Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“TANDA BAHAYA PERSALINAN KALA II”


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Dosen Pembimbing:
Sri Rahayu, S.Kp.,M.Kes

Nama Kelompok :
Stefani Milenia (P17311181002)
Hafidhotul Ilmillah Parera (P17311181007)
Chindy Zulfanji Jannetia (P17311181011)
Rizka Anisah (P17311181019)
Rachma Aisyiyah Yoshida F. (P17311181029)
Siti Zulaika Yunisari (P17311181031)
Jelen Nurul Azizah (P17311181032)
Ekta Sela Andansari (P17311183034)
Zata Zumni Salsabil Ulya (P17311183036)
Maharani Sae Sarigading (P17311183040)
Laila Fitria Rosyidi (P17311183044)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN DAN PROFESI BIDAN MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir tentang Tanda Bahaya pada Kala II, sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri Rahayu selaku
dosen Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir, orang tua, teman-teman dan
seluruh pihak yang terlibat dalam membantu terselesaikannya makalah ini.
Makalah Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir yang berjudul Tanda
Bahaya pada Kala II ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan
Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Selain itu juga dimaksudkan untuk memberikan pemahaman
dan pengetahuan mengenai tanda bahaya pada kala II. Kami berharap makalah ini dapat
menjadi referensi.
Dalam makalah ini kami menyadari masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu segala
saran dan kritik guna perbaikan dan kesempurnaan sangat kami nantikan. Semoga makalah
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penyusun dan para pembaca pada umumnya.

Malang, Februari 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................i

DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Kala II Persalinan............................................................................................3


2.2 Tanda Bahaya Kala II Persalinan....................................................................3
2.3 Deteksi Dini Tanda Bahaya Persalinan...........................................................6

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................23
3.2 Saran.............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sulistyawati mengemukakan persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi
(janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini di
mulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks
secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sholichah, Nanik 2017: 80). Ahli
lain, Varney mengemukakan persalinan adalah rangkaian proses yang berakhir dengan
pengeluaran hasil konsepsi oleh ibu, di mulai dengan kontraksi persalinan sejati, yang
ditandai oleh perubahan progresif pada servixs, dan diakhiri dengan pelahiran plasenta
(Fritasari, 2013: 15).
Persalinan dibagi menjadi 4 tahap. Tahapan Persalinan tersebut adalah 1) Kala I, Kala
I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan serviks, hingga
mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Kala I dinamakan juga kala pembukaan, Normalnya
Kala I berlangsung selama 12-14 jam. 2)Kala II, Kala II disebut juga dengan kala
pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin di dorong keluar
sampai lahir. 3) Kala III, dalam kala III atau disebut juga kala uri, plasenta terlepas dari
dinding uterus dan dilahirkan. 4) Kala IV, Kala IV mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam
kemudian. Dalam kala tersebut diobservasi apakah terjadi perdarahan post partum. (Rohani
dkk, 2011, dalam Wahyuni, 2014).
Persalinan berlangung secara alamiah, tetapi tetap diperlukan pemantauan khusus
karena setiap ibu memiliki kondisi kesehatan yang berbeda-beda, sehingga dapat mengurangi
risiko kematian ibu dan janin pada saat persalinan. Selain itu, selama kehamilan ataupun
persalinan dapat terjadi komplikasi karena kesalahan penolong dalam persalinaan, baik
tenaga non-kesehatan seperti dukun ataupun tenaga kesehatan khususnya bidan
(Wahyuni,2014).
Tanda bahaya persalinan adalah tanda-tanda yang mengindikasikan adanya bahaya
yang bisa terjadi selama proses persalinan, jika tidak segera terdeteksi dan ditangani dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan janin. Tanda bahaya saat persalinan dapat terjadi pada
setiap tahap/kala, salah satunya adalah saat Kala II.

1
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Pada kala pengeluaran janin, his menjadi terkoordinasi, kuat,
cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kala II pada primigravida berlangsung 1 ½ -
2 jam, pada multigravida ½- 1 jam (Kumalasari, Intan. 2015: 98).
Pemantauan kondisi ibu pada saat persalinan khususnya pada kala II, dilakukan secara
berkala untuk mendeteksi adanya tanda bahaya, diantaranya adalah tekanan darah yang
tinggi, suhu tubuh 38*C, DJJ abnormal, pengeluaran cairan ketuban disertai dengan
mekonium bayi, kontraksi tidak adekuat, dan tidak adanya kemajuan yang signifikan atas
proses persalinan.

2.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan tanda bahaya persalinan kala II?
2. Apa saja tanda bahaya saat persalinan kala II?
3. Bagaimana patofisiologi, ciri-ciri, dan deteksi dini tanda bahaya persalinan kala II?
4. Bagaimana cara penanganan deteksi dini tanda bahaya pada kala II?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi dari tanda bahaya persalinan
pada kala II.
2. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami apa saja tanda bahaya persalinan pada
kala II..
3. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami patofisiologi, ciri-ciri, dan deteksi dini
tanda bahaya persalinan kala II.
4. Mampu mengetahui dan memahami tata cara penanganan tanda bahaya persalinan kala
II.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kala II Persalinan
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Pada kala pengeluaran janin his terkoordinasi, kuat, cepat dan
lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk keruang panggul,
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris atau otomatis
menimbulkan rasa mengejan. Ibu merasa seperti ingin buang air besar karena tekanan pada
rektum dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his, kepala janin mulai kelihatan, vulva
membuka dan perineum merenggang. Dengan his mengejan yang terpimpin maka akan
lahirlah kepala, diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primigravida berlangsung 1 ½ -
2 jam, pada multigravida ½- 1 jam (Kumalasari, Intan. 2015: 98).
Tanda dan gejala persalinan kala II diantaranya, 1) ibu merasa ingin meneran dengan
kontraksi, 2) perineum menonjol, 3) ibu kemungkinan merasa ingin buang air besar karena
meningkatnya tekanan pada rectum dan vaginanya, 4) vulva, vagina, dan sfingter anus
membuka, 5) jumlah pengeluaran lender, darah, dan air ketuban meningkat (Liliyana, 2011).
Sedangkan tanda pasti persalinan kala II dilakukan dengan pemeriksaan dalam, yaitu 1)
pembukaan serviks lengkap, atau 2) terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
(Afandi, 2007).

