Anda di halaman 1dari 20

2MAKALAH

PERAN MAHASISWA DALAM UPAYA MEMERANGI


BUDAYA KORUPSI DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Zuwandi Abd. Kadir
10617120

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan karunia-Nya,
akhirnya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul peran mahasiswa dalam upaya
memerangi budaya korupsi di Indonesia sebagai tugas pengganti Ujian Akhir Semester mata
kuliah Anti Korupsi. Dimana dalam topik bahasan ini mahasiswa akan belajar bagaimana
mencontek dapat dikategorikan sebagai tindakan korupsi. Dalam penyajiannya, kami
menyusun dengan uraian singkat, pembahasan, serta kesimpulan akhir.

Saya menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu saya
mengharapkan saran dan kritik yang sekiranya dapat membangun agar penyusunan makalah
ini selanjutnya dapat menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak khususnya dapat menanambah wacana dan pengetahuan mahasiswa.

Kediri, 7 Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Korupsi adalah salah satu masalah dan tantangan besar yang dihadapi oleh masyarakat
nasional maupun internasional. Korupsi sering dikaitkan dengan politik, juga dikaitkan dengan
perekonomian, kebijakan publik, kebijakan internasional, kesejahteraan sosial, dan
pembangunan nasional. Korupsi di tanah air kita ibarat “warisan haram” tanpa surat wasiat.
Faktor internal penyebab korupsi dari diri pribadi sedang faktor eksternal adalah faktor
penyebab terjadinya korupsi karena sebab-sebab dari luar. Faktor internal terdiri aspek moral,
aspek sikap atau perilaku dan aspek sosial. Faktor eksternal dilacak dari aspek ekonomi, aspek
politis, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum dan lemahnya penegakkan
hukum, serta aspek social yaitu lingkungan atau masyarakat kurang mendukung perilaku anti
korupsi. Korupsi tidak hanya berdampak terhadap satu aspek kehidupan saja. Korupsi
menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara.
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat, khususnya dalam sisi
ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Pada keadaan ini, inefisiensi
terjadi, yaitu ketika pemerintah mengeluarkan lebih banyak kebijakan namum disertai dengan
maraknya praktek korupsi, bukannya memberikan nilai positif yang semakin tertata, namun
memberikan efek negative bagi perekonomian secara umum. Salah satu upaya jangka panjang
yang terbaik mengatasi korupsi adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini
kepada kalangan generasi muda sekarang khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi. Karena
mahasiswa adalah generasi penerus yang akan menggantikan kedudukan para penjabat
terdahulu. Juga karena generasi muda sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di
sekitarnya. Jadi, kita lebih mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak
melakukan tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya”
korupsi dari generasi pendahulunya.

II. Maksud dan Tujuan


A. Maksud
Maksud dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memberikan gambaran tentang
perilaku korupsi di Indonesia yang sangat meprihatinkan, dan sebagai mahasiswa tentu kami
ingin memberikan kontribusi untuk mencegah terjadinya korupsi, karena mahasiswa adalah
lapisan masyarakat yang memepunyai ideologi tinggi dan mampu memberikan pengawasan
terhadap kinerja instansi pemerintahan.

B. Tujuan
Adapun tujuan dapi penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pengertian dari korupsi.
2) Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
3) Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
4) Mengetahui peran serta Mahasiswa mencegah korupsi
5) Mengetahui dampak dari korupsi
6) Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
7) Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
8) Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Korupsi secara Teoritis

Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington(1968) adalah
perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh masyarakat,
dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi. Maka
dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan
masyarakat luas dengan berbagai macam modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur
bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna
yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang
menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara
dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan
hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi
atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa
seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang
yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan
kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk
balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas
jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan
pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas
bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar
azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham
keuangan pribadi dengan masyarakat.
B. Tindak Pidana Korupsi Menurut Undang-Undang
Memperhatikan Undang-undang nomor 31 tahun 1999 Undang-undang Nomor 20
tahun 2001,maka tindak Pidana Korupsi itu dapat dilihat dari dua segi yaitu korupsi Aktif dan
Korupsi Pasif.
I. Korupsi Aktif
- Secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
- Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau Korporasi yang
menyalahgunakan kewenangan,kesempatan atau dapat merugikan keuangan Negara,atau
perekonomian Negara (Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999)
- Memberi hadiah Kepada Pegawai Negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 4 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1999)
- Percobaan pembantuan,atau pemufakatan jahat untuk melakukan Tindak pidana Korupsi
(Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara Negara
dengan maksud supaya berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya (Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 20
tahun 2001)
- Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya dilakukan atau tidak
dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 Tagun
2001)
- Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi
putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) huruf a
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pemborong,ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan,melakukan perbuatan curang
yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang atau keselamatan negara dalam
keadaan perang (Pasal (1) huruf a Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan,sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a
(Pasal 7 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara nasional Indonesia
atau Kepolisian negara Reublik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang (Pasal 7 ayat (1) huruf c
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara nasional
indpnesia atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja mebiarkan
perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (pasal 7 ayat (1) huruf d Undang-
undang Nomor 20 Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain pegawai negeri yyang di tugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu,dengan sengaja menggelapkan
uang atau mebiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang
lain atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 Undang-undang Nomor
20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau sementara waktu,dengan sengaja memalsu buku-buku
atau daftar-daftar khusus pemeriksaan administrasi (Pasal 9 Undang-undang Nomor 20
Tahun 2001)
- Pegawai negeri atau orang selain Pegawai Negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus-menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja
menggelapkan menghancurkan,merusakkan,atau mebuat tidak dapat dipakai
barang,akta,surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di
muka pejabat yang berwenang yang dikuasai karena jabatannya atau membiarkan orang
lain menghilangkan,menghancurkan,merusakkan,attau membuat tidak dapat dipakai
barang, akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Pegawai negeri atau Penyelenggara Negara yang Dengan maksud menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu atau menerima pembayaran
dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri (pasal 12 e undang-undang
Nomor 20 tahun 2001) Pada waktu menjalankan tugas meminta,menerima atau memotong
pembayaran kepada pegawai Negeri atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum
tersebut mempunyai hutang kepadanya.padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan hutang (huruf f) Pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima
pekerjaan atau penyerahan barang seplah-olah merupakan hutang pada dirinya,padahal
diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang (huruf g) Pada waktu menjalankan
tugas telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai,seolah-olah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan,telah merugikan orang yang
berhak,apadahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan atau baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut
serta dalam pemborongan,pengadaan,atau persewaan yang pada saat dilakukan
perbuatan,untuk seluruhnya atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya
(huruf i)
- Memberi hadiah kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang
yang melekat pada jabatan atau kedudukannya,atau oleh pemberi hadiah atau janji
dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu (Pasal 13 Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999)

II. Korupsi Pasif


- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji karena
berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 20 tahun 2001)
- Hakim atau advokat yang menerima pemberian atau janji untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili atau untuk mepengaruhi nasihat atau
pendapat yang diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili (Pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001)
- Orang yang menerima penyerahan bahan atau keparluan tentara nasional indonesia, atau
kepolisisan negara republik indonesia yang mebiarkan perbuatan curang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau c Undang-undang nomor 20 tahun 2001 (Pasal 7
ayat (2) Undang-undang nomor 20 tahun 2001.
- Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan
utnuk mengerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya,atau sebaga akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya (pasal 12 huruf a dan huruf b Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Hakim yang enerima hadiah atau janji,padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili (pasal 12 huruf c Undang-undang nomor 20 tahun 200
- Advokat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,bahwa
hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat uang diberikan
berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (pasal 12
huruf d Undang-undang nomor 20 tahun 2001)
- Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang
diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya (pasal 12 Undang-undang nomor 20 tahun 2001).

