Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Tiga Program Studi Teknik Konstruksi Sipil di Jurusan Teknik Sipil
Oleh :
2020
PROPOSAL TUGAS AKHIR
Oleh :
Menyetujui
Tim Pembimbing
Pembimbing
NIP.19640319198811101
1
DAFTAR ISI
2
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
3
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
Gambar 1.1 Lokasi Proyek
Sumber: Dokumen Proyek
Pada pembuatan laporan Tugas Akhir ini penulis akan membahas Perancangan
jembatan pada proyek Jalan tol Depok – Antasari STA.8+456 – STA.8+538
dengan panjang jembatan 83 m yang dibagi menjadi 2 bentang dengan masing-
masing bentang panjang yaitu 41,5 m, Analisa jembatan tersebut akan
menggunakan aplikasi SAP 2000 atau MIDAS Civil agara dapat meminimalisir
kesalahan dalam perhitungan analisa.
6
I.2 Lokasi Tinjauan
Lokasi jembatan pada pembuatan laporan Tugas Akhir ini bertempat di proyek
Jalan Tol Depok Antasari Paket 1 Selatan Ruas Brigif – Sawangan yang
terletak pada STA.8+456 – STA.8+538. Lokasi jembatan dapat dilihat pada
Gambar 1.2
Lokasi
Jembatan
I.3 Tujuan
Adapun tujuan disusunnya laporan Tugas Akhir ini adalah merancang bagian
struktur atas jembatan:
a. Parapet.
b. Pelat lantai.
c. Gelagar utama.
d. Diafragma
7
I.4 Ruang Lingkup
Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir dilakukan pembatasan mengenai
topik yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup yang dibahas adalah sebagai
berikut.
BAB I Pendahuluan
Bab ini membahas mengenai dasar teori perancangan struktur atas jembatan.
8
BAB IV Rancangan Anggaran Biaya & Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1Jembatan
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan dapat
menyebrangi sungai/saluran air, lembah atau menghubungkan dengan jalan
lain yang tidak memiliki tinggi permukan yang sama.
10
II.2.1 Beban Permanen
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas
akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut
dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan
massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya tidak bisa
ditentukan dengan tepat, kita harus memilih di antara nilai tersebut yang
memberikan keadaan yang paling kritis.
Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen struktural
dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu
kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban
normal dan faktor beban terkurangi.
11
II.2.3.1 Berat Mati Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain
yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen
nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan
untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel .
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
II.2.3.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya
dapat berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan dapat
dilihat pada Tabel .
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan
12
dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan
jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban
"T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
II.2.4.1 Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis (BGT). Faktor beban yang digunakan untuk beban
lajur "D" seperti pada Tabel .
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) diletakkan searah dengan arah lalu lintas sepanjang
bentang jembatan, sedangkan untuk beban garis terpusat (BGT) diletakkan di
tengah – tengah bentang dengan arah melintang jembatan. Ilustrasi bebang
BTR dan BGT dapat dilihat pada Gambar .
Gambar
Sumber: SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :
Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa
13
15
(
Jika L ≥ 30 m : q=9,0+ 0,5+
L)kPa
Keterangan:
q = Intensitas BTR dalam arah memanjang jembatan (kPa).
L = Panjang total jembatan yang dibebani (m).
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada
jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh
momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal itu
dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh
lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb dan trotoar) dengan intensitas 100%
untuk panjang terbebani yang sesuai.
II.2.4.2 Beban Truk “T” (TT)
Beban truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban
truk dapat digunakan untuk menghitung pelat lantai kendaraan. Faktor beban
truk dapat dilihat pada Tabel .
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Pembebanan truk "T" dengan berat 500 kN terdiri atas kendaraan truk semi-
trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam
Gambar . Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata
sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai
14
dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang
jembatan.
Gambar
Sumber: SNI 1725:2016
II.2.4.3 Gaya Rem (TB)
Beban akibat aksi lingkungan terdiri dari pengaruh temperatur, angin, banjir,
gempa dan penyebabpenyebab alamiah lainnya. Dalam hal ini penulis hanya
memperhitungkan beban aksi lingkungan akibat angin dalam pembebanan
jembatan.