2.2 Tanda Bahaya Kala II Persalinan


2.2.1 Macam Tanda Bahaya Kala II Persalinan Beserta Penatalaksanaan
Berikut ini merupakan tanda bahaya yang terjadi pada kala II persalinan.
1. Tekanan Darah Sistol Kurang Dari 160 Mmhg, Darah Diastol Lebih Dari 90
Mmhg
Cara mengatasi.
 Minta pasien untuk duduk senyaman mungkin lakukan pemeriksaan kembali
setelah 1 jam.
 Apabila hasil normal kembali setelah 1 jam melakukan pemeriksaan ulang
lakukan juga pemeriksaan tanda dan gejala bahaya lainnya.
 Jika setelah 1 jam pemeriksaan ulang dan hasil tetap lakukan rujukan

3
2. Suhu Tubuh Lebih Dari 38*C
Cara mengatasi.
 Apabila panas tidak disertai tanda lainnya berikan hidrasi dengan memasang infus,
berikan antibiotik, lakukan kompres untuk menurunkan panas.
 Apabila panas disertai bau yang tidak enak dari vagina berikan tindakan yang
sama dan lakukan rujukan.

3. Nadi Kurang Dari 90x/menit Atau Lebih Dari 100x/menit


Cara mengatasi.
 Lakukan hidrasi
 Apabila kondisi tidak membaik rujuk pasien

4. Pengeluaran Air Ketuban Dengan Mekonium, Pengeluaran Air Ketuban


Berwarna Merah, Pengeluaran Air Ketuban Berbau.
Cara mengatasi.
 Anjurkan pasien miring kiri.
 Dengarkan DJJ pada saat dan diantara kontraksi 30 menit.
 Apabila DJJ normal, mekonium hanya merupakan tanda kematangan janin dan
tidak ada tanda fetal distress.
 Apabila DJJ abnormal, kemudian lakukan rujukan dengan memberikan oksigen.
 Persiapan asistensi dan resitasi bayi baru lahir.
 Apabila air ketuban berwarna merah, lakukan hidrasi dan lakukan rujukan.
 Apabila berbau, beri antibiotik dan lakukan rujukan.

5. DJJ Kurang Dari 100x/menit Atau Lebih Dari 180x/menit


Cara mengatasi.
 Dengarkan DJJ setelah 3 kontraksi, apabila DJJ abnormal setelah penghitungan 3
kontraksi berikan oksigen 4-6 lt/menit.
 Dengarkan DJJ berikutnya setelah 3 kontraksi, apabila hasil masih abnormal
lakukan rujukan dengan tetap memberi oksigen.

4
 Apabila terjadi pada saat persalinan, lakukan episiotomi dan vakum rendah
dengan syarat kepala lebih dari skala 0 atau lebih dari 2/5 per palpasi.
 Apabila kondisi tidak memungkinkan, lakukan rujukan dengan menyiapkan
asisten melakukan resusitasi bayi.

6. Tidak Mengalami Peningkatan yang Signifikan atau Kemajuan Persalinan


Cara mengatasi.
 Observasi keadaan umum pasien dengarkan DJJ tiap 15 menit.- Beri
pendampingan dan perhatikan keadaan psikologi dan emosional pasien.
 Beri cukup kalori dan hidrasi.

7. Kontraksi Tidak Adekuat


Cara mengatasi.
 Apabila tercium bau keton berikan pasien 1 liter jus atau minuman lain peroral.
 Apabila pasien tidak dapat minum langsung, pasang infus dengan cairan dextrose
0,5 dalam setengah kolf NaCL dalam 1 jam.
 Apabila dalam 1 jam tidak ada perbaikan, rujuk pasien.

8. Tidak Ada Gerakan Janin


Cara mengatasi.
 Palpasi abdomen untuk merasakan gerakan janin.
 Tanyakan pasien, apakah ia menggunakan obat sedatif.
 Apabila pasien menggunakan sedatif, lakukan pemeriksaan ulang setelah efek
obat hilang.

