Anda di halaman 1dari 29

PERANCANGAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON

STA.8+456 – STA.8+538 PROYEK JALAN TOL DEPOK ANTASARI

Proposal ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan
Diploma Tiga Program Studi Teknik Konstruksi Sipil di Jurusan Teknik Sipil

Oleh :

MOHAMAD SYAH FEBI PRAGISKA 171121049

MUHAMMAD FARIS MUBAROK 171121051

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG

2020
PROPOSAL TUGAS AKHIR

Oleh :

MOHAMAD SYAH FEBI PRAGISKA 171121049

MUHAMMAD FARIS MUBAROK 171121051

Menyetujui

Tim Pembimbing

Bandung, Januari 2020

Pembimbing

Ambar Susanto .,ST.Si.,MT

NIP.19640319198811101

1
DAFTAR ISI

2
DAFTAR GAMBAR

DAFTAR TABEL

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sarana Transportasi merupakan hal yang harus selalu di perhatikan karena


diperlukan untuk menunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional
dimasa yang akan datang, salah satu sarana transportasi yang perlu di perhatikan
adalah Jembatan. Jembatan merupakan suatu konstruksi yang dapat berfungsi
untuk menghubungkan dua tempat yang terpisah dan merupakan suatu unsur
kelengkapan dari jalan raya bila jalan tersebut melewati sungai, jurang, selat
maupun laut.

Di wilayah jabodetabek sarana transportasi terus di kembangkan dengan cara


membangun jalan bebas hambatan ( Jalan Tol ) yang menghubungkan daerah
jabodetabek hal ini dilakukan untuk menangani masalah yang ada akibat
pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang pesat di wilayah tersebut, oleh karena
itu jembatn merupakan salah satu faktor penting di dalamnya. Salah satu akses tol
yang masih dalam pembangunan ialah Jalan Tol Depok Antasari (Tol Desari)
yang x`menghubungkan Depok Jawa Barat hingga Antasari Jakarta Selatan serta
jalan tol tersebut terintegrasi dengan jalan Tol JORR dan jalan tol BORR . Dalam
Proyek tersebut ada beberapa jembatan yang dibangun salah satunya jembatan
yang berada pada titik STA.8+456 – STA.8+538 dapat dilihat pada Gambar 1.1.

5
Gambar 1.1 Lokasi Proyek
Sumber: Dokumen Proyek

Pembangunan sarana transportasi harus memperhatikan banyak hal dari


masalah teknis hingga non teknis yang ada agar tidak ada terjadi hal yang tidak di
inginkan, maka dari itu dalam proses perencanaan analisa struktur perlu di
perhitungan kan dengan sangat baik seperti faktor gempa, faktor angin dan faktor
yang berpotensi memicu terjadinya kerusakan struktur jembatan tersebut.

Pada pembuatan laporan Tugas Akhir ini penulis akan membahas Perancangan
jembatan pada proyek Jalan tol Depok – Antasari STA.8+456 – STA.8+538
dengan panjang jembatan 83 m yang dibagi menjadi 2 bentang dengan masing-
masing bentang panjang yaitu 41,5 m, Analisa jembatan tersebut akan
menggunakan aplikasi SAP 2000 atau MIDAS Civil agara dapat meminimalisir
kesalahan dalam perhitungan analisa.

6
I.2 Lokasi Tinjauan

Lokasi jembatan pada pembuatan laporan Tugas Akhir ini bertempat di proyek
Jalan Tol Depok Antasari Paket 1 Selatan Ruas Brigif – Sawangan yang
terletak pada STA.8+456 – STA.8+538. Lokasi jembatan dapat dilihat pada
Gambar 1.2

Lokasi
Jembatan

Gambar 1.2 Lokasi Proyek


Sumber: Dokumen Proyek

I.3 Tujuan

Adapun tujuan disusunnya laporan Tugas Akhir ini adalah merancang bagian
struktur atas jembatan:

a. Parapet.
b. Pelat lantai.
c. Gelagar utama.
d. Diafragma

7
I.4 Ruang Lingkup
Dalam penyusunan laporan Tugas Akhir dilakukan pembatasan mengenai
topik yang akan dibahas. Adapun ruang lingkup yang dibahas adalah sebagai
berikut.

1. Melakukan perancangan pada bagian struktur atas jembatan yang


memiliki panjang total 83 m dengan masing – masing panjang bentang
41,5 m dan memiliki lebar jembatan 9 m.
2. Melakukan perhitungan analisa struktur atas jembatan yang terdiri dari
parapet, pelat lantai, gelagar utama dan diafragma (dengan beban
gempa diabaikan).
3. Perhitungan analisa struktur menggunakan aplikasi MIDAS Civil.
4. Untuk pperencanaan pembebanan mengacu pada SNI 1725:2016 dan
perencanaan struktur beton untuk jembatan mengacu pada RSNI – T -
12 – 2004.
5. Membuat detail gambar jembatan.

I.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada laporan ini adalah sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan

Bab ini membahas mengenai latar belakang perancangan, lokasi tinjauan,


ruang lingkup, dan tujuan perancangan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas mengenai dasar teori perancangan struktur atas jembatan.

BAB III Metodologi Perancangan

Bab ini menjelaskan mengenai cara mendapatkan data, aplikasi yang


digunakan, dan metode perancangan.

8
BAB IV Rancangan Anggaran Biaya & Jadwal Pelaksanaan Tugas Akhir

Bab ini membahas mengenai RAB dan jadwal pelaksanaan pembuatan


laporan Tugas Akhir selama berlangsung.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1Jembatan
Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan dapat
menyebrangi sungai/saluran air, lembah atau menghubungkan dengan jalan
lain yang tidak memiliki tinggi permukan yang sama.

Menurut Bina Marga (1991) Jembatan diklasifikasikan menjadi dua macam,


yaitu:

A. Jembatan berdasarkan Kelas:


1. Jembatan Permanen Kelas A
2. Jembatan Permanen Kelas B
3. Jembatan Permanen Kelas C
B. Jembatan berdasarkan Tipe:
1. Jembatan Baja Girder Komposit
2. Jembatan Rangka Baja
3. Jembatan Baja 3 Bentang
4. Jembatan Girder Baja 3 Bentang
5. Jembatan Baja 5 Bentang:
6. Jembatan Girder Baja 5 bentang .
7. Jembatan Rangka Baja 5 Bentang
8. Jembatan Panel (Bailey)
9. Jembatan Special Design

II.2 Pembebanan Jembatan

Dalam merencanakan suatu pembebanan jembatan harus berdasarkan standar


yang ditetapkan, dalam hal ini standar yang digunakan adalah SNI 1725:2016.
Dalam standar tersebut telah persyaratan minimum untuk pembebanan
beserta batasan penggunaan setiap beban, faktor beban dan kombinasi
pembebanan yang digunakan untuk perencanaan jembatan jalan raya,
termasuk jembatan pejalan kaki serta bangunan sekunder terkait dengan
jembatan tersebut.

10
II.2.1 Beban Permanen

Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang


tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari
bagian-bagian bangunan tersebutb adalah massa dikalikan dengan percepatan
gravitasi (g). Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah
9,81 m/detik2. Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam
bahan diberikan dalam Tabel .

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas
akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut
dapat digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan
massa diambil dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya tidak bisa
ditentukan dengan tepat, kita harus memilih di antara nilai tersebut yang
memberikan keadaan yang paling kritis.
Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen struktural
dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu
kesatuan aksi yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban
normal dan faktor beban terkurangi.

11
II.2.3.1 Berat Mati Sendiri (MS)
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain
yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen
nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan
untuk berat sendiri dapat dilihat pada Tabel .

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
II.2.3.2 Beban Mati Tambahan (MA)
Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya
dapat berubah selama umur jembatan. Faktor beban mati tambahan dapat
dilihat pada Tabel .

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016

II.2.2 Beban Lalu Lintas

Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur "D" dan
beban truk "T". Beban lajur "D" bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan

12
dan menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu
iring-iringan kendaraan yang sebenarnya.
Secara umum, beban "D" akan menjadi beban penentu dalam perhitungan
jembatan yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban
"T" digunakan untuk bentang pendek dan lantai kendaraan.
II.2.4.1 Beban Lajur “D” (TD)
Beban lajur "D" terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan
beban garis (BGT). Faktor beban yang digunakan untuk beban
lajur "D" seperti pada Tabel .

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) diletakkan searah dengan arah lalu lintas sepanjang
bentang jembatan, sedangkan untuk beban garis terpusat (BGT) diletakkan di
tengah – tengah bentang dengan arah melintang jembatan. Ilustrasi bebang
BTR dan BGT dapat dilihat pada Gambar .

Gambar
Sumber: SNI 1725:2016
Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q
tergantung pada panjang total yang dibebani L yaitu seperti berikut :
Jika L ≤ 30 m : q = 9,0 kPa

13
15
(
Jika L ≥ 30 m : q=9,0+ 0,5+
L)kPa

Keterangan:
q = Intensitas BTR dalam arah memanjang jembatan (kPa).
L = Panjang total jembatan yang dibebani (m).
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan
tegak lurus terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p
adalah 49,0 kN/m. Untuk mendapatkan momen lentur negatif maksimum pada
jembatan menerus, BGT kedua yang identik harus ditempatkan pada posisi
dalam arah melintang jembatan pada bentang lainnya.
Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk memperoleh
momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan. Hal itu
dilakukan dengan mempertimbangkan beban lajur “D” tersebar pada seluruh
lebar balok (tidak termasuk parapet, kerb dan trotoar) dengan intensitas 100%
untuk panjang terbebani yang sesuai.
II.2.4.2 Beban Truk “T” (TT)

Beban truk "T" tidak dapat digunakan bersamaan dengan beban “D”. Beban
truk dapat digunakan untuk menghitung pelat lantai kendaraan. Faktor beban
truk dapat dilihat pada Tabel .

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
Pembebanan truk "T" dengan berat 500 kN terdiri atas kendaraan truk semi-
trailer yang mempunyai susunan dan berat gandar seperti terlihat dalam
Gambar . Berat dari tiap-tiap gandar disebarkan menjadi 2 beban merata
sama besar yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan
lantai. Jarak antara 2 gandar tersebut bisa diubah-ubah dari 4,0 m sampai

14
dengan 9,0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang
jembatan.

Gambar
Sumber: SNI 1725:2016
II.2.4.3 Gaya Rem (TB)

Gaya rem harus diambil yang terbesar:


 25% dari berat gandar truk desain atau;
 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.
Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800
mm diatas permukaan jalan pada masing - masing arah longitudinal dan
dipilih yang paling menentukan.

II.2.3 Aksi Lingkungan

Beban akibat aksi lingkungan terdiri dari pengaruh temperatur, angin, banjir,
gempa dan penyebabpenyebab alamiah lainnya. Dalam hal ini penulis hanya
memperhitungkan beban aksi lingkungan akibat angin dalam pembebanan
jembatan.

15
II.2.5.1 Beban Angin

Besarnya tekanan angin yang ditentukan menurut SNI 1725:2016 diasumsikan


kecepatan dasar (VB) sebesar 90 hingga 126 km/jam.

Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan


yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area
dari semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak
lurus terhadap arah angin. Arah ini harus divariasikan untuk mendapatkan
pengaruh yang paling berbahaya terhadap struktur jembatan atau komponen-
komponennya.

Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000
mm diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana,
VDZ, harus dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

V 10
V DZ =2,5V 0 ( )( )
VB

Z
Zo

Keterangan:

VDZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)

V10 = Kecepatan angin pada elevasi 10 m diatas permukaan tanah/permukaan


air rencana (km/jam)

VB = Kecepatan angin rencana yaitu 90 – 126 km/jam pada elevasi 1000 m.

Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari permukaan air
dimana beban angin dihitung (Z > 10 m)

V0 = Kecepatan gesekan angin yang merupakan karakteristik meteorologi dan


besarannya dapat dilihat pada Tabel…

16
Tabel
Sumber: SNI 1725:2016

V10 dapat diperoleh dari:

 Grafik kecepatan angin untuk berbagai periode ulang.


 Survei angin pada lokasi jembatan, dan
 Jika tidak ada data yang lebih baik, dapat mengasumsikan V 10 = VB =
90 – 126 km/jam.
a. Beban Angin pada Struktur (EWS)

Dalam beban angin pada struktur tekanan angin rencana dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

2
V
( )
PD =PB DZ
VB

Keterangan:

PB = Tekanan angin dasar yang ditentukan seperti Tabel….

Tabel
Sumber: SNI 1725:2016
b. Beban Angin pada Kendaraan (EWL)

Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada


kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan
menerus sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas
permukaan jalan.

17
II.3 Struktur Atas Jembatan

Struktur atas jembatan merupakan suatu bagian jembatan yang menerima


beban secara langsung meliputi beban sendiri, beban lalu lintas kendaraan,
gaya rem, beban mati tambahan, dan lain-lain yang kemudian disalurkan
kepada bangunan di bawahnya (Substructures). Struktur atas sendiri terdiri
dari beberapa bagian, yaitu:

1. Parapet
2. Pelat Lantai Jembatan
3. Gelagar Utama/Girder
4. Balok Diafragma

II.3.1 Parapet

Bangunan pengaman tepi/Parapet adalah suatu struktur yang berfungsi


untuk mengurangi kecepatan kendaraan yang menabraknya dengan
wajar tanpa mendatangkan kecelakaan pada manusia. Parapet harus
dibuat dengan kokoh sehingga kendaraan yang menabraknya tidak
dapat memecahkannya dan dapat mengarahkan kembali kendaraan ke
jalur lalu lintas dengan baik.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat No. 07/SE/M/2015 tentang Pedoman Persyaratan Umum
Perencanaan Jembatan , bangunan pengaman lalu lintas pada struktur
jembatan harus:

1. Menahan kendaraan- kendaraan pada jembatan yang


memperhitungkan tingkat risikonya.
2. Memperkecil percepatan kendaraan dan mengalihkan dengan baik
kendaraan- kendaraan yang mengalami kejutan.
3. Menempel dengan kuat pada penghalang di jalan pendekat dengan
kekakuan yang sesuai.
4. Mempunyai kekuatan struktural yang cukup selama pengaruh kejut
dari kendaraan untuk memperkecil risiko jeruji-jeruji menusuk ke
dalam ruang penumpang.

18
5. Mudah diperbaiki atau diganti dengan cepat.
6. Dapat menerima pergerakan bangunan akibat panas, rotasi dan
lainnya. Sambungan- sambungan harus sedemikian sehingga
mencegah timbulnya bising dan getaran, terutama di daerah
perkotaan.
7. Sedemikian rinci agar sesuai dengan bangunan dan menghindarkan
adanya halangan pandangan dari kendaraan atau halangan terhadap
jarak pandang pada persimpangan.
8. Dirinci untuk membatasi gaya-gaya hidrodinamis dan terjebaknya
benda hanyutan pada waktu jembatan terendam banjir dengan
periode ulang 25 tahun.

Berdasarkan Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan


Rakyat No. 07/SE/M/2015 tentang Pedoman Persyaratan Umum
Perencanaan Jembatan , bangunan pengaman lalu lintas harus didesain
untuk tingkat kinerja yang sesuai seperti gambar….

