Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Hepatitis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus.
Hepatitis terbagi atas bermacam-macam tergantung dari jenis virus
yang menginfeksinya, seperti hepatitis A, B, C, dan D. Di Indonesia
diperkirakan 7 juta orang menderita Hepatitis C. Dari jumlah itu, sekitar
50% berpotensi menjadi penyakit hepatitis kronis, bila tidak diobati
secara baik maka 10% diantaranya dapat menjadi kanker hati.
Dalam dunia farmasi, telah menciptakan obat-obat sebagai
antihepatitis, yaitu interferon yang diberikan secara injeksi subkutan
dan untuk pemberian obat melalui oral yaitu lamivudine, adefovir,
enetecavir, dan ribavirin.Pemberian obat-obat ini efektif untuk
mengatasi penyakit Hepatitis.Dimana mekanisme kerja obat-obat ini
adalah menghambat replikasi virus hepatitis baik itu RNA dan
DNA.Namun dengan mengkomsumsi obat-obat sintetik dapat
menyebabkan beberapa efek samping dan harga yang mahal.
Namun, akhir-akhir ini banyak penelitian tentang hepatitis
yang mengkombinasi obat-obat sintetik ini dengan obat-obat bahan
alam.Obat-obat bahan alam mekanisme pengobatannya itu melalui
senyawa metabolit sekunder.Obat-obat bahan alam pengobatannya
secara empiris yang artinya telah terbukti secara turun-
temurun.Dimana yang telah kita ketahui bahwa obat bahan alam efek
samping yang minimal.Oleh karena itu pada makalah ini,dijelaskan
tentang tumbuhan yang dapat digunakan untuk penyakit hepatitis,
meliputi kandungan kimia dan mekanisme kerjanya.
1.2 Maksud
Untuk memahami kandungan kimia yang terdapat dalam suatu
tanaman bahan alam dan mekanisme kerjanya dalam mengobati
penyakit hepatitis.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam
suatu tanaman bahan alam dan mekanisme kerjanya dalam
mengobati penyakit hepatitis.
BAB II
Tinjauan Pustaka
A. Hepatitis
Hepatitis adalah penyakit peradangan hati yang dapat disebabkan
oleh berbagai kausa, termasuk infeksi virus atau pajanan bahan-bahan
toksik.Pada hepatitis virus, virus bereplikasi di inti hepatosit, menimbulkan
cedera, peradangan, dan bahkan kematian sel-sel yang terinfeksi
(Sherwood, 2014).
Hepatitis atau inflamsi hati dapat disebabakan oleh virus atau non-
virus.Penyebab non-virus meliputi obat dan zat kimia, selain penyebab
imun dan metabolic. Kendati demikian, kebanyakan kasus hepatitis
disebabkan oleh virus, yang meliputi virus hepatitis A,B,C,D,E, dan
G(Chang, 2009).
Invasi virus pada sel hati menyebabkan inflamasi.Virus
menimbulkan kerusakan, tetapi tidak membunuh sel hati.Cedera yang
terjadi menyebabkan pembengkakan dan penurunan fungsi hati. Jika
kerusakan berlanjut(menjadi kronis), akan terjadi jaringan parut atau
fibrosis. Fibrosis disebabkan oleh pembentukan serabut kolagen ketika
hati berupaya memperbaiki dirinya sendiri.Apabila fibrosis meluas,
keadaan ini dinamakan sirosis.Fibrosis bersifat permanen dan demikian
pula kerusakan hati. Hepatitis B, C, D, dan G ditularkan melalui darah
sedangkan hepatitis A dan E menyebar melalui makanan serta air yang
telah terkontainasi virus tersebut (Chang, 2009).
B. Etiologi
1. Hepatitis A
HAV adalah virus RNA dengan genus Hepatovirus dari Famili
Picornaviridae. Manusia adalah reservoir untuk virus dan penularan
terjadi melalui rute Fecal oral. Virus ini tidak stabil pada makanan
dengan panas minimum 85 C selama 1 menit atau desinfeksi dengan
menggunakan larutan natrium hipoklorit 1 : 100 (Dipiro, 2008).
2. Hepatitis B
HBV adalah virus DNA dari Famili Hepadnaviridae, yang beruntai
ganda , DNA melingkat dengan 3.200 pasangan basa yang biasanya
menginfeksi sel-sel hati, meskipun telah ditemukan di ginjal, pancreas
dan sel mononuclear (Dipiro, 2008).
3. Hepatitis C
HCV adalah virus RNA tunggal dari family Flaviviridae. Replikasi
virus ini pada hepatosit seperti pada virus B. Virus bereplikasi sekitar
2-3 jam(Dipiro, 2008).
