Anda di halaman 1dari 36

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 DEFINISI EPIDIDIMITIS 8


Epididimitis merupakan suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis.
Berdasarkan timbulnya nyeri, epididimitis dibedakan menjadi epididimitis akut dan
kronik. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam
beberapa hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan
pada epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan
timbulnya indurasi pada skrotum.1
Bohm et al melaporkan 4637 dari 316419 (1.5%) Insiden infeksi tertinggi dilaporkan
pada laki-laki umur 16-30 tahun, disertai oleh mereka yang berumur 51-70 tahun.
Hal itu terkait dengan penyebab epididimitis yang dapat terjadi karena faktor
riwayat aktivitas seksual, hygiene dan penyakit degenerative seperti prostat.
Epididimitis yang terjadi pada g o l o n g a n u s i a m u d a s e b a g i a n besar juga
merupakan penjalaran dari uretritis (infeksi uretra). Oleh karena itu perlu diketahui
riwayat a k t i v i t a s s e k s u a l ya n g b e r h u b u n g a n d e n g a n terjadinya epididimitis. 2

Gambar. Proses inflamasi pada epididymis


Bacterial agents responsible for epididymitis are highly dependent upon age and sexual practices.
Urinary tract pathogens, such as Escherichia coli, are responsible for epididymitis in boys
<14 years of age and men >35 years of age [1]. In older men, the epididymis becomes
infected in the setting of bacteriuria secondary to bladder outlet obstruction from prostatic
hypertrophy, urinary tract instrumentation, prostatic biopsy, or urologic surgery. Anatomic
abnormalities also contribute to the etiology of nonspecific bacterial epididymitis caused
by a variety of aerobic bacteria. In sexually active men aged 14–35 years and in older men
who have sex with men, Neisseria gonorrhoeae and Chlamydia trachomatis are the most
common organisms. Men who practice insertive anal intercourse are at risk for both
common sexually transmitted organisms and sexually transmitted coliforms such as E. coli
[1]. Other bacterial organisms such as Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae,
Haemophilus influenzae, Proteus mirabilis, Ureaplasma urealyticum, and Mycoplasma
genitalium have also been associated with epididymitis [11]. Bakteri yang bisa
menyebabkan epididimitis sebagia besar dijumpai pada
3.2 ETIOLOGI 4,9
Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia pasien, sehingga
penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi :
 Infeksi bakteri non spesifik
Bakteri coliforms E coli, Neisseria gonorrhoeae a, Chlamydia trachomatis
menjadi penyebab umum terjadinya epididymitis pada usia 14 tahun - 35
tahun. Pada laki-laki yang berusia tua penyebab epididymitis sering akibat infeksi
sekunder dari pembesaran prostat, operasi saluran kemih dan prostatitic biopsy. Pada
laki-laki yang berhubungan seks melalui anal, peyebab tersering diakibat infeksi E Coli.
Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, Haemophilus influenzae, Proteus
mirabilis, Ureaplasma urealyticum, dan Mycoplasma genitalium merupakan salah satu
bakteri yang menyebabkan epididimitis
Gejala klinis
Nyeri pada daerah skrotum bengkak pada kauda sampai ke kaput epididymis. Tidak
jarang disertai demam, malaise,dan nyeri bias dirasakan sampai ke pinggang

DIAGNOSIS

PADA PEMERIKSAAN DITEMUKAN EPIDIDIMIS BENGKAK DIPERMUKAAN


DORSAL TESTIS yang sangat nyeri. Dan kadang kala pada palpasisulit untuk
memisahkan antara epididymis dengan testis , dan mungkim bias disertai dengan
hidrokel sekunder akibat reaksi inflamasi pada epididymis.reaksi inflamasi dan
pembengkakak dapat menjalar ke funikulis spermatikus pada daerah inguinalis.
Gejala klinis epididymitis akut sulit dibedakan dengan torsio testisyang sering
terjadi pada 10-20 tahun . pada epididymitis akut jika dilakukan elevasi nyeri akan
berkurang hal ini berbeda dengan torsio testis. Kulit skrotum ikut dalam proses
radang menjadi panas , merah dan bengkak karena edem dan infiltrat.
Pada peeriksaan laboratorium ditemukan tanda radang sistemik, kelainan kemih da
endapan urin, sedangkan biakan urin dapat meastikan bakteri kausal 4

PEMERIKSAAN LABORATORIUM 4,9


Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu
infeksi adalah:
 Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-
30.000/µl)
 K u l t u r u r i n d a n p e n g e c a t a n g r a m u n t u k k u m a n p e n ye b a b infeksi
 Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak
 Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae.
 K u l t u r d a r a h b i l a d i c u r i g a i t e l a h t e r j a d i i n f e k s i s i s t e m i k pada penderita

3.6 PEMERIKSAAN RADIOLOGIS 7,9


Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah :
1. Color Doppler Ultrasonography7,9
 Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas
dimana pemeriksaan ini-lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis
dengan penyebab akut skrotum lainnya.
 Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien
(seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa)
 Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah
pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung
meningkat.
 Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum
sebagai komplikasi dari epididimitis.
 Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis
yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran
echo yang heterogen pada ultrasonografi.

Gambar. Color Doppler Ultrasonography


Acute epididymitis in a 9-year-old boy with scrotal pain and redness. Longitudinal US
scan shows that the epididymal head and body (arrows) are enlarged and hypoechoic
relative to the normal testis (T). Wall thickening (*) and reactive hydrocele (h) are also
seen. Power Doppler imaging showed increased perfusion of the epididymis.
Gambar. Color Doppler ultrasonography showing epididymitis and cyst.

Gambar. This ultrasonogram shows an enlarged epididymis with heterogeneous echotexture in a


case of acute epididymitis.
Gambar. Color-flow ultrasonogram shows increased vascularity in the epididymis. An enlarged
epididymis with increased vascularity in the appropriate clinical setting is diagnostic of acute
epididymitis.

Gambar. Transverse ultrasonogram of the testis shows an enlarged and predominantly


hypoechoic epididymis with a reactive hydrocele in a patient with acute epididymitis.

2. Nuclear Scintigraphy 7,9


 P e m e r i k s a a n i n i m e n g g u n a k a n t e c h n e t i u m - 9 9 t r a c e r d a n dilakukan untuk
mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai
ultrasonografi.
 Pada epididimitis akut, akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan
kontras
 Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90 -100% dalam menentukan daerah iskemia
akibat infeksi.
 Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negative palsu
 Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit
dalam melakukan interpretasi

3. Vesicouretrogram (VCUG), cystourethroscopy, dan USG abdomen 7,9


Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomaly congenital pada pasien anak-
anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

Terapi

Pemelihan antibiotic tergantung pada kuman penyebab infeksi. Bila penyebab nya c
trachomatis, n gonorhoeae, e coli, u urealithicum, m tuberculosis, pengobatan umum
nya bed rest, elevasi skrotum, analgetik, antibiotic <35 tahun ceftriaxone 250mg
IM, Doksisiklin 100mg PO 2X SEHARI DALAM 10 HARI. >35 tahun levofloksasin
500mg 4 x sehari dalam 10 hari. Ofloxacin 300 mg 2x sehari selama 10 hari 5 . bila
penyebabnya bakteri mumps dan candida obatnya ceftriaxone 500mg im kali. Dan
doksisiklin 100mg 2 kali selama 10-14 hari 6

Penatalaksanaan Bedah9,12
Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi :
 Scrotal exploration
Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis
seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis
tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy.
Gambar. Scrotal exploration
 Epididymectomy9,12
Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri disebabkan oleh kronik
epididimitis pada 50% kasus.

Gambar. Epididymectomy

 Epididymotomy9,12
Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa.

3.10 KOMPLIKASI 8,12


Komplikasi dari epididimitis adalah :
a . A b s e s d a n p yo c e l e p a d a s k r o t u m
b. Infark pada testis
c. Epididimitis kronis dan orchalgia
d. Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi atau pun obstruksi dari duktus
epididimis
e. Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism
f. F i s t u l a k u t a n e u s

3.11 PENCEGAHAN 8,12


 Pemberian profilaksis
 Menjaga hygiene alat kelamin
 Menggunakan alat pelindung
 Tidak mlakukan hubungan seksual

3.12 PROGNOSIS8,12
Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat
serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan
epididimitis pada seorang pasien adalah hal yang biasa terjadi. Jika epididimitis tidak diobati
maka akan memperparah kondisi dan dapat berlangsung dalam waktu lama (kronis)

1. Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. Epydidimitis. June 2015 [serial


online]. Available from URL : http.cdc.gov/oads/Epididymitis%20-
%202015%20STD%20Treatment%20Guidelines.html
2. Clinical Infectious Diseases, Volume 61, Issue suppl_8, 15 December 2015, Pages S770–
S773, Available from URL : https://doi.org/10.1093/cid/civ812
3. 3. Jong DE WIN, Samsuhidajat R, Buku Ajar Ilmu Bedah, ECG penerbit buku keokteran
, 2010, Jakarta
4Purnomo B Basuki ,Dasar-dasarurologi, 2013, sagung seto : Malang
5.
Tracy CR, et
al. Diagnosis
and
Management
of
Epididymitis.
Urol Clin N
Am. 2008;
35:101-108
6. Street, E, et al. BASHH UK Guideline for the management of epididymo-orchitis, 2010.
International Journal of STD &AIDS. 2011;22:361-365