5
2.3 Deteksi Dini Tanda Bahaya Persalinan
A. DM (Diabetes Mellitus) dan Makrosomia
Patofisiologi Diabetes Mellitus pada Kehamilan
Pada Diabtes Melitus Gestasional, selain terjadi perubahan – perubahan fisiologi
hormonal dan metabolic yang normal pada kehamilan, didapatkan keadaan jumlah/funsgsi
insulin ibu yanhg tidak optimal. Serta terjadi juga perubahan kinetika insulin dan resistensi
terhadap efek insulin. Akibatnya adalah komposisi sumber energi dalam plasma ibu berubah
(kadar gula darah tinggi, sementara itu kadar insulin tetap tinggi).
Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, pada sirkulasi janin juga ikut
terjadi komposisi sumber energy yang abnormal yang dapat menyebabkan kemungkinan
terjadi berbagai komplikasi. Selain itu terjadi juga hyperinsulinemia, hipokolosemia,
hiperbilirubenemia, dan sebagainya). Dalam hal ini terjadi berbagai kelainan yang
menyebabkan berbagai komplikasi pada ibu dan janin.
Pada intinya Diabetes Melitus pada kehamilan dapat terjadi karena proses kehamilan
itu sendiri. Namun nuga dapat terjadi karena proses kehamilan Fiabetes Melitus tipe 1 atau 2
yang baru diketahui pada saat hamil. Bila Diabetes Melitus terjadi karena proses kehamilan
itu sendiri, setelah melahirkan kadar gulanya akan kembali menjadi normaldan dalam
beberapa tahun kemudian kemudian baru akan benar – benar menteap menjadi Diabetes
Melitus. Diabetes Melitus pada kehamilan dapat terjadi karena perubahan metabolic-
fisiologik yang terjadi pada saat kehamilan, perubahan tersebut mengarah pada terjadinya
resistansi insulin. Bila sel Beta prankeas tidak dapat mengimbangi perubahan tersebut, maka
akan terjadi Diabetes Melitus pada kehamilan. Setelah melahirkan, karena perubahan
fisiologis pada saat hamil telah hilang, maka ibu akan menjadi normal kembali. Namun
sebaliknya, bila ibu sebelumnya sudah menyandang Diabetes Melitus dan baru diketahui
Diabetes Melitus pada saat hamil, maka setelah melahirkan ibu tetap akan menderita Diabetes
Melitus.
Patofisiologi Makrosomia
Peningkatan kadar glukosa ibu menyebabkanb peningkatan kadar glukosa janin. Hal
ini menstimulasi prosuksi insulin oleh prankeas janin, yang dapat menyebabkan
hiperinsulinemia. Hiperinsulinemia meningkatkan pertumbuhan dan penyimpanan lemak,
yang disebut sebagai macrosomia. Macrosomia yaitu berat badan bayi lebih dari 4000 gram.

6
Hal ini tampak terlihat pada ibu hamil dengan diabtes klas A sampai C. bayi – bayi
yang dipertimbangkan besar untuk masa kehamilan (large for gestational age/LGA) beresiko
besar terjadinya trauma persalinan, terutama distosia bahu, injuri pleksus brochialis, injuri
saraf wajah (facial nerve injuries), dan asfiksia (yang terjadi akibat proses kelahiran yang
lama dan sulit).
Makrosomia yang dikaitkan dengan distosia, seringkali menyebabkan kelagiran
pervaginam operatif (yaitu dengan episiotomy maupun forcep) dan terjadi peningkatan
kelahipran seksio sesarea pada ibu diabetik karena adanya bayi macrosomia.

B. Dystocia Bahu
Definisi
Impaksi bahu anterior dibelakang simfisis pubis yang menghambat pelahiran bayi
secara spontan. Distosia bahu juga didefinisikan kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
macet diatas sacral promontory karena itu tidak bisa lewat masuk ke dalam panggul, atau
bahu tersebut bisa lewat promontorium, tetapi mendapat halangan dari tulang sacrum (tulang
ekor). Lebih mudahnya distosia bahu merupakan kejadian dimana tersangkutnya bahu janin
dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan.
Etiologi
Distosia bahu penyebab utamanya deformatas panggul, kegagalan bahu untuk
“melipat” ke dalam panggul (misalnya: makrosomnia), fase aktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara (Sarwono, 2010; h. 515)
Tanda dan Gejala
Menurut Sujiatini, (2011; h. 105-106) dan Gulardi, et al. (2008) Tanda dan gejala
distosia bahu yaitu:
a. Kecurigaan bayi besar
b. Kemajuan lambat dari 7 sampai 10 cm, meskipun kontraksinya baik.
c. Kemajuan lambat pada kala II
d. Kelahiran instrumental
e. Kemajuan lambat dan crowning serta kelahiran kepala lambat
f. Kepala seperti tertahan di dalam vagina.
g. Kepala lahir tetapi tidak terjadiputaran paksi luar.
h. Dagu tertarik dan menekan perineum
i. Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina (turtle sign)
7
Faktor Predisposisi
 Obesitas maternal
 Diabetes maternal
 Lewat Bulan, > 41 minggu
 Distosia bahu sebelumnya atau melahirkan bahu yang besar
 Makrosomia pada kehamilan saat ini
 Kala 1 atau kala 2 persalinan memanjang
 Pelahiran operatif,terutama pelahiran instrumental di rongga tengah untuk
keterlambatan persalinan
Faktor presdiposisi mungkin tidak ada pada setiap kasus sehingga tanda pertama
sering kali adalah kegagalan dagu bayi untuk keluar dari perineum atau kegagalan
kepala bayi untuk mengalami rotasi.
Hal tersebut disebut sebagi tanda kura-kura.Kepala bayi menekan perineum
dengan sangat kuat sehingga tidak mungkin memasukan sebuah jari kedalam vagina,
dan wajah bayi menjadi tertutup dan warna kulit wajahnya berubah.
Patofisiologi
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan kepala
berada pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akan berada pada
sumbu miring (oblique) di bawah rambut pubis.
Dorongan pada saat ibu meneran akan meyebabkan bahu depan (anterior) berada di
bawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu
miring dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.
Komplikasi
Menurut Sarwono (2009; h. 516) Komplikasi yang dapat terjadi yaitu:
a) Maternal
Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat laserasi jalan
lahir, episiotomy, ataupun atonia uteri.
b) Fetal
Fraktur humerus atau klavikula,Trauma pleksus brachialis,Asfiksia