C. Patofisiologi
1. Hepatitis A
Infeksi HAV biasanya akut, dapat sembuh sendiri, dan hidup dalam
sistem imun. Siklus hidup HAV di tubuh manusia dimulai dengan
mengkonsumsi virus. Absorpsi di lambung atau usus kecil
memungkinkan virus masuk ke sirkulasi dan diserap oleh hati.
Replikasi dari virus terjadi dalam hepatosit dan sel epitel
gastrointestinal. Partikel virus baru dilepaskan ke dalam darah dan
disekresikan ke dalam empedu oleh hati. Virus ini kemudian diserap
kembali untuk melanjutkannya siklus atau diekskresikan dalam tinja.
Siklus enterohepatik akan terus berlanjut sampai terganggu sistem
antibodi. Mekanisme pasti dari replikasi dan sekresi tidak diketahui
(Dipiro, 2008).
2. Hepatitis B
Setelah infeksi, replikasi virus dimulai oleh masuknya virion ke
reseptor permukaan sel hepatosit. Partikel-partikel itu diangkut ke inti
di mana DNA diubah menjadi tertutup, DNA melingkar yang berfungsi
sebagai template untuk RNA pregenomic. Viral RNA kemudian
ditranskripsi dan diangkut kembali ke sitoplasma di mana ia dapat
berfungsi sebagai reservoir untuk template virus di masa mendatang
atau kuncup ke dalam membran intraseluler dengan amplop virus
protein dan menginfeksi sel lain. Genom virus memiliki empat frame
pembacaan kode untuk berbagai protein dan enzim yang diperlukan
untuk replikasi dan penyebaran virus. Beberapa protein ini digunakan
secara diagnostik. HBAg adalah yang paling melimpah dari tiga
antigen permukaan dan dapat dideteksi pada permulaan gejala klinis.
Kegigihannya melewati 6 bulan setelah deteksi awal sesuai dengan
infeksi kronis dan menimbulkan peningkatan risiko untuk sirosis,
dekompensasi hati, dan HCC. Pengembangan antibodi terhadap
HBsAg (anti-HBsAg) memberikan kekebalan terhadap virus dan
pembersihan HAg dikaitkan dengan hasil yang menguntungkan. The
precore polypeptide mengkode protein sekretori hepatitis Be antigen
(HBAg) dan protein antigen inti hepatitis B (HBcAg). Meskipun peran
HBAg dalam infeksi adalah samar-samar, ia hadir dalam infeksi akut
dan digantikan oleh antibodi (anti-HBAg) setelah infeksi teratasi.
HBeeAg dianggap sebagai penanda replikasi virus dan infektivitas;
Namun, sekarang diketahui bahwa beberapa mutan virus ada tidak
dapat memiliki atau telah menurunkan regulasi ekspresi HBAg,
meskipun kemampuan mereka untuk bereplikasi tidak terpengaruh.
HBAg-negatif mutan menimbulkan tantangan klinis tertentu karena
mereka refrakter terhadap pengobatan. HBceAg adalah protein
nukleokapsid yang, ketika diekspresikan pada hepatosit, meningkatkan
kematian sel yang dimediasi kekebalan. Tingkat antibodi yang tinggi
(IgM anti-HBAg) dapat terdeteksi selama infeksi akut. Deteksi IgM anti-
HBcAg juga merupakan tes yang dapat diandalkan untuk
mendiagnosis hepatitis akut fulminan di mana HBcAg dan HBV DNA
sering tidak terdeteksi. anti-HBsAg saja. Pasien yang menanggapi
vaksin akan memilikinya HBV sendiri tampaknya tidak bersifat
patogenik terhadap sel; sebaliknya, diperkirakan bahwa respon imun
terhadap virus bersifat sitotoksik hepatosit. Respon inflamasi antigen
nonspesifik dipicu oleh sel T mungkin bertanggung jawab untuk
sebagian besar cedera hati, dengan progresi untuk sirosis dan
HCC. Respon imun termasuk mayorhistocompatibility complex (MHC)
kelas I CD8 sel T sitotoksik dan MHC kelas II CD4 T-helper cells. Pada
infeksi akut dan kronis, respons antibodi kuat. Pada infeksi akut respon
sel T sitotoksik sangat penting untuk pembersihan virus. Jika
responsnya lemah, infeksi kronis mungkin terjadi. Selain itu, cedera
hati kemungkinan disebabkan oleh peradangan sekunder sekunder
yang diaktifkan oleh respons limfosit sitotoksik awal dan sebagai upaya
oleh sistem kekebalan tubuh untuk membersihkan virus dengan
menghancurkan antigen HBV menyajikan hepatosit. Penghancuran
hasil hepatocytes di rilis dari beredar, dan karenanya meningkat,
tingkat ALT (Dipiro, 2008).
a. Replikasi Virus