TRAUMA KEPALA
Oleh:
KELOMPOK 4
Lisnawati Djafar
Musdalifah
Moh. Aditya Marzuk
SEMESTER VI
1
A. Defenisi
Trauma kepala merupakan kejadian cedera akibat trauma pada otak,
yang menimbulkan perubahan fisik, intelektual, emosional, social maupun
vokasional [ CITATION Jen12 \l 1033 ].
Adapun menurut Brain Injury Assosiation of America (2009), cedera
kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari
luar, yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana
menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik..
B. Anatomi Fisiologi
Rata-rata otak manusia dewasa terdiri dari 2% berat badan tubuh,
dengan kisaran 1,2-1,4 kg. Otak merupakan organ yang sangat vital, dan
sangat penting untuk kehidupan dan fungsi tubuh kita. Oleh karena itu, otak
mengkonsumsi jumlah besar dari volume darah yang beredar. Seperenam
dari semua keluaran jantung melewati otak dalam satu waktu, dan sekitar
seperlima dari seluruh oksigen tubuh digunakan oleh otak ketika sedang
beristirahat.
Otak terdiri dari serebrum, serebelum, dan batang otak yang
dibentuk oleh mesensefalon, pons, dan medulla oblongata. Bila kalvaria
dan dura mater disingkirkan, di bawah lapisan arachnoid mater kranialis
dan pia mater kranialis terlihat gyrus, sulkus, dan fisura korteks serebri.
Sulkus dan fisura korteks serebri membagi hemisfer serebri menjadi daerah
lebih kecil yang disebut lobus [ CITATION Moo07 \l 1033 ].
2
Gambar 2.1 Bagian-Bagian Otak Sumber: Centers for Disease Control and
Prevention (CDC), 2004. Dalam Yuvinitasari, 2016)
Seperti terlihat pada gambar di atas, otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
3
3. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian
dasar dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk
mengontrol tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola
makan dan tidur. Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang
sering timbul berupa muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua
sisi, kesulitan menelan, diplopia, dan sakit kepala ketika bangun.
Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
C. Klasifikasi
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
( GCS ) nya, yaitu :
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi
kurang dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Luka kepala terbuka akibat cedera kepala dengan pecahnya
tengkorak atau luka penetrasi, besarnya cedera kepala pada tipe ini
ditentukan oleh massa dan bentuk dari benturan, kerusakan otak juga
dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk kedalam jaringan
4
otak dan melukai durameter saraf otak, jaringan sel otak akibat benda
tajam/tembakan, cedera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen
memiliki abses langsung ke otak.
ada beberapa kondisi cedera kepala yang dapat terjadi yaitu :
1. Komosio serebri
Tidak ada jaringan otak yang rusak, tetapi haya kehilangan fungsi
otak (pingsan < 10 menit) atau amnesia pasca cedera kepala
2. Kontusio serebri
Adanya kerusakan jaringan otak dan fungsi otak (pingsan > 10
menit) atau terdapat lesi neurologic yang jelas. Kontusio serebri sering
terjadi dan sebagian besar terjadi dilobus frontal dan lobus temporal,
walaupun dapat juga terjadi pada sebagian dari otak. Kontusio serebri
dalam waktu beberapa jam atau hari , dapat berubah menjadi perdarahan
intraserebral yag membutuhkan tindakan operasi.
3. Laserasi serebri
Kerusakan otak yang luas disertai robekan durameter serta fraktur
terbuka pada cranium. perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut dapat
terjadi dalam 48 jam-2 hari, 2 minggu atau beberapa bulan. Gejala-
gejalanya adalah nyeri kepala, bingung, mengatuk, berfikir lambat,
kejang dan udem pupil, dan secara klinis ditandai dengan penuruna
kesadaran, disertai adanya laserasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambar
hiperdens yang berupa bulan sabit (Cresent). Indikasi operasi jika
perdaraha tebalnya >1 cm dan terjadi pergeseran garis tengah > 5 mm.
kontusio serebri. Pada pemeriksaan CT Scan didapatkan lesi hiperdens
yang mengikuti area gyrus-gyrus serebri didaerah yang berdekatan
dengan hematom. Haya diberikan terapi konservatif, tidak memerlukan
terapi operatif.
5
D. Patofisiologi
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang
diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma
regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer
adalah cedera yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan
merupakan suatu fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi
permanen.. Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin
karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan
atau hemoragi karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir
yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam
tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang
berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih
merupakan fenomena metabolik sebagai a`kibat, cedera sekunder dapat
terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada
area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma
ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala
selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi,.
6
7
D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2005).
