DISUSUN OLEH:
ZULFAHMI HAKIM, S.Kep, 1601032013
B. Batasan lansia
Batasan seseorang dikatakan Lanjut usia masih diperdebatkan oleh para ahli
karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling mempengaruhi sebagai
indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses peneuan berdasarkan teori
psikologis ditekankan pada perkembangan). World Health Organization (WHO)
mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :
1. Middle Aggge (45-59 tahun)
2. Erderly (60-74 tahun)
3. Old (75-90 tahun)
4. Very old (> 91 tahun)
C. Proses Menua
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang
yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadapa berbagai penyakit dan kematian (Setiati dkk,
2006).
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan proses
kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal kehidupan
dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang
lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit,
kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan
berada dalam kontrol seseorang (Busse,1987; J.C Horn & Meer,1987 dalam Papalia,
Olds & Feldman, 2005).
2.2 Rematik
A. Definisi
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti
mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain
tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang
disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik
termasuk penyakit jaringan ikat.
Rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur jaringan
sekitarnya (tendon ligament, sinovia, otot sendi, dan tulang). Penyakit ini tidak
terbatas menyerang sendi bisa juga mengenai organ lain.
Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa golongan, yaitu :
1. Osteoartritis.
Penyakit merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban ini.
2. Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan
yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul.
Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.
4. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita.
Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya
mendekati masa menopause.
B. Gout
1. Pengertian
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat
dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat)
disebabkan karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari
ginjal.
Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Artritis akut disebabkan karena reaksi inflamasi
jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat.
2. Etiologi
Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu,dilihat dari
penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan
ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yang hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
a. Pembentukan asam urat yang berlebih.
1) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih
karana penyakit lain, seperti leukemia,terutama bila diobati dengan
sitostatika,psoriasis,polisitemia vera dan mielofibrosis.
b. Kurang asam urat melalui ginjal.
1) Gout primer renal terjadi karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal
yang sehat. Penyabab tidak diketahui
2) Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya
glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik..
c. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun secara klinis hal ini tidak
penting.
3. Patofisiologi
Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan.
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan
para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang
bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap
pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
c. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal kedalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan
jaringan.
4. Manifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adnya artritis,tofi dan batu ginjal. Yang
penting diketahui bahwa asm urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa.
Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya kristal
monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh
sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga,siku,lutut,dorsum
pedis,dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti 1 dan sebagainya.
Pada telinga misalnya karena permukaannya yang lebar dan tipis serta
mudah tertiup angin,kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi.
Demikian pula di dorsum pedis,kalkaneus karena sering tertekan oleh sepatu. Tofi
itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi oleh benda-benda asing
yang meradang termasuk sel-sel raksasa.
Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya
pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun oleh
rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari
sebelah dalam,disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan dan
nyeri ,nyeri sekali bila sentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu
minggu,lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit,tapi dapat merusak
tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asm urat yang dikelilingi reaksi radang pada
sinovia,tulang rawan,bursa dan jaringan lunak. Sering timbul ditulang rawan
telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout
yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
a. Mikrotrofi dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
b. Nefrolitiasis karena endapan asam urat
c. Pielonefritis kronis
d. Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah
tanpa adanya riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien
demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya karena menjadi
faktor resiko dikemudian hari dan kemungkinan terbentuknya batu urat diginjal.
5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan serangan akut
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:
1) Kolkisin
merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan serangan arthritis gout
maupun pencegahannya dengan dosis lebih rendah. Efek samping yang
sering ditemui diantaranya sakit perut , diare, mual atau muntah-muntah.
Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap Kristal urat dengan
menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5 – 0,6 mg per jam sampai
nyeri, mual atau diare hilang. Kontraindikasi pemberian oral jika terdapat
inflamammatory bowel disease.
2) OAINS
Semua jenis OAINS dapat diberin yang paling sering digunakan adalah
indometasin. Dosisi awal indometasin 25-50 mg setiap 8 jam.
Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikus aktif, gangguan fungsi
ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS.
3) Kortikosteroid
Untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS oral, jika sendi yang
terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif, contohnya
triamsinolon 10-40 mg intraartikular.
4) Analgesic
diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan aspirin karena
dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan
memperberat hiperurisemia. Tirah baring merupakan suatu keharusan dan
diteruskan sampai 24 jam setelah serangan menghilang.
b. Penatalaksanaan periode antara
1) Diet dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk, serta
diet rendah purin.
2) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti tiazid,
deuretik, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat
dari ginjal.
3) Kolkisin secara teratur
4) Penurunan kadar asam urat serum
a) Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus terhadap asam
urat yang telah difiltrasi dan mengurangi peyimpanannya
b) Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja menurunkan produksi
asam urat dan meningkatkan pembentukan xantin serta hipoxantin
dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.
6. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah ( > 6mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8mg%
dan pada wanita 7mg%. pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih tepatlagi bila
dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan
dengan led meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga sering tinggi (500
mg%/liter per 24 jam).
Disamping ini pemeriksaan tersebut,pemeriksaan cairan tofi juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti
susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan bila
ditemukan gambarankristal asam urat ( berbentuk lidi) pada sediaan mikroskopik.
8. Klasifikasi Gout
a. Gout primer
Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau
akibat penurunan ekresi asam urat
b. Gout sekunder
Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam
urat yang bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat gout arthritis antara lain :
B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan masalah keperawatan yang akan muncul pada penyakit rematik yang
dialami lansia adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai
dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn.H Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 78 tahun Suku : Jawa
Alamat : Semboro Agama : Islam
Pendidikan : SR Statua perkawinan : Kawin
B. Status Kesehatan
Saat ini klien merasa nyeri pada persendian pada lutut, nyeri dirasa saat klien duduk
dian, namun rasa nyeri hilang saat klien beraktifitas, rasa nyeri seperti kaku pada
daerah persendian kaki dan tangan dengan skala nyeri sedang dan dirasa hilang timbul
tidak pasti.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat alergi
Klien mengatakan, ia tidak ada pantangan / alergi terhadap obat, makanan,
binatang maupun lingkungan.
2. Riwayat penyakit
Klien mempunyai riwayat pada satu tahun terakhir terkena demam berdarah
3. Kebiasaan
Klien mengatakn klien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi
: Pasien
: Istri
E. Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum
Keadaan Tn. H tampak sehatdan bugar dan tampak memegangi kaki kanannya
sesekali. Kesadaran Compos Mentis.
2. Intergumen
a. Inspeksi
Kebersihan baik, kulit klien terlihat keriput, turgor kulit lembab hangat
berwarna kuning langsat, tidak ada kelainan dan masalah keperawatan
b. Palpasi
Turgor kulit elastic, tidak terdapat edema
3. Kepala
Bentuk kepala tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban,
rambut lurus. Penyebaran tidak merata.
4. Mata
Klien menggunakan kaca mata, Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
pupil isokhor, mata klien tampak sering berair, pergerakan bola mata simetris.
Klien dapat membaca hanya dalam jarak 30 cm.
5. Telinga
Bentuk telinga simetris, pendengaran baik di periksa dengan detik jam, secret,
serumen, benda asing tidak ada.
6. Mulut dan tenggorokan
Keadaan bibir lembat, keadaan gigi dan gusi bersih, bau mulut, stomatitis tidak
ada, gigi klien tidak lengkap.
7. Leher
Tidak teraba ada pembesaran kelenjar getah bening.
