Anda di halaman 1dari 14

2.

1 COVID-19

2.1.1 Definisi

Coronavirus merupakan virus RNA strain tunggal positif, berkapsul dan

tidak bersegmen. Coronavirus tergolong ordo Nidovirales, keluarga

Coronaviridae. Coronaviridae dibagi dua subkeluarga dibedakan berdasarkan

serotipe dan karakteristik genom. Terdapat empat genus yaitu alpha coronavirus,

betacoronavirus, deltacoronavirus dan gamma coronavirus.6

Pada Desember 2019, telah terdiagnosis peningkatan jumlah kasus novel

corona virus pneumonia (NCP) di Wuhan, Provinsi Hubei. WHO (World Health

Organization) secara resmi menamai Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Novel coronavirus 2019 (nCoV-2019) secara resmi dinamai sebagai severe acute

respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) oleh ICTV (International

Committee on Taxonomy of Viruses).7

Coronavirus disebut dengan virus zoonotik yaitu virus yang ditransmisikan

dari hewan ke manusia. Kelelawar, tikus bambu, unta dan musang merupakan

host yang biasa ditemukan untuk Coronavirus. Secara umum, alur Coronavirus

dari hewan ke manusia dan dari manusia ke manusia melalui transmisi kontak,

transmisi droplet, rute feses dan oral.8

Coronavirus terutama menginfeksi dewasa atau anak usia lebih tua,

dengan gejala klinis ringan seperti common cold dan faringitis sampai berat

seperti SARS atau MERS serta beberapa strain menyebabkan diare pada dewasa.

Semua orang secara umum rentan terinfeksi. Pneumonia Coronavirus jenis baru

dapat terjadi pada pasien immunocompromis dan populasi normal, bergantung

paparan jumlah virus. Jika kita terpapar virus dalam jumlah besar dalam satu
waktu, dapat menimbulkan penyakit walaupun sistem imun tubuh berfungsi

normal. Orang-orang dengan sistem imun lemah seperti orang tua, wanita hamil,

dan kondisi lainnya, penyakit dapat secara progresif lebih cepat dan lebih parah.

Infeksi Coronavirus menimbulkan sistem kekebalan tubuh yang lemah terhadap

virus ini lagi sehingga dapat terjadi re-infeksi.7,8

2.1.2 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki perbedaan dan penjelasan

yang sangat berbeda serta memiliki makna dalam spektrum yang luas, mulai dari

tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,

sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang,

13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan

kritis. Berapa besar proporsi infeksi asimtomatik belum diketahui.9

Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada umumnya

terjadi di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan, dan batuk kering

merupakan tanda-tanda umum infeksi corona disertai dengan gejala seperti hidung

tersumbat, pilek, dan diare pada beberapa pasien. Edisi ini menekankan bahwa

pasien dengan kondisi sakit ringan hanya mengalami demam ringan, kelelahan

ringan dan sebagainya, tetap tanpa manifestasi pneumonia. Dalam hal

pemeriksaan laboratorium, edisi terakhir pedoman mengenai COVID-19

menambahkan penjelasan sebagai berikut: “Peningkatan kadar enzim hati, LDH,

enzim otot dan mioglobin dapat terjadi pada beberapa pasien dan peningkatan

level troponin dapat dilihat pada beberapa pasien kritis” dan “asam nukleat nCoV-
2019 dapat dideteksi dalam spesimen biologis seperti apusan nasofaringeal,

dahak, sekresi saluran pernapasan bagian bawah, darah dan feses”.10

Perbedaan yang pasti antara pasien dengan gejala ringan dan berat bisa

dilihat pada manifestasi klinis beberapa pasien yakni pasien dengan gejala parah

tidak mengalami kesulitan bernapas yang jelas dan datang dengan hipoksemia,

dispnea dan atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu setelah onset

penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom

gangguan pernapasan akut, syok sepsis, asidosis metabolik yang sulit ditangani,

dan perdarahan dan disfungsi koagulasi, dan lain-lain.6,9

Pada tahap awal COVID-19 juga memiliki perbedaan hasil rontgen

antara yang memiliki gejala ringan maupun berat. Pada pasien dengan gejala

ringan menunjukkan bahwa ada beberapa bayangan pola kecil (multiple small

patches shadow) dan perubahan interstitial, terutama di periferal paru. Sedangkan

pada hasil rontgen pasien dengan gejala berat, berkembang lebih lanjut menjadi

beberapa bayangan tembus pandang/kaca (multiple ground glass shadow) dan

bayangan infltrasi di kedua paru dan juga Pada kasus yang parah dapat terjadi

konsolidasi paru.11

2.1.3 Patogenesis

Patogenesis SARS-CoV-2 masih belum banyak diketahui, tetapi diduga

tidak jauh berbeda dengan SARS-CoV yang sudah lebih banyak diketahui. 12 Pada

manusia, SARS-CoV-2 terutama menginfeksi sel-sel pada saluran napas yang

melapisi alveoli. Transmisi dari manusia ke manusia menjadi transmisi utama dari

SARS-CoV-2 sehingga penyebaran menjadi lebih agresif. Transmisi SARS-CoV-


2 dari pasien simptomatik terjadi melalui droplet yang keluar saat batuk atau

bersin.13 SARS-CoV-2 akan berikatan dengan reseptor-reseptor dan membuat

jalan masuk ke dalam sel. Glikoprotein yang terdapat pada envelope spike virus

akan berikatan dengan reseptor selular berupa ACE2 pada SARS-CoV-2. Di

dalam sel, SARS-CoV-2 melakukan duplikasi materi genetik dan mensintesis

protein-protein yang dibutuhkan, kemudian membentuk virion baru yang muncul

di permukaan sel.14,15

Sama dengan SARS-CoV, pada SARS-CoV-2 diduga setelah virus masuk

ke dalam sel, genom RNA virus akan dikeluarkan ke sitoplasma sel dan

ditranslasikan menjadi dua poliprotein dan protein struktural. Selanjutnya, genom

