Anda di halaman 1dari 3

Bahasa dan Sastra Sebagai Cermin Identitas Bangsa Indonesia

Oleh : Anggita Puspita Ratu Dayyan

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi untuk Negara Indonesia, oleh karena itu bahasa

Indonesia dijadikan bahasa resmi dalam pertemuan resmi, surat-menyurat, dan seluruh buku

yang dicetak untuk proses belajar-mengajar harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan

benar. Cikal bakal bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu,yakni salah satu bahasa

daerah di Nusantara…(Chaer,2006). Bangsa Indonesia yang bercikal bakal dari bahasa

Melayu memang menjadi salah satu tonggak penting sebagai pemersatu bangsa.

Ernst Moritz Arndt mengatakan: "Tak ada elemen terluhur yang dimiliki suatu bangsa

selain bahasa." Bahasa merupakan identitas sebuah bangsa. Kata 'identitas' berasal dari

bahasa Latin 'idem' artinya 'yang sama'. Identitas tak lain dari ungkapan kesamaan yang

menyatakan dan menentukan hidup seseorang di suatu kelompok tertentu yang bersifat

sebagai “pembeda antara kelompok satu dengan kelompok yang lainnya, pembeda antar

bangsa dan suku”. Termasuk dalam identitas selain pengakuan terhadap diri sendiri,

kesadaran diri sebagai individu, insan tak terbagikan, juga afirmasi keanggotaan suatu

kebersamaan atau bangsa. Kita mengidentifikasikan diri dengan bangsa kita; kita satu

dengannya dan kembali menemukan diri dalam bangsa kita. Identifikasi merupakan fusi sadar

setiap individu dalam suatu kebersamaan senasib atau seasal. Simbol-simbol identitas

nasional seperti bendera merah-putih, Garuda Pancasila, lagu Indonesia Raya, kesebelasan
nasional, tim bulutangkis nasional, dan sebagainya membantu kita untuk mempererat dan

menegaskan identitas bersama yang telah dimatangkan sejarah.

Bagi bangsa Indonesia salah satu warisan historis dan hakiki untuk identitas bersama

yakni bahasa Indonesia yang dicetuskan generasi pemuda 1928. Sumpah pemuda 1928 di

tengah trik politik penjajah 'Divide et impera' (pecah-belah dan jajah!) merupakan 'blessing in

disguise' (rahmat dalam ketidakpastian) bagi penghuni nusantara.

Friedrich Schiller mengatakan: "Bahasa adalah cermin suatu bangsa. Jika kita bercermin,

maka terpantul wajah kita - diri kita sendiri." Di hadapan bahasa sebagai cermin bangsa, kita

merefleksikan pertanyaan ironis rekanku tadi. Forum formal-internasional mengizinkan

seorang kepala negara atau pemerintahan berpidato dalam bahasa nasionalnya, terlepas dari

kefasihannya berbahasa asing. Yang hendak ditonjolkan di sana adalah identitas nasional,

bukan agama atau sukunya. Bahasa Indonesia menjadi salah satu identitas kebangsaan,

sekaligus sebagai bagian penting bagi tegaknya kepribadian bangsa. Karena itu, setiap warga

negara Indonesia sudah sepatutnya menempatkan bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan

antar suku dan menjunjung tinggi martabat bahasa Indonesia disbanding dengan bahasa

internasional seperti bahasa Inggris yang di jaman modern seperti ini lebih sering digunakan

oleh generasi muda saat ini. Bahasa Indonesia dianggap kuno dan kurang “gaul” jika tidak

bisa berbahasa Inggris padahal semestinya generasi muda seperti kita inilah yang

melestarikan bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia.

Di jaman modern seperti sekarang apalagi saat ini Indonesia sudah memasuki MEA

(Masyarakat Ekonomi ASEAN) masyarakat diharuskan untuk bisa menguasai minimal

bahasa Inggris untuk bisa berkomunikasi dengan masyarakat dari negara-negara lain. Selain

itu juga sekarang perusahaan-perusahaan mencantumkan syarat untuk bisa menguasai

minimal bahasa Inggris untuk kriteria calon pelamar kerja itu membuat keberadaan bahasa

Indonesia pada jaman sekarang mulai tergeser keedudukannya sebagai bahasa nasional
negara kita karena pengaruh modernisasi apalagi peraturan dari Presiden RI terbaru yang

memperbolehkan tenaga kerja asing tidak harus menguasai bahasa Indonesia sebagai syarat

bisa bekerja di negara kita. Hal itu malah membuat tenaga kerja asing mudah untuk bekerja

disini dan malah mengurangi lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Pemikiran

seperti semakin membuat bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa mulai tergerus.

Begitu pula dengan sastra Indonesia yang juga menjadi identitas bangsa ini karya-karya

sastra Indonesia seperti pantun yang menggunakan bahasa Indonesia membuat bahasa

Indonesia sebagai identitas bangsa tetap lestari tidak tergerus oleh pengaruh bahasa asing

lainnya di tengah gempuran maraknya budaya asing yang mengekspansi negeri ini. Tetapi

sekarang para seniman-seniman sastra mulai berkurang dikarenakan para pemuda

mengganggap sastra itu kuno mereka menjadi malas untuk mempelajari sastra-sastra

Indonesia yang notabene adalah identitas bangsanya sendiri. Mereka mengganggap hal-hal

berbau sastra itu susah untuk dipelajari dan tidak modern mereka lebih memilih untuk

mempelajari sastra dan budaya asing dibandingkan budaya negeri nya sendiri. Semoga karya-

karya sastra Indonesia tetap menjadi harta berharga warisan bangsa dan sudah semestinya

kita sebagai penerus bangsa Indonesia yang melestarikannya jangan sampai orang asing yang

lebih mencintai bangsa kita sendiri dibandingkan dengan kita sebagai masyarakat Indonesia

yang mengaku cinta tanah air tetapi tidak mau menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa

Indonesia dan sastra bangsa kita agar tidak hanya menjadi sejarah di masa depan.

Anda mungkin juga menyukai