DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga dapat diselesaikan penulisan makalah ini tepat pada waktunya. Penulisan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah, ENTERPREUNERSHIP yang mana tugas ini
berjudul analisa seorang pengusaha sukses untuk menggapai kesuksesannya”.
Disadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
diharapkan semua kritik dan saran yang bersifat membangun demi kepentingan pembuatan
makalah ini yang lebih baik lagi kedepannya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi
mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Cendrawasih.
Kelompok I
Pengusaha muda sukses Hamzah Izzulhaq
Membangun cita-cita jadi pengusaha sukses tidak harus menunggu tua. Banyak orang
yang sukses di usia muda, berkat wirausaha. Belum cukup umur, pengetahuan dan pengalaman
bukan penghalang. Memang tidak mudah, tetapi bukan berarti tidak mungkin.
Banyak orang beranggapan bahwa kesuksesan itu baru dimulai di usai 40 tahun.
Alasannya, masih muda, masih belum berpengalaman, keinginan tidak realistis dan sangat sulit
dicapai. Pemikiran itu ternyata salah. Hal itu dibuktikan oleh Hamzah Izzulhaq.
Pemuda kelahiran Jakarta, 26 April 1993 ini adalah direktur utama PT Hamasa Indonesia.
Bisnis ini dibangun Hamzah ketika dia masih berusia 19 tahun
“Membuat usaha itu tidaklah menakutkan seperti yang dipikirkan banyak anak muda.
Saya menghancurkan mental blocking itu,” ungkap Hamzah kepada Youngster.id.
Dia memulai membangun perusahaan lewat bisnis waralaba bimbingan belajar (bimbel)
Bintang Solusi Mandiri di tahun 2011. Dari satu tempat, kini bimbel tersebut telah memiliki lima
cabang dengan omzet mencapa Rp 360 juta per semester. Tak berhenti sampai di sana, dia juga
sukses mengembangkan usaha kerajinan sofa bed bermerek Pikanto. Dan di akhir tahun 2015,
Hamzah semakin melebarkan sayap dengan mengembangkan bisnis properti di sejumlah kota-
kota kecil di Jawa Barat
Tidak Gengsi
Semua itu didapat dari usaha sendiri. Bahkan, Hamzah berangkat dari keluarga berlatar
belakang akademisi, sang ayah seorang dosen sedang ibunya guru. “Sebelumnya, tak ada
satupun keluaga saya yang terjun ke dunia bisnis,” ujarnya tersenyum.
Menariknya, jiwa kewirausahaan Hamzah sudah terbangun sejak kecil. “Waktu SD saya
sudah mulai jualan. Tujuannya waktu itu cuma buat tambahan uang jajan aja. Saya masih ingat
betul waktu kelas 3 SD saya sempat jualan petasan, kelereng, gambaran, ojek payung, dan
sempat ngamen juga,” kenangnya.
Dia merasa tidak malu dengan apa yang dia lakukan. Padahal orang tuanya tidak pernah
kekurangan materi, apalagi uang jajan untuk dia. “Kalau saya pikir anak zaman sekarang
juga nggak gengsi kok, karena sekarang kewirausahaan bukan masalah butuh uang atau nggak,
tapi juga sudah menjadi gaya hidup. Anak orang kaya sekarang banyak juga yang jualan online,”
ucapnya.
Naluri bisnis juga terasah Hamzah sejak SMP. Hobi dia bermain game online ternyata
membuahkan nilai rupiah juga. Pasalnya, dia sering meraih level paling tinggi dalam suatu
permainan game. Ketika dia sudah meraih level game tertinggi, maka dia jual akunnya kepada
rekan atau lawan permainannya secara online. Dari hobi tersebut dia pernah menjual level atau
untuk satu akun gamenya senilai Rp 1,2 juta
Hamzah mengaku hanya sempat ada rasa malu ketika SMA, karena ada gadis yang dia
sukai. Tapi hal itu kalah oleh ketertarikan berwirausaha. “Saya punya filosofi bahwa
jangan gedein gengsi kalau kita mau hidup bergengsi. Tapi kalau kita gengsi, maka kehidupan
kita nggak akan bergengsi,” ujarnya.
Motivasi itu dia dapat dari buku-buku pengusaha sukses yang dibacanya. Hamzah
mengaku terinspirasi pada Bob Sadino dan Walt Disney. “Saya lihat ternyata orang-orang sukses
pun juga pasti gagal dulu awalnya. Jadi itu yang membuat kita nggak merasa sendirian. Bahkan,
dia lebih sadis lagi, lebih di bawah lagi,” ungkapnya.
Semua kegiatan bisnis itu diakui Hamzah tidak mengganggu kegiatan belajarnya.
“Pembagian waktunya pulang sekolah saya itu nggak langsung pulang, ngerjain PR dulu di
kelas. Setelah selesai bisa mikirin usaha yang lain. Kalau main, dulu saya
memang nggak kepikiran main, tapi nggak kuper juga. SMA saya sering ikut lomba. Saya pernah
wakilin Jakarta dalam olimpiade sains,” kisah alumnus SMA 21 Jakarta Timur itu
Dari uang hasil tabungannya, Hamzah mengembangkan usaha dengan membuka usaha
konter pulsa. “Modalnya nekad saja. Kalau kita pingin sukses pasti ada resikonya,” ujar Hamzah.