8. Payudara
Tidak ada masalah
9. Sistem pernafasan
a. Inspeksi
Bentuk thoraxs normal 2:1, pernafasan 20 x/I tidak ada kesulitan bernafas
tidak ada usaha dengan menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada
pernafasan cuping hidung. Tidak terdapat sianosis pada bibir dan keadaan
kuku normal.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, pengambangan dada simetris premitus taktil .
c. Perkusi
Tidak terdapat odema, bunyi resonan.
d. Auskultasi
Tidak terdapat suara tambahan, bunyi jantung normal (lub-dub), tidak ada
masalah keperawatan
10. Sistem kardiovaskular
a. Perkusi
Perkusi jantung terdengar pekak.
b. Auskultasi
Irama jantung terdengar regular TD 110/70 mmHg
11. Sistem gastrointestinal
c. Inspeksi
Perut buncit umbilicus tidak menonjol tidak terlihat benjolan masa
d. Auskultasi
Peristaltik usus 8x/menit normalnya 5-25x/m
e. Palpasi
Nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites
tidak ada
12. Sistem urinaria
Tn.H BAK dengan frekuensi tidak tentu ± setiap 6-8jam sekali, pada wktu mlm
klien sering terbangun untuk BAK ± 2-3 kali, klien mengatakn klien mampu
menahan BAK selama klien inginkan tidak sakit saat BAK dan lancar. Klien
mengatakan pernah mengalami kesulitan untuk defekasi karena sering menahan
untuk untuk defekasi.
13. Sistem genetoreproduksi
Klien mengatakan klien memiliki anak 4 orang anak.
14. Sistem muskulosceletal
Kedua kaki dan tangan Tn. H tampak sejajar dan sama besar dan panjang, tampak
adanya scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik, pergerakan kedua tangan
dan kaik baik, kekuatan otot baik, tetapi kaki kanan dan persendian klien sering
merasa linu dan kesemutan.
15. Sistem syaraf pusat
Tidak ada cedera kepala, tidak ada peningkatan TIK, tidak memiliki riwayat
kejang
16. Sistem endokrin
Tn. H mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan gondok.
2. Barthel index
No. Kegiatan Dengan Mandiri
Bantuan
1. Makan/Minum 0 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat 0 15
tidur/sebaliknya
3. Kebersihan diri (cuci muka, gosok gigi, 0 5
menyisir rambut)
4 Keluara masuk kamar mandi (menyeka 0 10
tubuh, menyiram, mencuci baju)
5. Mandi 0 15
6. Jalan-jalan di permukaan datar 0 5
7. Naik turun tangga 0 10
8. Memakai baju 0 10
9. Kontrol BAK 0 10
10. Kontrol BAB 0 10
Jumlah 0 100
Kesimpulan:
Jumlah skor 100 = mandiri
Tanggal/ Diagnosa
No. Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
Waktu
1. 14-03- DX 1 Pain Management Subjektif: f
2017 1. Melakukan pengkajian Klien mengatakan masih merasakan nyeri di bagian lutut,
nyeri secara komprehensif munculnya nyeri biasanya setelah beraktifitas. Saat aktifitas nyeri
termasuk lokasi, tidak dirasakan, tetapi saat duduk baru nyeri dirasakan, bila dibawa
karakteristik, durasi, istirahat (tidur) nyeri berkurang.
frekuensi, kualitas dan Klien mengatajakan nyeri dirasakan skala 5 (sedang), munculnya
faktor presipitasi nyeri tidak pasti.
2. Mengobservasi reaksi Klien mengatakan mengerti cara mengurangi nyeri dengan cara
nonverbal dari kompres air hangat.
ketidaknyamanan TTV : Tanda-tanda vital
Gunakan teknik Td : 160/100 mmHg
komunikasi terapeutik Suhu : 36,6oC
untuk mengetahui Nadi : 84 x/menit
pengalaman nyeri pasien RR : 20 x/menit
3. Mengkaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
4. Mengajarkan tentang Objektif:
manjemen nyeri : Klien tampak memegang lututnya dan meringis nyeri.