C. Teori Budaya Korupsi


Di Indonesia, korupsi telah menjadi kebiasaan zaman lampau. Korupsi menjadi budaya
dalam sistem tersebut, dimana kekuasaan menjadi harga mati bagi kalangan ningrat dan
golongannya.
Korupsi merupakan tindakan penyimpangan dalam kehidupan sosial, budaya,
kemasyarakatan, dan kenegaraan. Perilaku korupsi sudah terjadi dimana-mana. Antara
pengusaha dan pejabat birokrat yang mempunyai kekuasaan atau antara warga bertaraf
ekonomi menengah ke bawah. Sepertinya dalam berbagai perbincangan, kata korupsi
merupakan kata yang sudah tidak aneh lagi. Seolah telah menjadi bahasa lumrah dalam
perbincangan. Korupsi sudah tidak dianggap lagi sebagai pelanggaran etika individual
melainkan dianggap sebagai pelanggaran etika sosial sebagai kesepakatan umum. Para anggota
dewan, birokrasi, dan penegak hukum masih menganggap bahwa korupsi merupakan tindakan
pelanggaran etika individual yang harus dihindari. Berkembangnya sikapsemacam ini justru
membahayakan. Jika terjadi di kalangan anggota dewan dan berkaitan erat dengan penegak
hukum. Hal ini disebabkan karena korupsi di DPR dilakukan dalam peraturan perundang-
undangan yang sah sebagai kebijakan negara (corruption by policy).Hal ini tentu akan merusak
cita-cita dan tujuan bangsa. Terungkapnya berbagai kasus korupsi di lingkungan DPR, telah
membuktikan bahwa korupsi sudah menjadi budaya di Indonesia. DPR adalah lembaga yang
memegang kedaulatan rakyat. Dimana rakyat menaruh harapan banyak kepada para DPR.
Namun tidak semua DPR melakukan korupsi, tetapi dengan adanya DPR yng melakukan
korupsi akan mengubah persepsi masyarakat sehingga menjadi tidak percaya lagi terhadap
kinerja DPR. Masalah lain yaitu korupsi di tingkat pegawai negeri. Dalam hal ini salah satu
pemicunya adalah gaji pegawai yang rendah. Dengan gaji pegawai yang rendah danbanyaknya
kepentingan partai politik maka semua ini akan mendorong pada tindakan korupsi dalam
birokrasi dan dalam masyarakat.
Selain itu, pada masyarakat menengah ke bawah tanpa sadar juga sering melakukan
tindakan korupsi. Misalnya saja pada pemilihan kepala desa, para calon memberikan uang
kepada para warga dengan maksud agar warga memilih calon kepala desa tersebut. hal ini juga
termasuk dalam tidakan suap. Perilaku korupsi juga tak hanya berlaku pada siapa yang
menerima uang pelicin, tetapi juga pada siapa yang memberikan uang pelicin
tersebut. (Semma, 2008:36). Jadi, terhadap pemberi suap maupun penerima suap sama-sama
telah melakukan perilaku korupsi.
Di lingkup pendidikan misalnya saja seorang guru yang membocorkan kuncijawaban
UNAS kepada murid-muridnya agar bisa lulus semua dengan nilai yang memuaskan. Tentu
hal ini juga terbilang korupsi dalam tingkat yang kecil. Murid sudah diajarkan terlebih dahulu
untuk berbuat kecurangan yaitu seperti tidak jujur dalam mengerjakan soal UNAS. Semestinya
dalam lingkup pendidikan anak sudah mulai diajarkan sejak dini untuk selalu berperilaku jujur.
Melihat hal di atas memang sangat mengkhawatirkan. Hampir semua orang di negeri ini sudah
mulai melakukan perilaku korupsi mulai dari taraf yang rendah hingga sampai taraf tinggi.
Korupsi memang sudah menjadi budaya di negeri ini. suatu upaya untuk menghilangkan
korupsi tersebut dari masyarakat sama saja memusnahkan kebudayaan masyarakat yang
merupakan warisan. Salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu dengan cara mengubah budaya
pada masyarakat yang masih mengagungkan kebudayaan lama yang dianut. Seberapa kuat
kebudayaan lama, jika kita lama-lama mampu mengikis secara terus menerus akan terlihat
dampak dengan mulai berkurangnya perilaku korupsi.

