Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

POLIO & CAMPAK

Disusun Oleh:

KELOMPOK 8

 VIKA PUSPITA SARI (PK 115 017 039)


 I NYOMAN TRIAGUS (PK 115 017 015)
 FERDY FERNANDY (PK 115 017 049)

SEMESTER V

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2019
A. DEFINISI
 POLIO
Poliomilitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus dengan
predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan inti motorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akan terjadi
kelumpuhan serta autropi otot (Wong, 2003).
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.
Polio menular melalui kontak antar manusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui
mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat
menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam
hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi
pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama
berkisar dari 3 hingga 35 hari (Ngastiyah,2005).
Jenis polio, yaitu sebagai berikut:
a. Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif.
Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
b. Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu
penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling
sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini
akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh
tubuh.
c. Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang
otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur
pernapasan dan saraf kranial, yaitu:
 Syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata saraf trigeminal
 Saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot
muka
 Saraf auditori yang mengatur pendengaran
 Saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di
kerongkongan, pergerakan lidah dan rasa
 Saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru,
 Saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima
hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal
ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi
setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim ‘perintah
bernapas’ ke paru-paru.
 CAMPAK
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari
seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001:2443)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,
yaitu : stadium kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Rusepno, 2002:624)

B. ETIOLOGI
 POLIO
Polio disebabkan virus poliomyelitis. Satu dari 200 infeksi berkembang menjadi
kelumpuhan. Sebanyak 5-10 persen klien lumpuh meninggal ketika otot-otot
pernapasannya menjadi lumpuh. Kebanyakan menyerang anak-anak di bawah umur
tiga tahun (lebih dari 50 persen kasus), tapi dapat juga menyerang orang dewasa.
Pencegahan dengan vaksinasi secara berkala, idealnya pada masa kanak-kanak.
Penularan polio :
a. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang tercemar
virus.
b. Virus ditemui di kerongkongan dan memperbanyak dirinya di dalam usus.
Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang terlibat
dalam pernapasan. Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus,
dibagi 3 yaitu:
a. Brunhilde
b. Lansing
c. Leon
Dapat hidup berbulan-bulan di dalam air, mati dengan pengeringan/ oksidan.
Masa inkubasi: 7-10-35 hari.
Klasifikasi virus:
a. Golongan : Golongan IV ( (+) ssRNA )
b. Familia : Picornaviridae
c. Genus : Enterovirus
d. Spesies : Polioviru
 CAMPAK
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus
Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan virus
penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam
sekresi nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan
untuk waktu singkat setelah munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut
dapat tetap aktif selama 34 jam. (Nelson, 1992: 198).
Faktor predisposisi :
a. Daya tahan tubuh yang lemah
b. Belum pernah terkena campak
c. Belum pernah mendapat vaksinasi campak

C. PATOFISIOLOGI
 POLIO
Virus biasanya memasuki tubuh melalui rongga orofaring dan berkembang biak
dalam traktus digestivus,kelenjar getah bening regional dan system retikuloendoteal,
dalam keadaan ini timbul :
a. Perkembangan virus sehingga tubuh akan membentuk antibody spesifik.
b. Apabila zat antibody dalam tubuh mencukupi dan cepat maka virus akan
dinetralisasi sehingga hanya timbul gejala klinik yang ringan atau tidak timbul
gejala sama sekali sehingga tubuh timbul imunitas terhadap virus tersebut.
c. Dan apabila proliferasi virus lebih cepat dari pembentukan zat antibody tersebut
maka akan timbul gejala klinik atau viremia kemudian virus akan terdapat dalam
faeses penderita dalam beberapa minggu lamanya.
Pada umumnya virus yang tertelan akan menginfeksi di epitel orofaring, tonsil,
kelenjar limfe pada leher dan usus kecil/halus. Faring akan segera terkena setelah
virus masuk dan karena virus tahan terhadap asam lambung maka virus dapat
mencapai saluran cerna bagian bawah tanpa perlu proses in aktivasi. Dari faring
setelah bermultiplikasi virus akan menyebar pada jaringan limfe tonsil yang berlanjut
pada aliran limfe dan pembuluh darah. Virus dapat dideteksi pada nasofaring setelah
24 jam sampai 3-4 minggu. Infeksi susunan saraf pusat dapat terjadi akibat viremia
yang menyusul replikasi cepat virus ini. Virus polio menempel dan berkembang biak
pada sel usus yang mengandung PVR ( PolioVirus Reseptor) dalam waktu sekitar 3
jam setelah infeksi telah terjadi kolonisasi. Sel yang menganduk PVR tidak hanya di
usus dan tenggorok saja akan tetapi terdapat di sel monosit dan sel neuro motor di
SSP, sekali terjadi perkaitan antara virion dan replikator akan terjadi integrasi RNA ke
dalam virion berjalan cepat sehingga dari infeksi sampai pelepasan virion baru hanya
memerlukan waktu 4-5 jam. Sedang virus yang bereplikasi secara local kemudian
menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasi virus
dapat dihambat oleh secretory IgA lokal, kejadian neuropati pada poliomyelitis
merupakan akibat langsung dari multiplikasi virus di jaringan saraf,itu merupakan
gejala yang patognomonik namun tidak semua saraf yang terkena akan mati keadaan
reversibillitas fungsi sebagian disebabkan karena sprouting dan seolah kembali seperti
sediakala dalam waktu 3 – 4 minggu setelah onset. Terdapat kelainan perivaskular dan
infiltrasi interstisiel sel glia, secara histology pada umumnya kerusakan saraf yang
terjadi luas namun tidak sejalan dengan gejala klinisnya.
Lesi saraf pada kasus poliomyelitis dapat ditemukan pada ;
a. Medula spinalis terutam didaerah kornu anterior,sedikit didaerah kornu
intermediet & dorsal serta di ganglia radiks dorsalis.
b. Medulla oblongata (nuclei vestibularis,nuclei saraf cranial dan formation
retikularis yang merupakan pusat-pusat vital).
c. Serebelum (hanya di nuclei bagian atas dan vermis)
d. Otak tengah/mid brain terutama pada massa kelabu,substansia nigra kadang-
kadang substansia rubra.
e. Thalamus dan hipotalamus
f. Palidum
g. Korteks serebri bagian motorik.
Gambaran patologik menunjukkan adanya reaksi peradangan pada system
retikuloendoteal terutama jaringan limfe, kerusakan terjadi pada sel motor neuron
karena virus bersifat sangat neuronotropik,tetapi tidak menyerang neuroglia,myelin
atau pembuluh darah besar. Terjadi juga peradangan pada sekitar sel yang terinfeksi
dehingga kerusakan sel makin luas. Kerusakan pada sumsum tulang belakang
terutama pada anterior horn cell/kornu anterior,pada otak kerusakan terutama terjadi
pada sel motor neuron formasi dari pons dan medulla,nuclei vestibules,serebelum
sedang lesi pada kortex hanya merusak daerah motor dan premotor saja. Pada jenis
bulbar lesi terutama mengenai medulla yang berisi nuklai motor dari saraf otak,
replikasi pada sel motor neuron di SSP yang akan menyebabkan kerusakan permanen.
PATHWAY
Poli virus PV
(Genus Enterovirus dan family Picorna viridae)