8
Penatalaksanaan
Singkatan berikut HELPER diadaptasi dari advanced life support dalam
bidang obstetric
H : HELP : panggilan bantuan (dokter obstetric,dokter anestesi,bidan, tim
pediatric,dan pekerja pendukung)
 Catat waktu kelahiran kepala
E : EVALUATE for EPISIOTOMY, buka gunting episiotomy,sediakan troli
simfisiotomi.
L : LEGS, datarkan tempat tidur,pindahkan bantal,angkat lutut wanita ke bahunya
(posisi mcRobert)
P : PRESSURE : SUPRAPUBLIC (tekanan: suprapubis), lakukan secara konstan
selama 30 detik, arahkan bahu bayi kea rah dadanya,beri tekanan dengan
menggoyang-goyangkan selama 30 detik.
E : ENTER PELVIS
 Episiotomy
 Tekanan pada aspek posterior bahu anterior bayi, coba untuk membuat bahu
bayi ke diameter miring
 Lanjutkan tekanan dan rotasikan bayi sebesar 180 derajat (bahu anterior bayi
kini berada di bagian posterior)
 Beri tekanan pada aspek posterior bahu posterior bayi,coba pindahkan bahu
bayi ke diameter miring.
 Lanjutkan tekanan dan rotasikan bayi sebesar 180 derajat (bahu posterior bayi
menjadi anteroir)
R : REMOVE POSTERIOR ARM (keluarkan lengan posterior), tangan bidan
masuk dibagian posterior disepanjang lengan,fleksikan lengan dan pegang
tangan,sapu lengan bayi melintasi dada dan wajahnya untuk dilahirkan.
Pilihan lain :
Letakkan ibu dalam posisi merangkak, buka lebar klavikula (mengangkang),
simfisiotomi (untuk melebarkan jalan lahir sehingga bahu dapat lahir),
maneuver zanvanelli (dilakukan oleh dokter obstetri),dsb.

9
Metode Persalinan Distosia Bahu
a) Manuver Mc. Roberts :
1. Posisi Walcher: Hiperfleksi kaki kearah perut sehingga terjadi pelebaran
jalan lahir dan mengubah sudut inklinasi dari 25 derajat menjadi 10 derajat.
2. Kepala janin tarik curam kebawah sehingga memudahkan persalinan bahu
depan

Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana
terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara
bersamaan (panah vertikal).
b) Manuver Zevanelli
1. Kepala janin sudah berada diluar, dimasukkan kembali kedalam vagina
Diikuti dengan persalinan seksio sesarea
2. Bahaya besar karena akan terjadi ekstensi luka operasi di SBR dan
menimbulkan trauma jalan lahir lebih besar.
c) Maneuver Rubin Terdiri dari 2
langkah :
1. Mengguncang bahu anak dari satu sisi ke sisi lain dengan melakukan
tekanan pada abdomen ibu, bila tidak berhasil maka dilakukan langkah
berikutnya yaitu :
2. Tangan mencari bahu anak yang paling mudah untuk dijangkau dan
kemudian ditekan kedepan kearah dada anak. Tindakan ini untuk
melakukan abduksi kedua bahu anak sehingga diameter bahu mengecil dan
melepaskan bahu depan dari simfisis pubis.

10
b) Melahirkan bahu belakang
1. Operator memasukkan tangan kedalam vagina menyusuri humerus posterior
janin dan kemudian melakukan fleksi lengan posterior atas didepan dada dengan
mempertahankan posisi fleksi siku
2. Tangan janin dicekap dan lengan diluruskan melalui wajah janin
3. Lengan posterior dilahirkan

(Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri ; Ginekologi dan KB ; 455)

C. Ruptur Uteri
Definisi
Komplikasi kehamilan dan persalinan yang berbahaya ketika terjadi laserasi dinding
uteri. Robekan dapat meluas ke pembuluh darah uteri dan hemoragi terjadi. Ruptur uteri
merupakan penyebab kematian maternal dan janin.
Jenis
 Tak Komplet
- Kedalaman myometrium mungkin robek. Perimetrium tetap utuh.
- Myometrium eksternal mungkin robek tetapi laserasi tidak meluas ke badan
uterus. Hal ini menyebabkan hemoragi intraperitoneal.
 Komplet
- Mengenai semua lapisan uterus. Terdapat hubungan langsung antara rongga
uteri dan abdomen dan janin mungkin dikeluarkan dari uterus ke rongga
abdomen.

