Anda di halaman 1dari 50

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA TN.

S DENGAN GOUT ARTRITIS


DI PSTW KASIYAN JEMBER

DISUSUN OLEH:
ZULFAHMI HAKIM, S.Kep, 1601032013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
MARET, 2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang
kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH
mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain
menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia
lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga,
masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas
lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan
mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi
kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan
lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental.
Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan
setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas.
Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau
lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan(HealthyPeople).
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal
menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit
masyarakat usia >55 tahun (Household Survey on Health, Dept. Of Health). Dan
berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati
urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo).
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut
(lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih
kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan tahun 2025
jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia.
Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau
menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat
rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian ini sering menyerang
lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta
diabetes (Health-News,2007).
Perubahan – perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin
meningkatnya usia. Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut
pada semua organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa golongan
reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai usia lanjut
yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah osteoartritis. Kejadian
penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan fungsi
otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih dengan baik.
Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik. Bagaimana
timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya dapat
dimengerti.
Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan suatu sindrom
dan.golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma reumatik cukup
banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri. Menurut kesepakatan
para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap sebagai keluhan dan/atau
tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan utama pada sistem
muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan kelemahan, serta adanya tiga
tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan otot, dan gangguan gerak.
(Soenarto).
Berdasarkan kasus diatas maka penulis tertarik untuk membahas tentang
perawatan pasien dengan Gout atrihtis sebagai bahan makalah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Gerontik Pada Tn. S Dengan gout artritis Di Wisma Cempaka di
PSTW Kasiyan Jember”.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Adapun rumusan masalah dalam makalah Asuhan Keperawatan Gerontik Pada
Tn. S dengan gout artritis adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan gout artritis pada lansia?
2. Apa Etiologi, Patofisiologi serta Manifestasi Klinis gout artritis yang terjadi pada
lansia?
3. Bagaimana Asuhan Keperawatan Gerontik pada lansia dengan gout artritis?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum tentang gout arthritis yang terjadi pada lansia.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengertian, etiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala yang
terjadi pada lansia penderita gout artritis.
b. Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan gerontik yang
sesuai diberikan pada lansia dengan gout arthritis.

1.4 METODE PENULISAN


1. Studi kepustakaan
Mencari buku-buku sumber, referensi-referensi, majalah, jurnal yang berhubungan
dengan Asuhan Keperawatan Gerontik pada klien dengan masalah gout artritis.
2. Studi kasus
Mengangkat satu kasus dengan menerapkan Asuhan keperawatan gerontik yang
berpedoman pada proses keperawatan dengan langkah-langkahnya dari tahap
pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, rencana tindakan keperawatan,
implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan dan pembahasan dengan
perbandingan jurnal yang sesuai dengan kasus.
3. Studi dokumentasi
Membaca, melakukkan pengkajian, menganalisa data status klien untuk
mendapatkan informasi penting dan lengkap tentang klien tersebut.

1.5 Manfaat penulisan


1. Manfaat bagi penulis
Memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
secara nyata. Menerapkan teori yang sudah didapat dalam memberikan asuhan
keperawatan khususnya Asuhan Keperawatan Gerontik dengan masalah gout
artritis, memperoleh pengalaman dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada klien secara nyata, dan menambah wawasan dalam menangani klien
dengan masalah gout artritis.
2. Manfaat bagi institusi PSTW Kasian jember
Asuhan keperawatan Gerontik ini kiranya dapat menjadi referensi bagi pembaca
dan juga sebagai bahan pertimbangan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
gerontik.
3. Manfaat bagi institusi pendidikan
Sebagai kelengkapan tugas praktek Profesi Ners pada Stase Keperawatan
Gerontik Di PSTW Kasiyan Jember dan juga sebagai referensi untuk menambah
wawasan bagi mahasiswa.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Lansia


A. Pengertian
Dalam Undang-undang No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia
menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia, ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN).
Menurut prof koesmoto setyonegoro lanjut usia adalah orang yg berumur 65
tahun keatas. Sebenarnya lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidakapat
ditentukan oleh tuhan yang maha esa (Wahyudi, 2000).

B. Batasan lansia
Batasan seseorang dikatakan Lanjut usia masih diperdebatkan oleh para ahli
karena banyak faktor fisik, psikis dan lingkungan yang saling mempengaruhi sebagai
indikator dalam pengelompokan usia lanjut. Proses peneuan berdasarkan teori
psikologis ditekankan pada perkembangan). World Health Organization (WHO)
mengelompokkan usia lanjut sebagai berikut :
1. Middle Aggge (45-59 tahun)
2. Erderly (60-74 tahun)
3. Old (75-90 tahun)
4. Very old (> 91 tahun)

C. Proses Menua
Menua adalah proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang
yang frail dengan berkurangnya sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan
meningkatnya kerentanan terhadapa berbagai penyakit dan kematian (Setiati dkk,
2006).
Terdapat dua jenis penuaan, antara lain penuaan primer, merupakan proses
kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang dimulai pada masa awal kehidupan
dan terus berlangsung selama bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang
lakukan untuk menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil penyakit,
kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang sebenarnya dapat dihindari dan
berada dalam kontrol seseorang (Busse,1987; J.C Horn & Meer,1987 dalam Papalia,
Olds & Feldman, 2005).

D. Perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia


1. Perubahan Fisik
Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai kesemua sistem organ tubuh,
diantaranya sistem pernafasan, pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, sistem
pengaturan tubuh, muskuloskeletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan
integumen.
a. Sistem pernafasan pada lansia.
1) Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara
inspirasi berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
2) Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga
potensial terjadi penumpukan sekret.
3) Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga
jumlah udara pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau
pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
4) Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan
normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
5) Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose
oksigenasi dari hemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua
kejaringan.
6) CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga
menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
7) kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium
dari saluran nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
b. Sistem persyarafan.
1) Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
2) Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
3) Mengecilnya syaraf panca indera.
4) Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
pencium & perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan
rendahnya ketahanan terhadap dingin.
c. Perubahan panca indera yang terjadi pada lansia.
1) Penglihatan
a) Kornea lebih berbentuk skeris.
b) Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa).
d) Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap
kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada
skala.
2) Pendengaran.
a) Presbiakusis (gangguan pada pendengaran) :
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,
terutama terhadap bunyi suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara
yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 % terjadi pada usia diatas
umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena
meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a) Menurunnya kemampuan pengecap.
b) Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera
makan berkurang.
4) Peraba.
a) Kemunduran dalam merasakan sakit.
b) Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
d. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut.
1) Katub jantung menebal dan menjadi kaku.
2) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volumenya.
3) Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Kurangnya efektifitasnya pembuluh darah perifer untuk oksigenasi,
perubahan posisi dari tidur keduduk ( duduk ke berdiri ) bisa menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg ( mengakibatkan pusing
mendadak ).
4) Tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer (normal ± 170/95 mmHg ).
e. Sistem genito urinaria.
1) Ginjal, Mengecil dan nephron menjadi atropi, aliran darah ke ginjal
menurun sampai 50 %, penyaringan diglomerulo menurun sampai 50 %,
fungsi tubulus berkurang akibatnya kurangnya kemampuan
mengkonsentrasi urin, berat jenis urin menurun proteinuria ( biasanya + 1 )
; BUN meningkat sampai 21 mg % ; nilai ambang ginjal terhadap glukosa
meningkat.
2) Vesika urinaria / kandung kemih, Otot otot menjadi lemah, kapasitasnya
menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekwensi BAK meningkat,
vesika urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga
meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat ± 75 % dimulai oleh pria usia diatas 65 tahun.
4) Atropi vulva.
5) Vagina, Selaput menjadi kering, elastisotas jaringan menurun juga
permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, reaksi sifatnya lebih
alkali terhadap perubahan warna.
6) Daya sexual, Frekwensi sexsual intercouse cendrung menurun tapi
kapasitas untuk melakukan dan menikmati berjalan terus.
f. Sistem endokrin / metabolik pada lansia.
1) Produksi hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi paratiroid dan sekesinya tak berubah.
3) Pituitary, Pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya ada di
pembuluh darah dan berkurangnya produksi dari ACTH, TSH, FSH dan
LH.
4) Menurunnya aktivitas tiriod Ù BMR turun dan menurunnya daya
pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon bonads : progesteron, estrogen, testosteron.
7) Defisiensi hormonall dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari
sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa (stess).
g. Perubahan sistem pencernaan pada usia lanjut.
1) Kehilangan gigi, Penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa
terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang
buruk dan gizi yang buruk.
2) Indera pengecap menurun, Adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir,
atropi indera pengecap (± 80 %), hilangnya sensitivitas dari syaraf
pengecap dilidah terutama rasa manis, asin, asam & pahit.
3) Esofagus melebar.
4) Lambung, rasa lapar menurun (sensitivitas lapar menurun ), asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah & biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbsi melemah ( daya absorbsi terganggu ).
7) Liver ( hati ), Makin mengecil & menurunnya tempat penyimpanan,
berkurangnya aliran darah.
h. Sistem muskuloskeletal.
1) Tulang kehilangan densikusnya Ù rapuh.
2) resiko terjadi fraktur.
3) kyphosis.
4) persendian besar & menjadi kaku.
5) pada wanita lansia > resiko fraktur.
6) Pinggang, lutut & jari pergelangan tangan terbatas.
7) Pada diskus intervertebralis menipis dan menjadi pendek (tinggi badan
berkurang ).
i. Perubahan sistem kulit & karingan ikat.
1) Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2) Kulit kering & kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya
jaringan adiposa
3) Kelenjar kelenjar keringat mulai tak bekerja dengan baik, sehingga tidak
begitu tahan terhadap panas dengan temperatur yang tinggi.
4) Kulit pucat dan terdapat bintik bintik hitam akibat menurunnya aliran
darah dan menurunnya sel sel yang meproduksi pigmen.
5) Menurunnya aliran darah dalam kulit juga menyebabkan penyembuhan
luka luka kurang baik.
6) Kuku pada jari tangan dan kaki menjadi tebal dan rapuh.
7) Pertumbuhan rambut berhenti, rambut menipis dan botak serta warna
rambut kelabu.
8) Pada wanita > 60 tahun rambut wajah meningkat kadang kadang menurun.
9) Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme yang menurun.
10) Keterbatasan reflek menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak rendahnya akitfitas otot.
11) Perubahan sistem reproduksi dan kegiatan sexual.
a) selaput lendir vagina menurun/kering.
b) menciutnya ovarium dan uterus.
c) atropi payudara.
d) testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara
berangsur berangsur.
e) dorongan sex menetap sampai usia diatas 70 tahun, asal kondisi
kesehatan baik.
2. Perubahan-perubahan mental/ psikologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan
f. Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian
g. Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan
h. Rangkaian dari kehilangan yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan
famili
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri
dan perubahan konsep diri
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering
berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh
karena faktor lain seperti penyakit-penyakit
Kenangan (memory) ada dua; 1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai
berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa perubahan, 2) Kenangan jangka
pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation; 1) tidakberubah dengan informasi matematika dan
perkataan verbal, 2) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan
psikomotorterjadi perubahan pada daya membayangkan, karena tekanan-tekanan
dari faktro waktu.
3. Perubahan Spiritual
Agama atau kepercayaan makin terintegarsi dalam kehidupannya
(Maslow,1970). Lansia makin matur dalam kehidupan keagamaannya, hal ini
terlihat dalam berpikir dan bertindak dalam sehari-hari.

2.2 Rematik
A. Definisi
Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos yang berarti
mucus, suatu cairan yang dianggap jahat mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain
tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri atau dengan kata lain, setiap kondisi yang
disertai kondisi nyeri dan kaku pada sistem muskuloskeletal disebut reumatik
termasuk penyakit jaringan ikat.
Rematik adalah penyakit yang menyerang sendi dan struktur jaringan
sekitarnya (tendon ligament, sinovia, otot sendi, dan tulang). Penyakit ini tidak
terbatas menyerang sendi bisa juga mengenai organ lain.
Reumatik dapat dikelompokkan atas beberapa golongan, yaitu :
1. Osteoartritis.
Penyakit merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang
lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak pada sendi – sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban ini.
2. Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat juga
menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3. Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan kekakuan
yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu dan panggul.
Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar 50 tahun ke atas.
4. Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran khusus,
yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari pada wanita.
Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada wanita biasanya
mendekati masa menopause.

B. Gout
1. Pengertian
Artritis pirai (Gout) adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena
deposisi kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi. gout terjadi sebagai akibat
dari hyperuricemia yang berlangsung lama (asam urat serum meningkat)
disebabkan karena penumpukan purin atau ekresi asam urat yang kurang dari
ginjal.
Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Artritis akut disebabkan karena reaksi inflamasi
jaringan terhadap pembentukan kristal monosodium urat monohidrat.
2. Etiologi
Gejala artritis akut disebabkan oleh reaksi inflamasi jaringan terhadap
pembentukan kristal monosodium urat monohidrat. Karena itu,dilihat dari
penyebabnya penyakit ini termasuk dalam golongan kelainan metabolik. Kelainan
ini berhubungan dengan gangguan kinetik asam urat yang hiperurisemia.
Hiperurisemia pada penyakit ini terjadi karena:
a. Pembentukan asam urat yang berlebih.
1) Gout primer metabolik disebabkan sistensi langsung yang bertambah.
2) Gout sekunder metabolik disebabkan pembentukan asam urat berlebih
karana penyakit lain, seperti leukemia,terutama bila diobati dengan
sitostatika,psoriasis,polisitemia vera dan mielofibrosis.
b. Kurang asam urat melalui ginjal.
1) Gout primer renal terjadi karena ekskresi asam urat di tubuli distal ginjal
yang sehat. Penyabab tidak diketahui
2) Gout sekunder renal disebabkan oleh karena kerusakan ginjal, misalnya
glumeronefritis kronik atau gagal ginjal kronik..
c. Perombakan dalam usus yang berkurang. Namun secara klinis hal ini tidak
penting.

3. Patofisiologi
Banyak faktor yng berperan dalam mekanisme serangan gout. Salah
satunya yang telah diketahui peranannya adalah kosentrasi asam urat dalam
darah. Mekanisme serangan gout akut berlangsung melalui beberapa fase secara
berurutan.
a. Presipitasi kristal monosodium urat.
Presipitasi monosodium urat dapat terjadi di jaringan bila kosentrasi dalam
plasma lebih dari 9 mg/dl. Presipitasi ini terjadi di rawan, sonovium, jaringan
para- artikuler misalnya bursa, tendon, dan selaputnya. Kristal urat yang
bermuatan negatif akan dibungkus (coate) oleh berbagai macam protein.
Pembungkusan dengan IgG akan merangsang netrofil untuk berespon terhadap
pembentukan kristal.
b. Respon leukosit polimorfonukuler (PMN)
Pembentukan kristal menghasilkan faktor kemotaksis yang menimbulkan
respon leukosit PMN dan selanjutnya akan terjadi fagositosis kristal oleh
leukosit.
c. Fagositosis
Kristal difagositosis olah leukosit membentuk fagolisosom dan akhirnya
membram vakuala disekeliling kristal bersatu dan membram leukositik
lisosom.
d. Kerusakan lisosom
Terjadi kerusakn lisosom, sesudah selaput protein dirusak, terjadi ikatan
hidrogen antara permukan kristal membram lisosom, peristiwa ini
menyebabkan robekan membram dan pelepasan enzim-enzim dan oksidase
radikal kedalam sitoplasma.
e. Kerusakan sel
Setelah terjadi kerusakan sel, enzim-enzim lisosom dilepaskan kedalam cairan
sinovial, yang menyebabkan kenaikan intensitas inflamasi dan kerusakan
jaringan.

