Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan suatu hal yang sangat berharga dan penting bagi
setiap insan manusia. Kesehatan tidak hanya meliputi kesehatan tubuh semata
tetapi juga bagian tubuh lainnya seperti mata.
Mata merupakan jendela dunia, kita dapat mengenal dunia dan megetahui
berbagai hal dengan mata. Berawal dari melihat mata, kita akan berusaha
memahami seluk beluk tentang suatu benda. Mata selain berperan sebagai
jendela dunia juga berperan sebagai salah satu organ yang berperan sebagai indra
penglihatan. Mata dapat digunakan untuk mengetahui seberapa berat suatu
penyakit terjadi meskipun secara umum belun tampak tanda-tanda adanya
komplikasi dari suatu penyakit.
Mata merupakan organ yang penting bagi kita, menjaga dan merawat
kesehatan mata merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita pada Sang
Pencipta. Namun tidak setiap orang sadar arti pentingnya menjaga kesehatan
mata.
Akibat dari kelalaian dalam menjaga kesehatan mata ini bisa menimbulkan
berbagai penyakit mata dimulai dari kurangnya konsumsi vitamin A, kelainan
pada organ-organ mata bawaan, kelainan refraksi dan yang lainnya. Diantara
kelainan refraksi ini adalah hipermetropi.
Hipermetropi dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana
penglihatnya kesulitan melihat benda yang jaraknya dekat, kepala sering pusing,
dimana hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien. Diharapkan dengan
dibuatnya makalah asuhan keperawatan dengan klien dengan hipermetropi ini
dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan benar bagi penderita
hipermetropi dan dapat mengurangi keparahan berkelanjutan pada penderita.
B. Rumusan Masalah
1) Apa pengertian Hipermetropis?
2) Apa etiologi Hipermetropis?
3) Bagaimana patofisiologi Hipermetropis?
4) Apa saja manifestasi klinis dari Hipermetropis?
5) Bagaimana penatalaksanaan Hipermetropis?
6) Apa pemeriksaan penunjang pada Hipermetropis?
7) Apa saja diagnose keperawatan pada pasien Hipermetropis?
8) Bagaimana intervensi untuk pasien Hipermetropis?

1
C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami konsep asuhan keperawatan pada pasien


dengan gangguan mata khususnya hipermetropi

b. Tujuan Khusus
1) Memaparkan konsep penyakit yang meliputi anatomi fisiologi sistem
persepsi sensori, definisi, etiologi, patofisiologi, komplikasi,
penatalaksanaan yang meliputi medis, keperawatan dan manajemen diet.
2) Memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan mata
(hipermetropi) menggunakan metodologi asuhan keperawatan yang benar.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hipermetropi adalah cacat mata yang disebabkan oleh lensa mata terlalu
pipih sehingga bayangan dari benda yang dekat jatuh dibelakang retina.
Hipermetropi disebut pula juga rabun dekat, karena tidak dapat melihat benda
yang jaraknya dekat. Penderita hipermetropi hanya mampu melihat jelas benda
yang jauh. Untuk menolong penderita hipermetropi, dipakai kacamata lensa
cembung (lensa positif). (Abdullah, Mikrajuddin, dkk, 2007. IPA Terpadu SMP
dan MTS.Tanpa Kota. ESIS, 87-88).
Hipermetropi atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak dibelakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan
di belakang makula lutea (Sidarta Ilyas, 2010 : 78).
Hipermetropia adalah suatu kondisi ketika kemampuan refraktif mata terlalu
lemah yang menyebabkan sinar yang sejajar dengan sumbu mata tanpa
akomodasi difokuskan di belakang retina. Gangguan ini terjadi pada diameter
anteroposterior bola mata yang pendek sehingga jarak antara lensa dan retina
juga pendek dan sinar difokuskan di belakang retina. Hal ini menyebabkan
kesulitan melihat objek dekat dan disebut farsightedness atau hyperopia (Indriani
Istiqomah, 2004 : 205).

B. Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan :
a. Hipermetropia sumbu atau hipermetropia aksial merupakan kelainan refraksi
akibat bola mata pendek, atau sumbu anteroposterior yang pendek.
b. Hipermetropia kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
c. Hipermetropia refraktif, dimana terdapat indeks bias kurang pada sistem
optik mata (Sidarta Ilyas, 2010 : 78).

3
C. Patofisiologi
Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang
terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi
lensa dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina
sehingga penglihatan dekat jadi terganggu (Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).

