Anda di halaman 1dari 21

SEJARAH PERADABAN ISLAM

"PERADABAN ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)"

PAPER

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Sejarah Peradaban Islam


Pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar

OLEH:

HIKMA NUR INDA SARI


70200117031

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2018
BAB II
PEMBAHASAN

A. Masuknya Islam Ke Spanyol (Andalusia)


Spanyol diduduki Islam pada masa Khalifah al-Walid (705-715 M), salah
seorang khalifah Bani Umayyah yang beribukota di Damaskus. Bani Umayyah
sepenuhnya menguasai Afrika Utara pada zaman Khalifah Abdul Malik setelah
memakan waktu 53 tahun (30 -83 H). Tiga pahlawan Islam yang berperan dalam
penaklukan Spanyol antara lain Tharif bin Malik, Thariq bin Ziyad, dan Musa
bin Nushair (Syalabi, 1983:154)
Tharif bin Malik merintis dan menyelidiki keadaan Spanyol dengan
menyeberangi selat antara Maroko dan Eropa itu dengan satu pasukan perang
500 tentara berkuda yang menaiki kapal Julian. Kemelut yang ada dalam
kerajaan Visigothic membuat Tharif bin Malik memenangkan pertempuran.
Selanjutnya Musa bin Nushair mengirim 7000 pasukan di bawah pimpinan
Thariq bin Ziyad yang terdiri dari suku Barbar yang didukung Musa bin Nushair
dan sebagian lagi orang Arab dikirim Khalifah al-Walid (Hitti, 2010:493).
Pasukan itu menyeberangi selat dan melewati gunung tempat beristirahat
dan menyiapkan pasukan, dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq).
Kemudian pasukan Thariq mulai bertempur di suatu tempat bernama Bakkah,
lalu Raja Roderick dapat dikalahkan. Tahriq dan pasukannya terus menaklukkan
kota-kota penting , seperti Cordova, Granada, dan Toledo (ibukota Kerajaan
Goth) setelah ditambah jumlah pasukan 5000 personel oleh Musa bin Nushair
sehingga total personel menjadi 12.000 orang. Jumlah ini tidak sebanding karena
Kerajaan Goth memiliki 100.000 orang (Syalabi, 1983:154-155).
Musa bin Nushair merasa perlu melibatkan diri sehingga ia berangkat
dengan pasukan yang besar dan menaklukkan Sedona, Carmona, Seville, dan
Merida serta mengalahkan penguasa Gothic, Theodomir di Orihuela. Setelah
bergabung dengan pasukan Thariq di Toledo, mereka berhasil menguasai
seluruh kota penting di Spanyol mulai Saragossa hingga Navarre. Masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz (99 H/717 M), perluasan dilakukan untuk
menaklukkan daerah sekitar pegunungan Pyrenia dan Prancis Selatan yang
dipimpin al-Samah namun ia gagal dan terbunuh tahun 102 H. Dilanjutkan
dengan penyerangan ke kota Bordesu, Poiter, dan Torus oleh Abdul Rahman bin
Abdullah al-Ghafiqi, namun dihadang Charles Martel sehingga pasukannya
mundur kembali ke Spanyol (Yatim, 2008:106).
Sesudah itu masih terdapat penyerangan-penyerangan ke Avignon (734
M), dan Lyon (743 M). Majorca, Corsica, Sardinia, Creta, Rhodes, Cyprus dan
sebagian Sicilia juga dapat dikuasai Bani Umayyah. Gelombang penyerangan
pada permulaan abad ke-8 ini telah menjangkau Prancis Tengah dan sebagian
Italia (Yatim, 2008:106).
Ada dua faktor kemenangan umat Islam di Spanyol, yakni: Faktor
Eksternal, yaitu kondisi dalam negeri Spanyol sendiri dan Faktor internal yaitu
kondisi pda tubuh peguasa, tokoh pejuang dan prajurit Islam (Yatim, 2008:106).
Secara politik, Spanyol terbagi ke dalam negara-negara kecil (Yatim,
2008:106). Penguasa Gothic tidak toleran terhadap aliran agama Monofisit
apalagi Yahudi. Mereka dipaksa untuk dibaptis menurut Kristen dan akan
disiksa bila menolak. Rakyat terbagi atas system kelas, sehingga keadaannya
diliputi kemelaratan, ketertindasan, dan ketiadaan persamaan hak. Ekonomi
masyarakat dalam keadaan lumpuh dan kesejahteraan menurun.
Konflik kekuasaan antara Raja Roderick dan Witiza, penguasa Toledo.
Juga konflik Roderick dengan Ratu Julian mantan penguasa Septah. Tentara
Roderick yang terdiri dari para budak yang tertindas tidak memiliki semangat
juang. Kaum Yahudi bersekutu dan member bantuan bagi perjuangan kaum
muslim. Faktor Internal, yakni kondisi pada tubuh penguasa, tokoh pejuang dan
prajurit Islam. Para pemimpin bersatu, kompak dan percaya diri. Mereka cakap
dan berani serta tabah dalam setiap persoalan. Sikap toleransi, persaudaraan dan
tolong-menolong yang ditunjukkan prajurit Islam (Yatim, 2008 : 90).
B. Periodisasi Pemerintahan Islam di Spanyol
Sejarah panjang umat Islam di Spanyol terbagi pada enam periode, yaitu:
1. Periode Pertama (711 -755 M)
Spanyol di bawah pemerintahan Wali yang diangkat Khalifah di
Damaskus. Pada masa ini masih terdapat gangguan dari dalam, antara lain
antar elit penguasa akibat perbedaan etnis dan golongan. Antara Khalifah di
Damaskus dan Gubernur Afrika Utara di Kairawan saling mengklaim paling
berhak menguasai Spanyol, hingga terjadi pergantian Gubernur sebanyak 30
kali dalam waktu singkat. Perbedaan etnis antara suku Barbar dan Arab
menimbulkan konflik politik sehingga tidak ditemukan figure yang tangguh.
Gangguan dari luar dating dari sisa musuh-musuh Islam yang terus
memperkuat diri dan tidak pernah tunduk pada pemerintahan Islam.Gangguan
ini menyebabkan belum terwujudnya peradaban dan periode ini berakhir
dengan datangnya Abdurrahman al-Dakhil tahun 138 H/755 M (Yatim,
2008:94).
2. Periode Kedua (755-912 M)
Spanyol di bawah pemerintahan Amir namun tidak tunduk pada pusat
pemerintahan Islam yang saat itu dipegang Khilafah Bani Abbasiyah di
Baghdad. Amir pertama Abdurrahman I (ad-Dakhil) keturunan Bani
Umayyah yang lolos dari kejaran Bani Abbasiyah. Penguasa Spanyol periode
ini:
a. Abdurrahman al-Dakhil, berhasil mendirikan masjid di Cordova dan
sekolah-sekolah.
b. Hisyam I, berhasil menegakkan hukum Islam
c. Hakam I, sebagai pembaharu bidang militer.
d. Abdurrahman al-Ausath, penguasa yang cinta ilmu.
e. Muhammad bin Abdurrahman
f. Munzir bin Muhammad
g. Abdullah bin Muhammad
Pada abad ke-9, stabilitas negara terganggu akibat gerakan Martyrdom
Kristen fanatik yang mencari kesyahidan.Namun pihak Gereja tidak
mendukung gerakan itu karena pemerintah Islam mengembangkan kebebasan
beragama. Pemerintah menyediakan peradilan hukum khusus Kristen dan
tidak dihalangi untuk bekerja sebagai pegawai pada instansi militer.
Gangguan juga timbul akibat pemberontak di Toledo, percobaan revolusi
yang dipimpin Hafshun yang berpusat di pegunungan dekat Malaga, serta
perselisihan orang Barbar dan Arab (Yatim, 2008:96)
3. Periode Ketiga (912-1013 M)
Dimulai oleh Abdurrahman an-Nashir, Spanyol di bawah
pemerintahan bergelar Khalifah (mulai tahun 929 M). Bermula dari berita
terbunuhnya Khalifah al-Muqtadir oleh pengawalnya sendiri, menurutnya ini
saat yang tepat untuk memakai gelar Khalifah setelah 150 tahun lebih hilang
dari kekuasaan Bani Umayyah (Yatim, 2008:96). Sejarah tidak pernah lepas
dari masa Khalifah yang memerintah pada periode ini antara lain:
a. Abdurrahman al-Nashir (912-961 M) mencapai puncak kemajuan
menyaingi kemajuan Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad. Ia mendirikan
Universitas Cordova yang perpustakaannya memiliki koleksi ratusan ribu
buku.
b. Hakam II (961-976 M) seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.
Masyarakat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran karena
pembangunan yang berlangsung cepat.
c. Hisyam II (976-1009 M) naik tahta pada usia sebelas tahun. Ia menunjuk
Ibn Abi ‘Amir (al-Manshur Billah) sebagai pemegang kekuasaan mutlak.
Ia sangat ambisius dalam melebarkan kekuasaannya. Ia wafat tahun 1002
M dan digantikan anaknya, al-Muzaffar yang masih dapat
mempertahankan kekuasaan. Setelah wafat tahun 1008 M, digantikan
adiknya yang tidak memiliki kualitas sehingga negara menjadi kacau dan
hancur sehingga muncul kerajaan-kerajaan kecil. Hisyam II
mengundurkan diri tahun 1009 M dan tahun 1013 M Dewan Menteri
yang memerintah Cordova menghapus jabatan Khalifah.
4. Periode Keempat (1013-108 6 M)
Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil dibawah
pemerintahan al-Muluk ath-Thawaif (raja-raja golongan) berpusat di Seville,
Cordova, Toledo dan sebagainya. Konflik internal antar raja terjadi dan
mereka yang bertikai sering meminta bantuan raja-raja Kristen.Orang�orang
Kristen yang melihat kelemahan ini pun memulai inisiatif penyerangan.
Meski situasi politik tidak stabil, namun pendidikan dan peradaban terus
berkembang karena para sarjana dan sastrawan terlindungi dari satu istana ke
istana lain (Yatim, 2008:96).
5. Periode Kelima (1086-1248 M)
Meski terpecah dalam beberapa negara, terdapat kekuatan dominan
yaitu Dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan Dinasti Muwahhidun (1146-
1235 M). Dinasti Murabithun didirikan Yusuf bin Tasyfin di Afrika Utara.
Memasuki Spanyol tahun 1086 M dengan mengalahkan pasukan Castilia.
Perpecahan di kalangan Muslim menyebabkan Yusuf bin Tasyfin mudah
menguasai Spanyol. Tahun 1143 M kekuasaannya berakhir karena para
penggantinya lemah dan diganti DInasti Muwahhidun yang didirikan
Muhammad bin Tumart tahun 1146 M. Untuk beberapa decade mengalami
kemajuan dan setelah itu mengalami kemunduran akibat serangan tentara
Kristen di Las Navas de Tolessa 1212 M, di Cordova 1238 M, dan Seville
1248 M. Seluruh kekuasaan Islam lepas kecuali Granada (Yatim, 2008:99).
6. Periode Keenam (1248-1492 M)
Granada dikuasai Bani Ahmar (1232-1492 M) dan mengalami
kemajuan peradabanseperti masa Abdurrahman al-Nashir. Namun secara
politik mereka lemah karena perebutan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad
tidak senang pada ayahnya yang menunjuk anaknya yang lain menggantikan
sebagai raja. Ayahnya terbunuh dan diganti Muhammad bin Sa’ad. Abu
Abdullah pun meminta bantuan Raja Ferdinand dan Isabella yang akhirnya ia
naik tahta. Namun Ferdinand dan Isabella ingin merebut kekuasaan Islam dan
dengan terus menyerang kekuasaan Islam.Abu Abdullah menyerah dan hijrah
ke Afrika Utara.Umat Islam dihadapkandua pilihan yakni masuk Kristen atau
pergi dari Spanyol.Tahun 1609 M tidak ada lagi umat Islam di daerah ini
(Yatim, 2008:99-100).
C. Kemajuan Peradaban Islam di Spanyol (Andalusia)
Di antara kemajuan yang bahkan memengaruhi Eropa yaitu:
1. Kemajuan Intelektual Filsafat
Dikembangkan abad ke-9 selama pemerintahan Muhammad bin
Abdurrahman. Tokohnya adalah: Abu Bakar Muhammad bin al-Sayigh (Ibn Bajjah).
Masalah yang dikemukakan bersifat etis dan eskatologis. Magnum Opusnya adalah
Tadbir al-Mutawahhid Abu Bakar bin Thufail. Karyanya: Hay ibn Yaqzhan.Ibn
Rusyd, menafsirkan naskah-naskah Aristoteles dengan cermat dan hati-hati dalam
menyelaraskan antara filsafat dan agama.
Sains Abbas bin Farnas ahli kimia dan astronomi. Ialah penemu pembuatan
kaca dari batu.Ibrahim al-Naqqash ahli astronomi. Ia dapat menentukan waktu
gerhana matahari, membuat teropong, dan dapat menentuklan jarak antara tata surya
dan bintang-bintang.Ahmad bin Ibas dari Cordova merupakan ahli farmasi (Yatim,
2008:101).
Umm al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan al-Hafidz, dua ahli
kedokteran dari kalangan wanita.Ibn Jubair, menulis tentang negeri-negeri muslim
Mediterranea dan Sicilia.Ibn Batutah, menulis tentang negeri Samudera Pasai dan
Cina Ibn Khaldun, perumus filsafat sejarah. Fiqh Ziyad bin Abdurrahman yang
memperkenalkan mazhab Maliki.Ibn Yahya yang menjadi Qadhi.Abu Bakr bin al-
Quthiyah Munzir bin Sa’id al-Baluthi Ibn Hazm Musik dan Seni al-Hasan bin Nafi,
sang penggubah lagu yang dijuluki Zaryab Bahasa dan Sastra Ibn Sayyidih Ibn Malik,
pengarang AlfiyahIbn KhurufIbn al-Hajj Abu Ali al-Isybili Abu Hasan bin Usfur
Abu Hayyan al-Gharnathi (Yatim, 2008:101).
2. Kemegahan Pembangunan Fisik
Beberapa kemegahan pembangunan fisik pada masa Islam di Spanyol di
antaranya sebagai berikut :
a. Bidang perdagangan yaitu pembangunan jalan raya dan pasar
b. Bidang pertanian yaitu pembuatan sistem irigasi dengan dam untuk mengecek
curah air, waduk untuk konservasi, dan pengaturan hidrolik dengan water wheel
(roda air).
c. Bidang industri seperti tekstil, kayu, kulit, logam, barang-barang tembikar.
d. Pembangunan kota Cordova, Granada,
e. Pembangunan jembatan dan taman, istana Damsik, masjid , tempat pemandian
dan perkampungan yang indah. Granada Terdapat istana al-Hamra yang indah
dan megah, istana al-Zahra, istana al-Gazar, menara Girilda, dan lain-lain.
3. Pola Pendidikan Islam di Spanyol
a. Kuttab
Sebagaimana yang ditulis dalam sejarah peradaban Islam, dengan
semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam, telah ikut memperkaya dan
memotivasi umat untuk mendirikan lembaga pendidikan seperti kuttab dan
masjid. Begitu pula di Andalusia terdapat banyak kuttab�kuttab yang menyebar
sampai ke pinggiran kota. Pada lembaga ini, para siswa mempelajari berbagai
macam disiplin ilmu pengetahuan, seperti fikih, bahasa dan sastra, musik, dan
kesenian. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata
dengan rapi di saat itu, sehingga kuttab-kuttab itu mempunyai banyak tenaga
pendidikan dan siswa-siswanya. Pada lembaga ini siswa-siswanya mempelajari
berbagai macam ilmu pengetahuan diantaranya adalah:
1) Fikih
Pemeluk Islam di Andalusia menganut mazhab Maliki, maka para
ulama memperkenalkan materi-materi fikih dari mazhab imam Malik. Tokoh-
tokoh yang termasyhur disini diantaranya tersebut nama Ziyad ibnu Abd. Ar-
Rahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya. Yahya sempat menjadi kadi pada
masa Hisyam ibn Abd Rahman, dan masih banyak nama-nama lain, seperti
Abubakar ibn al-Qutiyah, Munzir Ibn Said al Baluthi, dan Ibn Hazm yang
sangat populer di kala itu. Santri pada kuttab mendapatkan pelajaran yang
cukup lengkap dari ulama-ulama yang ahli di bidang ilmunya, sehingga para
siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya
sehingga menumbuhkan minat belajar di kala itu.
2) Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab menjadi bahasa resmi umat Islam di Spanyol, bahasa ini dapat
dipelajari di kuttab, bahkan kepada siswanya diwajibkan untuk selalu
melakukan dialog dengan memakai bahasa resmi Islam (bahasa Arab),
sehingga bahasa ini menjadi cepat populer dan menjadi bahasa keseharian.
Tokoh-tokoh bahasa tersebutlah nama Ibn Sayidih, Ibn Malik yang
mengarang Al-fiyah, Ibn khuruf, Ibn al-Hajj, Abu Ali al-Isyibili, Abu al-
Hasan ibn Usfur, dan Abu Hayyan al-Gharnathi. Di bidang sastra tersohor
nama Ibn Abd. Rabbih dengan karya al-‘Iqd al- Farid, Ibn Bassam dengan
karyanya al-Dzakhirah fi Mahasin ahl al-Jazirah, dan Al- F ath ibn Khaqan
dengan karyanya kitab al-Qalaid, dan lain-lain.
3) Musik dan Seni
Di Spanyol berkembang musik-musik yang bernuansa Arab yang
merangsang tumbuhnya nilai-nilai kepahlawanan. Banyak tokoh musik dan
seni bermunculan ketika itu, diantaranya, Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki
Ziryab (789-857). Ziryab selalu tampil pada acara-acara penjamuan
kenegaraan di Cordova, karena ia merupakan aransemen musik yang handal
dan piawai pula mengubah syair-syair lagu yang pantas dikonsumtifkan
kepada seluruh lapisan dan tingkat umur. Kepiawaiannya bermusik dan seni
membuat ia menjadi orang yang termasyhur di kala itu. Ilmu yang
dimilikinya itu di ajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kemasyhurannya tersebar
luas sangat cepat.
b. Pendidikan Tinggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa Islam di Spanyol merupakan tonggak
sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir
abad ketiga belas. Universitas Cordova berdiri megah dan menjadi Ikon Spanyol,
sehingga Spanyol termasyhur ke seluruh dunia. Universitas ini tegak bersanding
dengan Masjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi
lembaga pendidikan tinggi yang terkenal yang setara dengan universitas Al
Azhar di Cairo dan universitas Nizamiyah di Baghdad. Perguruan tinggi ini telah
menjadi pilihan utama bagi generasi muda yang mencintai ilmu pengetahuan,
baik dari belahan Asia, Eropa, Afrika, dan belahan dunia lainnya. Banyak yang
pantas dilirik pada daerah ini, khususnya dalam bidang pendidikan.
Perpustakaannya saat itu tiada tandingannya yang menampung kurang lebih
empat juta buku yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku ini
dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu.
Selain itu, terdapat juga universitas Sevilla, Malaga, dan Granada. Pada
perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, teologi, hukum islam,
kimia, dan lain-lain. Pada lembaga ini terdapat para pengajar yang cukup dikenal
antaranya, yaitu Ibnu Qutaibah yang dikenal sebagai ahli tatabahasa, Abu Ali
Qali yang ahli dibidang biologi. Namun, secara garis besar pada perguruan
tinggi di Spanyol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan, yaitu:
1) Filsafat
Universitas Cordova mampu menyaingi Baghdad, salah satu
diantaranya, karena mampu mengimpor ilmu filsafat dari belahan Timur
dalam jumlah besar, sekalipun bagdad termasuk pusat ilmu pengetahuan
Islam. Sehingga beberapa waktu sesudahnya melahirkan filosof-filosof besar
dengan karya-karya emasnya. Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang
pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya
adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha'ig, yang lebih
terkenal dengan nama Ibnu Bajjah. Orang barat menyebutnya Avenpace. Ia
dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/ abad ke-11 M.
Tokoh yang lainnya terdapat nama Abu Bakar Ibnu Thufail, penduduk asli
Wadi Asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia
lanjut pada tahun 1185 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi,
dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan.
Pada akhir abad ke-12 masehi muncul seorang pengikut Aristoteles yang
terbesar dalam kalangan filsafat islam, dia adalah Abu al-Walid Muhammad
ibnu Ahmad ibnu Muhammad Ruyd dilahirkan di Cordova, Andalus pada
tahun 510 H/1126 M, yang terkenal dengan nama Ibn Rusyd. Kepiawaiannya
yang luar biasa dalam ilmu hukum, sehingga dia diangkat menjadi ketua
Mahkamah Agung di Cordova (Qadhi al-Qudhat). Karya besarnya yang
termasyhur adalah Bidayah al-Mujtahid.
2) Sains
Tercatat nama Abbas ibn Farnas yang termasyhir dallam ilmu kimia
dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca
dari batu. Perkembangan sains pada daerah ini diikuti pula oleh ilmu
kedokteran, matematika, kimia dan musik serta ilmu lainnya, bahkan ada
ilmuwan wanita yang ahli kedokteran , yaitu Umm al-Hasan binti Abi Ja‟far.
Beberapa tokoh sains dalam bidang Astronomi yaitu Abbas bin Farnas,
Ibrahim bin Yahya An-Naqqash, Ibnu Safar, Al- Bitruji. Bidang Geografi
yaitu Ibnu Jubar dari Velencia (1145-1228), Ibnu Bathutah dari Tangier
(1304-1377 M) sedangkan Ibnu Khaldun dari Tunis merupakan perumus
filsafat sejarah. Dalam bidang bahasa Arab seperti Ibnu Sayyidah,
Muhammad bin Malik, Ibnu Khuruf, Ibnu al-Hajj, Abu Ali Al-Isybili, Abu
Hasan bin Ushur dan Abu Hayyan Al-Gharnati. Di bidang Sastra seperti Ibnu
Abd Rabbih, Ibnu Bassam dll.
4. Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Islam di Spanyol
Adapun faktor pendukung kemajuan pendidikan Islam di Spanyol sebagai
berikut :
a. Adanya dukungan dari penguasa, membuat pendidikan Islam cepat sekali
majunya, karena penguasa sangat mencintai ilmu pengetahuan dan berwawasan
jauh ke depan.
b. Adanya beberapa sekolah dan universitas di beberapa kota di Spanyol yang
sangat terkenal (Universitas Cordova, Sevilla, Malaga, dan Granada).
c. Banyaknya para sarjana islam yang datang dari ujung Timur dan ujung Barat
wilayah islam dengan membawa berbagai buku dan berbagai gagasan. Ini
menunjukkan bahwa, meskipun umat Islam terdiri dari beberapa kesatuan politik,
terdapat juga apa yang di sebut kasatuan budaya Islam.
d. Adanya persaingan antara Abbasiyah di Baghdad dan Umayyah di Spanyol
dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu
pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi
Universitas Nizamiyah di Baghdad yang merupakan persaingan positif, tidak
selalu dalam peperangan.
Dari beberapa bacaan dapat di simpulkan bahwa, selain dari beberapa faktor
di atas pemerintah juga memberikan subsidi yang banyak terhadap pendidikan, yakni
dengan murahnya buku-buku bacaan, atau diberikan penghargaan yang tinggi berupa
emas murni kepada penulis atau penerjemah buku, seberat buku yang
diterjemahkannya. Hal yang sangat menarik yang lain adalah, pemerintah juga
memberikan subsidi kepada makanan pokok, sehingga masalah pengisian kepala dan
perut tidak terlalu di hiraukan lagi dan relatif murah dijangkau serta didapat oleh
masyarakat, dan sangat bertolak belakang kalau dibandingkan negara Indonesia
(Yatim, 2008:106).
D. Pengaruh Islam di Andalusia Terhadap Reinaisance Barat
1. Eropa Dan Doktrin Agamanya
Sekularisme lahir dari gagasan dan gerakan sekularisasi yang berasal dari
warisan sejarah perkembangan peradaban Barat. Faham ini dapat ditelusuri mulai
abad pertengahan (middle ages) Barat. Ketika itu, Gereja mendominasi peradaban
Barat. Dan karena ajaran Injil banyak bertentangan dengan akal, keberadaannya
dianggap menghambat kemajuan penelitian ilmiah. Revolusi ilmiah (Scientific
Revolution) yang dirintis Copernicus dengan teori Helio-centric (matahahari sebagai
pusat tata surya) dianggap bertentangan dengan ajaran Injil.
Di dalam Injil disebutkan, matahari dan bulan diciptakan setelah terciptanya
bumi. Fakta ini bertentangan dengan ide-ide mendasar tentang system solar.
Pertentangan antara akal dan Injil mengkristal pada zaman modern. Orang Barat
menyebut sejarah zaman pertengahan itu sebagai zaman kegelapan (dark ages). Saat
itu, akal disubordinasikan di bawah Injil. Karena itu, mereka menamakan sejarah
peradaban Eropa pada abad ke-15 dan 16 sebagai zaman kelahiran kembali
(renaissance), karena akal bebas dari Injil. Mereka juga kemudian menyebut abad ke-
17 sampai abad ke-19 sebagai zaman Pencerahan Eropa (European Enlightenment)
yang sebenarnya adalah kesinambungan renaissance (Majid, 2007: 34).
Gagasan sekularisasi muncul karena tidak sanggupnya doktrin dan dogma
agama Kristen berhadapan dengan peradaban Barat yang terbentuk dari beragam
unsur. Hasilnya, para teolog Eropa dan Amerika seperti Ludwig Feurbach, Karl
Barth, Dietrich Bonhoeffer, Paul van Buren, Thomas Altizer, Gabriel Vahanian,
William Hamilton, Woolwich, Werner and Lotte Pelz, dan beberapa lainnya,
menggagas revolusi teologi radikal. Harvey Cox menggelari mereka sebagai para
teolog kematian Tuhan(death-of God theologians). Mereka menegaskan untuk
menghadapi sekularisasi, ajaran Kristiani harus disesuaikan dengan pandangan hidup
saintifik modern (Majid, 2007: 34).
2. Persinggungan Peradaban Islam Dengan Tradisi Eropa
Peradaban Islam di mulai dengan tradisi ilmu atau tafaqquh fid din secara
terus menerus. Mulai dari turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad Saw. proses
interaksi dan ideasi antar individu dan masyarakat senantiasa didasarkan pada wahyu.
Ini bukti bahwa ilmu tidak hanya dalam pikiran semata akan tetapi mewujud dalam
sebuah aktifitas, baik berupaamal infiradi maupun amal jama’i. Dari sinilah lahir
komunitas ilmiah yang mana oleh sebagian ahli sejarah disebut Ahlus Suffah. Di
lembaga pendidikan pertama inilah kandungan wahyu dan hadist-hadist Nabi dikaji
dalam kegiatan belajar mengajar yang efektif. Meski materinya masih sederhana tapi
karena obyek kajiannya tetap berpusat pada wahyu, yang betul-betul luas dan
kompleks. Materi kajiannya tidak dapat disamakan dengan materi diskusi spekulatif
diIonia, yang menurut orang Barat merupakan tempat kelahiran tradisi intelektual
Yunani dan bahkan kebudayaan Barat (the cradle of western civilization) (Majid,
2007: 36).
Hasil dari kegiatan ini memunculkan alumni-alumni yang menjadi pakar
dalam hadist Nabi, seperti Abu Hurairah, Abu Dhar Al Ghifari, Salman Al Farisy,
Abdullah ibn Mas’ud dan lain-lain. Ribuan hadist telah berhasil direkam oleh
anggota sekolah ini. Kegiatan pengkajian wahyu dan hadist kemudian dilanjutkan
oleh generasi berikutnya dalam bentuk lain. Tidak lebih dari dua abad lamanya, telah
muncul ilmuan-ilmuan terkenal dalam berbagai bidang studi keagamaan, seperti
Qadi Surayh (w.80 H/699 M), Muhammad ibn al Hanafiyah (w.81 H/700 M), Umar
ibn Abdul Aziz (w.102 H/720 M), Wahb ibn Munabih (w. 110,114 H/719,723 M),
Hasan al Basri (w.110 H/728 M), Ja’far al Shadiq (w. 148/765), Abu Hanifah
(w.150/767), Malik ibn Anas (179/796), Abu Yusuf (w.182/799), al Syafi’i
(w.204/819), dan lain-lain.
Islam adalah sebuah peradaban yang memadukan aspek dunia dan aspek
akhirat, aspek jiwa dan aspek raga. Ia bukan peradaban yang memuja materi, tetapi
bukan pula peradaban yang meninggalkan materi. Pada titik inilah, tradisi ilmu
dalam Islam berbeda dengan tradisi ilmu pada masyarakat Barat yang berusaha
membuang agama dalam kehidupan mereka. Dalam tradisi keilmuan Islam, ilmuan
yang dzalim dan jahat harus dikeluarkan dari daftar ulama. Dia masuk kategori fasik
dan ucapannya pantas diragukan kebenarannya. Sebab ilmu harus menyatu dengan
amal. Inilah yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabat Nabi seperti Abu Bakar,
Umar, ’Utsman, Ali (radhiyallahu ’anhum) dan lain-lain (Majid, 2007: 36).
Tradisi keilmuan tersebut kemudian berlanjut dari generasi ke generasi, dari
abad ke abad dan mengalami puncak perkembangan dan keemasannya antara abad
ke-7 M sampai pada abad ke-12 M. Pada saat itu telah lahir intelektual-intelektual
muslim di bidang sains dan teknologi, seperti Al Khawarizmi, ’Bapak Matematika’
Muslim (w. 780 M) yang namanya dikenal di dunia Barat dengan Algorizm, Ibnu
Sina ’Bapak Kedokteran Muslim’ yang dikenal dengan sebutan Aviecena. Ibnu Sina
sebelum meninggal telah menulis kitab sejumlah kurang lebih 276 karya. Karyanya
yang sangat monumental al Qonun fi al Tibb telah diterjemahkan ke dalam bahasa
latin di Toledo, Spanyol pada abad ke-12. Buku ini juga telah dijadikan rujukan
utama di universitas-universitas Eropa sampai abad ke-17 (Majid, 2007: 36).
Keadaan Eropa pada abad pertengahan sungguh dalam kondisi yang
terbelakang. Dr. Muhammad Sayyid Al Wakil menukil perkataan seorang penulis
Amerika yang menggambarkan keadaan Eropa pada masa itu, ”Jika matahari telah
terbenam, seluruh kotabesar Eropa terlihat gelap gulita. Di sisi lain, Cordova terang
benderang disinari lampu-lampu umum. Eropa sangat kumuh, sementara di
kotaCordova telah dibangun seribu WC umum. Eropa sangat kotor, sementara
penduduk Cordova sangat concern dengan kebersihan. Eropa tenggelam dalam
lumpur, sementara jalan-jalan Cordova telah mulus. Atap istana-istana Eropa sudah
pada bocor, sementara istana-istana Cordova dihiasi dengan perhiasan yang mewah.
Para tokoh Eropa tidak bisa menulis namanya sendiri, sementara anak-anak
Cordova sudah mulai masuk sekolah. Setelah adanya sentuhan dengan Dunia Islam
melalui konflik-konflik bersenjata, seperti dalam Perang Salib, maupun melalui cara-
cara damai seperti di Andalusia, Eropa mulai tertarik dengan Islam. Pada Perang
Salib orang-orang Kristen mendapati hal-hal yang baru di Levant dan teknik-teknik
yang tidak dikenal di Barat. Oleh karena itu, ketika terjadi gencatan senjata, mereka
memanfaatkan kesempatan untuk mempelajari teknik-teknik baru di bidang pertanian,
industri dan kerajinan, serta melakukan hubungan perdagangan dengan orang-orang
Muslim.
Persentuhan Eropa dengan Peradaban Islam telah memberikan pengaruh luar
biasa terhadapa kehidupan mereka. Pengaruh terpenting yang diambil Eropa dari
pergaulannya dengan ummat Islam adalah semangat untuk hidup yang dibentangkan
oleh peradaban dan ilmu Islam. Keterpengaruhan Eropa pada peradaban Islam itu
bersifat menyeluruh. Hampir tidak ada satu sisi pun dari berbagai sisi kehidupan
Eropa yang tidak terpengaruh oleh peradaban Islam Hamid Fahmi Zarkasyi
menjelaskan dalam bukunya bahwa hakekat dari peradaban Barat Modern adalah
periode sejarah peradaban Barat yang persisnya terjadi saat kebangkitan masyarakat
Barat dari abad kegelapan kepada periode pencerahan, abad industri dan abad ilmu
pengetahuan (Majid, 2007: 36).
Periode ini didahului oleh zaman yang disebut dengan Zaman Penterjemahan
(Translation Age) khususnya penterjemahan karya-karya Muslim dalam bidang sains
(1050-1150) dari bahasa Arab ke dalam bahasa Latin. Sebab itu, Eugene Myers
dengan tegas menyimpulkan bahwa salah satu faktor terpenting kebangkitan Barat
adalah penterjemahan karya-karya cendekiawan Muslim.
Pada abad XV muncul gerakan renaissance, yaitu gerakan pencerahan atau
diartikan sebagai gerakan kelahiran kembali (rebirth) sebagai manusia yang serba
baru. Pada abad pertengahan ini Barat telah berhasil keluar dari Abad Kegelapan
(Dark Ages) dan mengembangkan suatu pandangan hidup baru (new worldview)
yang mengantarkan mereka kepada abad pencerahan. Gerakan ini pada akhirnya
menghancurkan otoritas gereja. Setelah adanya perjanjian Westphalia Agreement
pada tahun 1648 maka kekuasan dan otoritas paus dalam hal ini gereja jatuh.
Sehingga akhirnya kekuasaan diserahkan kepada negara masing-masing. Maka
lahirlah Nation State yang pada perjalanannya menjadi awal dari pemisahan negara
dan agama yang kemudian melahirkansekularisme (Majid, 2007: 37).
Dari sinilah kemudian ilmu yang berkembang di Barat menjadi jauh dari
nilai-nilai agama. Mereka mengatakan bahwa ilmu bebas nilai (free value). Ilmu
bersifat universal yang tidak ada kaitannya dengan persoalantrancendent. Ilmu bisa
dimiliki oleh siapa saja, di mana saja dan untuk apa saja, meskipun bertentangan
dengan nilai agama atau norma. Oleh karena itu, ilmu di Barat jauh dari moralitas.
Ilmu di Barat hanya berorientasi pada aspek fisik dan menafikan metafisik. Sebab
sumber ilmu di Barat bertumpu pada panca indera dan akal (rasio) semata. Sebab
itulah epistemologi Barat berangkat dari praduga-praduga, atau prasangka-prasangka,
atau usaha-usaha skeptis tanpa didasarkan pada wahyu. Yang mengakibatkan
lahirnya sains-sains yang hampa akan nilai-nilai spiritual dan akhirnya seperti yang
disimpulkan oleh Al Attas epistemologi Barat tidak dapat mencapai kebenaran,
apalagi hakekat kebenaran itu sendiri. Yang kemudian memunculkan ilmuwan-
ilmuwan yang skeptis dan atheis seperti Rene Descartes (1596 – 1650), David Hume
(1711 - 1776), Immanuel Kant (1724 - 1804), dan lain-lain. Menurut Kant,
metafisika adalah hanya ilusi transenden belaka (Majid, 2007: 38).
3. Pengaruh Peradaban Spanyol Islam di Eropa
Pemikiran Ibn Rusyd (1120-1198 M) mengedepankan sunnatullah menurut
pengertian Islam yang menuntut kebebasan berpikir dan melepaskan belenggu taklid
terhadap pantheisme dan antromorphoisme Kristen. Berawal dari gerakan Averroes-
isme ini lahir reformasi abad ke-16 dan rasionalisme pada abad ke-17 M. buku-buku
Ibn Rusyd di cetak di Vinesia. Terus banyak pemuda-pemuda Kristen Eropa belajar
di Universitas Islam di Spanyol, seperti: Universitas Cordova, Seville, Malaga,
Granada dan Salamanca. Mereka menerjemahkan buku-buku karaya ilmuan muslim
Setelah pulang ke negerinya, mereka mendirikan Sekolah dan Universitas yang sama.
Mereka memasukkan ilmu-ilmu seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti dan filsafat.
Yang paling banyak dipelajari yaitu pemikiran al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Rusyd (Yatim,
2008:108-110).
Pengaruh ilmu pengetahuan Islam menimbulkan gerakan kebangkitan
(Renaissance) pada abad ke-14 bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke-16,
rasionalisme pada abad ke-17 dan pencerahan (Aufklarung) pada abad ke-18 M.
Akhirnya umat Islam terusir dari negeri Spanyol (Yatim, 2008:108-110).
E. Penyebab Kemunduran Peradaban Islam Di Andalusia
Dalam sejarah dan literatur yang ada mengisyaratkan bahwa Islam di
Andalusia hanya mampu bertahan sekitar delapan abad saja, kalau di hitung memang
waktu yang cukup panjang dan terjadinya beberapa kali pergantian dinasti. Namun
pada akhirnya datang juga masa yang ditakuti yaitu masa-masa kehancuran, yang
sampai pada hari ini masih belum bangkit dari keluluhan itu. Di antara
penyebabiikeruntuhan peradaban dan pendidikan Islam di Andalusia (Yatim,
2008 :103) :
1. Konflik Agama
Pada akhir-akhir kemajuan peradaban pendidikan Islam di Andalusia, telah
muncul kepermukaan paham-paham dan perbedaan keyakinan. Kondisi yang tidak
menguntungkan bagi umat Islam telah membuat “berani” umat kristiani
menampakkan dirinya kepermukaan. Bahkan terang-terangan telah pula berani
menentang kebijakan penguasa Islam di kala itu. Para penguasa muslim tidak
melakukan Islamisasi secara sempurna, mereka sudah mera puas dengan menagih
upeti dari kerajaan-kerajaan kristen taklukannya dan membiarkan mereka
mempertahan hukum dan adat mereka, termasuk posisi hierarki tradisional, asal tidak
ada perlawanan bersenjata. Kondisi seperti ini dapat diprekdiksi, bahwa kelengahan
umat Islam termasuk toleransi dan wewenang yang diberikan kepada umat Kristen
telah dimanfaatkan untuk mencari kelemahan Islam di saat Islam lengah di kala itu.
Hal ini diperkuat pula oleh al-Qur‟an bahwa umat Kristen itu tidak akan pernah diam
dan senang, sebelum Islam bertekuk lutut kepadanya (Lebor, 2009:112).
2. Ideologi Perpecahan
Istilah ‘ibad dan muwalladu perendahan derajat kepada orang pribumi yang
mukallaf selalu dilakukan oleh orang-orang Islam keturunan Arab, sehingga
kelompok-kelompok etnis non-Arab selalu menimbulkan kegaduhan dan sering
menggerogoti serta merusak perdamaian atas celaan dan pemisahan kasta tersebut.
Kultur sosial kemasyarakatan ketika itu amat berpeluang besar terjadinya pertikaian,
apalagi dengan tidak adanya sosok pemimpin yang dapat mempersatukan ideologi
yang telah memecah belah persatuan. Sehingga keamanan negeri tidak lagi bisa
terjamin dengan baik dan terjadinya perampokan dimana-mana. Kondisi seperti ini
dimanfaatkan oleh umat Kristiani untuk menyusun kekuatan (Yatim, 2008 :103)
3. Krisis Ekonomi
Dalam situasi yang semakin sulit, umat Kristiani tidak lagi jujur
membayarkan upetinya kepada penguasa Islam. Dengan berbagai dalih, supaya upeti
dan pajak tidak lagi dikumpulkan kepada penguasa. Sering terjadi perampokan yang
di skenario oleh kelompok Kristiani, dan pada akhirnya menuduh umat Islam yang
berbuat aniaya kepadanya. Keadaan yang tidak kondusif ini membuat inkam negara
jauh berkurang, dan akhirnya berdampak besar kepada masyarakat. Padahal
dipertengahan kekuasaan Islam, pemerintah lebih memperhatikan kemajuan dan lupa
menata perekonomian, sehingga melemahkan ekonomi negara dan kekuatan militer
serta politik (Yatim, 2008 :103).
4. Peralihan Kekuasaan
Granada yang merupakan pusat kekuasaan Islam terakhir di Spanyol jatuh
ketangan Ferdinand dan Isabella. Sementera dikalangan Islam sendiri terjadi
perpindahan kekuasaan dengan sistem ahli waris. Pola yang masih dipertahankan
umat Islam dalam mengganti tampuk kepemimpinan kadang jauh dari kelayakan.
Sebagaimana bukti sejarah yang mengangkat seorang raja atas pertimbangan
keturunan yang masih berusia belasan tahun. Peralihan kekuasaan seperti ini (raja
yang masih berusia belia) sering keliru dalam mengambil keputusan dan kadang kala
terdapat kesalahan besar dan fatal akibatnya, baik terhadap pamornya, maupun
kestabilan kedaulatan dalam negeri Islam sendiri. Dengan demikian tidak ada lagi
kekuatan islam untuk membendung kebangkitan Kristen di daerah ini (Yatim,
2008 :103-104).
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Latar belakang ekspansi Islam ke Spanyol didasaari oleh semakin kuatnya
Islam di Afrika Utara sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung Liberia.
Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika Utara dan kemajuan Gothic yang
menguasai daerah tersebut sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting yakni
Tharif Ibnu Malik, Thariq Ibnu Ziyad dan Musa Ibnu Nushair telah melakukan
ekspansi wilayah kekuasaan Islam pada waktu yang tepat. Di saat seluruh wilayah
Afrika Utara sudah dikuasai dan kekuasaan kerajaan Gothic mulai melemah.
Langkah berikutnya adalah penguasaan Spanyol yang ada di seebeerng.
Perkembangan Islam i Spanyol berlangsung sekitar 800 tahun dan pernah mncaapaai
puncaknya saat di bawah kepemimpinan Abd Rahman III. Saat itu, Spanyol
mengalami kemajuan di peradaban di berbagai bidang terutama bidang aarsitektur.
Meskipun akhirnya Islm harus keluar dari Spanyol, peradaban peninggalan telah
membuat Eropa bangkit dari keterbelakangan. Pemikir filsafat seperti pemikiran al
Farabi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd telah membawa Eropa menjadi kawasan yang
maju intelektualitasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Irsan, A., Majid. 2007. Misteri Masa Kelam Islam dan Kemenangan Perang Salib.
Bekasi : Kalam Aulya Mediatama.
Lebor, Adam. 2009. Pergulalatan Muslim di Barat : Antara Identittas dan Integrasi.
Terjemahan Yuliani Liputo. Bandung : Mizan,
Syalabi, A. 1973. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai