelas yang semula atau gelas yang baru. Anak menjawab bahwa
jumlah cairan pada gelas semula lebih banyak, karena permukaan
cairannya lebih tinggi. Disini terlihat kemampuan anak yang terpusat
hanya pada satu dimensi persepsi, yaitu tinggi.
c. Semilogical reasoning. Anak-anak mencoba untuk menjelaskan peristiwa-
peristiwa alam yang misterius, yang dialaminya dalam kehidupan sehari-
hari. Salah satu pemecahannya dalam menjelaskannya itu dianalogikan
dengan tingkah laku manusia. Matahari dan bulan dipandang seperti
manusia, mereka hidup, dan suka lelah.
Secara ringkas perkembangan intelektual masa pra-sekolah ini dapat dilihat
pada tabel berikut :

PERIODE DESKRIPSI
Praoperasional 1. Mampu berpikir dengan menggunakan symbol
(symbolic function).
2. Berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya.
Mereka meyakini apa yang dilihatnya, dan hanya
terfokus kepada suatu atribut/dimensi terhadap
satu objek dalam waktu yang sama. Cara berpikir
mereka bersifat memusat (centering).
3. Berpikirnya masih kaku tidak fleksibel. Cara
berpikirnya terfokus kepada keadaan awal atau
akhir dari suatu transformasi, bukan kepada
transformasi itu sendiri yang mengantarai
keadaan tersebut. Contohnya: anak mungkin
memahami bahwa dia lebih tua dari adiknya,
tetapi mungkin tidak memahaminya, bahwa
adiknya lebih muda dari dirinya.
4. Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar
mengelompokkan sesuatu atau dasar satu
dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk,
dan ukuran.

J. Pertumbuhan dan Perkembangan Usia Sekolah (6-12 tahun)


Tahap operasional konkret oleh Piaget, ketika anak mampu menggunakan
proses berpikir untuk mengalami peristiwa dan tindakan. Selama tahap ini,
anak mengembangkan pemahaman mengenai hubungan antara sesuatu hal
dengan ide. Anak mengalami kemajuan dan membuat penilaian berdasarkan
apa yang dia lihat sampai penilaian berdasarkan alasan mereka (pemikiran
konseptual). Kemampuan anak meningkat dalam menguasai simbol-simbol
dan menggunakan simpanan memori mengenai pengalaman masa lalu
mereka untuk mengevaluasi dan mengintrepetasikan masa kini.
K. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak usia Remaja (14-18 tahun)
1. Kognitif
Jean Piaget mengajukan teori mengenai perkembangan logik dan kognitif.
Sayangnya Piaget mengklasifikasikan subyek-subyeknya berdasarkan
umur kronologis, bukan berdasarkan stadium dari Tanner. Oleh karena itu
menurut klasifikasi Piaget, pada masa ini sebagian anak masih mungkin
berada pada masa operasional konkrit tetapi sebagian telah memasuki
stadium operasional formal. Istilah operasional yang dipakai Piaget disini
berarti manipulasi mental dari ide-ide tanpa adanya obyek. Pada kedua
hal ini aktivitas mental tersebut bisa disertai atau tidak dengan suatu aksi
motoric atau mengarah kepada aksi motoric yang berhubungan dengan
obyek atau ide-ide tersebut. Pada stadium operasional konkrit ini terdapat
3 tahapan yaitu :
1. Realisme dan simbiolisme, antara usia 2-4 tahun anak melihat dunia ini
seperti tidak berubah dan menghubungkannya secara langsung dengan
pikirannya sendiri.
2. Berpikir intuitif dari usia 4-7 tahun bahasa berkembang dengan cepat
dan hubungan social dengan anak-anak lain mulai berkembang. Daya
berpikir dengan sendirinnya menjadi lebih baik kompleks dan lebih
canggih.
3. Operasional konkrit, antara usia 7-12 tahun, anak mulai mengerti
tentang urut-urutan, perbandingan dan proses mengintrasikan pikiran-
pikiran ke dalam, rencana keseluruhan agar dapat mengatasi situasi
yang bertambah kompleks.
2. Neurologi
Pada akhir masa remaja menengah struktur dan fungsi neurologis telah
berkembang dengan sempurna sehingga tidak terjadi lagi pematangan
fungsi neurologis pada masa ini. Lain halnya dengan perkembangan
kognitif, social, dan moral yang dapat berlanjut terus seumur hidup.

BAB III
CONTOH JURNAL

BAB IV
PEMBAHASAN JURNAL

BAB V
PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai