Bahasa Dan Sastra Sebagai Cermin
Bahasa Dan Sastra Sebagai Cermin
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi untuk Negara Indonesia, oleh karena itu bahasa
Indonesia dijadikan bahasa resmi dalam pertemuan resmi, surat-menyurat, dan seluruh buku
yang dicetak untuk proses belajar-mengajar harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan
benar. Cikal bakal bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu,yakni salah satu bahasa
Melayu memang menjadi salah satu tonggak penting sebagai pemersatu bangsa.
Ernst Moritz Arndt mengatakan: "Tak ada elemen terluhur yang dimiliki suatu bangsa
selain bahasa." Bahasa merupakan identitas sebuah bangsa. Kata 'identitas' berasal dari
bahasa Latin 'idem' artinya 'yang sama'. Identitas tak lain dari ungkapan kesamaan yang
menyatakan dan menentukan hidup seseorang di suatu kelompok tertentu yang bersifat
sebagai “pembeda antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya, pembeda antar
bangsa dan suku”. Termasuk dalam identitas selain pengakuan terhadap diri sendiri,
kesadaran diri sebagai individu, insan tak terbagikan, juga afirmasi keanggotaan suatu
kebersamaan atau bangsa. Kita mengidentifikasikan diri dengan bangsa kita; kita satu
dengannya dan kembali menemukan diri dalam bangsa kita. Identifikasi merupakan fusi sadar
setiap individu dalam suatu kebersamaan senasib atau seasal. Simbol-simbol identitas
nasional seperti bendera merah-putih, Garuda Pancasila, lagu Indonesia Raya, kesebelasan
nasional, tim bulutangkis nasional, dan sebagainya membantu kita untuk mempererat dan
Bagi bangsa Indonesia salah satu warisan historis dan hakiki untuk identitas bersama
yakni bahasa Indonesia yang dicetuskan generasi pemuda 1928. Sumpah pemuda 1928 di
tengah trik politik penjajah 'Divide et impera' (pecah-belah dan jajah!) merupakan 'blessing in
Friedrich Schiller mengatakan: "Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin,
maka terpantul wajah kita - diri kita sendiri." Di hadapan bahasa sebagai cermin bangsa, kita
seorang kepala negara atau pemerintahan berpidato dalam bahasa nasionalnya, terlepas dari
kefasihannya berbahasa asing. Yang hendak ditonjolkan di sana adalah identitas nasional,
bukan agama atau sukunya. Bahasa Indonesia menjadi salah satu identitas kebangsaan,
sekaligus sebagai bagian penting bagi tegaknya kepribadian bangsa. Karena itu, setiap warga
negara Indonesia sudah sepatutnya menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan
antar suku dan menjunjung tinggi martabat bahasa Indonesia disbanding dengan bahasa
internasional seperti bahasa Inggris yang di jaman modern seperti ini lebih sering digunakan
oleh generasi muda saat ini. Bahasa Indonesia dianggap kuno dan kurang “gaul” jika tidak
bisa berbahasa Inggris padahal semestinya generasi muda seperti kita inilah yang
Di jaman modern seperti sekarang apalagi saat ini Indonesia sudah memasuki MEA
bahasa Inggris untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat dari negara-negara lain. Selain
minimal bahasa Inggris untuk kriteria calon pelamar kerja itu membuat keberadaan bahasa
Indonesia pada jaman sekarang mulai tergeser keedudukannya sebagai bahasa nasional
negara kita karena pengaruh modernisasi apalagi peraturan dari Presiden RI terbaru yang
memperbolehkan tenaga kerja asing tidak harus menguasai bahasa Indonesia sebagai syarat
bisa bekerja di negara kita. Hal itu malah membuat tenaga kerja asing mudah untuk bekerja
disini dan malah mengurangi lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Pemikiran
seperti semakin membuat bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa mulai tergerus.
Begitu pula dengan sastra Indonesia yang juga menjadi identitas bangsa ini karya-karya
sastra Indonesia seperti pantun yang menggunakan bahasa Indonesia membuat bahasa
Indonesia sebagai identitas bangsa tetap lestari tidak tergerus oleh pengaruh bahasa asing
lainnya di tengah gempuran maraknya budaya asing yang mengekspansi negeri ini. Tetapi
mengganggap sastra itu kuno mereka menjadi malas untuk mempelajari sastra-sastra
Indonesia yang notabene adalah identitas bangsanya sendiri. Mereka mengganggap hal-hal
berbau sastra itu susah untuk dipelajari dan tidak modern mereka lebih memilih untuk
mempelajari sastra dan budaya asing dibandingkan budaya negeri nya sendiri. Semoga karya-
karya sastra Indonesia tetap menjadi harta berharga warisan bangsa dan sudah semestinya
kita sebagai penerus bangsa Indonesia yang melestarikannya jangan sampai orang asing yang
lebih mencintai bangsa kita sendiri dibandingkan dengan kita sebagai masyarakat Indonesia
yang mengaku cinta tanah air tetapi tidak mau menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa
Indonesia dan sastra bangsa kita agar tidak hanya menjadi sejarah di masa depan.