PATHWAY

Bola mata lengkungan kornea pembiasan refraksi bola mata


Pendek kurang melemah misal pada penderita DM
Perubahan posisi lensa perubahan komposisi kornes
Penurunan refraksi mata

Cahaya masuk melewati lensa jatuh di belakang retina

Cahaya tidak tepat masuk ke retina

Pandangan kabur melihat dekat

Risiko cidera b.d


Penurunan penglihatan
keterbatasan penglihatan

Gangguan persepsi sensori


Lensa berakomodasi terus menerus
b.d perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada
retina
Kelelahan otot-otot mata

Pusing/nyeri pada kepala Nyeri (pusing) b.d usaha


memfokuskan pandangan

4
D. Klasifikasi Hipermetropia

dikenal dalam bentuk :

a. hipermetropia manifes
hipermetropia manifest merupakan hipermetropia yang dapat dikoreksi
dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan
normal. Hipermetropia ini terdiri atas hipermetropia absolute ditambah
dengan hipermetropia fakultatif. Hipermetropia manifest didapatkan tanpa
sikloplegik dan hipermetropia yang dapat dilihat dengan koreksi kacamata
maksimal.
b. hipermeropia absolut
Dimana kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh. Biasanya hipermetropia
laten yang ada berakhir dengan hipermetropia absolute ini. Hipermetropia
manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai
hipermetropia absolute, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan
hipermetropia absolute adalah hipermetropia manifes.
c. hipermetropia fakultatif
Dimana kelainan hipermetropia dengan diimbangi dengan akomodasi
ataupun dengan kaca mata positif. Pasien yang hanya mempunyai
hipermetropi fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata positif yang
memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan
istirahat. Hipermetropia manifest yang masih memakai tenaga akomodasi
disebut sebagai hipermetropia fakultatif.
d. hipermetropia laten
Dimana kelainan hipermetropia tanpa sikloplegia (atau dengan obat
yang melemahkan akomodasi) diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia. Makin
muda makin besar komponen hipermetropia laten seseorang. Makin tua
seseorang akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten
menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia
absolut. Hipermetropia laten sehari-hari diatasi pasien dengan akomodasi
terus-menerus, terutama bila pasien masih muda dan daya akomodasinya
masih kuat.
e. hipermetropia total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia. (Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).

5
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang ditemukan pada hipermetropia adalah penglihatan dekat dan jauh
kabur, sakit kepala, silau, dan kadang rasa juling atau lihat ganda. Pasien
hipermetropia sering disebut sebagai pasien rabun dekat.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya
lelah dan sakit karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau
memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah
makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus menerus
berakomodasi, maka bola mata bersama-sama melakukan konvergasi dan mata
akan seering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam
(Sidarta Ilyas, 2010 : 79).
Gejala klinis hipermetropia :
a. subjektif :
1) kabur bila melihat dekat
2) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia
akomodatif).
b. objektif :
1) pupil agak miosis
2) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004 : 206).

F. Komplikasi
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam dapat terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi
otot siliar pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien hipermetropia adalah sebagai berikut :
a. refraksi subjektif, metode “trial and error” dengan menggunakan kartu
snellen, mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata,
pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada
anak-anak dan remaja dengan dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia
akomodasi dikoreksi dengan sikloplegik.
b. Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa
mengawasi reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan
retinoskop (agains movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis

6
positif sampai tercapai netralisasi, autorefraktometer (computer). (Indriani
Istiqomah, 2004 : 209).
H. Penatalaksanaan
Pengobatan hipermetropia adalah diberikan koreksi hipermetropia
manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal
yang memberikan tajaman penglihatan normal.
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia diberikan kacamata koreksi
hipermetropia total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia)
maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis
positif terkuat atau lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam
penglihatan maksimal. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25
memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata + 3.25. Hal
ini untuk memberikan istirahat pada mata. Pada pasien dimana akomodasi
masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya pemeriksaan dilakukan
dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi. Dengan
melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi
kacamata dengan mata yang istirahat.
Pada pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan
karena matanya masih masih mampu melalukan akomodasi kuat untuk melihat
benda dengan jelas. Pada pasien dengan banyak membaca atau mempergunakan
matanya, terutama pada pasien yang telah lanjut, akan memberikan keluhan
kelelahan setelah membaca. Keluhan tersebut berupa sakit kepala, mata terasa
pedas dan tertekan.
Pada pasien ini diberikan kacamata sferis positif terkuat yang
memberikan penglihatan maksimal.
Penyulit yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah
esotropia dan glaucoma. Estropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien
selamanya melakukan akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi
otot silisr pada badan siliar yang akan mempersempit sudut bilik mata. (Sidarta
Ilyas, 2010 : 80-81).