kompres hangat. Klien tampak mengerti menajemen nyeri (kompres hangat) yang
5. Memberikan analgetik diajarkan oleh perawat.
untuk mengurangi nyeri Klien tampak belum bisa mengontrol nyeri dan belum bisa
6. Mengevaluasi keefektifan melakukan manejemen nyeri yang diajarkan perawat.
kontrol nyeri Asasment:
7. Melakukan TTV Masalah nyeri belum teratasi
Planning:
Lanjutkan itervensi:
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
3. Mengajarkan tentang manjemen nyeri : Kompres hangat.
4. Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
14-03- DX 2 Peningkatan Tiidur Subjektif: f
2017 1. Menetapkan pola kegiatan Klien mengatakan biasanya tidur siang setelah shalat zuhur
dan tidur pasien Klien mengatakan saat tidur malam hanya 3 - 4 jam, sering
2. Memonitor pola tidur terbangun saat malam
pasien dan jumlah jam Klien mengatakan sulit untuk tidak memikirkan masalah yang
tidurnya dialaminya (memikirkan keluarga yang tidak sesuai dengan harapan
3. Menjelaskan pentingnya klien). Sehingga hal tersebut membuatnya terbangun saat tidur dan
tidur selama sakit dan sulit untuk tidur lagi.
stress fisik Klien mengatakan mengerti pentingnya tidur yang cukup untuk
4. Membantu pasien untuk kesehatan tubuh.
menghilangkan situasi Objektif:
stress sebelum jam Klien sudah memiliki jadwal harian.
tidurnya (saat tidur siang) Klien tampak mengerti dengan penjelasan perawat tentang
pentingnya pola tidur yang cukup.
Assesment:
Masalah Gangguan pola tidur teratasi sebagian.
Planning:
Lanjutkan Intervensi:
1. Memonitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
2. Membantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum
jam tidurnya (saat tidur siang)
3. Menetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
(mempraktekkan secara Klien tampak mengerti menajemen nyeri (kompres hangat) yang
Dalam bab ini penulis membahas masalah yang dijumpai selama melaksanakan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. H Dengan Diagnosa Medis gout arthritis di wisma
seroja PSLU kasiyan jember”
Penulis memberikan Asuhan Keperawatan pada klien selama 3 hari sejak 16 maret
2016 sampai 18 Maret 2016 dimana penulis menggunakan metode pendekatan proses
keperawatan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah keperawatan.
4.1 Pengkajian
1. Identitas Klien.
Pada tinjauan teori dan kasus yang perlu dikaji dari identitas klien adalah
nama, jenis kelamin, pendidikan, umur, suku status, pekerjaan, alamat, agama, tanggal
masuk rumah sakit, ruangan, kamar klien, nomor register, dan penanggung jawab
dalam perawatan. Hal ini berguna agar Asuhan Keperawatan yang tepat dapat
dilakukan sesuai dengan individu yang bersangkutan.
Semua data diatas merupakan indikator penting bagi klien yang mengalami
masalah sistem neorologi, yang merupakan penyebab kematian utama
Pada kasus usia, jenis kelamin dan suku juga sangat mempengaruhi karena
semakin tua usia seseorang resiko mengidap suatu penyakit semakin tinggi pula, jenis
kelamin dan suku juga sangat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Sehingga dapat
kita ketahui seberapa besar klien beresiko mengidap suatu penyakit
2. Keluhan Utama.
Keluhan utama yang muncul pada klien dengang rematik kami temukan pada
hari adalah nyeri dan gangguan tidur
3. Pemeriksaan Fisik.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe. Hal ini perlu dikaji untuk
mengetahui status kesehatan klien dan dapat membuat rencana tindakan keperawatan
serta melaksanakannya dengan tepat.
Pada pemeriksaan fisik di tinjauan kasus adanya, nyeri klien mengeluh nyeri
pada persendian kedua lututnya
4. Pengkajian Depresi
Pada tinjuan kasus ditemukan klien mengalami depresi sedang, klien sering
merasa kosong dan bosan, tidak memiliki harapan untuk hidupnya kesepan, klien
hanya berharap dapat meninggal dalam khusnul khotimah
4.2 Diagnosa Keperawatan.
Pada tinjauan teoritis diagnose yg mungkin muncul adalah
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai
dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas
Pada tinjauan kasus penulis menemukan dua diagnosa keperawatan yang muncul
yaitu :
4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan pencapaian tujuan dari proses keperawatan dimana penulis
melakukan evaluasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan pada tujuan dan hanya
dilakukan pada masalah yang terdapat pada kasus. Penulis melakukan evaluasi setiap hari
pada catatan perkembangan agar lebih efektif dalam mengevaluasi perkembangan yang
terjadi pada klien.