4. Manifestasi Klinis
Secara klinis ditandai dengan adnya artritis,tofi dan batu ginjal. Yang
penting diketahui bahwa asm urat sendiri tidak akan mengakibatkan apa-apa.
Yang menimbulkan rasa sakit adalah terbentuk dan mengendapnya kristal
monosodium urat. Pengendapannya dipengaruhi oleh suhu dan tekanan. Oleh
sebab itu, sering terbentuk tofi pada daerah-daerah telinga,siku,lutut,dorsum
pedis,dekat tendo Achilles pada metatarsofalangeal digiti 1 dan sebagainya.
Pada telinga misalnya karena permukaannya yang lebar dan tipis serta
mudah tertiup angin,kristal-kristal tersebut mudah mengendap dan menjadi tofi.
Demikian pula di dorsum pedis,kalkaneus karena sering tertekan oleh sepatu. Tofi
itu sendiri terdiri dari kristal-kristal urat yang dikelilingi oleh benda-benda asing
yang meradang termasuk sel-sel raksasa.
Serangan sering kali terjadi pada malam hari. Biasanya sehari sebelumnya
pasien tampak segar bugar tanpa keluhan. Tiba-tiba tengah malam terbangun oleh
rasa sakit yang hebat sekali.
Daerah khas yang sering mendapat serangan adalah pangkal ibu jari
sebelah dalam,disebut podagra. Bagian ini tampak membengkak, kemerahan dan
nyeri ,nyeri sekali bila sentuh. Rasa nyeri berlangsung beberapa hari sampai satu
minggu,lalu menghilang. Sedangkan tofi itu sendiri tidak sakit,tapi dapat merusak
tulang. Sendi lutut juga merupakan tempat predileksi kedua untuk serangan ini.
Tofi merupakan penimbunan asm urat yang dikelilingi reaksi radang pada
sinovia,tulang rawan,bursa dan jaringan lunak. Sering timbul ditulang rawan
telinga sebagai benjolan keras. Tofi ini merupakan manifestasi lanjut dari gout
yang timbul 5-10 tahun setelah serangan artritis akut pertama.
Pada ginjal akan timbul sebagai berikut:
a. Mikrotrofi dapat terjadi di tubuli ginjal dan menimbulkan nefrosis
b. Nefrolitiasis karena endapan asam urat
c. Pielonefritis kronis
d. Tanda-tanda aterosklerosis dan hipertensi
Tidak jarang ditemukan pasien dengan kadar asam urat tinggi dalam darah
tanpa adanya riwayat gout yang disebut hiperurisemia asimtomatik. Pasien
demikian sebaiknya dianjurkan mengurangi kadar asam uratnya karena menjadi
faktor resiko dikemudian hari dan kemungkinan terbentuknya batu urat diginjal.

5. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan serangan akut
Obat yang diberikan pada serangan akut antara lain:
1) Kolkisin
merupakan obat pilihan utama dalam pengobatan serangan arthritis gout
maupun pencegahannya dengan dosis lebih rendah. Efek samping yang
sering ditemui diantaranya sakit perut , diare, mual atau muntah-muntah.
Kolkisin bekerja pada peradangan terhadap Kristal urat dengan
menghambat kemotaksis sel radang. Dosis oral 0,5 – 0,6 mg per jam sampai
nyeri, mual atau diare hilang. Kontraindikasi pemberian oral jika terdapat
inflamammatory bowel disease.
2) OAINS
Semua jenis OAINS dapat diberin yang paling sering digunakan adalah
indometasin. Dosisi awal indometasin 25-50 mg setiap 8 jam.
Kontraindikasinya jika terdapat ulkus peptikus aktif, gangguan fungsi
ginjal, dan riwayat alergi terhadap OAINS.
3) Kortikosteroid
Untuk pasien yang tidak dapat memakai OAINS oral, jika sendi yang
terserang monoartikular, pemberian intraartikular sangat efektif, contohnya
triamsinolon 10-40 mg intraartikular.
4) Analgesic
diberikan bila rasa nyeri sangat berat. Jangan diberikan aspirin karena
dalam dosis rendah akan menghambat ekskresi asam urat dari ginjal dan
memperberat hiperurisemia. Tirah baring merupakan suatu keharusan dan
diteruskan sampai 24 jam setelah serangan menghilang.
b. Penatalaksanaan periode antara
1) Diet dianjurkan menurunkan berat badan pada pasien yang gemuk, serta
diet rendah purin.
2) Hindari obat-obatan yang mengakibatkan hiperurisemia, seperti tiazid,
deuretik, aspirin, dan asam nikotinat yang menghambat ekskresi asam urat
dari ginjal.
3) Kolkisin secara teratur
4) Penurunan kadar asam urat serum
a) Obat urikosurik, bekerja menghambat reabsorbsi tubulus terhadap asam
urat yang telah difiltrasi dan mengurangi peyimpanannya
b) Inhibitor xantin oksidase atau alopurinol, bekerja menurunkan produksi
asam urat dan meningkatkan pembentukan xantin serta hipoxantin
dengan cara menghambat enzim xantin oksidase.

6. Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar asam urat yang tinggi
dalam darah ( > 6mg%). Kadar asam urat normal dalam serum pada pria 8mg%
dan pada wanita 7mg%. pemeriksaan kadar asam urat ini akan lebih tepatlagi bila
dilakukan dengan cara enzimatik. Kadang-kadang didapatkan leukositosis ringan
dengan led meninggi sedikit. Kadar asam urat dalam urin juga sering tinggi (500
mg%/liter per 24 jam).
Disamping ini pemeriksaan tersebut,pemeriksaan cairan tofi juga penting
untuk menegakkan diagnosis. Cairan tofi adalah cairan berwarna putih seperti
susu dan kental sekali sehingga sukar diaspirasi. Diagnosis dapat dipastikan bila
ditemukan gambarankristal asam urat ( berbentuk lidi) pada sediaan mikroskopik.

7. Kriteria diagnostik Artritis Gout ( ARA 1977)


a. Kristal urat dalam cairan sendi
b. Tofus yang mengandung kristal urat
c. Enam dari kriteria dibawah ini:
1) Lebih dari satu kali serangan ertritis akut
2) Inflamasi maksimal pada hari pertama
3) Artritis monoartikular
4) Kemerahan sekitar sendi
5) Nyeri atau bengkak sendi metatarsofalangeal 1
6) Serangan unilateral pada sendi metatarsofalangeal 1
7) Serangan unilateral pada sendi tarsal
8) Dugaan adanya tofus
9) Hiperurikemia
10) Pembengkakan asimetri sebuah sendi pada foto rontgen
11) Kista subkortikal tanpa erosi pada foto rontgen
12) Kultur mikroorganisme cairan sendi selama serangan inflamasi sendi
negative

8. Klasifikasi Gout
a. Gout primer
Merupkan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebih atau
akibat penurunan ekresi asam urat
b. Gout sekunder
Disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebih atau ekresi asam
urat yang bekurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat tertentu.

9. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi akibat gout arthritis antara lain :

a. Deformitas pada persendian yang terserang


b. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
c. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal
2.2 Konsep Keperawatan
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang harus dilakukan
secara sistematis agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat untuk klien.
Adapun beberapa hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Identitas Umum
Yang perlu diketahui disini meliputi; nama,alamat, umur, jenis kelamin,
agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawab/orang
yang bisa dihubungi (nama, alamat, hubungan dengan klien), cara masuk, alasan
masuk, tanggal masuk, diagnosa medic, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya
3) Riwayat keluarga dengan gout
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Nutrisi – Metabolic
1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang banyak
mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
2) Riwayat gangguan metabolic
c. Eliminasi
1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Aktivitas dan Latihan
1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2) Jenis aktivitas yang dilakukan
3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Tidur – Istirahat
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Kebiasaan tidur sehari
3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Kognitif-persepsi
1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
g. Persepsi diri – Konsep diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya
h. Peran – Hubungan
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Seksualitas dan Reproduksi
1) Adakah gangguan seksualitas?
j. Koping - Toleransi Stress
1) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Nilai Kepercayaan
1) Agama yang dianut?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

B. Diagnosa Keperawatan
Kemungkinan masalah keperawatan yang akan muncul pada penyakit rematik yang
dialami lansia adalah:
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai
dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas
BAB III
TINJAUAN KASUS

Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn.H Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 78 tahun Suku : Jawa
Alamat : Semboro Agama : Islam
Pendidikan : SR Statua perkawinan : Kawin
B. Status Kesehatan
Saat ini klien merasa nyeri pada persendian pada lutut, nyeri dirasa saat klien duduk
dian, namun rasa nyeri hilang saat klien beraktifitas, rasa nyeri seperti kaku pada
daerah persendian kaki dan tangan dengan skala nyeri sedang dan dirasa hilang timbul
tidak pasti.
C. Riwayat Kesehatan Dahulu
1. Riwayat alergi
Klien mengatakan, ia tidak ada pantangan / alergi terhadap obat, makanan,
binatang maupun lingkungan.
2. Riwayat penyakit
Klien mempunyai riwayat pada satu tahun terakhir terkena demam berdarah
3. Kebiasaan
Klien mengatakn klien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi

D. Riwayat Kesehatan Keluarga


Dalam keluarga klien tidak ada masalah kesehatan seperti kanker, DM, penyakit
jantung, epilepsi, dll
Keterangan :
: Anggota keluarga laki-laki yang meninggal

: Anggota keluarga perempuan yang meninggal

: Pasien

: Istri
E. Tinjauan Sistem
1. Keadaan umum
Keadaan Tn. H tampak sehatdan bugar dan tampak memegangi kaki kanannya
sesekali. Kesadaran Compos Mentis.
2. Intergumen
a. Inspeksi
Kebersihan baik, kulit klien terlihat keriput, turgor kulit lembab hangat
berwarna kuning langsat, tidak ada kelainan dan masalah keperawatan
b. Palpasi
Turgor kulit elastic, tidak terdapat edema
3. Kepala
Bentuk kepala tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban,
rambut lurus. Penyebaran tidak merata.
4. Mata
Klien menggunakan kaca mata, Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis,
pupil isokhor, mata klien tampak sering berair, pergerakan bola mata simetris.
Klien dapat membaca hanya dalam jarak 30 cm.
5. Telinga
Bentuk telinga simetris, pendengaran baik di periksa dengan detik jam, secret,
serumen, benda asing tidak ada.
6. Mulut dan tenggorokan
Keadaan bibir lembat, keadaan gigi dan gusi bersih, bau mulut, stomatitis tidak
ada, gigi klien tidak lengkap.
7. Leher
Tidak teraba ada pembesaran kelenjar getah bening.
8. Payudara
Tidak ada masalah
9. Sistem pernafasan
a. Inspeksi
Bentuk thoraxs normal 2:1, pernafasan 20 x/I tidak ada kesulitan bernafas
tidak ada usaha dengan menggunakan otot bantu pernafasan, tidak ada
pernafasan cuping hidung. Tidak terdapat sianosis pada bibir dan keadaan
kuku normal.
b. Palpasi
Tidak terdapat nyeri tekan, pengambangan dada simetris premitus taktil .
c. Perkusi
Tidak terdapat odema, bunyi resonan.
d. Auskultasi
Tidak terdapat suara tambahan, bunyi jantung normal (lub-dub), tidak ada
masalah keperawatan
10. Sistem kardiovaskular
a. Perkusi
Perkusi jantung terdengar pekak.
b. Auskultasi
Irama jantung terdengar regular TD 110/70 mmHg
11. Sistem gastrointestinal
c. Inspeksi
Perut buncit umbilicus tidak menonjol tidak terlihat benjolan masa
d. Auskultasi
Peristaltik usus 8x/menit normalnya 5-25x/m

e. Palpasi
Nyeri tekan tidak ada, perabaan massa tidak ada, hepar tidak teraba, asites
tidak ada
12. Sistem urinaria
Tn.H BAK dengan frekuensi tidak tentu ± setiap 6-8jam sekali, pada wktu mlm
klien sering terbangun untuk BAK ± 2-3 kali, klien mengatakn klien mampu
menahan BAK selama klien inginkan tidak sakit saat BAK dan lancar. Klien
mengatakan pernah mengalami kesulitan untuk defekasi karena sering menahan
untuk untuk defekasi.
13. Sistem genetoreproduksi
Klien mengatakan klien memiliki anak 4 orang anak.
14. Sistem muskulosceletal
Kedua kaki dan tangan Tn. H tampak sejajar dan sama besar dan panjang, tampak
adanya scoliosis. Kemampuan mengubah posisi baik, pergerakan kedua tangan
dan kaik baik, kekuatan otot baik, tetapi kaki kanan dan persendian klien sering
merasa linu dan kesemutan.
15. Sistem syaraf pusat
Tidak ada cedera kepala, tidak ada peningkatan TIK, tidak memiliki riwayat
kejang
16. Sistem endokrin
Tn. H mengatakan tidak mempunyai penyakit gula dan gondok.

F. Pengkajian Psikososial & Spiritual


1. Psikososial
Tn. H mengatakan dapat bersosialisasi dengan penghuni panti yang lainnya.
2. Emosional
Status emosi Tn. H stabil dan kooperatif saat diajak bicara, sikap klien terhadap
penghuni panti lainnya baik. Klien mengatakan klien mrngalami sesulitan tidur,
klien merasa gelisah dan memikirkan bayak masalah, klien mengatakan ini sudah
terjadi lebih dari satu kali dalam sebulan, bila tidak bisa tidur klien memilih untuk
membaca doa-doa
3. Spiritual
Tn. H beragama Islam, dan mengatakan selalu menjalankan ibadah sholat lima
waktu. Selain itu juga mengikuti bimbangan rohani dan seluruh kegiatan yang
diadakan di panti. Harapan klien meninggal dengan khusnul khotimah
G. Pengkajian Depresi
1. Inventaris Depresi Beck
a. Kesedihan : klien merasa sedih
b. Pesimisme : klien merasa tidak mempunyai apa-apa untuk memandang
kedepan, klien mengatakan “bila sudah tinggal dipanti ya sudah tidak pnya
masa depan “
c. Rasa kegagalan : klien merasa benar-benar gagal
d. Ketidakpuasan : klien mengatakan tidak puas dengan segalanya, klien
mengatakan sudah melalukan yang terbaik tetapi balasan orang dan keluarga
saya tidak sebanding
e. Rasa bersalah : klien tidak merasa benar benar bersalah
f. Tidak menyukai diri sendiri : klien tidak merasa kecewa dengan dirinya
sendiri
g. Membahayakan diri sendiri : klien tidak punya pikiran-pikiran yang
membahagiakan diri sendiri
h. Menarik diri dari soaial : klien tidak kehilangan minat pada orang lain
i. Keragu-raguan : klien membuat keputusan dengan baik
j. Perubahan gambaran diri : klien tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk
dari sebelumnya
k. Kesulitan diri : klien dapat bekerja sebaik sebelumnya
l. Keletihan : klien lelah lebid dari biasanya
m. Anoreksia : nafsu makan klien tidak buruk dari biasanya
Jumlah : 10 Depresi sedang
2. Skala Depresi Geriatrik (YESAVAGE)
a. Pada dasarnya klien tidak puas dengan kehidupanya
b. Klien merasa telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
kesenanganya
c. Klien merasa bahwa hidup klien kosong
d. Klien sering merasa bosan
e. Klien pnya semangat yang baik setiap saat
f. Klien takut sesuatu yang buruk akan terjadi padanya
g. Klien merasa bahagia disebagian besar hidup klien
h. Klien tidak merasa tidak berdaya
i. Klien tidak lebih senang tinggal dirumah daripada pergi keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru
j. Klien tidak merasa memiliki masalah dengan daya ingat dibanding
kebanyakan orang
k. Klien berfikir bahwa hidup klien sekarang ini menyenangkan
l. Klien tidak merasa tidak berharga
m. Klien merasa penuh semangat
n. Klien merasa bahwa keadaan klien tidak memiliki harapan
H. Pengkajian Fungsional Klien
1. Katz index
Bantuan
No. Kegiatan Mandiri Bantuan Penuh
Sebagian
1. Mandi V
2. Berpakaian V
3. Ke Kamar Kecil V
4. Berpindah V
Tempat
5. BAK/BAB V
6. Makan/Minum V
Ny. F dapat beraktivitas secara mandiri tanpa pengawasan, pengarahan, atau
bantuan aktif dari orang lain.

2. Barthel index
No. Kegiatan Dengan Mandiri
Bantuan
1. Makan/Minum 0 10
2. Berpindah dari kursi roda ke tempat 0 15
tidur/sebaliknya
3. Kebersihan diri (cuci muka, gosok gigi, 0 5
menyisir rambut)
4 Keluara masuk kamar mandi (menyeka 0 10
tubuh, menyiram, mencuci baju)
5. Mandi 0 15
6. Jalan-jalan di permukaan datar 0 5
7. Naik turun tangga 0 10
8. Memakai baju 0 10
9. Kontrol BAK 0 10
10. Kontrol BAB 0 10
Jumlah 0 100
Kesimpulan:
Jumlah skor 100 = mandiri

I. Pengkajian Status Mental


1. Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)
Benar Salah No. Pertanyaan
√ 1. Tanggal berapa hari ini?
√ 2. Hari apa sekarang?
√ 3. Apa nama tempat ini?
√ 4. Dimana alamat anda?
√ 5. Berapa umur anda?
√ 6. Kapan anda lahir?
√ 7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
√ 8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
√ 9. Siapa nama ibu anda?
√ 10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3 dari
setiap angka baru, semua secara berurutan
10 Jumlah
Total Skor: 10 Fungsi intelektual tubuh
J. Pengkajian Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental
No. Aspek Nilai Nilai Klien Kriteria
Kognitif Maksimal
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar
a. Negara Indonesia
b. Propinsi Jabar
c. Kota Bogor
d. Panti
2. Registrasi 5 5 Pemeriksa mengatakan nama 3
objek selama 1 detik kemudian
klien mengulang nama objek
tersebut
a. kursi
b. meja
c. buku
3. Perhatian 5 5 Minta klien untuk memulai dari
& angka 100 kemudian dikurangi 7
Kalkulasi sampai 5 tahap
a. 100
b. 93
c. 86
d. 79
e. 72
4. Mengingat 3 3 Minta klien untuk menyebutkan
atau mengulang ketiga objek
pada no.2
a. kursi
b. meja
c. buku
5. Bahasa 9 9 Tunjukkan pada klien suatu
benda (2 objek) tanyakan
namanya!
a. Objek sepatu
b. Objek sandal
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut:
a. Ambil kertas di tangan
anda
b. Lipat dua
c. Taruh di lantai
Perintahkan pada klien untuk hal
berikut (bila aktifitas sesuai
perintah nilai 1)
a. Tutup mata anda
Perintahkan pada klien menilai
satu kalimat dan menyalin
gambar:
a. Tulis satu kalimat
b. Menyalin gambar
Total Nilai 30
Interpretasi hasil :
Nilai >23 = aspek kognitif dari fungsi mental baik
K. Pengkajian Skala Resiko Dekubitus
1. Pengkajian skala resiko dekubitus menurut Braden
a. Persepsi sensori : tidak terbatas
b. Kelembapan : jarang lembab
c. Aktifitas : jalan keluar ruang
d. Mobilisasi : tidak terbatas
e. Nutrisi : sempurna
f. Gesekan dan cubitan : tidak ada masalah. Total skor : 23
2. Pengkajian skala resiko dekubitus menurut Norton
a. Kondisi fisik : baik
b. Kesadaran : CM
c. Aktifitas : mandiri
d. Mobilitas bebas
e. Inkontenensia : tidak ada
Total skor : 20
L. Pengkajian Resiko jatuh
1. Postural Hipotensi
Tidur : 110/70 mmHg
Duduk : 110/70 mmHg
Berdiri : 110/70 mmHg
2. Fungsional reach (FR) test
Klien mampu berdiri condong selama satu menit dengan jarak 5 inchi
3. The timed up and go (TUG) test
Klien mampu berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah, kembali ke kursi,
mengangkat satu kaki setinggi langkah dan duduk kembali
Ukuran waktu dalam detik : > 10 detik mobilisasi bebas

4. Factor resiko jatuh akibat mobilisasi


Keterangan Kriteria Skore
Usia 60-70 tahun V
> 70
Status mental * Binggung terus menerus
Kadang kadang binggung
Penurunan tingkat kooperatif
Riwayat jatuh 1-2 kali
dalam 1 bulan Berulang
Pakai kateter/ ostomi
Kebutuhan eliminasi
Incontinensia
Gangguan
penglihatan *
Mobilisasi Tidur berbaring di tempat tidur/ duduk dikursi
Gaya berjalan, melangkah lebar
Kehilangan keseimbangan berdiri dan berjalan
*
Penurunan koordinasi otak
Kesukaran berjalan, sempoyongan
Menggunakan alat bantu : kruk, walker
Obat beresiko Menggunakan 1 obat
Hospitalisasi 3 hari dirawat sejak masuk/ dirujuk
Persiapan alat IV line
Therapy anti embolitik
Total skore : 1
Analisa Data
Data Masalah Etiologi
Ds :
Tanda-tanda vital Nyeri kronik ketunadayaan fisik (artritis)
Td : 160/100 mmHg
Suhu : 36,6oC
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit

P : Saat ini klien merasa


nyeri pada persendian
Q : Nyeri dirasa saat klien
duduk diam, namun
rasa nyeri hilang saat
klien beraktifitas
R : Rasa nyeri seperti kaku
pada daerah
persendian
S : Dengan skala nyeri 5
(sedang)
T : Dirasa hilang timbul
tidak pasti.
Do :
- Klien terlihat
memegangi kakinya
sesekali
- Klien terlihat
meringis
Ds :
- Klien mengatakan klien Gangguan pola tidur insomnia dalam waktu lama,
mengalami sesulitan terbangun lebih awal dan
tidur penurunan kemampuan
- klien merasa gelisah fungsi yang ditandai dengan
dan memikirkan banyak penuaan perubahan pola tidur
masalah dan cemas
- klien mengatakan salah
satu penyebab sulitnya
tidur karena rasa linu-
linu pada kaki
- klien mengatakan bila
tidak bisa tidur klien
memilih untuk
membaca doa-doa
Do :
- klien terlihat tidur siang
- klien tampak
mengantuk di pagi hari.
Intervensi
No. Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri kronik berhubungan Setelah dilakukan tindakan Pain Management
dengan ketunadayaan fisik keperawatan selama 3 × 24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk
atau psikososial kronis pasien diharapkan nyeri hilang lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
(misalnya, kanker dengan criteria : presipitasi
metastasis, cedera Kontrol nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan
neurologis dan artritis) 1. Mengenali faktor penyebab teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman
2. Mengenali onset (lamanya nyeri pasien
sakit) 3. Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
3. Menggunakan metode 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
pencegahan 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
4. Menggunakan metode 6. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
nonanalgetik untuk 7. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
mengurangi nyeri 8. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan
5. Menggunakan analgetik nyeri tidak berhasil
sesuai kebutuhan Analgesic Administration
6. Mengenali gejala-gejala 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri
nyeri sebelum pemberian obat
7. Mencatat pengalaman nyeri 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi
sebelumnya 3. Cek riwayat alergi
Melaporkan nyeri sudah terkontrol 4. Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik
Tingkatan nyeri ketika pemberian lebih dari satu
1. Melaporkan adanya nyeri 5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
2. frekuensi nyeri dan panjangnya 6. Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis
episode nyeri optimal
3. ekspresi nyeri pada wajah 7. Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
4. kurangnya istirahat 8. Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek
2. ketegangan otot samping)

TTV dalam batas normal


2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Tidur
berhubungan dengan keperawatan selama 3 × 24 jam 1. Tetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
insomnia dalam waktu pasien diharapkan dapat 2. Monitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
lama, terbangun lebih awal memperbaiki pola tidurnya dengan 3. Jelaskan pentingnya tidur selama sakit dan stress fisik
atau terlambat bangun dan criteria : 4. Bantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum
penurunan kemampuan 1. Mengatur jumlah jam jam tidurnya
fungsi yng ditandai dengan tidurnya
penuaan perubahan pola 2. Tidur secara rutin
tidur dan cemas 3. Miningkatkan pola tidur
4. Meningkatkan kualitas tidur
5. Tidak ada gangguan tidur
Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanggal/ Diagnosa
No. Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
Waktu
1. 14-03- DX 1 Pain Management Subjektif: f
2017 1. Melakukan pengkajian  Klien mengatakan masih merasakan nyeri di bagian lutut,
nyeri secara komprehensif munculnya nyeri biasanya setelah beraktifitas. Saat aktifitas nyeri
termasuk lokasi, tidak dirasakan, tetapi saat duduk baru nyeri dirasakan, bila dibawa
karakteristik, durasi, istirahat (tidur) nyeri berkurang.
frekuensi, kualitas dan  Klien mengatajakan nyeri dirasakan skala 5 (sedang), munculnya
faktor presipitasi nyeri tidak pasti.
2. Mengobservasi reaksi  Klien mengatakan mengerti cara mengurangi nyeri dengan cara
nonverbal dari kompres air hangat.
ketidaknyamanan  TTV : Tanda-tanda vital
Gunakan teknik Td : 160/100 mmHg
komunikasi terapeutik Suhu : 36,6oC
untuk mengetahui Nadi : 84 x/menit
pengalaman nyeri pasien RR : 20 x/menit
3. Mengkaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi
4. Mengajarkan tentang Objektif:
manjemen nyeri :  Klien tampak memegang lututnya dan meringis nyeri.
kompres hangat.  Klien tampak mengerti menajemen nyeri (kompres hangat) yang
5. Memberikan analgetik diajarkan oleh perawat.
untuk mengurangi nyeri  Klien tampak belum bisa mengontrol nyeri dan belum bisa
6. Mengevaluasi keefektifan melakukan manejemen nyeri yang diajarkan perawat.
kontrol nyeri Asasment:
7. Melakukan TTV Masalah nyeri belum teratasi
Planning:
Lanjutkan itervensi:
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
3. Mengajarkan tentang manjemen nyeri : Kompres hangat.
4. Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri
14-03- DX 2 Peningkatan Tiidur Subjektif: f
2017 1. Menetapkan pola kegiatan  Klien mengatakan biasanya tidur siang setelah shalat zuhur
dan tidur pasien  Klien mengatakan saat tidur malam hanya 3 - 4 jam, sering
2. Memonitor pola tidur terbangun saat malam
pasien dan jumlah jam  Klien mengatakan sulit untuk tidak memikirkan masalah yang
tidurnya dialaminya (memikirkan keluarga yang tidak sesuai dengan harapan
3. Menjelaskan pentingnya klien). Sehingga hal tersebut membuatnya terbangun saat tidur dan
tidur selama sakit dan sulit untuk tidur lagi.
stress fisik  Klien mengatakan mengerti pentingnya tidur yang cukup untuk
4. Membantu pasien untuk kesehatan tubuh.
menghilangkan situasi Objektif:
stress sebelum jam  Klien sudah memiliki jadwal harian.
tidurnya (saat tidur siang)  Klien tampak mengerti dengan penjelasan perawat tentang
pentingnya pola tidur yang cukup.
Assesment:
 Masalah Gangguan pola tidur teratasi sebagian.
Planning:
 Lanjutkan Intervensi:
1. Memonitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
2. Membantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum
jam tidurnya (saat tidur siang)
3. Menetapkan pola kegiatan dan tidur pasien