D. Faktor Penyebab Korupsi


Menurut Yamamah, ketika perilaku konsumtif dan materialistic masyarakat serta
sistem politik yang masih “mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan
uang dan korupsi (Ansari Yamamah: 2009).
Nur Syam (2000) memberikan pandangan bahwa penyebab seseorang melakukan
korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu
ditahannya. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah
dalam mengakses kekayaan. Secara umum faktor penyebab korupsi dapat terjadi karena faktor
politik, hukum, ekonomi, sebagaimana dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi
Korupsi (ICW: 2000) yang mengidentifikasikan empat factor penyebab korupsi yaitu faktor
politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor transnasiona
1. Faktor Politik
Politik salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini dilihat ketika terjadi instabilitas
politik, kepentingan politis para pemegang kekuasaan bahkan ketika meraih dan
mempertahankan kekuasaan. Menurut Susanto (2002) korupsi level pemerintahan adalah dari
sisi penerimaan, pemerasan uang suap, pemberian perlindungan, pencurian barang-barang
publik untuk kepentingan pribadi, disebabkan suatu hal yang disebut konstelasi
politik. Sementara menurut De Asis, korupsi politik misalnya perilaku curang (politik uang)
pada pemilihan anggota legislatif atau pejabat-pejabat eksekutif, dana illegal untuk
pembiayaan kampanye, penyelesaian konflik parlemen melalui cara-cara illegal dan teknik lobi
yang menyimpang (De Asis: 2000). Dapat dikatakan bahwa korupsi adalah hasil dari adanya
monopoli (kekuasaan) ditambah dengan kewenangan yang begitu besar tanpa keterbukaan dan
pertanggungjawaban.

2. Faktor Hukum
Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan
sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan
dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil, rumusan yang tidak jelas-tegas sehingga
menjadi multi tafsir, kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain, sanksi yang tidak
equivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak tepat sasaran, dan sebagainya,
memungkinkan peraturan tidak kompatibel dengan realitas di masa mendatang akan
mengalami resistensi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan legitimasi bagi
berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan mempertahankan dan mengakumulasi
kekuasaan. Bibit Samad Riyanto (2009) mengatakan lima hal yang dianggap berpotensi
menjadi penyebab timbulnya korupsi.
Pertama, sistem politik; kedua, intensitas moral seseorang atau kelompok; ketiga,
remunerasi (pendapatan) yang minim; keempat, pengawasan baik bersifat internal-eksternal;
kelima, budaya taat aturan. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (Basyaib: 2002)
yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang-undangan memberikan
peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Di samping itu, praktik penegakan hukum
juga masih dililiy berbagai permasalahan yang menjauhkan hukum dari tujuannya.
3. Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak
mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, korupsi seharusnya dilakukan orang untuk
memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat
yang pas-pasan yang bertahan hidup. Namun di saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan
berpendidikan tinggi (Sulistyantoro: 2004). Pendapat lain menyatakan kurangnya gaji dan
pendapatan pegawai negeri merupakan faktor paling menonjol menyebabkan meluasnya
korupsi di Indonesia. Dari keinginan pribadi untuk keuntungan yang tidak adil,
ketidakpercayaan sistem peradilan, banyak faktor motivasi orang kekuasaan, anggota parlemen
termasuk warga biasa, terlibat dalam perilaku korupsi.

4. Faktor Organisasi
Menurut Tunggal (2000). Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dari sudut
pandang organisasi meliputi: (a) kurang adanya teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
organisasi yang benar, (c) system akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d)
manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Melalui tujuan organisasi
para anggota dapat memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan tentang apa saja yang
tidak, serta apa yang dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tujuan organisasi dapat
berfungsi menyediakan pedoman-pedoman praktis bagi anggotanya. Tujuan organisasi
menghubungkan anggota dengan berbagai tata cara dalam kelompok. Standar tindakan anggota
organisasi akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot tindakan. Sebuah organisasi berfungsi
baik, bila anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola tingkah laku (yang
normatif), sehingga dapat dikatakan kehidupan bersama mungkin apabila anggota-anggota
bersedia memenuhi aturan yang telah ditentukan.