11
Faktor yang berhubungan dengan risiko ruptur selama persalinan
 Rupture jaringan parut setelah seksio sesarea (insisi segmen bawah dan segmen
atas), histerotomi, miomektomi, jahitan rupture sebelumnya. Dehisens pada
jaringan parut merupakan kondisi yang paling sering menyebabkan ruptur.
 Rupture spontan terjadi akibat kontraksi uteri yang kuat. Ruptur spontan ini
terkadang berhubungan dengan penggunaan oksitosin, terutama pada wanita
multipara atau pada persalinan macet.
 Ruptur traumatisakibat penggunaan instrument, mis, pelahiran dengan forsep
rotasional yang tinggi, atau dari manipulasi (mis, versi podalik internal dan
ekstraksi bokong pada kembar kedua) jika terdapat jaringan parut sebelumnya.
 Trauma dapat terjadi akibat kecelakaan.
Pencegahan
Untuk wanita yang mengalami jaringan parut uteri :
 Saat masuk ke ruang persalinan, bidan harus memastikan bahwa diskusi tentang
rencana melahirkan didokumentasikan di dalam catatan oleh dokter obstetri senior
dan bahwa wanita merasa puas dengan rencana tersebut.
 Jika VBAC diantisipasi maka kemajuan yang baik dalam persalinan harus
dipantau dan setiap abnormalitas jantung janin dilaporkan ke dokter obstetri oleh
bidan.
 Jika augmentasi persalinan diindikasikan maka oksitosin per IV diresepkan oleh
registrar dan diberikan dengan hati hati.
 Induksi harus dilakukan oleh konsultam dokter obstetri dan prosedur
didokumentasikan secara hati – hati di dalam catatan kasus.
Ruptur spontan
 Jika oksitosin digunakan untuk menginduksi atau mengaugmentasi persalinan
maka bidan harus memantau dengan cermat bahwa kontraksi yang terjadi tidak
lebih dari 4 kali dalam sepuluh menit dari berlangsung sekitar 60 detik. Jumlah
oksitosin yang diberikan harus dipantau secara cermat pada wanita multipara.
 Bidan harus mempertimbangkan disproporsi atau presentasi abnormal ketika
persalinan berlangsung lambat.

12
Tanda dan Gejala
1) Ruptur Tersembunyi
 Berhubungan dengan seksio sesarea sebelumnya dan pemisahan jaringan
parut persial : mungkin terjadi sedikit kehilangan darah pervagina tetapi tidak
ada hemoragi di tempat dehisens jaringan parut.
 Peningkatan denyut nadi maternal secara ringan (>100 x/menit) pucat.
 Sedikit nyeri abdomen, nyeri tekan pada jaringan parut. Epidural terkadang
dapat menyamarkan rasa nyeri yang dirasakan.
 Kontraksi dapat berlanjut tetapi tidak ada kemajuan persalinan.
 Ketidateraturan denyut jantung janin, tetapi jika didiagnosis, janin dilahirkan
hidup.
Tanda khas
 Terjadi dalam satu atau dua janin.
 Nyeri abdomen bawah, tidak seperti nyeri kontraksi terjadi secara terus
menerus.
 Nyeri tekan pada palpasi abdomen.
 Muntah.
 Pingsan, pucat.
 Kehilangan darah pervagina, jumlah beragam.
 Peningkatan denyut nadi.
 Tanda – tanda penurunan kondisi janin, deselerasi beragam, bradikardia.
 Jika tidak didiagnosis – hipotensi dan syok, tidak ada DJJ.
2) Ruptur berat
 Kontraksi uteri kuat. Wanita melaporkan “mengeluarkan sesuatu.” Dan nyeri
tajam di abdomen bawah.
 Kontraksi berhenti dan nyeri abdomen berkelanjutan.
 Wanita memiliki firasat bahwa sesuatu yang serius telah terjadi. Ia menjadi
cemas.
 Kehilangan darah pervagina/hematuria.
 Pada palpasi abdomen, janin dirasakan dekat ke jari dan bagiab presentasi
dapat dipindahkan dengan mudah dan mungkin tidak berada di dalam
panggul.
13
 Takikardia maternal, syok, dan kolaps segera terjadi.
 Jantung janin terdengar bradikardia secara jelas atau tidak ada denyut jantung
janin.
Penatalaksanaan
 Secara sibgkat jelaskan kepada pasien dan pasangannya.
 Beritahu tim obstetri senior dan tim anestesi.
 Konsultan harus dihubungi.
 Pastikan akses IV dengan kanula berdiameter besar dan mulai pemberian infuse
intravena, berikan infus dengan cepat.
 Berikan oksigen kepada pasien melalui sungkup wajah.
 Beritahu staf ruang bedah untuk segera mempersiapkan laparotomi.
 Ikuti protokol untuk hemoragi obstetri mayor. Lakukan uji-silang sebanyak enam
unit.
 Pindahkan pasien ke ruang operasi segera dengan harapan melahirkan bayi hidup
jika denyut jantung janin masih dapat diperiksa.
Pascanatal
 Masukkan pasien ke HDU.
 Pantau secara ketat kondisi maternal terutama keseimbangan cairan dan saturasi
oksigen.
 Antibiotic spectrum luas harus diresepkan selama 5 hari.

D. Posisi Oksipitalis Posterior Persisten


Definisi
Posisi belakang kepala turun melalui PAP dengan sutura sagitalis melintang/miring.
14
Ubun-ubun

Pada umumnya tidak terjadi kesulitan perputaran ke depan, aslakan :


1. Kepala janin fleksi
2. Ukuran panggul normal
Etiologi
1. Usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk dan ukuran panggul. Pada panggul jenis
antropoid dan android ubun-ubun kecil akan sulit memutar kedepan.
2. Otot dasar panggul lembek pada multi para atau kepala janin kecil dan bulat sehingga
tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk memutar ke depan.
Kelahiran janin dengan UUK di belakang menyebabkan :
1. Regangan besar pada vagina dan perineum karena kepala fleksi maksimal.
2. Kepala lahir melalui pintu bawah panggull dengan sirkumferensia fronto-oksipitalis
lebih beasar daripada sirkumferensia sub-oksipito bregmantica. Hal ini menyebabkan
kerusakan vagina dan perineum yang luas.
15
Prognosis
1. Partus lebih lama.
2. Laserasi jalan lahir lebih besar.
3. Kematian perinatal tinggi daripada posisi UUK didepan.
Penanganan
1. Pengawasan seksama dengan harapan persalinan spontan.
2. Mempercepat partus apabila kala II lama.

