Ajis
B.Ajis
C. Ajis
D. Pendidikan Kesehatan
2.1 PENGERTIAN PENDIDIKAN KESEHATAN
Pendidikan kesehatan adalah proses membuat orang mampu meningkatkan kontrol dam
memperbaiki kesehatan individu. Kesempatan yang direncanakan untuk individu, kelompok
atau masyarakat agar belajar tentang kesehatan dan melakukan perubahan-perubahan secara
suka rela dalam tingkah laku individu (Entjang, 1991)
Unsur program ksehatan dan kedoktern yang didalamnya terkandung rencana untuk merubah
perilaku perseorangan dan masyarakat dengan tujuan untuk membantu tercapainya program
pengobatan, rehabilitasi, pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Menurut Stewart
dikutip dari Effendi (1997)
Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang mampu menerapkan masalah dan
kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami apa yg dapat mereka lakukan terhadap
masalahnya, dengan sumber daya yg ada pada mereka ditambah dengan dukungan dari luar,
dan mampu memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat dan
kesejahteraan masyarakat (Mubarak, 2009).
Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 dan WHO, tujuan pendidikan
kesehatan adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan; baik secara fisik, mental dan sosialnya, sehingga produktif secara ekonomi
maupun social, pendidikan kesehatan disemua program kesehatan; baik pemberantasan
penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program
kesehatan lainnya (Mubarak, 2009).
Menurut Notoatmodjo (2007: 139) dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi
untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni:
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang (overt behaviour). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan:
Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
3) Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi real (sebenarnya).
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam
komponen – komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu
sama lain.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian –
bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu materi atau obyek.
Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus
atau obyek.
1) Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan
(obyek).
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan
adalah suatu indikasi dari sikap.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu
indikasi sikap tingkat tiga.
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan
sikap yang paling tinggi.
1) Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah
merupakan praktik tingkat pertama.
Dapat dilakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah
merupakan indikator praktik tingkat dua.
3) Mekanisme (mecanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu
itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
4) Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya
tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Menurut ( Notoatmodjo. S, 2003: 27 ) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat dilihat dari
berbagai dimensi, antara lain: dimensi aspek kesehatan, dimensi tatanan atau tempat
pelaksanaan pendidikan kesehatan,dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
Aspek Kesehatan
Telah menjadi kesepakatan umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup empat aspek
pokok yaitu:
Promosi ( promotif )
Pencegahan ( preventif )
Penyembuhan ( kuratif )
Pemulihan ( rehabilitatif )
Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran murid.
Pendidikan kesehatan di tempat-tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan yang
bersangkutan.
Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum, yang mencakup terminal bus, stasiun, bandar
udara, tempat-tempat olahraga, dan sebagainya.
Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan, seperti: rumah sakit, Puskesmas,
Poliklinik rumah bersalin, dan sebagainya.
Promosi kesehatan seperti peningkatan gizi, kebiasaan hidup dan perbaikan sanitasi
lingkungan.
Pembatasan Cacat yaitu seperti kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat tentang
kesehatan dan penyakit seringkali mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan
pengobatannya sampai tuntas, sedang pengobatan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan
orang yang ber sangkutan menjadi cacat.
Rehabilitasi (pemulihan).
Banyak dari kita yang sudah diajarkan pentingnya kesehatan sejak menginjak pendidikan
sekolah dasar hingga bangku sekolah menengah atas. Sehingga ketika kita dewasa, kita bisa
mengetahui mana yang berguna bagi kesehatan dan mana yang bisa menurunkan
kesehatan.Jika kita maknai lebih lanjut, sebenarnya ada beberapa alasan mengapa pendidikan
kesehatan itu Penting dan perlu diberikan. Antara lain:
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat, dalam membina dan
memelihara perilaku sehat dan lingkungan sehat, serta peran aktif dalam upaya mewujudkan
derajat kesehatan yg optimal.
Terbentuknya perilaku sehat pada individu, keluarga dan masyarakat yg sesuai dengan konsep
hidup sehat baik fisik, mental dan social sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan
kematian.
Agar orang mampu menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri, mampu memahami
apa yg dapat mereka lakukan terhadap masalahnya, dengan sumber daya yg ada pada mereka
ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan kegiatan yg tepat guna untuk
meningkatkan taraf hidup sehat dan kesejahteraan masyarakat
Pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan didalam bidang kesehatan.
Pendidikan kesehatan adalah suatu pedagogik praktis atau praktek pendidikan. Konsep dasar
pendidikan adalah proses belajar yang berarti didalam pendidikan itu terjadi proses
pertumbuhan, perkembangan, atau perubahan yang lebih dewasa, lebih baik, dan lebih matang
pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Berangkat dari suatu asumsi bahwa manusia
sebagai makhluk social dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup didalam
masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan (lebih dewasa,
lebih pandai, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya). Dalam mencapai tujuan tersebut,
seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar.
Seseorang dapat dikatakan belajar apabila didalam dirinya terjadi perubahan dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak dapat mengerjakan menjadi dapat mengerjakan sesuatu.
1) Belajar adalah kegiatan yang menghasilkan perubahan diri pada individu, kelompok atau
masyarakat yang sedang belajar, baik actual maupun potensial
2) Hasil belajar adalah bahwa perubahan tersebut di dapatkan karena kemampuan baru yang
berlaku untuk waktu yang relative lama
3) Perubahan itu terjadi karena usaha dan disadari bukan karena kebetulan
Bertolak dari konsep pendidikan, maka konsep pendidikan kesehatan itu juga proses belajar
pada individu, kelompok atau masyarakat dari tidak tahu tentang nilai-nilai kesehatan menjadi
tahu, dari tidak mampu mengatasi masalah-masalah kesehatannya sendiri menjadi mampu dan
lain sebagainya.
Pendidikan didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok
atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan (Prilaku) nya/mereka untuk mencapai
kesehatannya/mereka secara optimal. Batasan-batasan konsep pendidikan kesehatan yang
sering dijadikan acuan antara lain dari : Nyswander, Stuart, Green, tim ahli WHO dan lain
sebagainya.
Dalam perkembangannya, suatu ilmu secara sadar ataupun tidak sadar memerlukan ilmu-ilmu
lain sebagai alat bantunya. Ilmu pendidikan yang mempunyai tujuan akhir pada perubahan
tingkah laku manusia sudah barang tentu memerlukan banyak sekali ilmu bantu sesuai dengan
aspek yang mempengaruhi tingkah laku. Perilaku manusia cenderung bersifat holistik
(menyeluruh). Sebagai arah analisis, perilaku .manusia tersebut dapat dibagi menjadi 3 aspek,
yakni aspek fisiologi, psikologi dan sosial. Ketiga aspek tersebut sulit dibedakan dalam
pengaruh dan kontribusi pembentukan perilaku manusia.
Ilmu-ilmu yang mempelajari faktor-faktor tersebut di atas antara lain psikologi, antropologi,
sosiologi, komunikasi dan sebagainya. Oleh karena itu untuk menganalisis dan memecahkan
masalah kesehatan dari segi edukatif, sebenarnya adalah menganalisis dan memecahkan
masalah tingkah laku individu atau masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan mereka.
Umumnya tingkah laku itu dijabarkan di dalam 3 bentuk, yakni knowledge, attitude, dan
practice (KAP). Jadi apabila kita melihat problem kesehatan dengan kacamata edukatif maka
yang tampak adalah bagaimana sikap pengetahuan dan kebiasaan hidup dari masyarakat serta
faktor-faktor yang mempengaruhi. Demikian pula dengan cara pemecahannya.
Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman
dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan
sasaran pendidikan.
Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain,
karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan
tingkah lakunya sendiri.
Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
Ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada H.L.Blum.
Blum menyimpulkan bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap status
kesehatan. Disusul oleh perilaku mempunyai andil nomor dua. Pelayanan kesehatan, dan
keturunan mempunyai andil kecil terhadap status kesehatan.
Lawrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatar belakangi atau dipengaruhi 3 faktor
pokok yakni :
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa peranan pendidikan kesehatan adalah
melakukan intervensi faktor perilaku sehingga perilaku individu kelompok atau masyarakat
sesuai dengan nila-nilai kesehatan. Dengan kata lain pendidikan kesehatan adalah suatu usaha
ntuk menyediakan kondisi psikologis dari sasaran agar mereka berperilaku sesuai dengan
tuntutan nilai-nilai kesehatan.
Pokok dari pendidikan kesehatan adalah proses belajar. Kegiatan belajar terdapat tiga persalan
pokok, yakni :
Persoalan masukan dalam pendidikan kesehatan adalah menyangkut sasaran belajar (sasaran
didik) yaitu individu, kelompok atau masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan
berbagai latar belakangnya.
Persoalan proses
Persoalan proses adalah mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan (prilaku)
pada diri subjek belajar tersebut. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbale balik antara
berbagai faktor, antara lain : subjek belajar, pengajar (pendidik atau fasilitator) metode dan
teknik belajar, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari.
Keluaran (output)
Keluaran adalah merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau perubahan
perilaku dari subjek belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar ini ke dalam 4 kelompok besar, yakni : Faktor
materi (bahan mengajar), lingkungan, instrumental, dan subjek belajar. Faktor instrumental ini
terdiri dari perangkat keras (hardware) seperti perlengkapan belajar dan alat-alat peraga, dan
perangkat lunak (software) seperti fasilitator belajar, metode belajar, organisasi dan sebagainya
2.10 TEMPAT PELAKSANAAN PENDIDIKAN KESEHATAN
2) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan sasaran guru dan murid, yang
pelaksanaannya diintegrasikan dalam upaya kesehatan sekolah (UKS)
4) Pendidikan kesehatan di tempat – tempat kerja dengan sasaran buruh atau karyawan
Masyarakat mempunyai batasan sehat atau sakit yang berbeda dengan konsep sehat dan sakit
versi sistem medis modern (penyakit disebabkan oleh makhluk halus, guna-guna, dan dosa
Kepercayaan
Nilai Kebudayaan
Masyarakat Indonesia terdiri dari macam-macam suku bangsa yang mempunyai perbedaan
dalam memberikan nilai pada satu obyek tertentu. Nilai kebudayaan ini memberikan arti dan
arah pada cara hidup, persepsi masyarakat terhadap kebutuhan dan pilihan mereka untuk
bertindak.
Contoh : –
Wanita sehabis melahirkan tidak boleh memakan ikan karena ASI akan menjadi amis -Di New
Guinea, pernah terjadi wabah penyakit kuru. Penyakit ini menyerang susunan saraf otak dan
penyebabnya adalah virus. Penderita hanya terbatas pada anak-anak dan wanita. Setelah
dilakukan penelitaian ternyata penyakit ini menyebar karena adanya tradisi kanibalisme Sifat
Etnosentris
merupakan sikap yang memandang kebudayaan sendiri yang paling baik jika dibandingkan
dengan kebudayaan pihak lain.
Etnosentrisme
merupakan sikap atau pandangan yg berpangkal pada masyarakat dan kebudayaan sendiri,
biasanya disertai dengan sikap dan pandangan yg meremehkan masyarakat dan kebudayaan
lain. Seperti contoh, Seorang perawat/dokter menganggap dirinya yang paling tahu tentang
kesehatan, sehingga merasa dirinya berperilaku bersih dan sehat sedangkan masyarakat tidak.
Selain itu, budaya yang diajarkan sejak awal seperti budaya hidup bersih sebaiknya mulai
diajarkan sejak awal atau anak-anak karena nantinya akan menjadi nilai dan norma dalam
masyarakat. 5.
Norma
, merupakan aturan atau ketentuan yg mengikat warga kelompok dalam masyarakat, dipakai
sebagai panduan, tatanan, dan pengendali tingkah laku yg sesuai dan diterima oleh masyarakat.
Terjadi perbedaan norma (sebagai standar untuk menilai perilaku) antara satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain. Masyarakat menetapkan perilaku yang normaL
Bila wanita sedang sakit, harus diperiksa oleh dokter wanita dan masyarakat memandang lebih
bergengsi beras putih daipada beras merah, padahal mereka mengetahui bahwa vitamin B1
lebih tinggi diberas merah daripada diberas putih.
Inovasi Kesehatan
Tidak ada kehidupan sosial masyarakat tanpa perubahan, dan sesuatu perubahan selalu
dinamis. artinya setiap perubahan akan diikuti perubahan kedua, ketiga dan seterusnya.
Seorang petugas kesehatan jika akan melakukan perubahan perilaku kesehatan harus mampu
menjadi contoh dalam perilakukanya sehari-hari. Ada anggapan bahwa petugas kesehatan
merupakan contoh rujukan perilaku hidup bersih sehat, bahkan diyakini bahwa perilaku
kesehatan yang baik adalah kepunyaan/ hanya petugas kesehatan yang benar.
Jenis kelamin (sex). Wanita cenderung lebih sering memeriksakan kesehatan ke dokter dari
pada laki-laki.
Jenis pekerjaan yang berpengaruh besar terhadap jenis penyakit yang diderita pekerja.
Self Concept, menurut Merriam- Webster adalah : “the mental image one has of oneself yaitu
gambaran mental yang dipunyai seseorang tentang dirinya. Self concept ditentukan oleh tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan yang kita rasakan terhadap diri kita sendiri. Self concept adalah
faktor yang penting dalam kesehatan, karena mempengaruhi perilaku masyarakat dan perilaku
petugas kesehatan.
Image Kelompok. Image seorang individu sangat dipengaruhi oleh image kelompok. Perilaku
anak cenderung merefleksikan dari kondisi keluarganya.
Identitas Individu pada Kelompok. Identifikasi individu kepada kelompok kecilnya sangat
penting untuk memberikan keamanan psikologis dan kepuasan dalam pekerjaan mereka.
Inovasi akan berhasil bila kebutuhan sosial masyarakat diperhatikan
6 pelayanan kesehatan dan sosial, merubah kepedulian, dan aktivitas legislatif serta kebijakan.
Fungsinya sebagai advokat pada populasi yang mereka layani. Seperti advokasi untuk kesehatan
masyarakat dan promosi kesehatan lingkungan, menciptakan kondisi yang emperbaiki dan
mempertahankan kesehatan populasi dan merupakan peranan kunci dari perawat kesehatan
komunitas. Perawat kesehatan komunitas terlibat dalam penelitian untuk meningkatkan praktik
perawat kesehatan komunitas dan strategi serta intervensi khusus. Perawat harus memiliki tanggung
jawab secara aktif dalam meningkatkan ilmu berbasis bukti yang profesional. Dokumentasi yang
baik dan jelas merupakan bukti praktik perawat kesehatan komunitas yang efisien, efektif dan
strategi biaya yang menguntungkan dalam promotif kesehatan masyarakat. Ketika perawat
kesehatan komunitas bermitra dengan individu, fokusnya menjadi meningkatkan pengetahuan,
sikap dan praktik yang mendukung serta meningkatkan kesehatan dengan tujuan utama
memperbaiki keseluruhan kesehatan dari populasi. Sama juga tindakan dengan keluarga dan
komunitas yang meningkatkan kesehatan keluarga dan masyarakat keseluruhan. Aktivitas dengan
populasi berhubungan dengan organisasi, kebijakan, hukum dan termasuk stake holder kunci yang
mempengaruhi lingkungan dimana orang-orang tinggal dan menciptakan kondisi yang
meningkatkan kesehatan untuk semua. Menurut Depkes (2006) Pelayanan keperawatan kesehatan
komunitas dapat diberikan secara langsung pada semua tatanan pelayanan kesehatan , yaitu :
1. Di dalam unit pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, dll) yang mempunyai
pelayanan rawat jalan dan rawat nginap
2. Di rumah Perawat “home care” memberikan pelayanan secara langsung pada keluarga di
rumah yang menderita penyakit akut maupun kronis. Peran home care dapat meningkatkan
fungsi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mempunyai resiko tinggi masalah
kesehatan.
3. Di sekolah Perawat sekolah dapat melakukan perawatan sesaat (day care) diberbagai institusi
pendidikan (TK, SD, SMP, SMA, dan Perguruan tinggi, guru dan karyawan). Perawat sekolah
melaksanakan program screening kesehatan, mempertahankan kesehatan, dan pendidikan
kesehatan
7. Di Panti atau kelompok khusus lain, seperti panti asuhan anak, panti wreda, dan panti sosial
lainya serta rumah tahanan (rutan) atau lembaga pemasyarakatan (Lapas).
G. PERKESMAS
1. Definisi
Memberikan dukungan serta merawat, bukan hanya kepada invididual, namun juga
keluarga. Dengan demikian, dilihat dari pengertian serta tujuan di atas bisa disimpulkan
bahwa penekanan keperawatan komunitas terletak pada ‘health promotion, health
maintenance, disease, prevention and treatment of minor illments and restoration of health
and rehabilitation (MN, 2012)
c. Kelompok yang terorganisasi atau perwakilannya adalah bagian integral dari program
kesehatan komunitas
e. Keperawatan komunitas mengakui keluarga dan komunitas adalah bagian dari unit
pelayanan
f. Pendidikan kesehatan dan pelayanan konsultasi adalah bagian integral dari keperawatan
komunitas
j. Evaluasi pelayanan kesehatan ini harus dikerjakan secara periodik dan kontinyu
Pemantauan dilaksanakan secara periodik setiap bulan oleh kepala Puskesmas dan
Perawat koordinator Perkesmas. Hasil pemantauan terhadap pencapaian indikator kinerja
menjadi masukan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja perawat berikutnya, peningkatan
cakupan dan mutu pelayanan kesehatan. Sedangkan penilaian dilaksanakan minimal setiap
akhir tahun dan hasilnya digunakan untuk masukan dalam penyusunan perencanaan kegiatan
Perkesmas pada tahun berikutnya. Untuk memudahkan pemantauan dan penilaian kinerja
Perkesmas maka dilakukan penyajian hasil dengan menggunakan tabel, grafik balok/garis atau
grafik Pemantauan Wilayah Setempat (PWS). Penilaian dilakukan setahun sekali meliputi
semua aspek baik input, output, outcome sebagai masukan penyusunan rencana kegiatan
Perkesmas tahun berikutnya.
1. Identifikasi Masalah.
2. Sasaran.
Dengan adanya identifikasi masalah diatas, maka penulis dapat mengemukakan sasaran
yang ingin dicapai dalam rangka menuju pemecahan masalah . Adapun sasaran yang dimaksud
adalah seperti di bawah ini.
Dengan terpenuhinya sarana dan prasarana khususnya peralatan medis dan ruangan
yang memadai dalam melaksanakan kegiatan akan menimbulkan suasana yang nyaman dan
leluasa sehingga dapat membuat jiwa kita menjadi tenang. Adanya peralatan medis khusus
untuk kegiatan program Puskesmas yang dipunyai oleh masing-masing petugas (bidan dan
perawat) akam memudahkan kegiatan Puskesmas di masyarakat. Dan program perawatan
kesehatan masyarakat bisa berjalan dengan lancar.
Seperti sudah diuraikan pada bab terdahulu bahwa kendala/hambatan yang ditemui
dalam upaya peningkatan pelaksanaan kegiatan Perkesmas adalah faktor manusia sebagai
pelaksana yang mempunyai kelemahan, yaitu kurangnya kemampuan/keterampilan petugas
untuk melaksanakan tugas keperawatan.
3. Alternatif Pemecahan.
c. Melaksanakan pembinaan.
Dari beberapa kegiatan tersebut diatas kegiatan yang bisa dilaksanakan dan
berpengaruh langsung terhadap peningkatan kemampuan/keterampilan petugas Perkesmas
yaitu kegiaatan pelatihan bagi perawat, bidan dan bidan-bidan desa selaku pelaksana kegiatan
Perkesmas.
Dengan adanya strategi pemecahan masalah dari sasaran yang diharapkan, dapatlah
ditentukan sasaran umum dan sasaran khusus dari rencana kerja yang ingin dicapai. Adapun
sasaran umum dan saran khusus yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
a. Sasaran Umum :
4. Langkah-Langkah Kegiatan.
a. Persiapan yang terdiri dari pembentukan panitia, pencairan dana, pembuatan jadwal,
penyiapan perlengkapan serta pemberitahuan peserta pelatihan.
c. Pengendalian meliputi pemantauan, penilaian serta pelaporan dari semua kegiatan yang
dilaksanakan.
K.Kesehatan Lingkungan
1. Definisi
Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar dan dapat dilihat kejernihan
air tersebut, kalau sudah pasti kebersihannya dimasak dengan suhu 1000C, sehingga bakteri
yang di dalam air tersebut mati.
b. Keadaan Udara
Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat yang diperlukan, contohnya
oksigen dan di dalamnya tidak tercemar oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2
(zat carbondioksida).
c. Keadaan tanah
Tanah yang sehat adalah tanah yamh baik untuk penanaman suatu tumbuhan, dan tidak
tercemar oleh zat-zat logam berat.
d. Suara/kebisingan
Yaitu keadaan dimana suatu lingkungan yang kondisinya tidak bising yang dapat
mengganggu aktifitas/alat pendengaran manusia.
Dengan menanam tumbuhan sebanyak-banyaknya pada lahan kosong, maka kita juga
ikut serta mengurangi pemanasan global, karbon, zat O2 (okseigen) yang dihasilkan tumbuh-
tumbuhan dan zat tidak langsung zat CO2 (carbon) yang menyebabkan atmosfer bumi
berlubang ini terhisap oleh tumbuhan dan secara langsung zat O2 yang dihasilkan tersebut
dapat dinikmati oleh manusia tersebut untuk bernafas.
Dengan lingkungan yang sehat maka kita harus menjaga kebersihannya, karena
lingkungan yang sehat adalah lingkungan yang bersih dari segala penyakit dan sampah.Sampah
adalah mush kebersihan yang paling utama. Sampah dapat dibersihkan dengan cara-cara
sebagai berikut:
Sampah organik adalah sampah yang dapat dimakan oleh zat-zat organik di dalam
tanah, maka sampah organik dapat dibersihkan dengan mengubur dalam-dalam sampah
organik tersebut, contoh sampah organik:
1) Daun-daun tumbuhan
2) Ranting-ranting tumbuhan
3) Akar-akar tumbuhan
Sampah non organik adalah sampah yang tidak dapat hancur (dimakan oleh zat organik)
dengan sendirinya, maka sampah non organik dapat dibersihkan dengan membakar sampah
tersebut dan lalu menguburnya.
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi 2, secara umum
dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara umum, antara lain:
Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan
dan kesejahteraan hidup manusia.
Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan
institusi pemerintah serta lembaga non pemerintah dalam menghadapi bencana alam atau
wabah penyakit menular.
Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus, antara lain:
Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
Makanan dan minuman yang di produksi dalam skala besar dan di konsumsi secara luas oleh
masyarakat.
Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batu bara, kebakaran hutan, dan gas beracun
yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya
perubahan ekosistem.
Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah
sakit, dan lain-lain.
Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan
rantai penularan penyakitnya.
Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan.
d. Pengendalian Vektor
i. Kesehatan kerja
j. Pengendalian kebisingan
n. Pencegahan kecelakaan
Di Indonesia, ruang lingkup kesehatan lingkungan diterangkan dalam Pasal 22 ayat (3)
UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8, yaitu :
e. Pengamanan radiasi
f. Pengamanan kebisingan
a. Urbanisasi Penduduk
Di Indonesia, terjadi perpindahan penduduk dalam jumlah besar dari desa ke kota.
Lahan pertanian yang semakin berkurang terutama di pulau Jawa dan terbatasnya lapangan
pekerjaan mengakibatkan penduduk desa berbondong-bondong datang ke kota besar mencari
pekerjaan sebagai pekerja kasar seperti pembantu rumah tangga, kuli bangunan dan pelabuhan,
pemulung bahkan menjadi pengemis dan pengamen jalanan yang secara tidak langsung
membawa dampak sosial dan dampak kesehatan lingkungan, seperti munculnya permukiman
kumuh dimana-mana.
Berdasarkan survei yang pernah dilakukan, hanya sekitar 60% penduduk Indonesia
mendapatkan air bersih dari PDAM, terutama untuk penduduk perkotaan, selebihnya
mempergunakan sumur atau sumber air lain. Bila datang musim kemarau, krisis air dapat
terjadi dan penyakit gastroenteritis mulai muncul di mana-mana.
d. Pencemaran Udara
Tingkat pencemaran udara di Indonesia sudah melebihi nilai ambang batas normal
terutama di kota-kota besar akibat gas buangan kendaraan bermotor. Selain itu, hampir setiap
tahun asap tebal meliputi wilayah nusantara bahkan sampai ke negara tetangga akibat
pembakaran hutan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Hampir semua limbah cair baik yang berasal dari rumah tangga dan industri dibuang
langsung dan bercampur menjadi satu ke badan sungai atau laut, ditambah lagi dengan
kebiasaan penduduk melakukan kegiatan MCK di bantaran sungai. Akibatnya, kualitas air
sungai menurun dan apabila di-gunakan untuk air baku memerlukan biaya yang tinggi.
f. Bencana Alam/Pengungsian
Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, atau banjir yang sering terjadi di
Indonesia mengakibatkan penduduk mengungsi yang tentunya menambah banyak
permasalahan kesehatan lingkungan.
Perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah seringkali menimbulkan masalah baru
bagi kesehatan lingkungan. Contoh, pemberian izin tempat permukinan, gedung atau tempat
industri baru tanpa didahului dengan studi kelayakan yang berwawasan lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya banjir, pencemaran udara, air, dan tanah serta masalah sosial lain.
a. Faktor Lingkungan
1.) Kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan (masalah masalah
kesehatan).
2.) Kurangnya sebagian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam bidang kesehatan.
1.) Masih banyak insiden atau kebiasaan masyarakat yang selalu merugikan dan
membahayakan kesehatan mereka.
2.) Adat istiadat yang kurang atau bahkan tidak menunjang kesehatan.
2.) Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan. Budaya sadar sehatbelum merata ke
sebagian penduduk Indonesia.
3.) Tingkat social ekonomi dalam hal ini penghasilan juga masih rendah dan memprihatinkan.
1.) Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh dimana ada sebagian propinsi di indonsia
yang belum mendapat pelayanan kesehatan maksimal dan belum merata.
2.) Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih beriorientasi pada upaya kuratif.
3.) Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
Setelah tahun 1974 terjadi penemuan bermakna dalam konsep sehat serta memiliki
makna tersendiri bagi para ahli kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai
pertanda dimulainya era kebangkitan kesehatan masyarakat baru, karena sejak tahun 1974
terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional tentang karakteristik, konsep
dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama
(1991) para ahli kesehatan dan pembuat kebijakan secara bertahap beralih dari orientasi sakit
ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh :
1.) Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan kematian yang semula disebabkan
oleh penyakit infeksi ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
3.) Makin jelasnya pemahaman kita tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
penduduk.
b. Upaya Kesehatan
1.) Mempersiapkan bahan baku sumber daya manusia yang berkualitas untuk 20-25 tahun
mendatang.
5.) Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara
penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak sakit (85%) agar lebih tahan terhadap
penyakit.
6.) Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak, dan juga melindungi
masyarakat dari pencemaran.
9.) Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat dapat hidup dan bekerja secara
sehat.
11.) Pengembangan kebijakan yang dapat memberi perlindungan pada kepentingan kesehatan
masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-
preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik
kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti program kesehatan yang
menitikberatkan pada pembinaan kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit.
Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan baru perlu didahului dengan
perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama.
e. Indikator Kesehatan
WHO menyarankan agar sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada
empat hal sebagai berikut :
f. Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang
menekankan penyembuhan penyakit adalah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan
pembinaan bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh,
dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individu.
g. Pemberdayaan Masyarakat
Masalah kesehatan pada dasarnya adalah masalah politik oleh karena itu untuk
memecahkan masalah kesehatan diperlukan komitmen politik. Dewasa ini masih terasa adanya
anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap pembangunan
sosial ekonomi.
1. Terapi Okupasional
Adalah ilmu dan seni yang mempelajari bagaimana menggerakkan partisipasi individu
melalui kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk mengoreksi masalah-masalah patologik ke
arah pemeliharaan dan promosi derajat kesehatan.Kegiatan di bangsal biasanya berupa
kegiatan-kegiatan pada waktu luang dan kreasi seni untuk menilai kemampuan pasien dalam
memenuhi kegiatan sehari-hari (activities of daily living/ADL).Selain itu diberikan juga
kegiatan pendidikan latihan vokasional untuk bekal bekerja di masyarakat.Dengan terapi ii
mendorong pasien untuk mengembangkan minat untuk mempertahankan keterampilan lama
mempelajari keterampilan baru.
2. Terapi Edukasional
3. Rehabilitasi Vokasional
Yaitu suatu proses dimana pasien dikaji,dilatih dan ditempatkan sesuai dengan
pekerjaannya yang dapat membantunya mendapatkan kepuasan dan bermakna.Kegiatan ini
didasari kepada kepercayaan bahwa dengan memberinya pekerjaan akan menghasilkan
kreatifitas kepuasan dalam berhubungan sosial dengan orang lain,meningkatkan kebanggakan
dalam menyelesaikan tugas dan harga diri.Sebelum mengikuti terapi ini biasanya pasien
dilakukan test sikap ketrampilan,minat,kemudian diminta mengobservasi dan memcoba salah
satu jenis pekerjaan yang diminati,kemudian dinilai kembali untuk diberikan terapi. Tahap-
Tahap Rehabilitasi Pasien Gangguan Jiwa :
1) Tahap persiapan
2) Tahap penyaluran/penempatan
Merupakan usaha pemulangan pasien ke keluarga,tempat kerja atau masyarakat dan
instansi lain yang berfungsi sebagai pengganti keluarga,disamping usaha resosialisasi.
3) Tahap pengawasan
M . Posyandu
A. Pengertian
Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih tehnologi dan pelayanan kesehatan masyarakat
yang mempunyai nilai strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini.
Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga
berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola
dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS.
Beberapa kegiatan diposyandu diantaranya terdiri dari lima kegiatan Posyandu (Panca Krida
Posyandu), antara lain:
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan dan menyusui, serta bayi, anak balita dan
anak prasekolah
b. Memberikan nasehat tentang makanan guna mancegah gizi buruk karena kekurangan
protein dan kalori, serta bila ada pemberian makanan tambahan vitamin dan mineral
d. Penyuluhan kesehatan meliputi berbagai aspek dalam mencapai tujuan program KIA.
2. Keluarga Berencana
a. Pelayanan keluarga berencana kepada pasangan usia subur dengan perhatian khusus kepada
mereka yang dalam keadaan bahaya karena melahirkan anak berkali-kali dan golongan ibu
beresiko tinggi
3. Immunisasi
a. munisasi tetanus toksoid 2 kali pada ibu hamil dan BCG, DPT 3x, polio 3x, dan campak
1x pada bayi.
4. Peningkatan gizi
b. Memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada anak-
anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui
5. Penanggulangan Diare
Lima kegiatan Posyandu selanjutnya dikembangkan menjadi tujuh kegiatan Posyandu (Sapta
Krida Posyandu), yaitu:
2. Keluarga Berencana
3. Immunisasi
4. Peningkatan gizi
5. Penanggulangan Diare
6. Sanitasi dasar. Cara-cara pengadaan air bersih, pembuangan kotoran dan air limbah yang
benar, pengolahan makanan dan minuman
C. Pembentukan Posyandu
b. Posyandu dari masyarakat untuk masyarakat dan oleh masyarakat, sehingga menimbulkan
rasa memiliki masyarakat terhadap upaya dalam bidang kesehatan dan keluarga berencana
(Effendi, 1998).
E. Penyelenggara Posyandu
1. Pelaksana kegiatan, adalah anggota masyarakat yang telah dilatih menjadi kader kesehatan
setempat dibawah bimbingan Puskesmas
2. Pengelola posyandu, adalah pengurus yang dibentuk oleh ketua RW yang berasal dari
keder PKK, tokoh masyarakat formal dan informal serta kader kesehatan yang ada di wilayah
tersebut (Effendi, 1998).
F. Lokasi / Letak Posyandu
4. Bila tidak memungkinkan dapat dilaksanakan di rumah penduduk, balai rakyat, pos RT/RW
atau pos lainnya.
a. Penimbangan bulanan
2. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur
Dalam pelaksanaan tugasnya kader pada posyandu selalu didampingi oleh tim dari Puskesmas,
seperti pada pelaksanaan pada meja IV, apabila kader menemui masalah kesehatan, kader harus
berkonsultasi pada petugas kesehatan yang ada, masalah tersebut dapat berupa:
3. Balita yang sakit; batuk, sukar bernafas, demam dan sakit telinga.
7. Ibu yang pucat, sesak nafas, bengkak kaki terutama ibu hamil.
8. Ibu hamil yang menderita perdarahan, pusing kepala yang terus menerus (Depkes RI-
Unicef, 2000).
1. Mencatat hasil kegiatan UPGK dalam regester balita sampai terbentuknya balok SKDN.
2. Menggerakkan masyarakat untuk menghadiri dan ikut serta dalam kegiatan UPGK.
1. Bidan desa.
2. Kepala Desa.
6. Petugas PLKB.
1. Aspek komunikasi.
2. Tehnik berpidato.
4. Proses pengembangan.
3. Membantu secara aktif pelaksanaan pengumpulan data dan musyawarah masyarakat dalam
rangka membentuk Posyandu, penentuan lokasi, jadwal, pemilihan kader dan lain-lainnya.
1. Mengingatkan mendorong dan memberi semangat agar kader selalu melaksanakan tugasnya
di Posyandu dengan baik.
2. Mengingatkan ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan anak balita serta ibu usia subur
agar datang ke Posyandu sesuai jadwal yang telah ditentukan.
1. Mengamati apakah penyelenggaraan Posyandu telah dilakukan secara teratur setiap bulan,
sesuai jadwal yang telah disepakati.
2. Mengamati apakah Posyandu telah melaksanakan pelayanan secara lengkap (KIA, KB,
Gizi, Immunisasi dan penanggulangan diare).
3. Memberikan saran-saran kepada kepala desa / kelurahan dan kader agar Posyandu dapat
berfungsi secara optimal ( agar buka teratur sesuai jadwal, melakukan pelayanan secara
lengkap dan dikunjungi ibu hamil, ibu dan anak balita serta ibu usia subur).
4. Bila dipandang perlu, membantu mencarikan jalan agar Posyandu dapat melakukan
pemberian makanan tambahan kepada bayi dan anak balita secara swadaya.
6. Mencarikan jalan dan memberi saran-saran agar kader dapat bertahan melaksanakan tugas
dan perannya (tidak drop out). Misalnya dengan pemberian penghargaan, mengupayakan alat
tulis atau bantuan lainya.
7. Membahas bersama kepala desa / kelurahan dan tim pembina LKMD Kecamatan cara-cara
pemecahan masalah yang dihadapi Posyandu.
8. Agar pembinaan Posyandu dan pembinaan kader dilakukan oleh LKMD ini dapat
dilaksanakan dengan baik, maka cara dan pesan-pesan penyuluhan yang berkaitan dengan
promosi Posyandu juga perlu dipahami oleh LKMD
J. Posyandu Lansia
Posyandu Lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut disuatu wilayah
tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui
program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat
dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya (Erfandi, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2005), posyandu lansia adalah suatu bentuk keterpaduan
pelayanan kesehatan terhadap lansia ditingkat desa / kelurahan dalam masing-masing wilayah
kerja puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia berupa keterpaduan pada pelayanan
yang dilatar belakangi oleh kriteria lansia yang memiliki berbagai macam penyakit. Dasar
pembentukan posyandu lansia adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama
lansia.
b. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam
pelayanan kesehatan, disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.
a. Sasaran langsung, yaitu kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun), kelompok usia lanjut (60
tahun ke atas), dan kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas).
b. Sasaran tidak langsung, yaitu keluarga dimana lansia berada, organisasi sosial yang
bergerak dalam pembinaan usia lanjut, masyarakat luas (Departemen Kesehatan RI, 2006).
3. Kegiatan Posyandu Lansia
a. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti
makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan
sebagainya.
b. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan
menggunakan pedoman metode 2 (dua ) menit
c. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan dan
dicatat pada grafik indeks masa tubuh (IMT).
f. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula
(diabetes mellitus)
g. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya
penyakit ginjal.
h. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan
pada pemeriksaan butir-butir diatas.
i. Penyuluhan Kesehatan, biasa dilakukan didalam atau diluar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah kesehatan yang
dihadapi oleh individu dan kelompok usia lanjut.
j. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi kelompok usia lanjut yang tidak dating,
dalam rangka kegiatan perawatan kesehatan masyarakat.
Mekanisme pelayanan Posyandu Lansia tentu saja berbeda dengan posyandu balita pada
umumnya. Mekanisme pelayanan ini tergantung pada mekanisme dan kebijakan pelayanan
kesehatan di suatu wilayah penyelenggara. Ada yang menyelenggarakan posyandu lansia ini
dengan sistem 5 meja seperti posyandu balita, ada pula yang hanya 3 meja. 3 meja tersebut
meliputi :
a. Meja I: pendaftaran lansia, pengukuran dan penimbangan berat badan dan atau tinggi badan.
b. Meja II : melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan dan index massa tubuh (IMT);
juga pelayanan kesehatan seperti pengobatan sederhana dan rujukan kasus.
c. Meja III : melakukan kegiatan konseling atau penyuluhan, dapat juga dilakukan pelayanan
pojok gizi.
Masalah kesehatan pada lansia tentu saja berbeda dengan jenjang umur yang lain karena pada
penyakit pada lansia merupakan gabungan dari kelainan-kelainan yang timbul akibat penyakit
dan proses menua yaitu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti sel serta mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang
diderita.
Dr. Purma Siburian Sp PD, pemerhati masalah kesehatan pada lansia menyatakan bahwa ada
14 I yang menjadi masalah kesehatan pada lansia, yaitu :
a. Immobility (kurang bergerak), dimana meliputi gangguan fisik, jiwa dan faktor lingkungan
sehingga dapat menyebabkan lansia kurang bergerak. Keadaan ini dapat disebabkan oleh
gangguan tulang, sendi dan otot, gangguan saraf dan penyakit jantung.
b. Instability (tidak stabil/ mudah jatuh), dapat disebabkan oleh faktor intrinsik (yang
berkaitan dengan tubuh penderita), baik karena proses menua, penyakit maupun ekstrinsik
(yang berasal dari luar tubuh) seperti obat-obatan tertentu dan faktor lingkungan. Akibatnya
akan timbul rasa sakit, cedera, patah tulang yang akan membatasi pergerakan. Keadaan ini akan
menyebabkan gangguan psikologik berupa hilangnya harga diri dan perasaan takut akan
terjadi.
c. Incontinence (buang air) yaitu keluarnya air seni tanpa disadari dan frekuensinya sering.
Meskipun keadaan ini normal pada lansia tetapi sebenarnya tidak dikehendaki oleh lansia dan
keluarganya. Hal ini akan membuat lansia mengurangi minum untuk mengurangi keluhan
tersebut, sehingga dapat menyebabkan kekurangan cairan.
g. Impaction (konstipasi=sulit buang air besar), sebagai akibat dari kurangnya gerakan,
makanan yang kurang mengandung serat, kurang minum, dan lainnya.
i. Inanition (kurang gizi), dapat disebabkan karena perubahan lingkungan maupun kondisi
kesehatan. Faktor lingkungan dapat berupa ketidaktahuan untuk memilih makanan yang
bergizi, isolasi sosial (terasing dari masyarakat), terutama karena kemiskinan, gangguan panca
indera; sedangkan faktor kesehatan berupa penyakit fisik, mental, gangguan tidur, obat-obatan,
dan lainnya.
j. Impecunity (tidak punya uang), semakin bertambahnya usia, maka kemampuan tubuh untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan akan semaki berkurang, sehingga jika tidak dapat bekerja maka
tidak akan mempunyai penghasilan.
k. Iatrogenesis (penyakit akibat obat-obatan), sering dijumpai pada lansia yang mempunyai
riwayat penyakit dan membutuhkan pengobatan dalam waktu yang lama, jika tanpa
pengawasan dokter maka akan menyebabkan timbulnya penyakit akibat obat-obatan.
l. Insomnia (gangguan tidur), sering dilaporkan oleh lansia, dimana mereka mengalami sulit
untukmasuk dalam proses tidur, tidur tidak nyenyak dan mudah terbangun, tidur dengan
banyak mimpi, jika terbangun susah tidur kembali, terbangun didini hari-lesu setelah bangun
di pagi hari.
m. Immune deficiency (daya tahan tubuh menurun), merupakan salah satu akibat dari prose
menua, meskipun terkadang dapat pula sebagai akibat dari penyakit menahun, kurang gizi dan
lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta : EGC
Depkes. 2007. Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan Poskesdes dan
Depkes RI, 1996, Jakarta, Pedoman Pemantauan Penilaian Program Perawatan Kesehatan
Masyarakat.