1. http://www.google.co.id/search?hl=id&pq=penyakit+tentang+testis&cp=28&gs_id=91&
xhr=t&q=makalah+tentang+epididimitis&bav=on.2,or.r_gc.r_pw.r_qf.&biw=1040&bih=
636&um=1&ie=UTF-8&tbm=isch&source=og&sa=N&tab=wi
2. http://ml.scribd.com/doc/88898026/EPIDEDEMITIS
3. www.aafp.org/afp/2009/0401/p583.html
4. http://www.darrylvirgiawan-blog.com/2008/07/g-ambaran-usg-pada-tumor-testis-
darryl.html
5. http://dokterkecil.wordpress.com/2008/11/03/hernia/

SIFILIS

I. Pendahuluan
Sifilis adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Sifilis
biasanya menular melalui hubungan seksual atau dari ibu kepada bayi, akan tetapi sifilis
juga dapat menular tanpa hubungan seksual pada daerah yang mempunyai kebersihan
lingkungan yang buruk. Treponema pallidum juga dapat menular melalui transfusi
darah.1
Meskipun insidens sifilis kian menurun, penyakit ini tidak dapat diabaikan, karena
merupakan penyakit berat. Hampir semua organ tubuh dapat diserang, termasuk sistem
kardiovaskular dan saraf. Selain itu wanita hamil yang menderita sifilis dapat menularkan
penyakitnya ke janin sehingga menyebabkan sifilis kongenital yang dapat menyebabkan
kelainan bawaan dan kematian. Istilah untuk penyakit ini yaitu raja singa sangat tepat
karena keganasannya.2

II. Epidemiologi
Asal penyakit ini tak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa. Ada
yang menganggap penyakit ini berasal dari penduduk Indian yang dibawa oleh anak bush
Columbus waktu mereka kembali ke Spanyol pada tahun 1492. Pada tahun 1494
terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa penularan sifilis dan
gonore disebabkan oleh sanggama dan keduanya dianggap disebabkan oleh infeksi yang
sama.2
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996 berkisar antara
0,04 -0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan yang tertinggi di Amerika
Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Di bagian kami penderita yang terbanyak ialah
stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang langka ialah sifilis stadium
II.2
WHO memperkirakan bahwa terdapat 12 juta kasus baru pada tahun 1999,
dimana lebih dari 90% terdapat di negara berkembang.1

III. Definisi/etiologi
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum,
merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik, selama perjalanan penyakit dapat
menyerang seluruh organ tubuh, ada masa laten tanpa manifestasi lesi di tubuh, dan dapat
ditularkan kepada bayi di dalam kandungan.1,2,3
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan Hoffman ialah
Treponema pallidum, yang termasuk ordo Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan
genus Treponema. Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya antara 6-15 um, lebar
0,15 um, terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak secara pembelahan
melintang, pada stadium aktif terjadi setiap tiga puluh jam.2
Klasifikasi sangat sulit dilakukan, karena spesies Treponema tidak dapat
dibiakkan in vitro. Sebagai dasar diferensiasi terdapat 4 spesies yaitu Treponema
pallidum sub species pallidum yang menyebabkan sifilis, Treponema pallidum sub
species pertenue yang menyebaban frambusia, Treponema pallidum sub species
endemicum yang menyebabkan bejel, Treponema carateum menyebabkan pinta.3
Bakteri ini masuk kedalam tubuh manusia melalui selaput lendir (misalnya di
vagina atau mulut) atau melalui kulit. Dalam beberapa jam, bakteri akan sampai ke
kelenjar getah bening terdekat, kemudian menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran
darah. Sifilis juga bisa menginfeksi janin selama dalam kandungan dan menyebabkan
cacat bawaan.4

IV. Patogenesis
Stadium dini
T. pallidum masuk ke dalam kulit melalui mikrolesi atau selaput lender, biasanya
melalui sanggama. Kuman tersebut membiak, jaringan bereaksi dengan membentuk
infiltrat yang terdiri atas sel-sel limfosit dan sel- sel plasma, terutama di perivaskular,
pembuluh-pembuluh darah kecil berproliferasi di kelilingi oleh T. pallidum dan sel-sel
radang. Treponema tersebut terletak di antara endotelium kapiler dan jaringan
perivaskular di sekitarnya. Enarteritis pembuluh darah kecil menyebabkan perubahan
hipertrofik endotelium yang menimbulkan obliterasi lumen (enarteritis obliterans).
Kehilangan pendarahan akan menyebabkan erosi, pada pemeriksaan klinis tampak
sebagai S1.2
Sebelum S1 terlihat, kuman telah mencapai kelenjar getah bening regional secara
limfogen dan membiak. Pada saat itu terjadi pula penjalaran hematogen dan menyebar ke
semua jaringan di badan, tetapi manifestasinya akan tampak kemudian. Multiplikasi ini
diikuti oleh reaksi jaringan sebagai SII, yang terjadi enam sampai delapan minggu
sesudah S1. S1 akan sembuh perlahan-lahan karena kuman di tempat tersebut jumlahnya
berkurang, kemudian terbentuklah fibroblas-fibroblas dan akhirnya sembuh berupa
sikatriks. SII jugs mengalami regresi perlahan-lahan dan lalu menghilang.2
Tibalah stadium laten yang tidak disertai gejala, meskipun infeksi yang aktif
masih terdapat. Sebagai contoh pada stadium ini seorang ibu dapat melahirkan bayi
dengan sifilis kongenital.2

Stadium lanjut
Stadium laten dapat berlangsung bertahun-tahun, rupanya treponema dalam
keadaan dorman. Meskipun demikian antibodi tetap ada dalam serum penderita.
Keseimbangan antara treponema dan jaringan dapat sekonyong-konyong berubah,
sebabnya belum jelas, mungkin trauma merupakan salah satu faktor presipitasi. Pada saat
itu muncullah S III berbentuk guma. Meskipun pada guma tersebut tidak dapat ditemukan
T. pallidum, reaksinya hebat karena bersifat destruktif dan berlangsung bertahun-tahun.
Setelah mengalami mass laten yang bervariasi guma tersebut timbul di tempat-tempat
lain.2

V. Gambaran klinis
Sifilis primer (SI)
Sifilis primer biasanya ditandai oleh tukak tunggal (disebut chancre), tetapi bisa
juga terdapat tukak lebih dari satu.3,5 Tukak dapat terjadi dimana saja di daerah genitalia
eksterna, 3 minggu setelah kontak. Lesi awal biasanya berupa papul yang mengalami
erosi, teraba keras karena terdapat indurasi. Permukaan dapat tertutup krusta dan terjadi
ulserasi. Ukurannya bervariasi dari beberapa mm sampai dengan 1-2 cm. Bagian yang
mengelilingi lesi meninggi dan keras. Bila tidak disertai infeksi bakteri lain, maka akan
berbentuk khas dan hampir tidak ada rasa nyeri. Kelainan tersebut dinamakan afek
primer. Pada pria tempat yang sering dikenai ialah sulkus koronarius, sedangkan pada
wanita di labia minor dan mayor. Selain itu juga dapat di ekstragenital, misalnya di lidah,
tonsil, dan anus.2 Pada pria selalu disertai pembesaran kelenjar limfe inguinal medial
unilateral/bilateral.3
Seminggu setelah afek primer, biasanya terdapat pembesaran kelenjar getah
bening regional di inguinalis medialis. Keseluruhannya disebut kompleks primer.
Kelenjar tersebut solitar, indolen, tidak lunak, besamya biasanya lentikular, tidak
supuratif, dan tidak terdapat periadenitis. Kulit di atasnya tidak menunjukkan tanda-tanda
radang akut.2
Gambar 1. Lesi sifilis primer

Afek primer tersebut sembuh sendiri antara tiga sampai sepuluh minggu. Istilah
syphilis d'emblee dipakai, jika tidak terdapat afek primer. Kuman masuk ke jaringan yang
lebih dalam, misalnya pada transfuse darah atau suntikan.2

Sifilis sekunder (SII)


Biasanya S II timbul setelah enam sampai delapan minggu sejak S I dan sejumlah
sepertiga kasus masih disertai S I. Lama S II dapat sampai sembilan bulan. Berbeda
dengan S I yang tanpa disertai gejala konstitusi, pada S II dapat disertai gejala tersebut
yang terjadi sebelum atau selama S II. Gejalanya umumnya tidak berat, berupa anoreksia,
turunnya berat badan, malese, nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan artralgia.2
Manifestasi klinis sifilis sekunder dapat berupa berbagai ruam pada kulit, selaput
lendir, dan organ tubuh. Dapat disertai demam, malaise. Juga adanya kelainan kulit dan
selaput lendir dapat diduga sifilis sekunder, bila ternyata pemeriksaan serologis reaktif.
Lesi kulit biasanya simetris, dapat berupa makula, papul, folikulitis, papulaskuomosa,
dan pustul. Jarang dijumpai keluhan gatal. Lesi vesikobulosa dapat ditemukan pada sifilis
kongenital.3
Kelainan kulit dapat menyerupai berbagai penyakit kulit sehingga disebut the
.great imitator. Selain memberi kelainan pada kulit, SII dapat juga memberi kelainan
pada mukosa, kelenjar getah bening, mata, hepar, tulang, dan saraf.2 Gejala lainnya
adalah merasa tidak enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam
dan anemia.4

Gambar 2. Sifilis sekunder di daerah sekitar mulut dan genital


Pada S II yang masih dini sering terjadi kerontokan rambut, umumnya bersifat
difus dan tidak khas, disebut alopecia difusa. Pada S II yang lanjut dapat terjadi
kerontokan setempatsetempat, tampak sebagai bercak yang ditumbuhi oleh rambut yang
tipis, jadi tidak botak seluruhnya, seolah-olah seperti digigit ngengat dan disebut alopesia
areolaris.2,5
Gejala dan tanda sifilis sekunder dapat hilang tanpa pengobatan, tetapi bila tidak
diobati, infeksi akan berkembang menjadi sifilis laten atau sifilis stadium lanjut.6

Sifilis laten
Sifilis laten merupakan stadium sifilis tanpa gejala klinis, akan tetapi pemeriksaan
serologis reaktif. Dalam perjalanan penyakit sifilis selalu melalui tingkat laten, selama
bertahun-tahun atau seumur hidup. Akan tetapi bukan berarti penyakit akan berhenti pada
tingkat ini, sebab dapat berjalan menjadi sifilis lanjut, berbentuk gumma, kelainan
3
susunan syaraf pusat dan kardiovaskuler. Tes serologik darah positif, sedangkan tes
likuor serebrospinalis negatif. Tes yang dianjurkan ialah VDRL dan TPHA.2,3
Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau bahkan
sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksius kembali
muncul .4

Sifilis lanjut
Perbedaan karakteristik sifilis dini dan sifilis lanjut ialah sebagai berikut:3
1. Pada sifilis dini bersifat infeksius, pada sifilis lanjut tidak, kecuali kemungkinan pada
wanita hamil.
2. Pada sifilis dini hasil pemeriksaan lapangan gelap ditemukan Tpallidum, pada sifilis
lanjut tidak ditemukan.
3. Pada sifilis dini infeksi ulang dapat terjadi walau telah diberi pengobatan yang cukup,
sedangkan pada sifilis lanjut sangat jarang.
4. Pada sifilis dini tidak bersifat destruktif, sedangkan pda sifilis lanjut destruktif
5. Pada sifilis dini hasil tes serologis selalu reaktif dengan titer tinggi, setelah diberi
pengobatan yang adekuat akan berubah menjadi non reaktif atau titer rendah,
sedangkan pada sifilis lanjut umumnya reaktif, selalu dengan titer rendah dan sedikit
atau hampir tidak ada perubahan setelah diberi pengobatan. Titer yang tinggi pada
sifilis lanjut dijumpai pada gumma dan paresis.

 Sifilis laten lanjut


Biasanya tidak menular, diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan tes serologik.
Lama masa laten beberapa tahun hingga bertahun-tahun, bahkan dapat seumur hidup.
Likuor serebrospinalis hendaknya diperiksa untuk menyingkirkan neurosifilis
asimtomatik. Demikian pula sinar-X aorta untuk melihat, apakah ada aorititis.2
 Sifilis tersier (S III)
Lesi pertama umumnya terlihat antara tiga sampai sepuluh tahun setelah S I.
Kelainan yang khas ialah guma, yakni infiltrat sirkumskrip, kronis, biasanya melunak,
dan destruktif.2
Besar guma bervariasi dari lentikular sampai sebesar telur ayam. Kulit di atasnya
mula-mula tidak menunjukkan tanda-tanda radang akut dan dapat digerakkan. setelah
beberapa bulan mulai melunak, biasanya mulai dari tengah, tanda-tanda radang mulai
tampak, kulit menjadi eritematosa dan livid serta melekat terhadap guma tersebut.
Kemudian terjadi perforasi dan keluarlah cairan seropurulen, kadang-kadang
sanguinolen; pada beberapa kasus disertai jaringan nekrotik.2
Tempat perforasi akan meluas menjadi ulkus, bentuknya lonjong/bulat,
dindingnya curam, seolah-olah kulit tersebut terdorong ke luar. Beberapa ulkus
berkonfluensi sehingga membentuk pinggiryang polisiklik. Jikatelah menjadi ulkus, maka
infiltrat yang terdapat di bawahnya yang semula sebagai benjolan menjadi datar. Tanpa
pengobatan guma tersebut akan bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun.
Biasanya guma solitar, tetapi dapat pula multipel, umumnya asimetrik. Gejala umum
biasanya tidak terdapat, tetapi jika guma multipel dan perlunakannya cepat, dapat disertai
demam.2
Selain guma, kelainan yang lain pada S III ialah nodus. Mula- mula di kutan
kemudian ke epidermis, pertumbuhannya lambat yakni beberapa minggu/bulan dan
umumnya meninggalkan sikatriks yang hipotrofi. Nodus tersebut dalam
perkembangannya mirip guma, mengalami nekrosis di tengah dan membentuk ulkus.
Dapat pula tanpa nekrosis dan menjadi sklerotik. Perbedaannya dengan guma, nodus
lebih superfisial dan lebih kecil (miliar hingga lentikular), lebih banyak, mempunyai
kecenderungan untuk bergerombol atau berkonfluensi; selain itu tersebar (diseminata).
Warnanya merah kecoklatan.2
Nodus-nodus yang berkonfluensi dapat tumbuh terns secara serpiginosa. Bagian
yang belum sembuh dapat tertutup skuama seperti lilin dan disebut psoriasiformis.
Kelenjar getah bening regional tidak membesar. Kelainan yang jarang ialah yang disebut
nodositas juxta articularis berupa nodus-nodus subkutan yang fibrotik, tidak melunak,
indolen, biasanya pada sendi besar.2

S III pada mukosa


Guma jugs ditemukan di selaput lendir, dapat setempat atau menyebar. Yang
setempat biasanya pada mulut dan tenggorok atau septum nasi. Seperti biasanya akan
melunak dan membentuk ulkus, bersifat destruktif jadi dapat merusak tulang rawan
septum nasi atau palatum mole hingga terjadi perforasi. Pada lidah yang tersering ialah
guma yang nyeri dengan fisur-fisur tidak teratur serta leukoplakia.2

S III pada tulang


Paling sering menyerang tibia, tengkorak, bahu, femur, fibula, dan humerus.
Gejala nyeri, biasanya pada malam had. Terdapat dua bentuk, yakni periostitis gumatosa
dan osteitis gumatosa, kedua-duanya dapat didiagnosis dengan sinar-X.2

S III pada alat dalam


Hepar merupakan organ intra abdominal yang paling sering diserang. Guma
bersifat multipel, jika sembuh terjadi fibrosis, hingga hepar mengalami retraksi,
membentuk lobus-lobus tidak teratur yang disebut hepar lobatum.2
Esofagus dan lambung dapat pula dikenai, meskipun jarang. Guma dapat
menyebabkan fibrosis. Pada paru juga jarang, guma solitar dapat terjadi di dalam atau di
luar bronkus; jika sembuh terjadi fibrosis dan menyebabkan bronkiektasi. Guma dapat
menyerang ginjal, vesika urinaria, dan prostat, meskipun jarang. S III pada ovarium
jarang, pada testis kadang-kadang berupa guma atau fibrosis interstisial, tidak nyeri,
permukaannya rata dan unilateral. Kadangkadang memecah ke bagian anterior skrotum.2

 Sifilis kardiovaskuler
Sifilis kardiovaskular bermanifestasi pada S III, dengan masa laten 15-30
tahun. Umumnya mengenai usia 40-50 tahun. Insidens pada pria lebih banyak tiga
kali daripada wanita.2
Biasanya disebabkan karena nekrosis aorta yang berlanjut ke arch katup.
Tanda-tanda sifilis kardiovaskuler adalah insufisiensi aorta atau aneurisms,
berbentuk kantong pada aorta torakal. Bila komplikasi ini telah lanjut, akan sangat
mudah dikenal. Secara teliti harus diperiksa kemungkinan adanya hipertensi,
arteriosklerosis, penyakit jantung rematik sebelumnya. Aneurisms aorta torakales
merupakan tanda sifilis kardiovaskuler. Bila ada insufisiensi aorta tanpa kelainan
katup pada seseorang yang setengah umur disertai pemeriksaan serologis darah
reaktif, pada tahap pertama hares diduga sifilis kardiovaskuler, sampai dapat
dibuktikan lebih lanjut. Pemeriksaan serologis umumnya menunjukkan reaktif.3

 Neurosifilis
Pada perjalanan penyakit neurosifilis dapat asimtomatik dan sangat jarang terjadi
dalam bentuk murni.2,3 Pada semua jenis neurosifilis terjadi perubahan berupa
endarteritis obliterans pada ujung pembuluh darah disertai degenerasi parenkimatosa
yang mungkin sudah atau belum menunjukkan gejala pada saat pemeriksaan.3
Neurosifilis dibagi menjadi empat macam:2,3,4
 Neurosifilis asimtomatik.
 Sifilis meningovaskular (sifilis serebrospinalis), misalnya meningitis,
meningomielitis, endarteritis sifilitika.
 Sifilis parenkim: tabes dorsalis dan demensia paralitika.
 Guma.
1. Neurosifilis asimtomatik
Diagnosis berdasarkan kelainan pada likuor serebrospinalis. Kelainan tersebut
belum cukup memberi gejala klinis.2
2. Sifilis meningovaskular
Terjadi inflamasi vaskular dan perivaskular. Pembuluh darah di otak dan medula
spinalis mengalami endarteritis proliferatif dan infiltrasi perivaskular berupa limfosit,
sel plasma, dan fibroblas.2
Pembentukan jaringan fibrotik menyebabkan terjadinya fibrosis sehingga
perdarahannya berkurang akibat mengecilnya lumen. Selain itu jugs dapat terjadi
trombosis akibat nekrosis jaringan karena terbentuknya gums kecil multipel.2

Bentuk ini terjadi beberapa bulan hingga lima tahun sejak S I. Gejalanya
bermacam-macam bergantung pada letak lesi. Gejala yang sering terdapat ialah: nyeri
kepala, konvulsi fokal atau umum, papil nervus optikus sembab, gangguan mental,
gejala-gejala meningitis basalis dengan kelumpuhan saraf-saraf otak, atrofi nervus
optikus, gangguan hipotalamus, gangguan piramidal, gangguan miksi dan defekasi,
stupor, atau koma. Bentuk yang sering dijumpai ialah endarteritis sifilitika dengan
hemiparesis karena penyumbatan arteri otak.2

3. Sifilis parenkim
Termasuk golongan ini ialah tabes dorsalis dan demensia paralitika.2,3

Tabes dorsalis
Timbulnya antara delapan sampai dua betas tahun setelah infeksi pertama. Kira-
kira seperempat kasus neurosifilis berupa tabes dorsalis. Kerusakan terutama pada
radiks posterior dan funikulus dorsalis daerah torako-lumbalis. Selain itu beberapa saraf
otak dapat terkena, misalnya nervus optikus, nervus trigeminus, dan nervus oktavus.
Gejala klinis di antaranya ialah gangguan sensibilitas berupa ataksia, arefleksia,
gangguan virus, gangguan rasa nyeri pada kulit, dan jaringan dalam. Gejala lain ialah
retensi dan inkontinensia urin. Gejala tersebut terjadi berangsur-angsur terutama akibat
demielinisasi dan degenerasi funikulus dorsalis.2

Demensia paralitika
Penyakit ini biasanya timbul delapan sampai sepuluh tahun sejak infeksi primer,
umumnya pada umur antara tiga puluh sampai lima puluh tahun. Sejumlah 10-15%
dari seluruh kasus neurosifilis berupa demensia paralitika.
Prosesnya ialah meningoensefalitis yang terutama mengenai otak, ganglia
basal, dan daerah sekitarventrikel ketiga. Lambat laun terjadi atrofi pada korteks dan
substansi albs sehingga korteks menipis dan terjadi hidrosefalus.2
Gejala klinis yang utama ialah demensia yang terjadi berangsur-angsur dan
progresif. Mula-mula terjadi kemunduran intelektual, kemudian kehilangan
dekorum, bersikap apatis, euforia, waham megaloman, dan dapat terjadi depresif
atau maniakal.2
Gejala lain di antaranya ialah disartria, kejang-kejang umum atau fokal, muka
topeng, dan tremor terutama otot-otot muka. Lambat laun terjadi kelemahan, ataksia,
gejala-gejala piramidal, inkontinensia urin, dan akhirnya meninggal.2
4. Guma
Umumnya terdapat pada meninges, rupanya terjadi akibat perluasan pada tulang
tengkorak. Jika membesar akan menyerang dan menekan parenkim otak. Guma dapat
solitar atau multipel pada verteks atau dasar otak.2
Keluhannya nyeri kepala, mual, muntah, dan dapat terjadi konvulsi dan
gangguan visus. Gejalanya berupa udema papil akibat peninggian tekanan
intrakranial, paralisis nervus kranial, atau hemiplegia.2

Sifilis kongenital
Sifilis kongenital pada bayi terjadi, jika ibunya terkena sifilis, terutama sifilis dini
sebab banyak T. pallidum beredar dalam darah. treponema masuk secara hematogen ke
janin melalui plasenta yang sudah dapat terjadi pada saat mass kehamilan 10 minggu.2
Sifilis yang mengenai wanita hamil gejalanya ringan. Pada tahun I setelah infeksi
yang tidak diobati terdapat kemungkinan penularan sampai 90%. Jika ibu menderita
sifilis laten dini, kemungkinan bayi sakit 80%, bila sifilis lanjut 30 %.2
Pada kehamilan yang berulang, infeksi janin pada kehamilan yang kemudian
menjadi berkurang. Misalnya pada hamil pertama akan terjadi abortus pada bulan
kelima, berikutnya lahir mati pada bulan kedelapan, berikutnya janin dengan sifilis
kongenital yang akan meninggal dalam beberapa minggu, diikuti oleh dua sampai tiga
bayi yang hidup dengan sifilis kongenital. Akhirnya akan lahir seorang atau lebih bayi
yang sehat. Keadaan ini disebut hukum Kossowitz.2
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron tidak terlihat adanya atrofi lengkap. Hal
yang demikian saat ini tidak dianut lagi sebab ternyata infeksi bayi dalam kandungan
dapat terjadi pada saat 10 minggu masa kehamilan. Setiap infeksi sebelum 20 minggu
kehamilan tidak akan merangsang mekanisme imunitas, sebab sistem imun bayi yang
dikandung belum berkembang dan tidak tampak kelainan histologi reaksi bayi terhadap
infeksi.3
Gambaran klinis dapat dibagi menjadi sifilis kongenital dini (prekoks), sifilis
kongenital lanjut (tarda), dan stigmata.2,3 Batas antara dini dan lanjut ialah dua tahun.
Yang dini bersifat menular, jadi menyerupai S 11, sedangkan yang lanjut berbentuk
gums dan tidak menular. Stigmata berarti jaringan parut atau deformitas akibat penyem-
buhan kedua stadium tersebut.2

 Sifilis kongenital dini


Kelainan kulit yang pertama kali terlihat pada waktu lahir ialah bula bergerombol,
simetris pada telapak tangan dan kaki, kadang-kadang pada tempat lain di badan.
Cairan bula mengandung banyak T. pallidum. Bayi tampak sakit. Bentuk ini adakalanya
disebut pemfigus sifilitika.2
Kelainan lain biasanya timbul pada waktu bayi berumur beberapa minggu dan
mirip erupsi pada S II, pada umumnya berbentuk papul atau papulo-skuamosa yang
simetris dan generalisata. Dapat tersusun teratur, misalnya anular. Pada tempat
yang lembab papul dapat mengalami erosi seperti kondilomata lata. Ragades merupa-
kan kelainan umum yang terdapat pada sudut mulut, lubang hidung, dan anus;
bentuknya memancar (radiating).2
Wajah bayi berubah seperti orang tua akibat turunnya berat badan sehingga kulit
berkeriput. Alopesia dapat terjadi pula, terutama pada sisi dan belakang kepala. Kuku
dapat terlepas akibat papul di bawahnya; disebut onikia sifilitika. Jika tumbuh kuku
yang bare akan kabur dan bentuknya berubah.2
Pada selaput lendir mulut dan tenggorok dapat terlihat plaques muqueuses
seperti pada S II. Kelainan semacam itu sering terdapat pada daerah mukoperiosteum
dalam kavum nasi yang menyebabkan timbulnya rinitis dan disebut syphilitic snuffles.
Kelainan tersebut disertai sekret yang mukopurulen atau seropurulen yang sangat
menular dan menyebabkan sumbatan. Pernapasan dengan hidung sukar. Jika plaques
muqueuses terdapat pada laring suara menjadi parau. Kelenjar getah bening dapat
membesar, generalisata, tetapi tidak sejelas pada S 11.
Hepar dan lien membesar akibat invavasi T. pallidum sehingga terjadi fibrosis yang
difus. Dapat terjadi udema dan sedikit ikterik (fungsi hepar terganggu). Ginjal dapat
diserang, pada urin dapat terbentuk albumin, hialin, dan granular cast. Pada umumnya
kelainan ginjal ringan. Pada paru kadang-kadang terdapat infiltrasi yang disebut
"pneumonia putih".2
Tulang sering diserang pada waktu bayi berumur beberapa minggu.
Osteokondritis pada tulang panjang umumnyaterjadi sebelum berumur enam bulan dan
memberi gambaran khas pada waktu pemeriksaan dengan sinar-X. Ujung tulang terasa
nyeri dan bengkak sehingga tidak dapat digerakkan; seolah-olah terjadi paralisis dan di-
sebut pseudo paralisis Parrot. Kadang-kadang terjadi komplikasi berupa terlepasnya
epifisis, fraktur patologik, dan artritis supurativa. Pada pemeriksaan dengan sinar-X
terjadi gambaran yang khas. Tanda osteokondritis menghilang setelah dua belas bulan,
tetapi periostitis menetap. Koroiditis dan uveitis jarang. Umumnya terdapat anemia
berat sehingga rentan terhadap infeksi.2

Gambar 3. Sifilis kongenital pada telapak kaki bayi


Neurosifilis aktif terdapat kira-kira 10%. Akibat invasi T. pallidum pada otak
waktu intrauterin menyebabkan perkembangan otak terhenti. Bentuk neurosifilis
meningovaskular yang lebih umum pada bayi muds menyebabkan konvulsi dan
defisiensi mental. Gangguan nervus II terjadi sekunder akibat korioditis atau akibat
meningitis karena guma. Destruksi serabut traktus piramidalis akan menyebabkan
hemiplegia/ diplegia. Demikian pula dapat terjadi meningitis sifilitika akuta.2

 Sifilis kongenital lanjut


Umumnya terjadi antara umur tujuh sampai lima belas tahun. Guma dapat
menyerang kulit, tulang, selaput lendir, dan organ dalam. Yang khas ialah guma pada
hidung dan mulut. Jika terjadi kerusakan di septum nasi akan terjadi perforasi, bila
meluas terjadi destruksi seluruhnya hingga hidung mengalami kolaps dengan
deformitas. Guma pada palatum mole dan durum jugs sering terjadi sehingga
menyebabkan perforasi pada palatum.2
Periostitis sifilitika pada tibia umumnya mengenai sepertiga tengah tulang dan
menyebabkan penebalan yang disebut sabre tibia. Osteoperiostitis setempat pada
tengkorak berupa tumor bulat yang disebut Parrot nodus, umumnya terjadi pada
daerah frontal dan parietal.2
Keratitis interstisial merupakan gejala yang paling umum, biasanya terjadi antara umur
tiga sampai tiga puluh tahun, insidensnya 25% dari penderita dengan sifilis kongenital
dan dapat menyebabkan kebutaan. Akibat diserangnya nervus VIII terjadi ketulian yang
biasanya bilateral.2
Pada kedua sendi lutut dapat terjadi pembengkakan yang nyeri disertai efusi dan
disebut Glutton's joints. Kelainan tersebut terjadi biasanya antara umur sepuluh
sampai dua puluh tahun, bersifat kronik. Efusi akan menghilang tanpa meninggalkan
kerusakan.2
Neurosifilis berbentuk paralisis generalisata atau tabes dorsalis. Neurosifilis
meningovaskular jarang, dapat menyebabkan palsi nervus kranial, hemianopia,
hemiplegia, atau monoplegia. Paralisis generalisata juvenilia biasanya terjadi antara
umur sepuluh sampai tujuh betas tahun. Taber juvenilia umumnya terjadi kemudian dan
belum bermanifestasi hingga dewasa muds. Aortitis sangat jarang terjadi.2

 Stigmata
Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh Berta meninggalkan parut dan
kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis kongenita,
akan tetapi hanya sebagian penderita yang menunjukkan gambaran tersebut.3
1. Stigmata lesi dini.3
a. Gambaran muka yang menunjukkan saddlenose.
b. Gigi menunjukkan gambaran gigi insisor Hutchinson dan gigi Mullberry
c. Ragades
d. Atrofi dan kelainan akibat peradangan
c. Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada retina.

2. Stigmata dan lesi lanjut.3


a. Lesi pada kornea: kekaburan kornea sebagai akibat ghost vessels
b. Lesi tulang: sabre tibia, akibat osteoeriostitis
c. Atrofi optik, tersendiri tanpa iridoplegia
d. Ketulian syaraf

VI. Pemeriksaan penunjang


Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan
dengan pemeriksaan laboratorium berupa :3,4
1. a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)
Ream sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh
dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar.
Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T. pall
berbentuk ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Hares hati-hati membedakannya
dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia. Karena di dalam mulut banyak
dijumpai Treponema komensal, maka bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat
digunakan.3
b. Mikroskop fluoresensi
Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton,
sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein, kemudian diperiksa dengan
mikroskop fluoresensi. Penelitian lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi
hasil nonspesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.
3

2. Penentuan antibodi di dalam serum.


Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusia,
atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa tes yang dikenal sehari-
hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan
IgM dan juga IgG, ialah :3

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.


 Tes Wasserman
 Tes Kahn
 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)
Cara pemerisaannya sebagai berikut:7
Prinsip: terbentuknya flokulasi
Cara kerja:antigen yang digunakan adalah ektrak jantung sapi
• Kualitatif
- Tandai slide vdrl lubang 1(test) dan lubang 2 ( kontrol)
- Pada lubang 1masukkan 50ul serum dan 18 ul antigen
- Pada lubang 2masukkan NaCl fisiologis 50 ul dan 18 ul antigen
- Masukkan dalam rotator kec 180 rpm selama 5 menit
- Lihat mikroskop perbesaran 100x
Hasil – jika berbentuk batang menyebar rata seluruh lapangan pandang
Hasil + jika terdapat flokulasi
• Kuantitatif
- Isi lubang 1-5 dengan 50 ul NaCl
- Masukkan 50 ul serum kelubang 1 dan encerkan kelubang lubang berikutnya
- Lubang 1=1/2 x
Lubang 2=1/4 x
Lubang 3=1/8 x
Lub1ng 4=1/16 x
Lubang 5=1/32 x
Lubang 6=sebagai pembuangan yang digunakan untuk pengenceran kembali
apabila pengenceran 1/32 x masih menyatakan hasil + (terjadi flokulasi)
- Masukkan 18 ul antigen kedalam masing masing lubang kecuali lubang 6.
- Masukkan dalam rotator dengan kec 180 selam 5 menit
Lihat mikroskop perbesaran 100x
Jika hasil kualitatif – maka titer nya adalah 1:1
Jika haisl kuantitatif pada pengenceran 1/16 x tidak terjadi flokulasi maka titer
tertinggi adalah 1/16.
Interpretasi
a. Kualitatif
Hasil non reaktif : tidak ada infeksi, masih dalam masa inkubasi atau telah
mendapat pengobatan yang efektif.
Jika terjadi flokulasi :
 Gumpalan besar dan medium  reaktif
 Gumpalan kecil  reaktif lemah
b. Kuantitatif
Laporan hasil pengamatan dengan pengenceran tertinggi yang masih
memberikan hasil reaktif  dalam bentuk titer ½, ¼, 1/8, 1/16, 1/32 dan
seterusnya.
Hasil reaktif : sedang terinfeksi atau pernah terinfeksi sifilis atau positif
semu.
 Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)
 Tes Automated reagin
b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter Protein Complement
Fixation).
c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:
 Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)
 Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).
 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)
Cara pemeriksaannya adalah sebagai berikut :7
Sampel: serum, plasma , LCS.
Reagen:
TPHA diluent (tutup warna putih tabung kuning)
Test cell (tutup warna merah, sel darah merah domba yang telah ditempeli
ekstrak treponema pallidum yang berfiungsi sebagai antigen
Control cell ( tutup warna putih , tabung warna hijau),tidak akan terjadi
hemaglutinasi , karena tidak tejadi reaksi dengan Ab.
Control positif (tutup warna merah kecil0
Control negatif( tutup warna biru kecil)
Pada saat inkubasi disuhu ruang hendaknya dihindari adanya getaran agar
hemaglutinasinya tidak lepas.
Alat;
Pipet 90, 10, 25 ul
Mikroplate v
Reading miror / kaca pembaca
Solasi
Cara kerja:
1. Masukkan 90 ul TPHA diluent + 10 ul kontrol positif pada sumur pertama
2. Masukkan 25 ul TPHA diluent pada sumur ke2, 3, 4, 5 disamping sumur
pertama
3. Homogenkan sumur pertama dengan pipet mikro 25 ul,
Ambil dari sumur pertama, 25 ul masukkan ke sumur 2, campur/
homogenkan, ambil 25 ul buang.
Ambil dari sumur pertama 25 ul masukkan ke sumur 3,homogenkan, ambil 25
ul masukkan ke sumur ke 4, homogenkan, ambil 25 ul masukan kesumur ke
5, ambil 25 ul masukkan kesumur 6.
4. Tambahkan 75 ul control test pada sumur ke 2
5. Tambahkan 75 ul tets cell pada sumur ke 3, 4, 5.
6. Homogenkan keseluruhan dengan sedikit getaran.
Interpretasi
Hasil reaktif : sedang terinfeksi, pernah infeksi reaksi positif semu.
Hasil non reaktif : tidak pernah terinfeksi atau pada masa inkubasi (belum
terbentuk antibodi)
 Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi
pada S II, S Ill, dan sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskular, misalnya untuk melihat
aneurisms aorta.2
Pada neurosifilis, tes koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan
jumlah set dan protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukkan adanya tanda in-
flamasi pada susunan saraf pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal
ialah 0-3 sel/mm3, jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein
total ialah /20-40 mg/100 mm 3, jika melebihi 40 mg/mm 3 berarti terdapat peradangan.2

VII. Diagnosis banding


Diagnosis banding SI
Dasar diagnosis S I sebagai berikut. Pada anamnesis dapat diketahui mass
inkubasi; gejala konstitusi tidak terdapat, demikian pula gejala setempat yaitu tidak ada
rasa nyeri. Pada afek primer yang penting ialah terdapat erosi/ulkus yang bersih, solitar,
bulat/lonjong, teratur, indolen dengan indurasi: T. pallidum positif. Kelainan dapat nyeri
jika disertai infeksi sekunder. Kelenjar regional dapat membesar, indolen, tidak
berkelompok, tidak ada periadenitis, tanpa supurasi. Tes serologik setelah beberapa
minggu bereaksi positif lemah.2
Sebagai diagnosis banding dapat dikemukakan berbagai penyakit.
1. Herpes simpleks
Penyakit ini residif dapat disertai rasa gataV nyeri, lesi berupa vesikel di alas kulit
yang eritematosa, berkelompok. Jika telah pecah tampak kelompok erosi, sering
berkonfluensi dan polisiklik, tidak terdapat indurasi.2
2. Ulkus piogenik
Akibat trauma misalnya garukan dapat terjadi infeksi piogenik. Ulkus tampak
kotor karena mengandung pus, nyeri, tanpa indurasi. Jika terdapat limfadenitis regional
disertai tanda-tanda radang akut dapat terjadi supurasi yang serentak, dan terdapat
leukositosis pada pemeriksaan darah tepi.2