Virus menular melalui kotoran (feses) atau sekret tenggorokan orang yang terinfeksi

Masuk kedalam tubuh melalui mulut

Menginfeksi saluran tenggorokan dan usus (berkembang biak)

Virus memasuki Timbul verimia virus


aliran darah

Proses
Nyeri akut Virus menyerang peradangan
sistem saraf pusat

Hipertermi
Otot pernapasan Melemahnya a
otot (motorik)
Mual & muntah
Akumulasi a
sekret Kelumpuhan
Ansietas
(paralysis) Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Ketidakefektifan Hambatan
bersihan jalan napas mobilitas fisik

(Sumber: Wong, 2003)


 CAMPAK
Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari
sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal
infeksi, penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear
mencapai kelenjar getah bening lokal. Di tempat ini virus memperbanyak diri dengan
sangat perlahan dan dari tempat ini mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular
seperti limpa.
Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti
banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan
terhadap infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih
belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi
terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke
permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.
Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel aluran nafas dan konjungtiva, 1-
2 lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk
kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem saluran
napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah.
PATHWAY

1.
Paramyxoviridae Mengendap Saluran
Morbili Virus pada Organ Cerna
Epitel
Masuk Sel Nafas Kulit Saluran Hiperplasi
Napas Jaringan
Limfoid
Poliferasi Sel
Ditangkap Oleh Endotel Kapiler
Makrofag Fungsi Silia
dalam Korium
Iritasi Mukosa
Usus
Menyebar ke Sekret
Kelenjar Limpa Eksudasi
Regional Serum/Eritrosit Sekresi
dalam Epidermis
Reflek Batuk

Mengalami Peristaltik
Replikasi Ruam Ketidakefektifan
Bersihan Jalan
Nafas Diare
Virus Dilepas ke
Gang.
Aliran Darah
Integritas
(Viremia Primer) Dehidrasi
Kulit

Virus sampai RES Deficit Volume Cairan

Histamin
Replikasi Kembali Set Poin Meningkat

Gatal (Nyeri
Ringan) Peningkatan Suhu Tubuh
Virus sampai ke
multiple tissue site
(viremia sekunder)
Hipertemi
Hambatan
Rasa Nyaman
Reaksi Radang
Nafsu Makan