E. Gerakan Anti Korupsi


Upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan selama ini belum dapat menunjukkan
hasil maksimal. Hal ini antara lain terlihat dari masih rendahnya angka Indeks Persepsi Korupsi
(IPK) Indonesia. Berdasarkan UU No.30 Tahun 2002, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dirumuskan sebagai rangkaian tindakan untuk mencegah dan memberanas tindak pidana
korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitor, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian dalam strategi pemberantasan korupsi
terdapat 3 (tiga) unsur utama, yaitu: pencegahan, penindakan, dan peran serta
masyarakat. Salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah dengan sadar melakukan suatu
Gerakan Anti-Korupsi di masyarakat. Dengan tumbuhnya budaya anti-korupsi di masyarakat
diharapkan dapat mencegah munculnya perilaku koruptip. Gerakan anti-korupsi adalah suatu
gerakan jangka panjang yang harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan yang terkait,
yaitu pemerintah, swasta, dan masyarakat. Pada dasarnya korupsi yang terjadi jika ada
pertemuan antara tiga factor utama, yaitu: niat, kesempatan, dan kewenangan. Sehingga upaya
memerangi korupsi pada dasarnya adalah upaya untuk menghilangkan atau setidaknya
meminimalkan ketiga faktor tersebut. Karena, gerakan anti korupsi adalah suatu gerakan yang
memperbaiki perilaku individu dan sistem untuk mencegah terjadinya perilaku koruptif,
sehingga dapat memperkecil peluang berkembang luasnya korupsi di negeri ini. Upaya
perbaikan perilaku manusia antara lain dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai yang
mendukung terciptanya perilaku anti-koruptif. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah
kejujuran, kepedulian, kerja keras, kemandirian, kedisiplinan, tanggungjawab, kesederhanaan,
keberanian dan keadilan. Penanaman nilai-nilai ini kepada masyarakat dilakukan dengan
berbagai cara yang disesuaikan dengan kebutuhan. Penanaman nilai-nilai ini juga penting
dilakukan kepada mahasiswa.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Peran Mahasiswa dalam Mencegah Tindak Korupsi


Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna
busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupunpegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidaklegal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. Dari sudut pandang hukum, tindak
pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
· perbuatan melawan hukum,
· penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
· memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
· merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
· memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
· penggelapan dalam jabatan,
· pemerasan dalam jabatan,
· ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
· menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara)
Pemuda khususnya mahasiswa adalah aset paling menentukan kondisi zaman tersebut
dimasa depan. Mahasiswa salah satu bagian dari gerakan pemuda. Belajar dari masa lalu,
sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang
menjadi bagian kekuatan perubahan. Tokoh-tokoh Sumpah Pemuda 1928 telah memberikan
semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa
Sumpah Pemuda memberikan inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan
kemerdekaan di Indonesia. Peranan tokoh-tokoh pemuda lainnya adalag Proklamasi
Kemerdekaan tahun 1945, lahirnya Orde Baru tahun 1966, dan Reformasi tahun 1998. Tidak
dapat dipungkiri bahwa dalam peristiwa-peristiwa besar tersebut mahasiswa tampil di depan
sebagai motor penggerak dengan berbagai gagasan, semangat dan idealisme yang mereka
miliki dan jalankan. Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan dating yang
menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek bernama Korupsi. Peran penting
mahasiswa tersebut tidak dapat dilepaskan dari karakteristik yang mereka miliki, yaitu:
intelektualitas, jiwa muda dan idealisme. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa
muda yang penuh semangat, dan idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu
mengambil peran penting dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar
perjalanan bangsa ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan
(agent of change). Mahasiswa didukung oleh kompetensi dasar yang mereka miliki, yaitu:
intelegensia, ide-ide kreatif, kemampuan berpikir kritis, dan keberanian untuk menyatakan
kebenaran. Dengan kompetensi yang mereka miliki tersebut mahasiswa diharapkan mampu
menjadi agen perubahan, mereka mampu menyuarakan kepentingan`rakyat, mampu
mengkritisi kebijakan-kebijakan yang koruptif, dan mampu menjadi watch dog lembaga-
lembaga negara dan penegak hukum.

B. Keterlibatan Mahasiswa
1. Di Lingkungan Keluarga
Internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa dapat dimulai dari
lingkungan keluarga. Pelajaran yang dapat diambil dari lingkungan keluarga ini adalah tingkat
ketaatan seseorang terhadap aturan/tata tertib yang berlaku. Substansi dari dilanggarnya
aturan/tata tertib adalah dirugikannya orang lain karena haknya terampas.
Tahapan proses internalisasi karakter anti korupsi di dalam diri mahasiswa yang diawali
dari lingkungan keluarga yang sangat sulit dilakukan. Justru karena anggota keluarga adalah
orang-orang terdekat, yang setiap saat bertemu dan berkumpul, maka pengamatan terhadap
adanya perilaku korupsi yang dilakukan di dalam keluarga seringkali menjadi bias.