15
II.2.5.1 Beban Angin
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000
mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana,
VDZ, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
V 10
V DZ =2,5V 0 ( )( )
VB
∈
Z
Zo
Keterangan:
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung (Z > 10 m)
16
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Dalam beban angin pada struktur tekanan angin rencana dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
2
V
( )
PD =PB DZ
VB
Keterangan:
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
b. Beban Angin pada Kendaraan (EWL)
17
II.3 Struktur Atas Jembatan
1. Parapet
2. Pelat Lantai Jembatan
3. Gelagar Utama/Girder
4. Balok Diafragma
II.3.1 Parapet
18
5. Mudah diperbaiki atau diganti dengan cepat.
6. Dapat menerima pergerakan bangunan akibat panas, rotasi dan
lainnya. Sambungan- sambungan harus sedemikian sehingga
mencegah timbulnya bising dan getaran, terutama di daerah
perkotaan.
7. Sedemikian rinci agar sesuai dengan bangunan dan menghindarkan
adanya halangan pandangan dari kendaraan atau halangan terhadap
jarak pandang pada persimpangan.
8. Dirinci untuk membatasi gaya-gaya hidrodinamis dan terjebaknya
benda hanyutan pada waktu jembatan terendam banjir dengan
periode ulang 25 tahun.
19
1. Tingkat Kinerja 1
2. Tingkat Kinerja 2
Pengaman tingkat ini harus mampu menahan mobil dan bus pada
tingkat kejut yang sedang, sehingga bahaya terhadap penumpang
tidak sebesar dengan tingkat kinerja 1.
3. Tingkat Kinerja 3
20
1. Pelat Satu Arah (One Way Slab)
Pelat lantai bisa dikatakan satu arah apabila memiliki
perbandingan rasio pendek (Lx) dan rasio panjang (Ly) sebagai
berikut:
Ly
≥2,0
Lx
2. Pelat Dua Arah (Two Way Slab)
Pelat lantai bisa dikatakan dua arah apabila memiliki perbandingan
rasio pendek (Lx) dan rasio panjang (Ly) sebagai berikut:
Ly
<2,0
Lx
1. t s ≥ 200 mm
2. t s ≥( 100+ 40 L)mm
Dengan L yaitu bentang pelat lantai yang diukur dari pusat ke pusat
tumpuan.
f s' =fy
M u ≤ φMn
[ ( a2 )+ A s . fy . (d−d )]
M u=φ 0,85. f c' . a .b . d d− ' '
21
( As−As ' )
a= × fy
0,85. f c' . b
Kontrol terhadap asumsi tulangan tekan leleh (εs’ ≥ εs)
f s' =ε s ' . Es
¿ ( c−dc ' ) . εc . Es
Dan besarnya Mu adalah sebagai berikut:
[
Mu=φ 0,85. f c ' . a . b . d− ( a2 )+ A s . f s . (d−d )]
' ' '
Dengan nilai
22
II.3.3 Gelagar Jembatan
Apabila gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang, tetap dengan
eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat eksentrisitas tersebut.
P P .e
Tegangan akibat prategang adalah : +
A W
M
Tegangan akibat beban luar termasuk berat sendiri :
W
Resultan tegangan serat di Tarik dibuat sama dengan nol untuk struktur
fully prestressed (prategang penuh) disesuaikan dengan tegangan ijinya.
Diserat, tekan tegangan tidak boleh melebihi tekan tegangan yang
diijinkan. Dengan demikian tegangan serat tertekan adalah :
−P P . e M
fa= + −
A W W
−P P . e M
fb= − +
A W W
Dimana :
23
e : eksentrisitas penampang
24
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
Pada tahapan metodologi ini aka menjelaskan metode yang digunakan untuk
mempermudah proses penyusunan tugas akhir dan dijadikan acuan dalam perancagan
jembatan pada proyek jembatan tol desari yang disajikan dalam diagram alir. Seperti
terlihat pada gambar .
Mul
ai
Mul A
ai
Pengumpulan
Perencanaan
Data
Diafragma
Analisa Data
Detailed Design
Analisa
Seles
Pembebanan
ai
Perencanaan
Pelat Lantai
&Parapet
Perencanaan
Girder
25
BAB IV
JADWAL PEKERJAAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA
26
IV.2 Rencana Anggaran Biaya
27
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/375955239/Klasifikasi-Jembatan-Sesuai-
Direktorat-Jendral-Bina-Marga
http://nspkjembatan.pu.go.id/public/uploads/TahapPerancangan/SE/1511098578(22)_
07_se_m_2015.pdf
28