7
I. Diagnosa
Diagnosa yang dapat diambil pada kasus hipermetropia adalah sebagai berikut :
a. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan
pandangan
b. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina
c. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Melakuakan pengkajian meliputi hal berikut :

a. Data demografi
umur, pekerjaan perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang memerlukan
penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan
cahaya yang terlalu lama, seperti operator komputer, reparasi jam.
b. Keluhan yang dirasakan
pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan pandangan,
epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk dan terjadi astenopia akomodasi
yang menyebabkan klien lebih sering beristirahat.
c. Riwayat penyakit keluarga
Umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes militus
d. Riwayat penyakit yang lalu.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang dapat diambil pada kasus hipermetropia adalah sebagai berikut :

1. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan


pandangan
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan
memfokuskan sinar pada retina
3. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

8
3. Intervensi

Intervensi dari masing-masing diagnosa di atas adalah sebagai berikut :

1. Gangguan rasa nyaman (pusing) berhubungan dengan usaha memfokuskan


pandangan

Tujuan :

Rasa nyaman klien terpenuhi

Kriteria hasil :

1) Keluhan klien (pusing, mata lelah) berkurang atau hilang


2) Klien mengenal gejala gangguan sensori dan dapat berkompensasi terhadap
perubahan yang terjadi.

Intervensi :

1) Jelaskan penyebab pusing, mata lelah.


Rasional : mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan klien
sehingga klien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
2) Anjurkan klien agar pasien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas
membaca terus menerus.
Rasional : mengurangi kelelahan mata sehingga pusing berkurang.
3) Gunakan lampu atau penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat
membaca.
Rasional : mengurangi silau dan akomodasi berlebihan.
4) Kolaborasi : pemberiaan kacamata untuk meningkatkan tajam penglihatan
klien.

2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan kemampuan


memfokuskan sinar pada retina

Tujuan :

1) Ketajaman penglihatan klien meningkat dengan bantuan alat


2) Klien mengenal gangguan sensori yang terjadi dan melakukan kompensasi
terhadap perubahan

9
Intervensi :

1) Jelaskan penyebab terjadinya gangguan penglihatan.


Rasional : pengetahuan tentang penyebab mengurangi kecemasan dan
meningkatkan pengetahuan klien sehingga klien kooperatif dalam tindakan
keperawatan.
2) Lakukan uji ketajaman penglihatan.
Rasional : mengetahui visus dasar klien dan perkembangannya setelah
diberikan tindakan.
3) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian lensa kontak atau kacamata
bantu atau operasi (keratotomy radikal).

3. Risiko cidera berhubungan dengan keterbatasan penglihatan

Tujuan :

Tidak terjadi cidera.

Kriteria hasil :

1) Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cidera

2) Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan

Intervensi :

1) Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam


penglihatan.
Rasional : perubahan ketajaman penglihatan dan kedalaman persepsi dapat
meningkatkan risiko cidera sampai klien belajar untukmengkompensasi.
2) Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
Rasional : untuk mencegah terjadinya kecelakaan
3) Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari.
Rasional : mengurangi potensial bahaya karena penglihatan kabur.
4) Gunakan kacamata koreksi atau pertahankan perlindungan mata sesuai
indikasi untuk menghindari cidera

10
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Dari makalah di atas dapat disimpulkan bahwa miopi adalah suatu kondisi
ketika kemampuan refraktif mata terlalu lemah yang menyebabkan sinar yang
sejajar dengan sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di belakang retina.
Terjadinya hipermetropia dapat disebabkan karena adanya kelainan pada bola
mata yang terlalu pendek, indeks bias yang kurang dan kelengkungan kornea
yang kurang. Pasien hipermetropia biasanya mengalami kekaburan jika melihat
di jarak yang dekat dan jauh, sakit kepala, silau dan rasa juling.

B. Saran

Disarankan penderita hipermetropia untuk selalu melakukan perbaikan


gizi dengan memperhatikan konsumsi vitamin A, banyak beolahraga dan
meminimalkan kerja mata agar tidak mengakomodasikan mata yang dapat
memperburuk hipermetropia.

11
DAFTAR PUSTAKA

HIPERMETROPI_A.docx

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/44966745/LP_HIPERMETROPI.docx?r
esponse-
contendisposition=attachment%3B%20filename%3DHIPERMETROPI_A.doC

hipermetropi.docx

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/43920900/Makalah_HIPERMETROPI.d
ocx?response-contendisposition=attachment%3B%20filename%3Dhipermetropi.doc

Artikel_rabun_dekat.doc

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/37598332/rabun_dekat.doc?response-
content-disposition=attachment%3B%20filename%3DArtikel_rabun_dekat.doc

Diakses Pada Tanggal 26 September 2019

12

Anda mungkin juga menyukai