Pengeluaran
Mediator Kimia Intake Nutrisi

Mempengaruhi Ketidakseimbangan Nutrisi


Termostat dalam Kurang dari Kebutuhan
Hipotalamus Tubuh
D. MANIFESTASI KLINIK
 POLIO
Poliomelitis dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. Poliomielitis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan tubuh
cukup baik, maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali. Pada suatu epidemi
diperkirakan terdapat pada 90-95% penduduk dan menyebabkan imunitas terhadap
virus tersebut.
b. Poliomielitis abortif
Diduga secara klinik hanya pada daerah yang terserang epidemi terutama yang
diketahui kontak denga klien poliomeilitis yang jelas. Diperkirakan terdapat 4-8%
penduduk pada suatu epidemi . Timbul mendadak berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari. Gejela berupa malaise, anoreksia, nause, muntah, nyeri
kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri obdemen.
c. Poliomielitis non paralitik
Gejala klinik hampir sama dengan poliomyelitis abortif, hanya nyeri kepala,
nausea dan muntah lebih hebat. Gejala ini timbul 1-2 hari kadang-kadang diikuti
penyembuhan sementara untuk kemudian remisi demam atau masuk ke dalam fase
2 dengan nyeri otot.Khas untuk penyakit ini dengan hipertonia, mungkin
disebabkan oleh lesi pada batang otak, ganglion spinal dan kolumna posterior.
d. Poliomielitis paralitik
Gejala sama pada poliomyelitis non paralitik disertai kelemahan satu atau lebih
kumpulan otot skelet atau cranial. Timbul paralysis akut pada bayi ditemukan
paralysis fesika urinaria dan antonia usus. Adapun bentuk-bentuk gejalanya antara
lain :
1. Bentuk spinal: Gejala kelemahan/paralysis atau paresis otot leher, abdomen,
tubuh, diafragma, thorak dan terbanyak ekstremitas.
2. Bentuk bulbar: Gangguan motorik satu atau lebih syaraf otak dengan atau tanpa
gangguan pusat vital yakni pernapasan dan sirkulasi.
3. Bentuk bulbospinal: Didapatkan gejala campuran antara bentuk spinal dan
bentuk bulbar.
4. Bentuk ensefalitik: Dapat disertai dengan gejala delirium, kesadaran menurun,
tremor dan kadang- kadang kejang.
 CAMPAK
Masa tunas 10-20 hari dan kemudian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3
stadium :
a. Stadium kataral (prodiomal) berlangsung 4-5 hari, gejala menyerupai influenza
yaitu demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtiva. Gejala khas (photognomonik)
adalah timbulnya bercak komplik menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam
sebelum timbul erantem. Bercak komplik berwarna putih kelabu sebesar ujung
jarum dikelilingi dieritema dan berlokalisasi gukalis dengan molar bawah.
b. Stadium erupsi gejala pada stadium kataral bertambah dan timbulnya enantem
dipalatum durum dan palatum mole. Kemudian terjadi ruam eritomatosa yang
berbentuk macula disertai meningkatnya suhu badan, ruam mula-mula timbul
dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah, dapat terjadi perdarahan dingan, rasa gatal dan muka bengkak.
Ruam mencapai bagian bawah pada hari ketiga dan menghilang sesuai urutan
terjadinya dapat terjadi pembesaran kelenjar getah bening mandibula dan leher
bagian belakang, splenomegali, diare dan muntah, variasi mulut, yaitu measlek
yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit mulut,hidung dan traktus
dingestivus.
c. Stadium kovalensi : gejala-gejala pada stadium kataral mulai menghilang, erupsi
menghilang dan meninggalakan bekas dikulit berupa hiperpigmentasi dan kulit
bersisik yang bersifat patogenik.

E. KOMPLIKASI
 POLIO
 Hiperkalsuria  Ulkus dekubitus dan emboli
 Melena paru
 Pelebaran lambung akut  Psikosis
 Hipertensi ringan  Deformitas otot berakibat kipo
 Pneumonia scoliosis
 Koma
 CAMPAK
Berbagai penyakit dapat terjadi pada penderita campak. Penyakit tersebut antara
lain:
 Konjungtivitis  Diare
 Stomatitis  Otitis media akut
 Bronkopnemonia  Laringitis
 Malnutrisi
a. Purpura trombositopenia
b. Ensefalitis
c. Subakut sklerosing panensefalitis
d. Malnutrisi merupakan komplikasi yang tidak boleh dipandang enteng.
malnutrisi dan campak membentuk suatu lingkaran setan. Malnutrisi
memudahkan terjadinya sekaligus memperberat campak, sedangkan campak
akan menyebabkan penderita mengalami malnutrisi.
e. Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1000 sampai 2000 kasus, ditandai
dengan demam tinggi, kejang dan koma. Hal ini biasanya terjadi antara 2 hari
sampai 3 minggu setelah ruam muncul. Ensefalitis biasanya berlangsung singkat
dan sembuh dalam waktu satu minggu, tapi kadang-kadang bisa berkepanjangan
dan mengakibatkan terjadinya kerusakan otak yang serius bahkan kematian.
Subakut sklerosing panensefalitis merupakan komplikasi yang sangat jarang
terjadi. Keadaan ini disebabkan oleh virus "detektif" yang mengalami
hipermutasi. Keadaan ini dapat berkembang bertahun-tahun kemudian,
khususnya bila campak terjadi pada usia muda.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 POLIO
a. Pemeriksaan laboratorium
 Viral isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang di
peroleh pada tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja
pada minggu ke 2-6 bahkan 12 minggu setelah gejala klinis.
 Uji serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika
pada darah ditemukan zat antibodi polio maka diagnosis orang tersebut terkena
polio benar. Pemeriksaan pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan antibodi immunoglobulin M (IgM) apabila terkena polio akan
didapatkan hasil yang positif.
 Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan jumlah sel
darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan
kadar protein sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul,2004).
b. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut.Pada anak
yang sedang tumbuh, di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks
yang tipis dan rongga medulla yang relative lebar, selain itu terdapat penipisan
epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi.
 CAMPAK
 Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk
memastikannya. Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi
complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
 Patologi anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai: hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey (sel datia berinti banyak yang
tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam
sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak). Pada bercak koplik
dijumpai: nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
 Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
 Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
 Pemeriksaan untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis (dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah), enteritis (feces lengkap), bronkopneumonia
(dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah).