Gambar 2.1 Contoh Tipikal Penghalang Beton


Sumber: NSPK Jembatan Tahap Perancangan

memiliki 3 tingkat kinerja yaitu sebagai berikut:

19
1. Tingkat Kinerja 1

Pengaman tingkat ini dibutuhkan apabila ada bahaya terhadap


penumpang kendaraan atau orang lain atau barang milik.
Pengaman tingkat 1 dapat menahan mobil, bus, dan truk berat
dengan aman pada saat kondisi kejut yang besar dengan kecepatan
tinggi hingga kecepatan rencana jalan.

2. Tingkat Kinerja 2

Pengaman tingkat ini harus mampu menahan mobil dan bus pada
tingkat kejut yang sedang, sehingga bahaya terhadap penumpang
tidak sebesar dengan tingkat kinerja 1.

3. Tingkat Kinerja 3

Pengaman tingkat ini dapat digunakan dengan kondisi berikut:

 Volume lalu lintas rendah (<300 kendaraan/hari).


 Jembatan di atas air dangkal.
 Ketinggian jembatan rendah (<4 m).
 Alinemen lurus (radius > 1500 m).
 Lebar antar pengaman tidak kurang dari 8 m untuk jembatan
banyak.

Pengaman tingkat ini harus mampu menahan mobil pada


kecepatan rencana jalan raya.

II.3.2 Pelat Lantai

Pelat lantai jembatan merupakan suatu komponen jembatan yang


berfungsi untuk menahan beban yang bekerja di atasnya, baik beban
mati ataupun beban lalu lintas (kendaraan). Pelat lantai itu sendiri
dapat digolongkan menjadi 2 tipe, yaitu:

20
1. Pelat Satu Arah (One Way Slab)
Pelat lantai bisa dikatakan satu arah apabila memiliki
perbandingan rasio pendek (Lx) dan rasio panjang (Ly) sebagai
berikut:
Ly
≥2,0
Lx
2. Pelat Dua Arah (Two Way Slab)
Pelat lantai bisa dikatakan dua arah apabila memiliki perbandingan
rasio pendek (Lx) dan rasio panjang (Ly) sebagai berikut:
Ly
<2,0
Lx

Dalam menentukan tebal minimum suatu pelat lantai harus memenuhi


kedua syarat sebagai berikut:

1. t s ≥ 200 mm
2. t s ≥( 100+ 40 L)mm

Dengan L yaitu bentang pelat lantai yang diukur dari pusat ke pusat
tumpuan.

II.3.2.1 Perancangan Pelat Lantai Akibat Lentur

Berdasarkan RSNI T – 12 – 2004 untuk menentukan suatu luas


tulangan tarik dan tekan pada pelat lantai kendaraan harus memenuhi
syarat perancangan kekuatan pelat terhadap lentur (ΦMn ≥ MU).
Dalam perancangan pelat lantai akibat lentur penulis menggunakan
tulangan ganda agar dapat menahan beban tertentu, dan dengan
mengasumsikan baja tulangan tekan sudah leleh sehingga rumus
perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut:

f s' =fy
M u ≤ φMn

[ ( a2 )+ A s . fy . (d−d )]
M u=φ 0,85. f c' . a .b . d d− ' '

Keseimbangan gaya horizontal ∑ H =0


' ' '
` 0,85 × f c ×a × b+ A s × f s = As × fy

21
( As−As ' )
a= × fy
0,85. f c' . b
Kontrol terhadap asumsi tulangan tekan leleh (εs’ ≥ εs)

ε 's : ( c−d ' )=ε c :c

ε 's=( c−dc ' ) ε ≥ ε = Esfy


c c

Apabila tulangan belum leleh ( f s' ≠ fy ) , maka besarnya tegangan


tulang leleh (fs’)

f s' =ε s ' . Es

¿ ( c−dc ' ) . εc . Es
Dan besarnya Mu adalah sebagai berikut:

[
Mu=φ 0,85. f c ' . a . b . d− ( a2 )+ A s . f s . (d−d )]
' ' '

