Anda di halaman 1dari 2

Menjual Sembari Menjaga Nirwana

1. Indonesia adalah surga sekaligus kisah nyata, bukan isapan jempol belaka atau romantisme
dari masa lalu. Ada begitu banyak tempat indah yang tersembunyi dan masih perawan.
Sayangnya, tempat- tempat itu belum digarap serius sebagai tujuan wisata. Jangankan
membuat program wisata yang kreatif, membangun prasarananya saja kerap tidak dilakukan
pemerintah.

2. Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan keindahan sejumlah tempat terancam oleh eksploitasi
alam yang salah dan serakah. Padahal, dengan pariwisata, daerah bisa mendapatkan
penghasilan sekaligus memelihara alam selingkungannya.

3. Di kepulauan Togean, Sulawesi Tengah, ironi itu terpampang nyata. Kepulauan itu memiliki
pantai-pantai molek, laut yang bening dan tenang, serta ikan berwarna-warni yang
menyelinap di antara terumbu karang indah. Menjelang senja, matahari menjadi bola merah
yang ditelan laut jingga. Namun, di sana juga berlangsung perusakan alam yang kerap
didukung para politikus. Mereka datang hanya pada saat kampanye untuk memancing suara,
bahkan mempersilakan para nelayan mengebom terumbu karang. Keinginan pemerintah
pusat menjadikannya sebagai taman nasional ditentang justru oleh pemerintah daerah.

4. Di Mentawai, Sumatera Barat, lain lagi yang terjadi. Kepulauan ini memiliki ombak terbaik
untuk berselancar. Di dunia ini hanya ada tiga tempat yang memiliki barrel—ombak
berbentuk terowongan— yang dapat ditemui sepanjang waktu: Hawaii, Haiti, dan Mentawai.
Namun, pemerintah daerah seolah-olah tidak berdaya di sana. Resor tumbuh menjamur,
tetapi kontribusi mereka kepada ekonomi daerah amat minimal. Mungkin ini merupakan
bentuk “protes” mereka kepada pemerintah daerah yang tidak serius membangun prasarana
wisata di sana.

2. Dengan ribuan “surga yang tersembunyi” itu, pemerintah seharusnya


bisa menaikkan jumlah wisatawan asing yang datang ke negeri ini. Tahun lalu, menurut
catatan Badan Pusat Statistik, hanya ada 8 juta wisatawan asing yang datang berkunjung ke
Indonesia. Jangankan dibandingkan dengan Prancis yang mampu mendatangkan 83 juta turis
tahun lalu, jumlah wisatawan asing ke Indonesia masih jauh dari Malaysia, yang menurut
United Nations World Tourism Organization kedatangan 25 juta pelancong pada 2012. Ini
menempatkan Malaysia pada peringkat ke-10 negara dengan jumlah wisatawan asing
terbanyak.

3. Problem utama dari tidak berkembangnya pariwisata di Indonesia adalah ceteknya


kesadaran akan potensi yang kita miliki. Pemerintah pusat ataupun daerah masih lebih
senang mendapatkan uang dengan cara mengeksploitasi sumber daya alam. Mereka lebih
suka membabat hutan untuk mengambil kayunya, menggali buminya untuk mengeduk
mineral di dalamnya, atau menggantikan pepohonan hutan dengan kelapa sawit. Pariwisata
dianggap tidak terlalu menguntungkan—terutama untuk pejabat yang korup. Tidak ada resor
atau pengelola wisata yang bisa membayar setoran ke pejabat korup sebesar yang disetor
pejabat hutan atau pemilik tambang.
4. Kesadaran menjaga alam dan mengembangkan potensi wisata justru datang dari operator
wisata. Di Togean, seorang pemilik resor harus membayar nelayan secara berkala agar
mereka tidak memburu ikan dengan bom. Ia berupaya menyadarkan masyarakat tentang arti
penting keindahan alam di halaman rumah mereka. Di Hulu Bahau, Kalimantan Utara,
seorang ketua adat besar berhasil menyadarkan masyarakat untuk menjaga hutan. Bersama
lembaga seperti WWF, masyarakat di sana mengembangkan wisata sungai dan rimba.

5. Selain membangun infrastruktur—seperti akses ke tempat itu—dan sarana semisal


transportasi dan penginapan, pemerintah harus lebih serius memikirkan program-program
untuk membungkus potensi ini agar lebih menarik. Singapura, misalnya, pulau kecil yang
penuh beton itu mampu membuat banyak atraksi wisata—meski sebagian besar artifisial
dan terlihat lebih indah di iklan—yang mampu menarik 15 juta wisatawan asing. Hampir
dua kali lipat dari yang ke Indonesia.

9. Selama ini pemerintah hanya menjual Bali dan Bali, atau—kalau mau dikatakan agak
berpandangan luas sedikit—bergesernya pun paling-paling hanya ke Yogyakarta dan Danau
Toba. Padahal tempat-tempat itu tidak perlu “dijual” lagi dan sebaiknya dibiarkan
jalan sendiri. Berapa banyak peminat wisata yang tahu, misalnya, bahwa Teluk Meranti,
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, di pertemuan antara Selat Malaka, Laut Cina Selatan,
dan arus surut Sungai Kampar, terdapat “bono”, tidal bore yang dirindukan para selancar
sungai, dan diakui sebagai yang terbaik di dunia.

10. Indonesia memang surga sekaligus kisah nyata. Di tangan para pemangku kepentingan
terletak tanggung jawab merayakannya.

Sumber: http://idtraveling.net/2014/07/29/fenomena-7-hantu-seven-ghost-gelombang- bono-teluk-meranti/

Latihan!

1. Analisislah struktur teks di atas!


2. Analisislah kaidah kebahasaan teks di atas! Sertakan pula bukti-buktinya!

Anda mungkin juga menyukai