G. PENATALAKSANAAN
 POLIO
a. Medis
Tidak ada pengobatan yang spesifik, penanganaan dilakukan secara simtomatis
dan suportif. pengobatan yang di lakukan secara umum dalam mencegah penyakit
tersebut yaitu:
 Istirahat
 Antipiretik (dosisnya 15-20 mg)
 Analgesik (dosisnya 15-20 mg) Diberikan secara oral
1) Poliomielitis abortif, Pengobatan yang dapat dilakukan:
 Cukup di berikan analgetika dan sedatifa
 Diet adekuat
 Istrahat sampai suhu tubuh normal
2) Poliomielitis non paralitik, Pengobatan yang dapat dilakukan:
 Sama seperti pada tipe abortif
 Selain di beri analgetik dan sedatif dapat di kombinasi dengan kompres
hangat selama 15-30 menit, setiap 2-4 jam.
3) Poliomielitis parilitik, Pengobatan yang dapat dilakukan:
 Membutuhkan perawatan di rumah sakit
 Istrahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut di lampaui
 Selama fase akut kebersihan mulut di jaga
 Fisioterapi di lakukan sedini mungkin sesudah fase akut mulai dengan latihan
pasif dengan maksud untuk mencegah terjadinya deformitas
4) Poliomielitis bulbar, Pengobatan yang dapat dilakukan:
 Memerlukan inkubasi endotrakea
 Menjaga saluran nafas
 Menghindari aspirasi sekret yang tidak dapat di telan
b. Keperawatan
Penatalaksanaan untuk mencegah penularan klien perlu dirawat di kamar
isolasi dengan perangkat lengkap kamar isolasi dan memerlukan pengawasan
yang teliti. Mengingat bahwa virus polio juga terdapat pada feses Klien maka bila
membuang feses harus betul-betul ke dalam lobang WC dan disiram air sebanyak
mungkin. Kebersihan WC/sekitarnya harus diperhatikan dan dibersihkan dengan
desinfektan. Masalah Klien yang perlu diperhatikan bahaya terjadi kelumpuhan,
gangguan psikososial, dan kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
Menganjurkan klien tidur selama 2 minggu/lebih bergantung pada jenis
penyakit bentuk polio. Karena Klien merasakan sakit pada otot yang sarafnya
terkena maka Klien tidak mau bergerak sendiri. Oleh karena itu Klien ditolong di
atas tempat tidur dengan hati-hati misalnya mau memasang pot, atau bila akan
mengubah posisi angkatlah dahulu kaki/anggota yang sakit dan orang lain
memasangkan pot atau membereskan alat tenun.
 CAMPAK
Pada campak tanpa komplikasi tatalaksana bersifat suportif, berupa
 Tirah baring
 Antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4
jam)
 Cairan yang cukup
 Suplemen nutrisi
 Vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang
meningkatkan respon antibody terhadap virus campak.

H. PENCEGAHAN
 POLIO
a. Imunisasi
Imunisasi polio diberikan sebanyak empat kali dengan selang waktu tidak
kurang dari satu bulan. Saat lahir (0 bulan), dan berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan.
Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin
polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT. Cara pemberian imunisasi polio bisa
lewat suntikan (Inactivated Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral
Poliomyelitis Vaccine/OPV). Di Indonesia yang digunakan adalah OPV, karena
lebih aman. Efek samping hampir tak ada. Hanya sebagian kecil saja yang
mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot. Pemberian imunisasi polio untuk
memutus rantai penularan virus polio. Tidak dapat diberikan pada anak yang
menderita penyakit akut atau demam tinggi (diatas 380C), muntah atau diare,
penyakit kanker atau keganasan, HIV/AIDS, sedang menjalani pengobatan radiasi
umum, serta anak dengan mekanisme kekebalan terganggu.
Vaksin Polio:
1) Inactived Poliomyelitis Vaccine (IPV)
IPV dihasilkan dengan cara membiakkan virus dalam media pembiakkan,
kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan atau bahan kimia.
Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat
menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan
tubuh yang lemah.
2) Oral Polio Vaccine (OPV)
Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut.
Vaksin ini terbuat dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. Komposisi
vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2, dan 3 adalah suku Sabin yang
masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak
2 tetes mengandung virus tipe 1, tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin
tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih dari 10 mcg.
b. Pencegahan yang amat penting dengan perbaikan sanitasi, setiap keluarga harus
memiliki sarana air bersih, sarana sanitasi seperti jamban, pembuangan air limbah
rumah tangga, pembuangan sampah yang tertib. Dengan mewujudkan rumah
sehat dan lingkungan yang sehat maka akan dapat mencegah penyakit berbasis
lingkungan termasuk polio.
 CAMPAK
 Imunisasi Campak
Pada tahun 1954, Peebles dan Enders pertama kali berhasil
mengembangbiakkan virus campak pada kultur jaringan. Virus campak tersebut
berasal dari darah kasus campak bernama David Edmonston.
Saat ini ada beberapa macam vaksin campak,
a. Monovalen
b. Kombinasi vaksin campak dengan vaksin rubella (MR)
c. Kombinasi dengan mumps dan rubella (MMR)
d. Kombinasi dengan mumps, rubella dan varisela (MMRV)

Telah dikeluarkan Permenkes no 42 tahun 2013 mengenai pemberian


imunisasi untuk campak diberikan 2 kali, yaitu pada umur 9 bulan sebagai
imunisasi dasar dan pada umur 2 tahun sebagai imunisasi lanjutan. Kemudian
pada anak usia sekolah dasar, diberikan imunisasi campak yang ketiga pada
Bulan imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Imunisasi tidak dianjurkan pada ibu hamil, anak dengan imunodefisiensi
primer, klien TB yang tidak boleh diobati, klien keganasan atau transplantasi
organ, mereka yang mendapat pengobatan imunosupresif jangka panjang atau
anakimunokompromais yang terinfeksi HIV. Anak yang terinfeksi HIV tanpa
immunosupresi berat dan tanpa bukti kekebalan terhadap campak bisa mendapat
imunisasi campak.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1) Identitas pasien
Meliputi tanggal pengkajian, ruangan, nama (inisial), No MR, umur, pekerjaan,
agama, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS, cara masuk RS,
penanggung jawab.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Tanyakan juga penyakit yang pernah dialami pasien sebelumnya, riwayat penyakit
pasien yang pernah dirawat dirumah sakit serta pengobatan yang pernah
didapatkan dan hasilnya. Dan ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan
mempengaruhi proses perawatan post operasi.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga tentang keluhan pasien saat ini, biasanya
pasien mengalami nyeri pada daerah fraktur, kondisi fisik yang lemah, tidak bisa
melakukan banyak aktifitas, mual, muntah, dan nafsu makan menurun.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan pada pasien dan atau keluarga mengenai penyakit yang berhubungan
dengan yang diderita pasien saat ini dan penyakit herediter/keturunan lainnya
(anggota keluarga dengan riwayat penyakit yang sama).
3) Data pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
 Makanan
Catat pola kebiasaan makan saat sehat dan sakit. Catat diit yang diberikan
rumah sakit pada pasien dan jumlahnya. Tanyakan konsumsi diit atau makanan
sehari-hari lainnya pada waktu sakit dan bandingkan pada waktu sehat, catat
porsi makan yang dihabiskan, keluhan saat makan serta kemandirian dalam
pelaksanannya.
 Minuman
Tanyakan jumlah cairan yang diminum dan ragamnya, bandingkan jumlahnya
pada saat sakit dengan sehat. Catat keluhan yang dirasakan pasien dan
kemandirian dalam melaksanakannya.
b) Eliminasi
 Miksi
Tanyakan frekuensi buang air kecil dan perkiraan jumlahnya, bandingkan pada
keadaan sakit dengan sehat serta catat karakteristik urine (warna, konsistensi
dan bau serta temuan lain) serta keluhan yang dirasakan selama BAK dan
kemandirian dalam melaksanakannya serta alat bantu yang dipakai.
 Defekasi
Tanyakan frekuensi buang air besar, bandingkan pada keadaan sakit dengan
sehat serta catat karakteristik feses(warna, konsistensi dan bau serta temuan
lainnya) serta keluhan yang dirasakan selama BAB dan kemandirian dalam
melaksanakannya.
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum pasien
 Tingkat kesadaran
 Berat badan
 Tinggi badan
b) Kepala
Amati bentuk kepala, adanya hematom/oedema, perlukaan (rinci keadaan luka,
luas luka, adanya jahitan, kondisi luka).
 Rambut : Amati keadaan kulit kepala dan rambut serta kebersihannya dan
temuan lain saat melakukan inspeksi.
 Wajah: Amati adanya oedema/hematom, perlukaan disekitarwajah (rinci
keadaan luka, luas luka, adanya jahitan, kondisi luka) dan temuan lain saat
melakukan inspeksi.
 Mata : Amati kesimetrisan kedua mata, reflek cahaya, diameter pupil,
kondisi bola mata (sklera, kornea, atau lensa, dll) keadaan kelopak mata dan
konjungtiva serta temuan lainya.
 Hidung : Amati keadaan hidung, adanya perlukaan, keadaan septum, adanya
sekret pada lubang hidung, darah atau obstruksi), adanya pernafasan cuping
hidung dan temuan lain saat melakukan inspeksi (rinci keadaan luka, luas luka,
adanya jahitan, kondisi luka).
 Bibir : Amati adanya oedema, permukaan (rinci keadaanluka, luas luka,
adanya jahitan, kondisi luka), warna bibir dan kondisi mukosa bibir serta
temuan lain saat melakukan inspeksi.
 Gigi : Amati kelengkapan gigi, kondisi gigi dan kebersihanserta temuan lain
saat melakukan inspeksi.
 Lidah : Amati letak lidah, warna, kondisi dan kebersihanlidah serta temuan lain
saat melakukan inspeksi.
c) Leher
Amati adanya pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar getah bening dileher serta
deviasi trakea, adanya luka operasi, pemasangan drain serta temuan lain saat
melakukan inspeksi. Lakukan auskultasi pada kelenjar thyroid jika ditemukan
pembesaran. Ukur jugularis vena pressure (JVP), tuliskan lengkap dengan
satuannya.
d) Dada/thorak
 Inspeksi : Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat,
laserasi, kemerahan mungkin timbul pada area terjadinya fraktur adanya spasme
otot dan keadaan kulit.
 Palpasi : Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakanotot oleh sentuhan
kita adalah nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya
terdapat nyeri tekan pada area fraktur dan didaerah luka insisi.
 Perkusi : Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasusfraktur.
 Auskultasi : Periksaan dengan cara mendengarkan gerakanudara melalui
struktur merongga atau cairan yang mengakibatkan struktur sulit bergerak. Pada
pasian fraktur pemeriksaan ini pada area yang sakit jarang dilakukan.
e) Jantung
 Inspeksi : Amati ictus cordis.
 Palpasi : Raba lokasi dirasakan ictus cordis dan kekuatan angkanya.
 Perkusi : Tentukan batas-batas jantung.
 Auskultasi : Dengarkan irama denyutan jantung, keteraturandan adanya bunyi
tambahan.
f) Perut/abdomen
 Inspeksi : Amati adanya pembesaran rongga abdomen,keadaan kulit, luka bekas
operasi pemasangan drain dan temuan lain saat melakukan inspeksi.
 Auskultasi : Dengarkan bunyi bising usus dan catat frekuensinya dalam 1
menit.
 Palpasi : Raba ketegangan kulit perut, adanya kemungkinanpembesaran hepar,
adanya massa atau cairan.
 Perkusi : Dengarkan bunyi yang dihasikan dari ketukandirongga abdomen
bandingkan dengan bunyi normal.
g) Genitourinaria
Amati keadaan genetalia, kebersihan dan pemasangan kateter serta temuan lain saat
melakukan inspeksi.
h) Ekstremitas
Amati adanya bentuk, adanya luka (rinci keadaan luka), oedema, dan pengisian
kapiler, suhu bagian akral serta temuan lain saat pemeriksaan.
i) Sistem integumen
Amati warna kulit, rasakan suhu kulit, keadaan turgor kulit, adanya luka serta
temuan lain saat pemeriksaan.
j) Sistem neurologi (diperiksa lebih rinci jika pasien mengalami penyakit yang
berhubungan dengan sistem neurologis)
 Glascow Come score
 Tingkat kesadaran
 Refleks fisiologis
 Reflek patologis
 Nervus cranial I – XII

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 POLIO
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot (system motoric)
4) Nyeri akut berhubungan dengan adanya infeksi
5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya sekret
6) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
 CAMPAK
1) Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi, kenaikann suhu tubuh.
2) Hambatan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan rasa gatal, ruam pada kulit,
eritema
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reaksi
inflamasi pada saluran cerna, anoreksia, intake nutrisi tidak adekuat.
4) Deficit volume cairan berhubungan dengan cairan intraseluler ke ekstraseluler.
5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ruam
6) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi saluran nafas

C. INTERVENSI
 POLIO
1) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah
Tujuan : nutrisi klien terpenuhi.
Kriteria hasil :
 BB stabil, tidak mengalami penurunan
 tidak adanya tanda – tanda kekurangan nutrisi
 nafsu makan membaik.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji keluhan mual, muntah, dan sakit Untuk menetapkan cara mengatasinya.
menelan yang dialami klien.
Berikan makanan yang mudah ditelan Membantu mengurangi kelelahan klien dan
seperti: bubur dan dihidangkan saat masih meningkatkan asupan makanan karena
hangat. mudah ditelan
Berikan makanan dalam porsi kecil dan Untuk menghindari mual dan muntah serta
frekuensi sering. rasa jenuh karena makanan dalam porsi
banyak.
Jelaskan manfaat nutrisi bgi klien terutama Untuk Meningkatkan pengetahan klien
saat sakit. tentang nutrisi sehingga motivasi untuk
makan meningkat.
Catat jumlah porsi yang dihabiskan klien. Mengetahui pemasukan/pemenuhan nutrisi
klien.

2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan : suhu tubuh klien mulai normal dengan kriteria hasil :
 Klien mengatakan suhu tubuhnya menurun
 Suhu tubuh normal
INTERVENSI RASIONAL
Pantau TTV, terutama suhu tubuh Untuk menentukan intervensi yang tepat
untuk dilakukan
Terapi demam ‘beri komper hangat pada Penatalaksanaan klien yang mengalami
dahi atau axilla hiperpireksia akibat factor selain
lingkungan, daerah dahi atau axilla
merupakan jaringan tipis dan terdapat
pembuluh darah sehingga proses
vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat
sehingga pergerakan molekul cepat.
Anjurkan ibu untuk memakaikan pakaian pakaian yang tipis dapat membantu
tipis dan yang dapat menyerap keringat mempercepat proses evaporasi

Anjurkan klien diberi minum sering tapi untuk mengganti cairan yang hilang selama
sedikit proses evaporasi.

Kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik obat antipiretik bekerja sebagai pengatur
kembali pusat pengatur panas.