2 15-03- DX 1 Manajement Pain Subjektif: f


2017 1. Melakukan pengkajian  Klien mengatakan masih merasakan nyeri di bagian lutut,
nyeri secara komprehensif munculnya nyeri setelah beraktifitas (senam pagi). Saat aktifitas
termasuk lokasi, nyeri tidak dirasakan, tetapi saat duduk baru nyeri dirasakan, bila
karakteristik, durasi, dibawa istirahat (tidur) nyeri berkurang.
frekuensi, kualitas dan  Klien mengatakan nyeri dirasakan skala 4 (sedang), munculnya
faktor presipitasi nyeri tidak pasti.
2. Mengobservasi reaksi  Klien mengatakan mengerti cara mengurangi nyeri dengan cara
nonverbal dari kompres air hangat.
ketidaknyamanan  Klien mengatakan nyeri berkurang setelah dilakukan kompres air
Gunakan teknik hangat.
komunikasi terapeutik  TTV : Tanda-tanda vital
untuk mengetahui Td : 150/100 mmHg
pengalaman nyeri pasien Suhu : 36,5oC
3. Mengajarkan tentang Nadi : 80 x/menit
manjemen nyeri : RR : 20 x/menit
Kompres hangat.
(mempraktekkan secara
langsung kepada pasien)
4. Memberikan analgetik Objektif:
untuk mengurangi nyeri  Klien tampak memegang lututnya dan meringis nyeri.
5. Mengevaluasi keefektifan  Klien tampak mengerti menajemen nyeri (kompres hangat) yang
kontrol nyeri diajarkan oleh perawat.
 Klien sudah bisa mengontrol nyeri
Asasment:
 Masalah nyeri teratasi sebagian
Planning:
Lanjutkan itervensi:
1. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan Gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri
pasien
3. Mengajarkan tentang manjemen nyeri : Tehnik distraksi.
4. Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri
5. Mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri.
15-03- DX 2 Peningkatan Tidur Subjektif:
2017 1. Memonitor pola tidur  Klien mengatakan biasanya tidur siang setelah shalat zuhur
pasien dan jumlah jam  Klien mengatakan tadi malam tidurnya 4 – 5 Jam, karena sering
tidurnya terbangun saat malam
2. Membantu pasien untuk  Klien mengatakan sulit untuk tidak memikirkan masalah yang
menghilangkan situasi dialaminya (memikirkan keluarga yang tidak sesuai dengan harapan
stress sebelum jam klien). Sehingga hal tersebut membuatnya terbangun saat tidur dan
tidurnya (saat tidur siang) sulit untuk tidur lagi.
3. Menetapkan pola kegiatan Objektif:
dan tidur pasien.  Klien tampak mengantuk saat pagi hari
 Klien sudah memiliki jadwal harian.
Assesment:
 Masalah Gangguan pola tidur teratasi sebagian.
Planning:
 Lanjutkan Intervensi:
1. Memonitor pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
2. Membantu pasien untuk menghilangkan situasi stress sebelum
jam tidurnya (saat tidur siang)
3. Menetapkan pola kegiatan dan tidur pasien
3 16-03- DX 1 Pain Management Subjektif:
2017 1. Melakukan pengkajian  Klien mengatakan sudah tidak merasakan nyeri di bagian lutut,
nyeri secara komprehensif  Klien mengatakan nyeri dirasakan skala 2 (ringan), munculnya nyeri
termasuk lokasi, tidak pasti.
karakteristik, durasi,  Klien mengatakan mengerti cara mengurangi nyeri dengan cara
frekuensi, kualitas dan kompres air hangat.
faktor presipitasi  Klien mengatakan nyeri berkurang setelah dilakukan kompres air
2. Mengobservasi reaksi hangat.
nonverbal dari  TTV : Tanda-tanda vital
ketidaknyamanan Td : 150/100 mmHg
Gunakan teknik Suhu : 36,6oC
komunikasi terapeutik Nadi : 80 x/menit
untuk mengetahui RR : 20 x/menit
pengalaman nyeri pasien
3. Mengajarkan tentang
Objektif:
manjemen nyeri :
Kompres hangat.  Klien terlihat rileks

(mempraktekkan secara  Klien tampak mengerti menajemen nyeri (kompres hangat) yang

langsung kepada pasien) diajarkan oleh perawat.

4. Memberikan analgetik  Klien sudah bisa mengontrol nyeri

untuk mengurangi nyeri


5. Mengevaluasi keefektifan Asasment:
kontrol nyeri.  Masalah nyeri teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan

Peningkatan Tidur Subjektif: f


1. Memonitor pola tidur  Klien mengatakan biasanya tidur siang setelah shalat zuhur
pasien dan jumlah jam  Klien mengatakan tadi malam tidurnya 6 – 7 Jam
tidurnya  Klien mengatakan sudah tidak terlalu memikirkan masalah yang
2. Membantu pasien untuk dialaminya
menghilangkan situasi Objektif:
stress sebelum jam  Klien tampak segar saat pagi hari
tidurnya (saat tidur siang)  Klien sudah memiliki jadwal harian.
3. Menetapkan pola kegiatan Assesment:
dan tidur pasien  Masalah Gangguan pola tidur teratasi
Planning:
Intervensi dihentikan
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini penulis membahas masalah yang dijumpai selama melaksanakan
Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn. H Dengan Diagnosa Medis gout arthritis di wisma
seroja PSLU kasiyan jember”
Penulis memberikan Asuhan Keperawatan pada klien selama 3 hari sejak 16 maret
2016 sampai 18 Maret 2016 dimana penulis menggunakan metode pendekatan proses
keperawatan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah keperawatan.
4.1 Pengkajian
1. Identitas Klien.
Pada tinjauan teori dan kasus yang perlu dikaji dari identitas klien adalah
nama, jenis kelamin, pendidikan, umur, suku status, pekerjaan, alamat, agama, tanggal
masuk rumah sakit, ruangan, kamar klien, nomor register, dan penanggung jawab
dalam perawatan. Hal ini berguna agar Asuhan Keperawatan yang tepat dapat
dilakukan sesuai dengan individu yang bersangkutan.
Semua data diatas merupakan indikator penting bagi klien yang mengalami
masalah sistem neorologi, yang merupakan penyebab kematian utama
Pada kasus usia, jenis kelamin dan suku juga sangat mempengaruhi karena
semakin tua usia seseorang resiko mengidap suatu penyakit semakin tinggi pula, jenis
kelamin dan suku juga sangat mempengaruhi gaya hidup seseorang. Sehingga dapat
kita ketahui seberapa besar klien beresiko mengidap suatu penyakit
2. Keluhan Utama.
Keluhan utama yang muncul pada klien dengang rematik kami temukan pada
hari adalah nyeri dan gangguan tidur
3. Pemeriksaan Fisik.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe. Hal ini perlu dikaji untuk
mengetahui status kesehatan klien dan dapat membuat rencana tindakan keperawatan
serta melaksanakannya dengan tepat.
Pada pemeriksaan fisik di tinjauan kasus adanya, nyeri klien mengeluh nyeri
pada persendian kedua lututnya
4. Pengkajian Depresi
Pada tinjuan kasus ditemukan klien mengalami depresi sedang, klien sering
merasa kosong dan bosan, tidak memiliki harapan untuk hidupnya kesepan, klien
hanya berharap dapat meninggal dalam khusnul khotimah
4.2 Diagnosa Keperawatan.
Pada tinjauan teoritis diagnose yg mungkin muncul adalah
1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh akumulasi
cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan pada sendi dan
penurunan integritas tulang
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan
kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
4. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal atau terlambat bangun dan penurunan kemampuan fungsi yng ditandai
dengan penuaan perubahan pola tidur dan cemas
Pada tinjauan kasus penulis menemukan dua diagnosa keperawatan yang muncul
yaitu :

1. Nyeri kronis berhubungan dengan ketunadayaan fisik (artritis)


2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan insomnia dalam waktu lama, terbangun
lebih awal dan cemas
Dari perbandingan pada klien dengan stroke ada 5 masalah, akan tetapi pada kasus
hanya terdapat 2 sesuai dengan data yang mendukung untuk di tegakkannya diagnosa
keperawatan.

4.3 Perencanaan Keperawatan


Dalam tinjauan teoritis perencanaan keperawatan ditujukan pada setiap masalah
yang muncul, sedangkan pada kasus penulis menambahkan jangka waktu pencapaian
tujuan. Hal ini juga penting untuk mengevaluasi tindakan yang diberikan pada klien untuk
mengetahui perkembangan status kesehatan klien. Perencanan dari tidakan yang di
fokuskan adalah pada masalah nyeri agar nyeri tidak mengakibatkan gangguan
mobilisasi pada klien dan gangguan pola tidur klien agar klien memperoleh waktu
istirahat yang berkualitas.