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2002)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan
atau bahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba deficit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2002)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur
E. Pemeriksaan Penunjang
CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : MRI : Cerebral angiografi
Serial EEG
X ray
BAER
PET
CSF
Kadar elektrolit
8
F. Komplikasi
[ CITATION Ros07 \l 1033 ] mengatakan kemunduran pada kondisi klien
diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema serebral progresif
dan herniasi otak, komplikasi dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
3. Peningkatan TIK
4. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut. Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang
dengan menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral
disamping tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. diazepam, frekuensi
dan irama pernafasan.
9
5. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari
fraktur tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan
merobek meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh
dibersihkan, diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah
hidung atau telinga.
G. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi
10
2. Breathing/pernapasan (B) rata-rata dan ritme pernapasan,juga suara
nafas,harus dievaluasi.Perubahan pola pernapasan dapat mencerminkan
disfungsi sistim saraf pusat pada level tertentu.Lesi hemisferik bilateral
yang dalam dan basal ganglia dapat menyebabkan espirasi Cheyne-Stokes
(pernapasan dengan periode hiperventilasi dan apnea yang silih
11
berganti),dan hiperventilasi neurogenik sentral dapat diakibatkan oleh lesi
pada mesensefalik atau pontine bagian atas.Pernapasan ataksik muncul
pada fase terminal,dimana hanya medullary yang masih dapat
berfungsi.Analisa gas darah harus diperiksa pada semua pasien dengan
cedera kepala,karena hipoksemia sering terjadi.oksigen harus diberikan
untuk menjaga kadar PaO2 dalam batas normal ;hiperventilasi
direkomendasikan untuk menjaga PaCO2 ;diantara 25 dan 30
mmHg,karena hipokarbia merupakan serebral vasokontriktor yang
kuat,mengurangi volume darah otak dan oleh sebab itu,tekanan
intrakranial.foto polos dada harus diperoleh untuk memastikan tidak ada
cedera pada rongga dada seperti pneumothorak,kontusi paru atau aspirasi.
Pada saat dan setelah penilaian ABC, pemeriksaan fisik lengkap juga
dilakukan. Evaluasi neurologis harus difokuskan pada tingkat kesadaran
pasien, reaksi pupil, gerakan ekstraokular, dan reaksi motorik. Anggota medis
dan paramedis dapat melakukan pemeriksaan tersebut ditempat kejadian
treuma, unit gawat darurat, dan ruang rawat intesif. Dengan demikian,
12
perubahan pada pasien dapat dikenali lebih awal dan penatalaksanaan dapat
diterapkan sesegera mungkin.
13
anhidrosis.
14
Miosis pupil bilateral, pada umumnya mengindikasikan intoksikasi
obat, dapat juga diakibatkan oleh cedera pontin cedera pada retina atau nervus
15
optikus dapat menyebabkan defek pupil aferen Marcus Gunn, pada situasi ini,
respon cahaya indirek lebih kuat dibandingkan respons cahaya direk pada
mata yang cedera mengayunkan cahaya dari mata yang normal kemata yang
cedera memperlihatkan dilatasi pupil yang berlawanan? Respons pupil lain,
seperti puil tektal dan hippus, kadang kala dapat dijumpai setelah cedera
kepala.
16
utuh. Traktus rubrospinalis mengatur respons fleksi tetapi hanya mempersarafi
ekstrimitas bagian atas pada manusia. Dekortikasi (leksi tangan dan ekstensi
kaki), oleh sebeb itu, mencerminkan cedera fisiologis pada level ekstrimitas.
Deserebrasi (ekstensi keempat ekstrimitas), oleh sebeb itu, mencerminkan
cedera pada level diantara red nuclei. Traktus vestibulospinal mengatur
ekstensi pada keempat ekstrimitas. Deserebrasi (ekstensi ke empat
ekstrimitas), oleh sebab itu, mencerminkan cedera pada level diantara red
nuclei dan vestibular nuclei. Respons motorik yang nihil menandakan cedera
pada level dibawah vestibular nuclei. Respons motorik yang nihil menendakan
cedera pada level dibawahvestibular nuclei. Respons motorik laim (seperti
monoplegia, praplegia atau quadriplegia) mencerminkan cedera pada berbagai
area sistem saraf.
17
Hematoma epidural dan subdural keduanya hiperdens tetapi seringkali
memiliki bentuk yang berbeda. Hematoma epidural berbentuk lentikular
karena kerekatan dura mater dengan tabula dalam tulang tengkorak pada
kedua tepi/ujung lesi. Hematoma epidural dapat menggeser sistem ventikuler
dan kelenjar pineal.
18
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/37081131/laporan_pendahuluan_trauma_capitas
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/09/head-injury-
menagement.pdf&ved=2ahUKwjx8feL3oToAHXWXCsKHaDHB8fqFjAdegQIA
xAB&AB&usg=AOvVaw2ffq3VCaysuJB9ycrBZho
20