E. Abrupsio Plasenta
Definisi
Abrupsio plasenta adalah pelepasan sebagian atau keseluruhan plasenta dari uterus
selama kehamilan dan persalinan.
Insiden dan Fakta
1. 1%-2% dari semua kehamilan (AAFP, 2000/2001)
2. Fraser & Watson (2000) menganjurkan bahwa abrupsio harus dicurigai pada ibu
dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa perdarahan
3. Abrupsio plasenta merupakan kegawatan obstetrik paling sering dan penyebab
utama mortalitas perinatal (McGeown, 2001).
4. Separuh dari kasus Abrupsio plasenta, sedang sampai berat, mengalami masalah
pembekuan (Lockwood, 1996) karena tromboplastin dari tempat tempat plasenta
dilepaskan dan perdarahan di belakang plasenta menghabiskan faktor pembekuan.
5. Sementara kebanyakan kasus ringan dan kehamilan dapat dilanjutkan dengan
tenang, kasus berat memerlukan asuhan terkoordinasi antara dokter obstetrik,
bidan, dokter anestesi, dan tim hematologi (McGeown, 2001)
Penanganan
1. Periksa kadar hemoglobin (Hb) terkini
2. Siapkan darah yang telah di-crossmatch
3. Pastikan sudah terpasang akses intravena dengan kanula besar
4. Infomasikan dokter anestesi, dokter anak, unit asuhan bayi khusus (SCBU)/unit
asuhan intensif (NICU), ruang operasi.

16
Pada perdarahan sedang berjalan serius atau dicurigai, tge Confidental Enquiries
into Maternal Death (DoH, 2001) merekomendasikan hal-hal sebagai berikut :
1. Kanula besar kedua
2. Jalur tekanan vena sentral (CVP) untuk memantau volume cairan dengan akurat
3. Pastikan Unit Perawatan Intensif (UPI) siaga
Yakinkan dan jelaskan kepada ibu dan pasangannya apa yang sedang terjadi.
Diskusikan kemungkinan hasil, dan bila terpaksa dilakukan sesaria, persiapakan
mereka untuk kemungkinan ini. Setiap perdarahan dengan sendirinya sangat
menakutkan bagi ibu yang secara alamiah takut akan keselamatan dirinya maupun
bayinya. Pasangan bisa mengalami perasaan tidak berdaya dan prihatin. Ketakutan ini
dapat bermanifestasi sebagai kecemasan diam atau mengajukan banyak pertanyaan
atau kadang memperlihatkan kepanikan dan agresi.
Kenyamanan Ibu dan Analgesia
1. Ibu dengan plasenta previa dapat mengalami kontraksi (terjadi pada 25% kasus
[Lockwood, 1996]) tetapi secara umum, tidak teratur, dengan kekuatan yang
bervariasi dan tidak nyaman bukan nyeri.
2. Abrupsio plasenta bisa sangat nyeri bagi beberapa ibu. Dukungan dan penjaminan
merupakan analgesia yang sangat penting. Selain itu, usahakan membantu ibu
mencapai kenyamanan, gunakan bantal, masase, sentuhan, dan analgesia
farmakologis. Pantau denyut jantung janin setelah setiap perubahan posisi.
3. Meskipun epidural mungkin diberikan, namun setiap faktor risiko ibu, seperti
trombosit rendah dan masalah pembekuan, bisa menghalangi keamanan
pemakaiannya.
Pemantauan kesejahteraan ibu
1. Tanda vital- pantau dengan ketat tanda vital ibu-takikardi biasanya tanda pertama
gangguan janin karena kehilangan darah.
2. Infus intravena- untuk mengganti cairan, pastikan cairan IV berjalan lancar.
Dokter mungkin mempertimbangkan pemberian produk darah.
3. Pengukuran kehilangan darah- gantilah dan amankan balutan yang basah
dengan bijaksana namun pastikan privasi ibu saat melakukannya. Jagalah
perbandingan yang selalu diperbaruhi kehilangan darah perkiraan dan terukur
pada kartu cairan.
17
4. Kemungkinan diperlukan anestesi- pastikan bahwa dokter anestesi telah diberi
informasi dan dapat mengkaji situasi ibu tentang kemungkinan memerlukan
anestesi (DoH, 2001). Berikan juga antasida/penghambat ion hidrogen reguler
karena anestesi darurat mungkin diperlukan (Johnson et al., 2000)
5. Pantau denyut jantung janin- perubahan DJJ mendadak atau abnormal (seperti
peningkatan takikardia) bisa menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan
oleh kehilangan darah berat. Lakukan respons segera terhadap pola abnormal.
Asuhan Persalinan dengan Abrupsio Plasenta
Bila perdarahan kecil atau sudah teratasi serta kondisi ibu dan janin
memuaskan, maka keputusan untuk bersalin dan melahirkan tanpa intervensi mungkin
lebih baik. Bukti menunjukkan bahwa usaha melahirkan per vagina, induksi atau
augmentasi dengan oksitosik IV, dan menggunakan pemantau elektronik kontinu
dapat menurunkan sebanyak 50% angka sesaria tanpa efek yang berarti pada
mortalitas perinatal (Fraser & Watson, 2000)
1. Bila kondisi ibu diperkirakan stabil dan sedang dalam persalinan, maka
partogram, kartu cairan dan kartu observasi harus dimulai. Tanda vital dan
kehilangan darah memerlukan observasi reguler dan dokumentasi untuk
memastikan kondisi ibu tetap stabil.
2. Catatlah frekuensi, keteraturan, dan kekuatan kontraksinya. Seperti pada setiap
persalinan, frekuensi, kekuatan, dan lamanya harus meningkat. Kontraksi bisa
terlihat berbeda pada keadaan ini dan kelahiran kadang terjadi sangat cepat.
Bersama kontraksi bercak kecil perdarahan bisa muncul, yang bersama dengan
tanda vital ibu, dan DJJ memerlukan pemantauan ketat. Asuhan ibu dengan
perdarahan plasenta.
Untuk persiapan kelahiran perlu “meliputi” hal-hal sebagai berikut :
1. Menyiagakan SCBU dan kamar operasil; pastikan dokter anak sudah tahu. Hanya
klinisi yang perlu yang boleh menunggui kelahiran.
2. Ruangan harus hangat dan tidak ada angin dengan tersedia handuk hangat untuk
mengeringkan bayi.
3. Resuscitaire harus diperiksa dan pemanas di atas menyala.

18
F. Prolaps Tali Pusat
Definisi
Presentasi tali pusat dan prolapse tali pusat dapat terjadi pada setiap situasi ketika
bagian presentasi janin kurang masuk ke segmen bawah uteri atau berada tinggi di rongga
panggul memungkinkan lengkung tali pusat tergelincir menuruni bagian depan bagian
presentasi.
 Presentasi Tali Pusat adalah tali pusat berada di depan bagian presentasi dengan
presentasi dengan ketuban tetap utuh.
 Prolaps Tali Pusat adalah tali pusat terletak dibagian depan bagian presentasi dan
ketuban telah pecah.
Kondisi yang mempredisposisi :
 Bagian presentasi tinggi atau kurang pas.
 Paritas tinggi : karena lemahnya segmen bawah uteri atau hilangnya tonus otot
abdomen, terjadi peningkatan insidens bagian presentasi yang tidak cakap sampai
persalinaan dimasuki.
 Prematuritas : ukuran janin terkait dengan uterus merupakan resiko tinggi
terjadinya prolapss tali pusat, oleh sebab itu terdapat angka mortalitas yang
tinggi yang terkait dengan prematuritas.
 Kehamilan multiple : terutamamal presentasi kembar dua.
 Malpresentasi : presentasi bokong terutama rentan, khususnya presentasi bokong
sempurnaa atau presentasi kaki. Dekatnya erat umbilicus ke bokong adalah suatu
resiko tambahan. Mal presentasi lain seperti presentasi bahu atau letak tranversal
menyebabkan resiko tinggi prolaps tali pusat.
 Polihidramnion : tali pusat dapat digeser dengan semburan air ketuban. Jika
ketuban pecah secara spontan.
 Praktik dan intervensi obstetric mungkin dapat membuat perbedaan dalam
insidens prolapse tali pusat, bergantung pada praktik intrapartum di rumh sakit
individual, seperti ARM (memecahkan ketuuban) diawal persalinan , pergeseran
bagiaan presentasi selama PD.
 Tali umbilicus Panjang : biasanya dihubungkan dengan salah satu kondisi di atas .

19
1) Prolaps Tali Pusat
Jika terdapat beberapa factor yang mempredisposisi prolapse talli pusat, PD
harus dilakukan setelah ketuban pecah spontan (SROM). Denyut jantung abnormal,
seperti bradikardia dapat mengindikasi prolapse tali pusat. Resiko pada janin adalah
hipoksia atau kematian.
Diagnosis :
 Tali pusat dirasakan berada di bagian bawah atau samping bagian presentasi saat
PD.
 Lengkung tali pusat dapat dirasakan di dalam vagina atau tali pusat dapt terlihat
di vulva.
 Mungkin terjadi bradikardi.
Penatalaksanaan :
1. Panggil bantuan medis.
2. Jelaskan situasi kepada ibu.
3. Lakukan periksa dalam.
4. Jika infus oksitosin sedang diberikan , infus ini harus segera dihentikan.
5. Redakan tekanan pada tali pusat dengan mempertahankan jari Anda berada di
dalam vagina untuk mendorong bagian presentasi menjauh dari tali pusat.
6. Bantu wanita untuk berpindah pada posisi lutut-dada, yang dapat membantu
meredakan presentasi tali pusat atau posisi Sims berlebihan dapat diadopsi,
dengan membaringkan wanita secaara miring dengan sebuah baji atau bantal
untuk meninggikan pinggulnya. Kaki tempat tidur dapat ditinggikan.
7. Pantau frekuensi denyut jantung janin
8. Lahirkan bayi dengan segera.
9. Di beberapa unit, penatalaksanaan alternatif dapat berupa menggeser againn
presentasi dengan mengisi kandung kemih dengan salin normal sebanyak 500ml.
kateter kemudian diklem dan jari kemudian dapat dikeluarkan dari vagina. Klem
dilepaskan ketika insisi untuk LSCS dibuat sehingga pelahiran akan terjadi
sebentar lagi.

20
2) Presentasi Tali Pusat
 Biasanya akan didiagnosis saat PD
 Dapat dikaitkan dengan deselerasi DJJ
 Jangan memecahkan ketuban
 Hentikan PD
 Panggil bantuan medis
 Pantau DJJ
 Bantu wanita untuk mengdopsi posisi seperti diatas yang akan mengurangi
kejadian kompresi tali pusat.
 Percepatan pelahirn dengan segera biasanya akan berakhir dengan LSCS.
Presentasi tali pusat dan prolaps tali pusat merupakan ancaman yang serius
terhadap kesejahteraan janin. Untuk mengurangi mortalitas dan mordibilitas , penting
agar pelahiran segera dimulai. Hal tersebut bisanya akan dilakukan dengan seksio
sesarea jika janin hidup dan pelahiran tidak segara terjadi. Pada beberapa kejadian,
pada wanita multipar pelahiran per vagina dikala dua mungkin dpat terjadi. Di
komunitas, jika janin hidup, atur pemindahan segera ke rumah sakit.

G. Emboli Air Ketuban


Patofisiologi
Emboli air ketuban dapat menyebabkan komplikasi dan gejalan klinik yang
bersumber dari :
1) Kardiovaskuler kolap
 Air ketuban yang terhisap dengan benda padatnya (rambut lanugo,lemah, dan
lainnya) menyumbat kapiler paru, sehingga terjadi hipertensi arteri
pulmonum,edema paru, dan gangguan pertukaran 02, dan CO2
 Akibat hipertensi pupmonal menyebabkan :
- Tekanan antrium kiri turun.
- Cardiac output menurun.
- Terjadi penurunan tekanan darah sistemik yang mengakibatkan syok
berat

21
 Gangguan pertukaran O2 dan CO2 menyebabkan sesak napas,sianosis,dan
gangguan pengaliran o2 ke jaringan yanh mengakibatkan :
- metabolisme asidosis
- anaerobik metabolism
 Edema paru dan gangguan pertukaran o2 dan co2 menyebabkan
- terasa dada sakit, berat dan panas
- penderita gelisah karena kekurangan o2
- dikeluarkan histamin yang menyebabkab bronkospasme
- pengeluaran prostaglandin dapat menyebabkan spasme bronkus dan
sesak nafas
 Terjadinya refleks nervus vagus yang menyebabkan
- Bradikardii
- Vasokonstriksi arteri koroner, menimbulkan gangguan kontraksi otot
jantung dan dapat menimbulkan akute cardiac arest.
- Manifestasi keduanya menyebabkan syok dalam, kedinginan dan sianosis
- Kematian dapat berlangsung sangat singkat dari 20 menit sampai 36 jam
2) Gangguan pembekuan darah
 Partikel air ketuban dapat menjadi inti bekuan darah.
 Mengandung faktor X yang dapat menjadi treger terjadinya intra vaskuler
koagulasi
 Mengaktifkan sistem fibrinolisis dan bekuan darah sehingga terjadi
hipofibrinogemia dan menimbulkan perdarahan dari bekas implantasi plasenta
 Kekurangan o2 dan terjadinya anerobik metabolisme dalam otot uterus,
menyebabkan atonia uteri sehingga terjadi perdarahan.

Kedua komponen penting ini dapat menimbulkan syok dan terjadi kematian
dalam waktu sangat singkat, sebelum sempat memberikan pertolongan adekuat.

22
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Tanda dan gejala kala II adalah diantaranya, ibu merasa ingin
meneran dan kontraksi, perineum menonjol, ibu kemungkinan rasa ingin buang air besar
karena meningkatnya tekanan pada rectum dan vaginanya, vulva, vagina, dan sfingler mulai
membuka. Dan jumlah pengeluaran lendir, darah, dan air ketuban meningkat.
Tanda bahaya pada kala II antara lain, tekanan darah sistol kurang dari 160MmHg,
darah diastole lebih dari 90MmHg. Pada kondisi ini, ibu diminta untuk memposisikan duduk
yang senyaman mungkin dan lakukan kembali pemeriksaan 1 jam kemudian. Lalu, suhu
tubuh lebih dari 38OC, nadi kurang dari 90x/menit atau lebih dari 100x/menit, pengeluaran air
ketuban berwarna merah dan berbau, DJJ kurang dari 100x/menit atau lebih dari 100x/menit,
tidak mengalami peningkatan yang signifikan atau kemajuan persalinan, kontraksi tidak
adekuat, dan tidak ada gerakan janin.

3.2 Saran
Semoga Makalah ini dapat bermanfaat untuk membuat pembaca lebih mengetahui,
memahami, serta menambah wawasan tentang tanda bahaya persalinan kala II beserta
penatalaksanaan yang dapat kita lakukan.

23
DAFTAR PUSTAKA
Lailiya. 2011. Asuhan Kebidanan Persalinan. Jakarta : EGC
Sulistyawati Ari dan Esti N. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta :
Salemba Medika
Gde Manuaba, Ida Bagus. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri dan
genikologi dan KB. Jakarta : EGC
Ida Ayu Chandranita Manuaba, Ida Bagus Gde Fajar Manuaba, Ida Bagus Gde
Manuaba. 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Kb Untuk Pendidikan Bidan.
Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. 2008. Buku Saku Diabetes Pada Kehamilan. Jakarta : Trans Info
Media

24

Anda mungkin juga menyukai