4.4 Pelaksanaan Keperawatan


Pada tahap ini sangat diperlukan pendekatan dengan klien, kerja sama sangat
diperlukan untuk mengatasi masalah keperawatan yang terjadi. Tindakan yang dilakukan
disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan yang ditujukan untuk mengatasi
masalah yang dirasakan saat ini berdasarkan prioritas masalah dan diagnose yang
ditegakkan yaitu nyeri berhubungan dengan ketunadayaan fisik dan gangguan pola tidur
berhubungan dengan insomnia. Penatalaksaanan dapat berjalan lancar karena klien mau
diajak bekerja sama klien mampu melakukan manajemen nyeri dan mengerti pentingnya
istirahat tidur dan berusaha untuk menghilangkan situasi stress. Namun kelompok
mengalami kesulitan dalam penanganan depresi klien

4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan pencapaian tujuan dari proses keperawatan dimana penulis
melakukan evaluasi sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan pada tujuan dan hanya
dilakukan pada masalah yang terdapat pada kasus. Penulis melakukan evaluasi setiap hari
pada catatan perkembangan agar lebih efektif dalam mengevaluasi perkembangan yang
terjadi pada klien.

Pada hari pertama hingga hari ketiga intervensi, klien masih merasakan adanya
nyeri namun rasa nyeri masih dapat terkontrol rasa nyeri tersebut juga timbul sewaktu-
waktu tidak secara terus menerus. Gangguan pola tidur klien berangsur-angsur hilang
namun belum sepenuhnya klien masih sulit tertidur namun dalam rentang waktu yang
lebih sedikit

4.6 Jurnal
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Armi Kurnia Tarbiyati Dan Soewadi, Sumarni
di kecamatan mergangsan yogyakarta pada tahun 2004 dengan judul hubungan antara
insomnia dan depresi pada lanjut usia di kecamatan mergangsan Yogyakarta, terdapat
pengaruh antara terjadinya depresi pada lansia terhadap insomnia, begitu juga yang terjadi
pada klien kami Tn. H menurut hasil pengajian skala depresi klien mengalami depresi
sedang,dan kesulitan untuk tidur (insomnia) klien merasa, tidak memiliki harapan hidup
kedepan, klien juga merasa kosong, klian sering memikirkan masalah dalam keluarganya
sebelum klien tidur, klien juga sering terbangun dimalah hari namun sulit untuk tidur lagi.
Depresi pada lansia kadang-kadang tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan
penanggungan yang semestinya karena gejala-gejala yang muncul seringkali dianggap
sebagai proses penuaan yang normal. Dalam masyarakat perempuan lebih besar
mengalami depresi dibandingkan dengan laki-laki, ini disebabkan karena ada perempuan
yang bekerja dan mengurus rumah tangga, maka peluang muncul masalah yang dihadapi
lebih banyak sehingga dapat mengganggu pikiran dan dapat mencetuskan terjadinya
depresi dan insomnia.
Proses menjadi lansia akan membawa perubahan pola tidur. Gangguan yang sering
dijumpai pada lansia adalah insomnia. Sepertiga dari populasi yang lebih tua dari 65
tahun mengalami insomnia.
Penelitian oleh Suryo 2003 menyatakan bahwa dibandingkan dengan cemas dan nyeri
maka kejadian depresi pada lansia dengan insomnia adalah yang terbanyak. Marchia
menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat depresi semakin besar kemungkinan
mengalami insomnia.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh I Nengah Sumirta tahun 2008
tentang hubungan antara aktifitas fisik dengan depresi pada lansia dipanti pelayanan
lanjut usia wana seraya denpasar hal ini bertolak belakang dengan klien kami Tn. H. Tn.
H masih dapat melakukan aktifitas secara mandiri dan dapat beraktifitas secara normal
bebas tanta adanya masalah pada mobilisasi klien, hasil studi yang dilakukan oleh I
Nengah Sumarti tahun 2008 dan Bondan tahun 2005 yang menyatakan keterbatasan
melakukan aktifitas dapat menyebabkan depresi, depresi juga dapat menyebabkan
disabilitas fisik. Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariawan tahun 2000
faktor factor yang dapat menimbulkan depresi pada lansia adalah stress psikologi,
keterbatasan melakukan ADL dan aktifitas kegiatan instrument setiap hari Dan klien kami
Tn. H mengalami gangguan depresi dikarenakan masalah psikologi
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah diberikan Asuhan Keperawatan pada klien dengan rematoid astritis maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kesenjangan antara teori dan kasus pada
pengakajian tidak ditemukan semua tanda dan gejala hanya beberapa yaitu nyeri kronis
berhubungan dengan krtunadayaan fisik (artritis) dan gangguan pola tidur berhubungan
dengan insomnia
Pada penatalaksanaan yang terjadi dilapangan Tn.H kooperatif dan mau diajak
bekerja sama sehingga memudahkan proses keperawatan
5.2 Saran.
Berdasarkan hasil penerapan kasus yang telah dilakukan pada klien, maka penulis
memberikan beberapa saran yang kiranya berguna bagi kita semua untuk perbaikan
dimasa yang akan datang.

a. Untuk pelaksana praktek


1. Dalam melakukan pengkajian pada klien hendaknya dilakukan dengan secara
teliti sehingga diperoleh data yang akurat untuk dapat menegakkan diagnosa
keperawatan.
2. Dalam menetapkan perencanaan hendaknya perawat memperhatikan seluruh
aspek perawatan yaitu bio, psiko, sosio dan spiritual, sehingga Asuhan
Keperawatan dapat diberikan secara komprehensif.
3. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan diperlukan kerjasama dengan tim
kesehatan lainnya untuk penunjang pelaksanaan keperawatan yang menyeluruh
terhadap klien dan dilakukan berdasarkan prioritas masalah.
4. Dalam melakukan evaluasi hendaknya perawat dapat melakukan perbandingan
antara tujuan dan kriteri hasil yang telah ditetapkan dengan hasil yang ditemui
pada klien, apakah masalah dapat teratasi seluruhnya atau sebagaian saja atau
mungkin tidak teratasi sama sekali.
b. Untuk klien
1. Klien hendaknya tidak memikirkan permasalahan- permasalahan yang dapat
mengganggu kesehatanya
2. Klien hendaknya lebih memiliki harapan dan menghilangkan rasa kosong
yang ada didalam diri klien.
3. Klien hendaknya terus melatih kekuatan seluruh otot ekstrimitasnya dan
beraktifitas secara normal dan istirahat yang cukup untuk menjaga kesehatan
klien
DAFTAR PUSTAKA
Gloria, M.B. (2004). Nursing Intervention Classification. America: Mosby Elsevier.
Herdman, T.H. (2009). NANDA International Nursing Diagnoses: Defenitions and
Classification edition 2009-2011. United Kingdom: Willey Blackwell.
http://ajunkdoank.wordpress.com/2008/12/25/definisi-dan-patologi-osteoarthritis-oa/, diakses
17 Oktober 2011
http://www.slideshare.net/sibermedik/osteoartritis-2809824, diakses 17 Oktober 2011
http://mukipartono.com/osteoartritis/ diakses 17 Oktober 2011
Lueckenotte, A.G. (1996). Gerontologic Nursing. America: Mosby.
Masjoer, A, dkk. (2001). Kapita Selekta Kedokteran (edisi ketiga). Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Media Aesculapius.
Moorhead. (2004). Nursing Outcomes Classification (fourth edition). America: Mosby
Elsevier
Purwoastuti, E. (2009). Waspadai Gangguan Rematik. Yogyakarta: Kanisius.
Wiyayakusuma, H. (2007). Atasi Rematik dan Asam Urat Ala Hembing. Jakarta: Puspa
Swara.

Anda mungkin juga menyukai