Sayang, usaha tersebut hanya bertahan tiga bulan. Pasalnya, teman yang menjalankan
operasional malah menyelewengkan tanggung jawab.
Namun pemuda yang kala itu duduk di bangku kelas 2 SMA tidak kapok berusaha. Dari
sisa tabungannya Hamzah menggunakannya untuk jualan pulsa lagi dan membeli alat pembuat
pin. Ternyata dia kembali mengalami kerugian dari usahanya tersebut. Karena dia tidak
menguasai teknik dalam pembuatan pin, sehingga produksinya banyak yang gagal dan ayahnya
marah besar.
Hamzah tidak putus asa dan kembali lagi merenungi kesalahannya. Menurut dia, jatuh
bangun dalam berwirausaha itu tidak pernah membuat dia tertekan. Malah memotivasi dirinya
untuk maju dan berkembang. Itu dia pelajari dari membaca biografi pengusaha-pengusaha besar.
“Saya lihat ternyata orang-orang sukses pun juga pasti gagal dulu awalnya. Jadi itu yang
membuat kita nggak merasa sendirian. Bahkan, dia lebih sadis lagi, lebih di bawah lagi. Dulu
saya lebih banyak memotivasi diri saya sendiri. Saya baca buku detail, sampai tahun berapa Walt
Disney bangkrut, lalu tahun berapa bangkitnya saya hafalin betul-betul. Jadi orang yang sukses
itu saat gagal bangkit lagi, dan terus bangkit sampai mimpinya tercapai. Tapi kalau orang tidak
sukses itu biasanya ketika gagal, dia jadi galau, dan nggak mau nyoba lagi,” jelasnya
Hamzah mulai lagi dengan berjualan snack-snack roti yang memberi keuntungan. Dari
sana dia kembali menangkap peluang bisnis di usaha bimbingan belajar (bimbel). Menurut
Hamzah, ide itu didapat saat mengikuti komunitas bisnis pelajar bertajuk Community of
Motivator and Entrepreneur (COME). Hamzah bertemu dengan mitra bisnisnya yang menawari
usaha waralaba bimbel bernama Bintang Solusi Mandiri.
Hamzah lalu diberi prospektus dan laporan keuangan salah satu cabang bimbel di lokasi
Johar Baru, Jakarta Pusat, yang kebetulan ingin di-take over dengan harga jual sebesar Rp175
juta. Hamzah tertarik dan kembali melobi sang ayah untuk meminjam uang sebagai tambahan
modal bisnisnya. Hamzah menggabungkan tabungannya sebesar Rp 5 juta dan pinjaman Rp70
juta dari sang ayah. Ia lalu melobi rekannya untuk membayar Rp75 juta dulu dan sisanya yang
Rp100 juta dicicil dari keuntungan tiap semester, dan itu dipenuhi.
Di bisnis bimbel ini peruntungan Hamzah tiba. Dari franchise bimbel itu, bisnis Hamzah
berkembang pesat. Keuntungan demi keuntungan selalu diputarnya untuk membuat bisnisnya
lebih maju lagi. Kini, Hamzah telah memiliki 5 lisensi waralaba bimbel dengan jumlah siswa di
atas 200 orang tiap semester. Total omzet yang diperolehnya sebesar Rp360 juta/semester
dengan net profit sekitar Rp180 juta/semester.
Hamzah memang tidak pernah berhenti mencari tantangan. Ketika merasa bisnis
bimbelnya sudah mulai stabil dan bisa didelegasikan. Hamzah melirik bisnis sofabed di daerah
Tangerang. Sebuah perusahaan sofabed yang sudah jalan tiga bulan dia beli dan dia
kembangkan. Perkembangannya yang cukup pesat membuat Hamzah bisa mengantongi omzet
Rp 160 juta per bulan.
“Bagi saya berwirausaha itu menyenangkan. Penuh tantangan memang, tetapi menarik.
Bahkan jauh lebih mudah daripada urusan percintaan saya,” ucapnya sambil tertawa
Untuk memperkuat bisninya, dia pun mengubah badah usaha miliknya dari CV ke PT
Hamasa Indonesia pada tahun 2015.
Dengan sukses ini membuat Hamzah memutuskan untuk kembali ke bangku kuliah yang
ditinggalkan karena fokus berbisnis. Saat ini dia kuliah semester 2 di Fakultas Ekonomi
Universitas Dharmapersada. “Desakan dari ibu saya, agar saya berkuliah. Agar ilmu saya dalam
berbisnis lebih banyak lagi,” ujarnya. Dia mengakui perlu belajar banyak terkait manajemen
usaha. Termasuk untuk menangani 70 orang karyawan. Itupun kuliah yang diambil adalah kelas
pekerja, mengingat kesibukannya yang padat.
Pasalnya di akhir tahun 2015, Hamzah kembali mengembangkan usaha di bisnis properti.
Dia membuka perumahan selaus 3.500 meter persegi bernama Tasik Asri Village di
Tasikmalaya, Jawa Barat. Rencananya usaha ini juga akan dibangun di Garut dan Bandung.
“Saya tidak ingin berpuas diri dengan apa yang sudah ada. Tidak mau sampai begitu saja.
Ambisi dan mimpi saya masih banyak untuk dikejar dan dikembangkan menjadi lebih baik lagi,”