2. Di Lingkungan Kampus
Keterlibatan mahasiswa dalam gerakan anti korupsi di lingkungan kampus dapat dibagi
ke dalam dua wilayah, yaitu: untuk individu mahasiswanya sendiri, dan untuk komunitas
mahasiswa. Untuk konteks individu, seseorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah agar
dirinya sendiri tidak akan berperilaku koruptif dan tidak korupsi. Sedangkan untuk konteks
komunitas seorang mahasiswa diharapkan dapat mencegah rekan-rekannya sesame mahasiswa
dan organisasi kemahasiswaan kampus untuk tidak berperilaku koruptif dan tidak korupsi.

3. Di Masyarakat Sekitar
Hal yang sama dapat dilakukan mahasiswa atau kelompok mahasiswa untuk
mengamati lingkungan di lingkungan masyarakat sekitar.
4. Di Tingkat Lokal dan Nasional
Mahasiswa dengan kompetensi yang dimilikinya dapat menjadi pemimpin (leader)
dalam gerakan massa anti korupsi baik yang bersifat lokal maupun nasional. Kegiatan-kegiatan
anti korupsi yang dirancang dan dilaksanakan secara bersama dan berkesinambungan oleh
mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi akan mampu membangunkan kesadaran masyarakat
akan buruknya korupsi yang terjadi di suatu Negara.

C. Peranan Pendidikan Anti Korupsi Dini di Kalangan Mahasiswa dalam Mencegah


Terjadinya Tindak Korupsi
Pendidikan budi pekerti adalah salah satu pendidikan penting untuk bekal hidup setiap
orang. Disini ‘murid’ belajar memahami nilai-nilai yang diterima dan harus ditaati dalam
masyarakat tempat dia tinggal dan dalam masyarakat dunia. Dalam mempelajari nilai-nilai ini
akan ditemui manfaat jika kita mematuhi pagar aturan tersebut dan apa akibatnya jika kita
melanggarnya. Sebetulnya inti dari pendidikan anti korupsi adalah bagaimana penanaman
kembali nilai-nilai universal yang baik yang harus dimiliki oleh setiap orang agar dapat
diterima dan bermanfaat bagi dirinya sendiri serta lingkungannya. Di antara sifat-sifat itu ada
jujur, bertanggung jawab, berani, sopan, mandiri, empati, kerja keras, dan masih banyak lagi.
Pendidikan adalah salah satu penuntun generasi muda untuk ke jalan yang benar. Jadi, sistem
pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi muda ke depannya. Termasuk juga
pendidikan anti korupsi dini. Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk
koruptor sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang menjadi koruptor
atau tidak. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang
madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang
bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi dalam
pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa. Karena pada
dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah bangsa. Pendidikan
anti korupsi sesungguhnya sangat penting guna mencegah tindak pidana korupsi. Jika KPK
dan beberapa instansi anti korupsi lainnya menangkapi para koruptor, maka pendidikan anti
korupsi juga penting guna mencegah adanya koruptor. Seperti pentingnya pelajaran akhlak dan
moral. Pelajaran akhlak penting guna mencegah terjadinya kriminalitas. Begitu halnya
pendidikan anti korupsi memiliki nilai penting guna mencegah aksi korupsi.
Satu hal yang pasti, korupsi bukanlah selalu terkait dengan korupsi uang. Seperti yang
dilansir dari program KPK yang akan datang bahwa pendidikan dan pembudayaan antikorupsi
akan masuk ke kurikulum pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi mulai tahun 2012.
Pemerintah akan memulai proyek percontohan pendidikan antikorupsi di pendidikan tinggi.
Jika hal tersebut dapat terealisasi dengan lancar maka masyarakat Indonesia bisa optimis di
masa depan kasus korupsi bisa diminimalisir.