Dengan nilai

As . fy− A s ' . fs'


a=
0,85. f c ' . b
Kontrol rasio penulangan ( ρmin < ρ< ρmax ¿ untuk tulangan ganda
adalah sebagai berikut:

a. Rasio penulangan minimum ( ρmin )

Nilai rasio penulangan minimum menurut RSNI – T – 12 – 2004


adalah sebagai berikut:

ρ min = √ fc' atau 1,0


4 × fy fy
Dari persamaan diatas ambil nilai yang paling besar.
b. Rasio penulangan maksimum (ρmax )
fs '
ρmax =0,75 × ρb + ρ'
fy

22
II.3.3 Gelagar Jembatan

Bagian struktur atas yang berfungsi menyalurkan beban berupa beban


kendaraan, berat sendiri girder dan beban – beban lainnya yang berada di
atas girder tersebut ke bagian struktur bawah yaitu abutment. Pemberian
gaya prategang pada beton prategang akan memberikan tegangan tekan
pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan terhadap beban
luar yang bekerja. Gaya prategang diatur sesuai tegangan ijin dari fiber -
fiber kritis. Pengaturan posisi penegangan pada penampang akan
memberikan keuntungan lebih.

Apabila gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang, tetap dengan
eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat eksentrisitas tersebut.

P P .e
Tegangan akibat prategang adalah : +
A W

M
Tegangan akibat beban luar termasuk berat sendiri :
W

Resultan tegangan serat di Tarik dibuat sama dengan nol untuk struktur
fully prestressed (prategang penuh) disesuaikan dengan tegangan ijinya.
Diserat, tekan tegangan tidak boleh melebihi tekan tegangan yang
diijinkan. Dengan demikian tegangan serat tertekan adalah :

−P P . e M
fa= + −
A W W

−P P . e M
fb= − +
A W W

Dimana :

fa : tegangan diserat atas (MPa=N/mm2)

fb : tegangan diserat bawah (MPa=N/mm2)

P : gaya prategang (N)

23
e : eksentrisitas penampang

M : momen akibat beban luar (N.mm)

W : momen tahan (mm2)

24
BAB III
METODOLOGI PELAKSANAAN
Pada tahapan metodologi ini aka menjelaskan metode yang digunakan untuk
mempermudah proses penyusunan tugas akhir dan dijadikan acuan dalam perancagan
jembatan pada proyek jembatan tol desari yang disajikan dalam diagram alir. Seperti
terlihat pada gambar .

Mul
ai
Mul A
ai

Pengumpulan
Perencanaan
Data
Diafragma

Analisa Data
Detailed Design

Analisa
Seles
Pembebanan
ai

Perencanaan
Pelat Lantai
&Parapet

Perencanaan
Girder

Gambar 3.1 Alur Perencanaan Struktur Atas Jembatan

25
BAB IV
JADWAL PEKERJAAN DAN RENCANA ANGGARAN BIAYA

IV.1 Jadwal Pekerjaan


Jadwal kegiatan ini disusun berdasarkan pada estimasi durasi kegiatan yang
pernah dilakukan. Sehingga pada pelaksanaannya mungkin saja kegiatan
dapat selesai lebih cepat, atau lebih lambat.
Dengan adanya jadwal kegiatan, dapat dijadikan sebagai target dan batasan
waktu sehingga penyusunan tugas akhir ini dapat segera diselesaikan. Berikut
jadwal kegiatan penyusunan tugas akhir disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jadwal Penyusunan Tugas Akhir

26
IV.2 Rencana Anggaran Biaya

Berikut Rancangan Anggaran Biaya selama proses penyusunan laporan Tugas


Akhir ini berlangsung dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Rencana Anggaran Biaya Penyusunan Tugas Akhir

27
DAFTAR PUSTAKA

https://www.scribd.com/document/375955239/Klasifikasi-Jembatan-Sesuai-
Direktorat-Jendral-Bina-Marga

http://nspkjembatan.pu.go.id/public/uploads/TahapPerancangan/SE/1511098578(22)_
07_se_m_2015.pdf

28

Anda mungkin juga menyukai