3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot(system motoric)


Tujuan: Memperlihatkan mobilitas
Kriteria hasil :
 Keseimbangan
 Koordinasi
 Performa posisi tubuh
 Pergerakan sendi dan otot
 Berjalan
 Bergerak dengan mudah

INTERVENSI RASIONAL

Kaji tanda dan gejala hambatan mobilitas mengobservasi penyebab hambatan


fisik mobilitas dari tanda dan gejala untuk
menentukan tindakan lanjutan.
Kaji skala kekuatan otot menggunakan skala kekuatan otot 0-5 untuk
menentukan kemampuan bermobilisasi
berdasarkan hasil skala kekuatan otot.
Observasi tingkat kemampuan ROM aktif ROM aktif dapat membantu dalam
klien mempertahankan/meningkatkan kekuatan
dan kelenturan otot dan mencegah
kekakuan sendi.
Ajarkan keluarga teknik mobilisasi Melibatkan peran keluarga untuk
meningkatkan mobilisasi klien
Kolaborasi dengan fisioterapi untuk program Mempercepat proses penyembuhan
latihan.

4) Nyeri akut berhubungan dengan adanya infeksi


Tujuan : nyeri yang dirasakan klien berkurang
Kriteria hasil :
 Klien melaporkan nyeri berkurang
 Klien tidak tampak mengeluh dan menangis
 Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan nyeri
 Klien tidak gelisah

INTERVENSI RASIONAL
Kaji secara komprehensip terhadap nyeri Untuk mengetahui tingkat nyeri klien
termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor presipitasi.
Observasi reaksi ketidaknyaman secara Untuk mengetahui tingkat ketidaknyamanan
nonverbal dirasakan oleh klien.
Tentukan pengaruh pengalaman nyeri Untuk mengetahui apakah nyeri yang
terhadap kualitas hidup (napsu makan, tidur, dirasakan klien berpengaruh terhadap yang
aktivitas, mood, hubungan sosial). lainnya.
Ajarkan cara penggunaan terapi non Agar klien mampu menggunakan teknik
farmakologi (distraksi, guide imagery, nonfarmakologi dalam memanagement
relaksasi). nyeri yang dirasakan.
Kolaborasi pemberian analgesic Pemberian analgetik dapat mengurangi rasa
nyeri klien.

5) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan adanya sekret


Tujuan : Jalan napas yang efektif
Kriteria hasil:
 Klien akan batuk efektif
 mengeluarkan secret secara efektif
 mempunyai jalan napas yang paten
 pada pemeriksaan auskultasi, memiliki suara napas yang jernih
INTERVENSI RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat
wheezing. penumpukan sekret atau sekret berlebih di
jalan nafas.
Berikan posisi yang nyaman untuk posisi memaksimalkan ekspansi paru dan
mengurangi dispnea. menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas
besar untuk dikeluarkan
Ajarkan batuk efektif Fisioterapi dada/ back massage dapat
membantu menjatuhkan secret yang ada
dijalan nafas.
Kolaborasi pemberian oksigen Meringankan kerja paru untuk memenuhi
kebutuhan oksigen serta memenuhi
kebutuhan oksigen dalam tubuh
Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai Rasional: Broncodilator meningkatkan
indikasi. ukuran lumen percabangan trakeobronkial
sehingga menurunkan tahanan terhadap
aliran udara.

6) Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit


Tujuan : diharapkan ansietas berkurang, dibuktikan oleh tingkat ansietas hanya
ringan sampai sedang, dan selalu menunjukkan pengendalian diri terhadap ansietas,
konsentrasi, dan koping.(NANDA, 2012).
Kriteria hasil :
 Klien tidak ansietas lagi
 Klien mampu mengintrol ansietas
INTERVENSI RASIONAL
Observasi tanda dan gejalan ansietas tanda gejala diketahui dapat digunakan
untuk mengkaji tingkat ansietas.
Ajarkan teknik menenangkan diri dengan Meredakan kecemasan pada pasien yang
relaksasi mengalami distres akut
Jelaskan tentang penyakit yang diderita Membantu mengurangi kecemasan klien
(meliputi penyebab, pengobatan, dll) dan keluarga
Kolaborasi dengan psikolog sarana untuk mengurangi ansietas dengan
terapi bicara.

 CAMPAK
1) Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi, kenaikann suhu tubuh.
Tujuan : suhu tubuh terkontrol
Kriteria hasil:
 Suhu tubuh dalam rentang normal (36-37,2oC)
 Membrane mukosa lembab
 Kulit tidak teraba panas
INTERVENSI RASIONAL

Pantau suhu tubuh klien Suhu 38,9oC - 41oC menunjukan proses


penyakit infeksius.

Berikan kompres hangat Dapat membantu mengurangi demam,


penggunaan air es/alcohol mungkin
menyebabkan kedinginan, peningkatan
suhu secara actual. Selain itu alcohol dapat
mengeringkan kulit.

Anjurkan menggunakan pakaian yang tipis Pakaian tipis dapat meningkatkan


evaporasi.