3. Skabies
Pada skabies lesi berbentuk beberapa papul atau vesikel di genitalia eksterna,
terasa gatal pada malam hari. Kelainan yang sama terdapat pula pada tempat predileksi,
misalnya lipat jari Langan, perianal. Orang-orang yang serumah juga akan menderita
penyakit yang sama.2
4. Balanitis
Pada balanitis, kelainan berupa erosi superficial pada glans penis disertai eritema,
tanpa indurasi. Faktor predisposisi: diabetes melitus dan yang tidak disirkumsisi.2
5. Limfogranuloma venereum (L.G.V.)
Afek primer pada L.G.V. tidak khas, dapat berupa papul, vesikel, pustul, ulkus,
dan biasanya cepat hilang. Yang khas ialah limfadenitis regional, disertai tanda-tanda
radang akut, supurasi tidak serentak, terdapat periadenitis. L.G.V. disertai gejala
konstitusi: demam, malese, dan artralgia.2
6. Karsinoma sel skuamosa
Umumnya terjadi pada orang usia lanjut yang tidak disirkumsisi. Kelainan kulit
berupa benjolan-benjolan, terdapat indurasi, mudah berdarah. Untuk diagnosis, perlu
biopsi.2
7. Penyakit Behcet
Ulkus superficial, multipel, biasanya pada skrotum/labia. Terdapat pula ulserasi
pada mulct dan lesi pada mata.2
8. Ulkus mole
Penyakit ini kini langka. Ulkus lebih dari sate, disertai tanda-tanda radang akut,
terdapat pus, dindingnya bergaung. Haemophilus Ducreyi positif. Jika terjadi limfadenitis
regional juga disertai tanda-tanda radang akut, terjadi supurasi serentak.2

Diagnosis banding S II
Dasar diagnosis S II sebagai berikut. S II timbul enam sampai delapan minggu
sesudah S I. Seperti telah dijelaskan, S II ini dapat menyerupai berbagai penyakit kulit.
Untuk membedakannya dengan penyakit lain ads beberapa pegangan. Pada anamnesis
hendaknya ditanyakan, apakah pernah menderita luka di alai genital (S I) yang tidak
nyeri.2
Klinis yang penting umumnya berupa kelainan tidak gatal. Pada S II dini kelainan
generalisata, hampir simetrik, telapak tangan/kaki jugs dikenai. Pada S II lambat terdapat
kelainan setempatsetempat, berkelompok, dapat tersusun menurut susunan tertentu,
misalnya: arsinar, polisiklik, korimbiformis. Biasanya terdapat limfadenitis generalisata.
Tes serologik positif kuat pada S II dini, lebih kuat lagi pada S II lanjut.2
Seperti telah diterangkan, sifilis dapat menyerupai berbagai penyakit karena itu
diagnosis bandingnya sangat banyak, tetapi hanya sebagian yang akan diuraikan.2
1. Erupsi obat alergik
Pada anamnesis dapat diketahui timbulnya alergi karena obat yang dapat disertai
demam. Kelainan kulit bermacam-macam, di antaranya berbentuk eritema sehingga mirip
roseala pada S II. Keluhannya gatal, sedangkan pada sifilis biasanya tidak gatal.2

2. Morbili
Kelainan kulit berupa eritema seperti pada S II. Perbedannya: pada morbili
disertai gejala konstitusi (tampak sakit, demam), kelenjar getah bening tidak membesar.2
3. Pitiriasis roses
Terdiri atas banyak bercak eritematosa terutama di pinggir dengan skuama halus,
berbentuk lonjong, lentikular, susunannya sejajar dengan lipatan kulit. Penyakit ini tidak
disertai limfadenitis generalisata seperti pada S II.2
4. Psoriasis
Persamaannya dengan S II : terdapat eritema dan skuama. Pada psoriasis tidak
didapati limfadenitis generalisata; skuama berlapis-lapis serta terdapat tanda tetesan lilin
dan Auspitz.2
5. Dermatitis seboroika
Persamaannya dengan S II ialah terdapatnya eritema dan skuama. Perbedaannya
pada dermatitis seboroik; tempat predileksinya pada tempat seboroik, skuama berminyak
dan kekuning-kuningan, tidak disertai limfadenitis generalisata.2
6. Kondiloma akuminatum
Penyakit ini mirip kondiloma lata, kedua-duanya berbentuk papul. Perbedaannya:
pada kondiloma akuminata biasanya permukaannya runcing-runcing, sedangkan papul
pada kondiloma lata permukaannya datar serta eksudatif.2
7. Alopesia areata
Kebotakan setempat; penyakit ini mirip alopesia areolaris pada S II.
Perbedaannya: pada alopesia areata lebih besar (numular) dan hanya beberapa, sedangkan
alopesia areolaris lebih kecil (lentikular) dan banyak serta seperti digigit ngengat.2

Diagnosis banding S III


Kelainan kulit yang utama pada S III ialah guma. Guma juga terdapat pada
penyakit lain: tuberkulosis, frambusia, dan mikosis profunda. Tes serologik pada S III
dapat negatif atau positif lemah, karena itu yang penting ialah anamnesis, apakah
penderita tersangka menderita S I atau S II dan pemeriksaan histopatologik.2
Mikosis dalam yang dapat menyerupai S III ialah sporotrikosis dan
aktinomikosis. Perbedaannya: pada sporotrikosis berbentuk nodus yang terletak sesuai
dengan perjalanan pembuluh getah bening, dan pada pembiakan akan ditemukan jamur
penyebabnya. Aktinomikosis sangat jarang di Indonesia. Penyakit ini juga terdiri atas
infiltrat yang melunak seperti guma S III. Lokalisasinya khas yakni di leher, dada, dan
abdomen. Kelainan kulitnya berbeda, yakni terdapat fistel multipel; pada pusnya tampak
butir-butir kekuningan yang disebut sulfur granules. Pada biakan akan tumbuh
Actinomyces.2
Tuberkulosis kutis gumosa mirip gums S III. Cara membedakannya dengan
pemeriksaan histopatologik. Demikian pula frambusia stadium lanjut. Guma S III bersifat
kronis dan destruktif, karena itu kelainan tersebut mirip keganasan. Cara
membedakannya dengan pemeriksaan histopatologik.2

VIII. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Diagnosis pasti ditegakkan
berdasarkan hasil pemerikasan laboratorium dan pemeriksaan fisik.4
Pada fase primer atau sekunder, diagnosis sifilis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopis terhadap cairan dari luka di kulit atau mulut. Bisa juga
digunakan pemeriksaan antibodi pada contoh darah.4
Untuk neurosifilis, dilakukan pungsi lumbal guna mendapatkan contoh cairan
serebrospinal. Pada fase tersier, diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksan antibodi.4