Pada hari pertama hingga hari ketiga intervensi, klien masih merasakan adanya
nyeri namun rasa nyeri masih dapat terkontrol rasa nyeri tersebut juga timbul sewaktu-
waktu tidak secara terus menerus. Gangguan pola tidur klien berangsur-angsur hilang
namun belum sepenuhnya klien masih sulit tertidur namun dalam rentang waktu yang
lebih sedikit
4.6 Jurnal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Armi Kurnia Tarbiyati Dan Soewadi, Sumarni
di kecamatan mergangsan yogyakarta pada tahun 2004 dengan judul hubungan antara
insomnia dan depresi pada lanjut usia di kecamatan mergangsan Yogyakarta, terdapat
pengaruh antara terjadinya depresi pada lansia terhadap insomnia, begitu juga yang terjadi
pada klien kami Tn. H menurut hasil pengajian skala depresi klien mengalami depresi
sedang,dan kesulitan untuk tidur (insomnia) klien merasa, tidak memiliki harapan hidup
kedepan, klien juga merasa kosong, klian sering memikirkan masalah dalam keluarganya
sebelum klien tidur, klien juga sering terbangun dimalah hari namun sulit untuk tidur lagi.
Depresi pada lansia kadang-kadang tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan
penanggungan yang semestinya karena gejala-gejala yang muncul seringkali dianggap
sebagai proses penuaan yang normal. Dalam masyarakat perempuan lebih besar
mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki, ini disebabkan karena ada perempuan
yang bekerja dan mengurus rumah tangga, maka peluang muncul masalah yang dihadapi
lebih banyak sehingga dapat mengganggu pikiran dan dapat mencetuskan terjadinya
depresi dan insomnia.
Proses menjadi lansia akan membawa perubahan pola tidur. Gangguan yang sering
dijumpai pada lansia adalah insomnia. Sepertiga dari populasi yang lebih tua dari 65
tahun mengalami insomnia.
Penelitian oleh Suryo 2003 menyatakan bahwa dibandingkan dengan cemas dan nyeri
maka kejadian depresi pada lansia dengan insomnia adalah yang terbanyak. Marchia
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat depresi semakin besar kemungkinan
mengalami insomnia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Sumirta tahun 2008
tentang hubungan antara aktifitas fisik dengan depresi pada lansia dipanti pelayanan
lanjut usia wana seraya denpasar hal ini bertolak belakang dengan klien kami Tn. H. Tn.
H masih dapat melakukan aktifitas secara mandiri dan dapat beraktifitas secara normal
bebas tanta adanya masalah pada mobilisasi klien, hasil studi yang dilakukan oleh I
Nengah Sumarti tahun 2008 dan Bondan tahun 2005 yang menyatakan keterbatasan
melakukan aktifitas dapat menyebabkan depresi, depresi juga dapat menyebabkan
disabilitas fisik. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariawan tahun 2000
faktor factor yang dapat menimbulkan depresi pada lansia adalah stress psikologi,
keterbatasan melakukan ADL dan aktifitas kegiatan instrument setiap hari Dan klien kami
Tn. H mengalami gangguan depresi dikarenakan masalah psikologi
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan rematoid astritis maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesenjangan antara teori dan kasus pada
pengakajian tidak ditemukan semua tanda dan gejala hanya beberapa yaitu nyeri kronis
berhubungan dengan krtunadayaan fisik (artritis) dan gangguan pola tidur berhubungan
dengan insomnia
Pada penatalaksanaan yang terjadi dilapangan Tn.H kooperatif dan mau diajak
bekerja sama sehingga memudahkan proses keperawatan
5.2 Saran.
Berdasarkan hasil penerapan kasus yang telah dilakukan pada klien, maka penulis
memberikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi kita semua untuk perbaikan
dimasa yang akan datang.