Delegasi dalam pemberian obat antipiretik Digunakan untuk mengurangi demam


dengan aksisentralnya pada hipotalamus,

2) Hambatan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan rasa gatal, ruam pada kulit,
eritema
Tujuan : nyeri terkontrol
Kriteria hasil
 Skala nyeri 0-3
 Kemampuan istirahat meningkat
 Mampu meningkatkan kemampuan aktivitas
INTERVENSI RASIONAL

Observasi tingkat cema, mudah tersinggung, Petunjuk nonverbal ini mengindikasikan


menangis, gelisah, gangguan tidur adanya nyeri yang dialami

Kaji tipe, lokasi, dan intensitas nyeri Nyeri dirasakan, dimanifestasikan, dan di
toleransi secara individual

Berikan tindakan nyaman seperti mengubah Dapat meningkatkan relaksasi


posisi klien
Anjurkan klien jika suhu tubuh turun, untuk Air hangat dapat mengurangi gatal dan
mengurangi gatal dapat dimandikan dengan menambah rasa nyaman.
air hangat

Delegasi dalam pemberian obat analgesik Menurunkan demam dan inflamasi serta
dan antipiretik sesuai indikasi menurunkan ketegangan otot

3) Deficit volume cairan berhubungan dengan cairan intraseluler ke ekstraseluler.


Tujuan : deficit volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
 TTV dalam batas normal
 Membrane mukosa normal
 Intake seimbang dengan output

INTERVENSI RASIONAL

Kaji keadaan umum klien (lemah, pucar, Menetapkan data dasar klien untuk
takikardi) dan TTV mengetahui dengan cepat penyimpangan dari
keadaan normal

Observasi adanya tanda-tanda syok Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk
menangani syok

Berikan cairan intravaskuler sesuai program Pemberian cairan IV sangat penting bagi
dokter klien yang mengalami deficit volume cairan
dengan keadaan umum yang buruk

Kaji tanda dan gejala dehidrasi (riwayat Untuk mengetahui penyebab deficit volume
muntah, diare, kehausan, turgor jelek) cairan

4) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan reaksi inflamasi


pada saluran cerna, anoreksia, intake nutrisi tidak adekuat.
Tujuan : asupan nutrisi adekuat
criteria hasil:
 Berat badan stabil
 Kebutuhan metabolic terpenuhi

INTERVENSI RASIONAL

Kaji kemampuan untuk mengunyah Inflamasi pada mulut tenggorokan


merasakan dan menelan. menyebabkan penurunan kemampuan klien
untuk mengolah makanan.

Berikan perawatan mulut yang terus Mengurangi ketidaknyamanan, mulut yang


menerus. bersih akan meningkatkan nafsu makan.

Timbang berat badan sesuai kebutuhan. Indicator kebutuhan nutrisi/pemasukan


nutrsi yang adekuat.

Berikan banyak minum (sari buah-buahan, Untuk mengkompensasi adanya


sirup yang tidak memakai es). peningkatan suhu tubuh dan merangsang
nafsu makan

Anjurkan klien untuk membatasi makanan Rasa sakit pada mulut akan mengiritasi lesi
yang menyebabkan mual muntah. mulut yang akan menyebabkan klien untuk
enggan makan.

Kolaborasi dengan ahli diet gizi. Menyediakan diet berdasarkan kebutuhan


individu dengan rute yang tepat.

5) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya ruam


Tujuan : Kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil : kulit dan membrane mukosa
 Suhu kulit normal
 Integritas kulit baik
 Lesi pada kulit menghilang
INTERVENSI RASIONAL
Monitor warna dan suhu kulit Untuk mengetahui keadaan umum kulit
klien
Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet Untuk mengetahui karakteristik kulit
Periksa kulit dan selaput lendir terkait Untuk mengetahui adanya tanda-tanda
dengan adanya kemerahan, kehangatan infeksi pada kulit klien
ekstrim, edema dan drainase
Monitor adanya tanda dan gejala infeksi Untuk memantau adanya infeksi
sistemik dan local seperti bengkak, merah,
panas, serta nyeri pada bagian tubuh

6) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi saluran nafas,
produksi secret, inflamasi saluran pernapasan atas.
Tujuan : diharapkan bersihan jalan nafas efektif
Kriteria hasil
 Tidak terdapat secret.
 RR 12-20X per menit
 Tidak ada suara nafas tambahan (rhonchi)
INTERVENSI RASIONAL

Observasi karakteristik batuk Batuk paling efektif pada posisi duduk


tinggi atau kepala di bawah setelah perkus
dada.

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
nafas tambahan. dengan obstruksi jalan nafas dan dapat
dimanifestasikan adanya bunyi nafas
tambahan
Beri posisi semifowler Peninggian kepala dapat meningkatkan
fungsi pernapasan

Ajarkan teknik nafas efektif Memberikan klien beberapa cara untuk


mengatasi dan mengontrol dispnea dan
menurunkan jebakan udara

Delegasi dalam pemberian obat sesuai Merilekskan otot halus dan menurunkan
indikasi (bronkodilator, mukolitik) kongesti local, menurunkan spasme jalan
nafas, dan produksi secret
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd/documents/360813164/Laporan-Pendahuluan-Polio

https://academia.edu.8877520/LAPORAN_PENDAHULUAN_POLIOMYELITIS

https://academia.edu/31861794/MAKALAH_KEPERAWATAN_ANAK_Morbili

diunduh tanggal 26 November 2019

Anda mungkin juga menyukai