Disusun Oleh :
Zuwandi Abd. Kadir
10617120
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-Nya,
akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul peran mahasiswa dalam upaya
memerangi budaya korupsi di Indonesia sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester mata
kuliah Anti Korupsi. Dimana dalam topik bahasan ini mahasiswa akan belajar bagaimana
mencontek dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Dalam penyajiannya, kami
menyusun dengan uraian singkat, pembahasan, serta kesimpulan akhir.
Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang sekiranya dapat membangun agar penyusunan makalah
ini selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak khususnya dapat menanambah wacana dan pengetahuan mahasiswa.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat
nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan politik, juga dikaitkan dengan
perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan
pembangunan nasional. Korupsi di tanah air kita ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri aspek moral,
aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek
politis, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum dan lemahnya penegakkan
hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau masyarakat kurang mendukung perilaku anti
korupsi. Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi
menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya dalam sisi
ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namum disertai dengan
maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun
memberikan efek negative bagi perekonomian secara umum. Salah satu upaya jangka panjang
yang terbaik mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini
kepada kalangan generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena
mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat
terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak
melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya”
korupsi dari generasi pendahulunya.
B. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pengertian dari korupsi.
2) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
3) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
4) Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah korupsi
5) Mengetahui dampak dari korupsi
6) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
7) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
8) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
LANDASAN TEORI
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington(1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat,
dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa
seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang
yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas
jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan
pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas
bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar
azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif.
I. Korupsi Aktif
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi
(Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara
dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun
2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
(Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia
atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional
indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan
uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku
atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di
muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang
lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang
Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima
pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu menjalankan
tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
(huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999)
2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan
sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan
dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga
menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak
equivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya,
memungkinkan peraturan tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan
mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi
berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan mengakumulasi
kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi
menjadi penyebab timbulnya korupsi.
Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok; ketiga,
remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik bersifat internal-eksternal;
kelima, budaya taat aturan. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002)
yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan
peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu, praktik penegakan hukum
juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak
mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk
memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat
yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan
berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya
korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil,
ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen
termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korupsi.
4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut
pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d)
manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Melalui tujuan organisasi
para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan tentang apa saja yang
tidak, serta apa yang dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat
berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi
menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan anggota
organisasi akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi berfungsi
baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola tingkah laku (yang
normatif), sehingga dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota
bersedia memenuhi aturan yang telah ditentukan.
B. Keterlibatan Mahasiswa
1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari
lingkungan keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat
ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya
aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali
dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru karena anggota keluarga adalah
orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap
adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.
2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi
ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas
mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar
dirinya sendiri tidak akan berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks
komunitas seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame mahasiswa
dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.
3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk
mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
4. Di Tingkat Lokal dan Nasional
Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader)
dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Kegiatan-kegiatan
anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat
akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu Negara.
Kesimpulan
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi
yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-
Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap
generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang
madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu
yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa.
Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah
bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting
dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa
ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of
change).
Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini sebagai
figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal
didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti
korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi
sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu bagian
dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif,
kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan
pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran
lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-
masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi
untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk
proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk
dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala
aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Hendra. (2011). Hubungan Antara Efikasi Diri dan Orientasi Akademik dengan Perilaku
Menyontek Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika (tidak diterbitkan). Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.