D. Hambatan dalam Penerapan Pendidikan Anti Korupsui di Lingkungan Kampus


1. Minimnya role-models atau pemimpin yang dapat dijadikan panutan dan
kurangnya political-will dari pemerintah untuk mengurangi korupsi.
2. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah.
3. Karena beberapa perilaku sosial yang terlalu toleran terhadap korupsi.
4. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasiyang cenderung
terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi strukturdan kultur.
5. Peraturan perundang-undangan hanya sekedar menjadi huruf mati yang tidak pernah
memiliki roh sama sekali.
6. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas ataupengontrol, sehingga tidak
ada check and balance.
7. Banyaknya celah/lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsipada sistem politik
dan sistem administrasi Indonesia.
8. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga daricontoh-contoh
kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa.
9. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa dan masyarakat yang semakin
canggih.
10. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah
yang diemban.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Pendidikan anti korupsi dini sebagai langkah awal terhadap penanganan kasus korupsi
yang bermula dari diri sendiri dan diharapkan berimplikasi terhadap kehidupan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Dalam jangka panjang, pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN serta mampu melaksanakan Undang-
Undang Dasar ’45 demi terwujudnya good goverment.
3. Pendidikan anti korupsi dini diharapkan mampu memberikan pola pikir baru terhadap
generasi muda dalam mewujudkan negara yang bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme).
4. Pedidikan merupakan salah satu tonggak kehidupan masyarakat demokrasi yang
madani, sudah sepantasnya mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu
yang bisa menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti korupsi
dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia, khususnya ditujukan bagi mahasiswa.
Karena pada dasarnya mereka adalah agen perubahan bangsa dalam perjalanan sejarah
bangsa.
5. Dengan kemampuan intelektual yang tinggi, jiwa muda yang penuh semangat, dan
idealisme yang murni terlah terbukti bahwa mahasiswa selalu mengambil peran penting
dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Dalam beberapa peristiwa besar perjalanan bangsa
ini telah terbukti mahasiswa berperan penting sebagai agen perubahan (agent of
change).

Saran-Saran
1. Perlu peningkatan peran keluarga dalam penerapan pendidikan anti korupsi dini sebagai
figur dalam pembentukan karakter. Karena pendidikan utama yang paling awal
didapatkan generasi muda berasal dari keluarga.
2. Pemerintah dalam halnya melalui Dinas Pendidikan memformulas kan pendidikan anti
korupsi dalam mata pelajaran pada jenjang pendidikan formal.
3. Pendidikan anti korupsi (PAK) seharusnya diterapkan di bangku Perguruan Tinggi
sebagai mata kuliah wajib maupun pilihan. Karena, Mahasiswa sebagai salah satu bagian
dari generasi penerus bangsa memiliki kompetensi intelektual, ide-ide inovatif,
kebijakan, dan pola pikir yang lebih diplomatis menjadikan mereka agen perubahan
pembelajaran kehidupan kebangsaan.
4. Pendidikan Anti Korupsi (PAK) di tingkat Perguruan Tinggi memberikan pembelajaran
lebih efektif dan pengalaman aktif bagi mahasiswa tentang realitas sosial, masalah-
masalah yang berkaitan dengan profesi, pelayanan umum, dll. Sehingga termotivasi
untuk kreatif dan mandiri mengajak dirinya sendiri, keluarga dan lingkungannya untuk
proaktif memberantas korupsi.
5. Pemerintah seharusnya mampu memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik dari tingkat
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan.
6. Adanya kerjasama masyarakat, pemerintah serta instansi terkait secara sinergis untuk
dapat mengimplementasikan dan menerapkan pendidikan anti korupsi dini di segala
aspek kehidupan.
7. Salah satu cara memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi.
DAFTAR PUSTAKA

Alhadza, Abdullah.(2004). Masalah Menyontek (Cheating) di Dunia Pendidikan. Jurnal


Pendidikan. Vol 3. Hal.44-65. Sulawesi. Universitas Muhammadiyah Kendari.

Hendra. (2011). Hubungan Antara Efikasi Diri dan Orientasi Akademik dengan Perilaku
Menyontek Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika (tidak diterbitkan). Skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Khoiri, Mishad : 2013. Pendidikan Anti Korupsi.

Kushartanti, Anugrahening. (2009). Perilaku Menyontek Ditinjau Dari Kepercayaan Diri.


Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. Vol. 11, No. 2, Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Razib, Rizal : 2013. Peran Pemuda dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia;


Internalisasi Tiga Ajaran Ki Hajar Dewantara.

Rizani, Ahmad. 2013. Peran serta Pemuda sebagai Agen Pemberantasan

Anda mungkin juga menyukai