IX. Penatalaksanaan
Pada pengobatan jangan dilupakan agar mitra seksualnya juga diobati, dan selama
belum sembuh penderita dilarang bersanggama. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin balk. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses
lebih lanjut.2
Pengobatannya menggunakan penisilin dan antibiotik lain.2,3,5
1. PENISILIN
Obat yang merupakan pilihan ialah penisilin. Obat tersebut dapat menembus
placenta sehingga mencegah infeksi Pada janin dan dapat menyembuhkan janin yang
terinfeksi; juga efektif untuk neurosifilis.2
Kadar yang tinggi dalam serum tidak diperlukan, asalkan jangan kurang dari 0,03
unit/ml. Yang penting ialah kadar tersebut hares bertahan dalam serum selama sepuluh
sampai empat betas hari untuk sifilis dini dan lanjut, dua puluh sate hari untuk
neurosifilis dan sifilis kardiovaskular. Jika kadarnya kurang dari angka tersebut, setelah
lebih dari dua puluh empat sampai tiga puluh jam, maka kuman dapat berkembang biak.2
Menurut lama kerjanya, terdapat tiga macam penisilin:2
a. Penisilin G prokain dalam akua dengan lama kerja dua puluh empat jam, jadi
bersifat kerja singkat.
b. Penisilin G prokain dalam minyak dengan aluminium monostearat (PAM), lama
kerja tujuh puluh dua jam, bersifat kerja sedang.
c. Penisilin G benzatin dengan dosis 2,4 juts unit akan bertahan dalam serum dua
sampai tiga minggu, jadi bersifat kerja lama.
Ketiga obat tersebut diberikan intramuskular. Derivat penisilin per oral tidak
dianjurkan karena absorpsi oleh saluran cerma kurang dibandingkan dengan suntikan.
Cara pemberian penisilin tersebut sesuai dengan lama kerja masing-masing; yang
pertama diberikan setiap hari, yang kedua setiap tiga hari, dan yang ketiga biasanya
setiap minggu.2
Penisilin G benzatin karena bersifat kerja lama, make kadar obat dalam serum dapat
bertahan lama dan lebih praktis, sebab penderita tidak perlu disuntik setiap hari seperti
pada pemberian penisilin G prokain dalam akua. Obat ini mempunyai kekurangan, yakni
tidak dianjurkan untuk neurosifilis karens sukar masuk ke dalam darah di otak, sehingga
yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua. Karena penisilin G benzatin
memberi rasa nyeri pada tempat suntikan, ada penyelidik yang tidak menganjurkan
pemberiannya kepada bayi. Demikian pule PAM memberi rasa nyeri pada tempat
suntikan dan dapat mengakibatkan abses jika suntikan kurang dalam; obat ini kini jarang
digunakan.2
Pada sifilis kardiovaskular terapi yang dianjurkan ialah dengan penisilin G benzatin
9,6 juta unit, diberikan 3 kali 2,4 juta unit, dengan interval seminggu. Untuk neurosifilis
terapi yang dianjurkan ialah penisilin G prokain dalam akua 18-24 juta unit sehari,
diberikan 3-4 juta unit, i.v. setiap 4 jam selama 10-14 hari.2
Pada sifilis kongenital, terapi anjurannya ialah penisilin G prokain dalam akua
100.000150.000 satuan/kg B.B. per hari, yang diberikan 50.000 unit/kg B.B., i.m., setiap
hari selama 10 hari.2
Reaksi Jarish-Herxheimer
Pada terapi sifilis dengan penisilin dapat terjadi reaksi Jarish- Herxheimer.6 Sebab
yang pasti tentang reaksi ini belum diketahui, mungkin disebabkan oleh hipersensitivitas
akibat toksin yang dikeluarkan oleh banyak T. paffidum yang coati. Dijumpai sebanyak
50-80% pada sifilis dini. Pada sifilis dini dapat terjadi setelah enam sampai due betas jam
pada suntikan penisilin yang pertama.2
Gejalanya dapat bersifat umum dan lokal. Gejala umum biasanya hanya ringan
berupa sedikit demam. Selain itu dapat pula berat: demam yang tinggi, nyeri kepala,
artralgia, malese, berkeringat, dan kemerahan pada muka.8 Gejala lokal yakni afek primer
menjadi bengkak karena edema dan infiltrasi sel, dapat agak nyeri. Reaksi biasanya akan
menghilang setelah sepuluh sampai dua betas jam tanpa merugikan penderita pada S I.2
Pada sifilis lanjut dapat membahayakan jiwa penderita, misalnya: edema glotis
pada penderita dengan gums di laring, penyempitan arteria koronaria pada muaranya
karena edema dan infiltrasi, dan trombosis serebral. Selain itu juga dapat terjadi ruptur
aneurisms atau ruptur dinding aorta yang telah menipis yang disebabkan oleh
terbentuknya jaringan fibrotik yang berlebihan akibat penyembuhan yang cepat.2
Pengobatan reaksi Jarish-Herxheimer ialah dengan kortikosteroid, contohnya
dengan prednison 20-40 mg sehari. Obat tersebut juga dapat digunakan sebagai
pencegahan, misalnya pada sifilis lanjut, terutama pada gangguan aorta dan diberikan dua
sampai tiga hari sebelum pemberian penisilin serta dilanjutkan dua sampai tiga hari
kemudian.2

2. ANTIBIOTIK LAIN
Selain penisilin, masih ada beberapa antibiotik yang dapat digunakan sebagai
pengobatan sifilis, meskipun tidak seefektif penisilin.2
Bagi yang alergi terhadap penisilin diberikan tetrasiklin 4 x 500 mg/hari, atau
aeritromisin 4 x 500 mg/hri, atau doksisiklin 2 x 100 mg/hari. Lama pengobatan 15 hari
bagi S I dan S II dan 30 hari bagi stadium laten. Eritromisin bagi yang hamil,
efektivitasnya meragukan. Doksisiklin absorbsinya lebih baik daripada tetrasiklin, yakni
90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.2
Pada penelitian terbaru didapatkan bahwa doksisiklin atau eritromisin yang
diberikan sebagai terapi sifilis primer selama 14 hari, menunjukkan perbaikan.9
Obat yang lain ialah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4 x 500 mg sehari
selama 15 hari. Juga seftriakson setiap hari 2 gr, dosis tunggal i.m. atau i.v. selama 15
hari.2
Azitromisin juga dapat digunakan untuk S I dan S 11, terutama dinegara yang
sedang berkembang untuk menggantikan penisilin.10 Dosisnya 500 mg sehari sebagai
dosis tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk. Penyembuhannya
mencapai 84,4%.2
tunggal. Lama pengobatan 10 hari. Menurut laporan Verdun dkk., penyembuhannya
mencapai 84,4%.2

Pencegahan 6,8
 Hindari berhubungan sex dengan lebih dari satu pasangan
 Menjalani screening test bagi anda dan pasangan anda
 Hindari alkohol dan obat-obatan terlarang
 Gunakan kondom ketika berhubungan sexual
Sifilis tidak bisa dicegah dengan membersihkan daerah genital setelah berhubungan
sexual.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Peeling, R.W et al. Syphilis available at http//www.nature.com/reviews/micro. Accessed on


May 14, 2010.
2. Natahusada, EC, Djuanda A. Sifilis dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisyah S. Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010. h:393-413.
3. Hutapea, NO. Sifilis dalam: Daili SF, Makes WIB, Zubier F. Infeksi Menular Seksual, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta,2009. h:84-102.
4. Sifilis available at http//www.medicastore.com. Acccesed on May 14, 2010.
5. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Penerbit Hipokrates. Jakarta. 2000. h:170.
6. CDC National Prevention Information Network. Syphilis available at http//www.cdc.com.
accessed on May 14, 2010.
7. Aprianti S, Pakashi RDN, Hardjoeno. Tes Sifilis dan Gonorrhoe dalam: Hardjoeno dkk.
Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik. Penerbit LETHAS, Makasar.2003. h:353-
61.
8. Dugdale DC, Vyas JM, Zieve D. Syphilis available at http//www.medlineplus.com.
Accessed on may 14, 2010.
9. Wong T et al. Serological Treatment Response to Doxycycline/Tetracycline versus
Benzathine Penicillin. Am J Med 2008 Oct; 121:903.
10. Riedner G, Rusizoka M, Todd J, Maboko L, Hoelscher M, Mmbando D et al. Single-Dose
Azithromycin versus Penicillin G Benzathine for the Treatment of Early Syphilis. NEJM
2005 Volume 353:1236-1244.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : Tn. Jamarudin
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status Kawin : Kawin
Agama : Islam
Pekerjan : pegawai swata
Alamat : Kp Galang Batang, Gunung Kijang
Suku : Melayu
Tanggal Masuk : 26 Desember 2018 Pukul : 19.20 WIB

3.2 ANAMNESA
Keluhan utama : Nyeri pada buah zakar dan terdapat luka pada penis
Telaah nyeri pada buah zakar dan memberat 7 hari SMRS,nyeri dirasakan berdenyut dan
dan skrotum membesar perlahan dalam 5 hari smrs,nyeri dirasakan terus menerus dan
menjalar kebagian perut bawah nyeri dirasakan diperberat apabila tersentuh dan berkurang
dengan istirahat , bengkak dan kemerahan pada skrotum (+) nyeri saat BAK (-), demam 5 hari
ini. Mual (+) muntah (-) riwayat keluar benjolan yang keluar masuk (-), riwayat berhubungan
seks bebas . dijumpai ulkus pada penis sebelum terjadi pembengkakakan skrotum . ulkus tunggal
dengan tepi kemerahan bentuk tidak teratur dengan diameter 2cm . Bagian yang mengelilingi lesi
meninggi dan keras dan berbatas tegas.riwayat berhubungan seksual selain dengan
pasangandisangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga :


Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama
dengan dirinya. Riwayat penyakit kuning dalam keluarga penderita disangkal oleh pasien.

Riwayat Pemakaian obat :


Tidak Ada

Riwayat Sosial dan Kebiasaan :


Pasien adalah seorang kuli bangunan, merokok (+), alkohol (-).

ANAMNESA ORGAN

Jantung Tidak Ada Kelainan Tulang Tidak Ada Kelainan


Sirkulasi Tidak Ada kelainan Otot Tidak Ada Kelainan
Saluran Pernafasan Tidak Ada kelainan Darah Tidak Ada Kelainan
Ginjal dan Saluran Ada Kelainan Endokrin Tidak Ada Kelainan
Kencing
Saluran Cerna Tidak Ada Kelainan Genetalia Ada Kelainan
Hati dan Saluran Tidak ada kelainan Panca indra Tidak Ada Kelainan
Empedu
Sendi Tidak Ada Kelainan Psikis Tidak Ada kelainan

KEADAAN UMUM
STATUS PRESENT KEADAAN PENYAKIT
KU : Tampak Sakit Sedang Anemia : Tidak ada
Sensorium : Compos mentis Edema : Tidak Ada
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Ikterus : Tidak ada
Temperature : 37,8℃ Eritema : Tidak ada
Pernafasan : 20 x/menit Sianosis : Tidak ada
Nadi : 93 x/menit Turgor : Tidak ada
Berat Badan : 55 kg Dispneu : Tidak ada
Tinggi Badan : 173 cm Sikap tidur paksa : Tidak ada

KEADAAN GIZI
Berat Badan : 55 kg
Tinggi Badan : 173 cm
Relative Body Weight (RBW)
𝐵𝐵
: 𝑇𝐵−100
55
: 173−100x100% = 75 % ( Gizi Baik)

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

KEPALA LEHER
Inspeksi Inspeksi
Rambut : Hitam, Distribusi merata Struma : Tidak ada kelainan
Wajah : Tidak Ada kelainan Kelenjar Limfe : Tidak ada kelainan
Alis mata : Tidak ada kelainan Posisi trakea : Midline
Bulu mata : Tidak ada kelainan Peningkatan TVJ
Mata : Anemis (-/-), ikterik (-/-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-)
Bibir : Sianosis (-)
Lidah : Beslaq (-)

THORAX
THORAX DEPAN THORAX BELAKANG
Inspeksi Inspeksi
Paru Paru
- Bentuk : Simetris - Bentuk : Simetris
- Otot bantu nafas : Tidak ada - Otot bantu nafas : Tidak Ada
- Venektasi : Tidak ditemukan - Venektasi : Tidak ditemukan
Jantung Palpasi
- Ictus cordis : Tidak terlihat Paru
- Fremitus taktil : Kanan = Kiri
Palpasi Perkusi
Paru Paru : Seluruh lapangan paru sonor
- Fremitus taktil : Kanan = Kiri Auskultasi
Jantung - Suara pernafasan : Vesikuler (+/+)
- Ictus cordis : Tidak Teraba - Suara tambahan : Ronki (-/-),
Perkusi wheezing (-/-)
Paru : Seluruh lapangan paru sonor
- Batas Relatif : ICS V linea midclavicula
dextra
- Batas Absolut : ICS VI linea
midclavicula dextra
Jantung : Redup
- Batas jantung atas : ICS II linea
parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri : ICS V 1 jari ke
medial linea midclavicularis sinistra
- Batas jantung kanan : ICS V linea para
parasternalis dextra
Auskultasi
Paru
- Suara pernafasan : Vesikuler (+/+)
- Suara tambahan : Ronki (-/-),
wheezing (-/-)
Jantung
- Bunyi Jantung : BJ I > BJ II
- Bunyi Jantung Tambahan : Tidak Ada

ABDOMEN GENITALIA
Inspeksi Skrotum terlihat bengkak
Distensi(-), venektasi(-), Ascites (-) Pus (-) jejas (-) benjolan pada skrotum (-)
Palpasi Transluminasi (-) terdapat ulkus tunggal
Nyeri tekan (+) region hipogastric,rigid(+), berbatas tegas dengaan tepi meninggi pada
- Hepar : Tidak Teraba sulkus koronariusberwarna merah bersih.
- Lien : Tidak Teraba Orifisium uretra externum tidak ada
- Ginjal : Tidak teraba kelainan dan pasien telah di sunat
Perkusi : Timpani, Undulasi (-) Skrotum dextra nyeri saat palpasi
Auskultasi : Peristaltik normal KGB teraba (-)
Benjolan di inguinalis (-)
Skrotum nyeri saat digerakkan (+)
Pasien merasa nyaman saat posisi skrotum
di tinggikan (phren sign positif)
Reflex cremaster (+)

EKSTERMITAS
Ekstermitas Atas Ekstermitas Bawah
- Bengkak : Tidak ada - Bengkak : Tidak ada
- Merah : Tidak ada - Merah : Tidak ada
- Pucat : Tidak ada - Pucat : Tidak ada
- Clubbing finger : Tidak ada - Clubbing finger : Tidak ada
- Tremor : Tidak ada - Tremor : Tidak ada

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 25-02-2017

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Jenis Pemeriksaan Hasil/Satuan Rujukan

Hematologi
Hemoglobin 11,1 12-16

Hematokrit 40,7% 35-47


4,87 x1000000/l
Eritrosit 350-550

Leukosit 11,100x1000/l 3,6-10,0

Thrombosit 150 x1000/l 100-400


SGOT 16U/L 42

SGPT 13U/L 37

Ureum 47 mg/dl 10-50

Creatinin 0,6 mg/100 ml 0,6-1,3

Urin Acid 5,2 mg/100 ml 3,4-7,0

KGDS 92 mg/dl <200


3.4 DIAGNOSA BANDING
1. Epididimitis
2. Sifilis
3. ISK

3.5 DIAGNOSA KLINIS


Sirosis Hati Dekompensata

3.6 PENATALAKSAAN
Farmakologis :
- O2 3 liter/menit
- IVFD Nacl 0,9% 20 gtt/i
- Cefotaxim1gr/8 jam
- Furosemid 2 amp/12 jam
- Comafusin Hepar 1 fls/hari
- Lactulac Syr 3x2
- Paracetamol 3x1

Non Farmakologis :
- Bed rest
- Diet cair 3x400 kkal

Follow Up harian

Tangg S O A P
al
25/02 - lemas (+) - Sens: CM Sirosis Non Farmakologis
/ - Sesak nafas (+) - TD: 110/70 mmHg Hepatis - Bed rest
2017 - Nyeri di perut (+) - HR: 80x/i dekompens - Diet cair 3x400
- Perut terasa - RR: 24x/i ata kkal
panas(+) - Temp: 37,0 0c Farmakologis
- Penurunan nafsu Mata:anemis+/+ - O2 3 liter/menit
makan (+) - IVFD Nacl 0,9%
- Nyeri ulu hati(+) - Leher : Peningkatan 20 gtt/i
- Kembung (+) TVJ (+) - Cefotaxim1gr/8
- BAK sedikit Pemeriksaan jam
berwarna teh pekat Abdomen - Vit K/8 jam
(+) Inspeksi : Asites (+) - Furosemid 2
- Sulit tidur (+) Kontralateral vena amp/12 jam
(+) - Comafusin Hepar
Abdomen terlihat 1 fls/hari
tegang (+) - Lactulac Syr 3x2
Palpasi: Nyeri tekan - Paracetamol 3x1
(+)
Rigid (+)
Pembesaran organ (-)
- Perkusi : Test
undulasi (+)
Shifting dullness (+)
Auskulitasi : peristaltic
usus menurun
Extremitas : eritem
palmaris (+)

27/02 - lemas (+) - Sens: CM Non Farmakologis


/ - Sesak nafas (+) - TD: 90/60 mmHg - Bed rest
2017 - Nyeri di perut (+) - HR: 120 x/i - Diet cair 3x400
- Perut makin - RR: 28 x/i kkal
membesar (+) - Temp: 36,6 0c
- Nyeri di abdomen Farmakologis
(+) - Mata : anemis +/+ - IVFD Nacl 0,9%
- Panas di perut (+) - Leher: Peningkatan 20 gtt/i
- BAK berwarna teh TVJ (+) - Cefotaxim1gr/8
Sirosis jam
pekat (+) Pemeriksaan
Hepatis - Vit K 3x1
- Sulit tidur (+) Abdomen
dekompens - Furosemid 2 amp/
Inspeksi : Asites (+)
ata hari
Kontralateral vena
(+) - Lansoprazole 2x30
Abdomen terlihat - Propanolol 3x10
tegang (+) - Paracetamol 3x1
Palpasi: Nyeri tekan - Lactulac Syr 3x2
(+) - Paracetamol 3x1
Rigid (+)
Tindakan
Pembesaran organ-
- Perkusi : Test
undulasi (+) - Punksi Asites
- Shifting dullness (+)
Auskulitasi :
peristaltic usus
menurun
- Extremitas : Eritema
palmaris (+)

28- Nyeri Abdomen - KU: CM Non Farmakologis


07- (↓) - TD: 90/60 mmHg - Bed rest
2017 - HR: 88 x/i - Diet cair 3x400
Sesak nafas (↓) - RR: 24 x/i kkal
Gelisah (+) - Temp: 36,4 0c
Farmakologis
Sulit tidur (+) Mata:anemis+/+ - IVFD Nacl 0,9%
20 gtt/i
Panas di perut Leher : Peningkatan - Cefotaxim1gr/8
(+) TVJ (+) jam
- Vit K 3x1
Pemeriksaan
Abdomen - Furosemid 2 amp/
Inspeksi : Asites (+) hari
Sirosis - Lansoprazole 2x30
Kontralateral vena hepatis
(+) - Propanolol 3x10
decompens - Paracetamol 3x1
Abdomen terlihat ata
tegang (+) - Lactulac Syr 3x2
Palpasi: Nyeri tekan - Paracetamol 3x1
(+)
Rigid (+)
Pembesaran organ (-)
- Perkusi : Test
undulasi (+)
- Shifting dullness (+)
- Auskulitasi :
peristaltic usus
menurun
- Extremitas : eritema
palmaris(+)

01- Nyeri Abdomen - KU: CM Non Farmakologis


03- (↓) - TD: 100/60 mmHg - Bed rest
2017 - HR: 80 x/i - Diet cair 3x400
Sesak nafas (↓) - RR: 20 x/i Sirosis kkal
Gelisah (+) - Temp: 36,0 0c hepatis
decompens Farmakologis
Sulit tidur (+) ata - IVFD Nacl 0,9%
Mata:anemis+/+ 20 gtt/i
Panas di perut - Cefotaxim1gr/8
(+) Leher : Peningkatan jam
TVJ (+) - Vit K 3x1
Mual (↓) - Furosemid 2 amp/
Pemeriksaan hari
Sakit kepala (+) Abdomen - Lansoprazole 2x30
Inspeksi : Asites (+) - Propanolol 3x10
Kontralateral vena - Paracetamol 3x1
(+) - Lactulac Syr 3x2
Distensi (+) - Paracetamol 3x1
Palpasi: Nyeri Tekan - Plasbumin 20%
(+) 100cc
Rigid (+) - Tramadol 2x1
Pembesaran organ (-)
- Perkusi : Test
undulasi (+)
Shifting dullness (+)
Auskulitasi :
peristaltic usus
menurun

Anda mungkin juga menyukai