virus akan mulai untuk bereplikasi. Glikoprotein pada selubung virus yang baru

terbentuk masuk ke dalam membran retikulum endoplasma atau Golgi sel. Terjadi

pembentukan nukleokapsid yang tersusun dari genom RNA dan protein

nukleokapsid. Partikel virus akan tumbuh ke dalam retikulum endoplasma dan

Golgi sel. Pada tahap akhir, vesikel yang mengandung partikel virus akan

bergabung dengan membran plasma untuk melepaskan komponen virus yang

baru.16

Pada SARS-CoV, Protein S dilaporkan sebagai determinan yang

signifikan dalam masuknya virus ke dalam sel pejamu. 16 Telah diketahui bahwa

masuknya SARS-CoV ke dalam sel dimulai dengan fusi antara membran virus

dengan plasma membran dari sel.17 Pada proses ini, protein S2 berperan penting

dalam proses pembelahan proteolitik yang memediasi terjadinya proses fusi

membran. Selain fusi membran, terdapat juga clathrin-dependent dan clathrin-


independent endocytosis yang memediasi masuknya SARS-CoV ke dalam sel

pejamu.18

Faktor virus dan pejamu memiliki peran dalam infeksi SARS-CoV.35

Virulens dari virus dan kemampuannya mengalahkan respons imun menentukan

keparahan infeksi.19 Disregulasi sistem imun kemudian berperan dalam kerusakan

jaringan pada infeksi SARS-CoV-2. Respons imun yang tidak adekuat

menyebabkan replikasi virus dan kerusakan jaringan.

ARDS merupakan penyebab utama kematian pada pasien COVID-19.

Penyebab terjadinya ARDS pada infeksi SARS-CoV-2 adalah badai sitokin, yaitu

respons inflamasi sistemik yang tidak terkontrol akibat pelepasan sitokin

proinflamasi dalam jumlah besar ( IFN-α, IFN-γ, IL-1β, IL-2, IL-6, IL-7, IL-10

IL-12, IL-18, IL-33, TNF-α, dan TGFβ) serta kemokin dalam jumlah besar

(CCL2, CCL3, CCL5, CXCL8, CXCL9, dan CXCL10). Respons imun yang

berlebihan ini dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis sehingga terjadi

disabilitas fungsional.20

2.1.3 Diagnosis

Pasien Dalam Pengawasan (PDP)21

1) Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yaitu demam

(≥38oC) atau riwayat demam; disertai salah satu gejala/tanda penyakit

pernapasan seperti: batuk/sesak nafas/sakit tenggorokan/pilek/

pneumonia ringan hingga berat dan tidak ada penyebab lain

berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari


terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau

tinggal di negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

2) Orang dengan demam (≥380C) atau riwayat demam atau ISPA dan

pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat kontak

dengan kasus konfirmasi COVID-19.

3) Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan

perawatan di rumah sakit dan tidak ada penyebab lain berdasarkan

gambaran klinis yang meyakinkan.

Orang Dalam Pemantauan (ODP)

1) Orang yang mengalami demam (≥380C) atau riwayat demam atau

gejala gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit

tenggorokan/batuk dan tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran

klinis yang meyakinkan dan pada 14 hari terakhir sebelum timbul

gejala memiliki riwayatperjalanan atau tinggal di negara/wilayah yang

melaporkan transmisi lokal.

2) Orang yang mengalami gejala gangguan sistem pernapasan seperti

pilek/sakit tenggorokan/batuk dan pada 14 hari terakhir sebelum

timbul gejala memiliki riwayat kontak dengan kasus konfirmasi

COVID-19.

Orang Tanpa Gejala (OTG) merupakan seseorang yang tidak bergejala dan

memiliki risiko tertular dari orang konfirmasi COVID-19. Orang tanpa gejala

(OTG) merupakan kontak erat dengan kasus konfirmasi COVID-19.


Kasus Konfirmasi adalah pasien yang terinfeksi COVID-19 dengan hasil

pemeriksaan tes positif melalui pemeriksaan PCR.

Kontak Erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada

dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam

pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan

hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala. Termasuk kontak erat adalah:21

a. Petugas kesehatan yang memeriksa, merawat, mengantar dan membersihkan

ruangan di tempat perawatan kasus tanpa menggunakan APD sesuai standar.

b. Orang yang berada dalam suatu ruangan yang sama dengan kasus (termasuk

tempat kerja, kelas, rumah, acara besar) dalam 2 hari sebelum kasus timbul

gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.

c. Orang yang bepergian bersama (radius 1 meter) dengan segala jenis alat

angkut/kendaraan dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14

hari setelah kasus timbul gejala.

2.1.4 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tergantung ringan atau beratnya

manifestasi klinis.22

 Tingkat kesadaran: kompos mentis atau penurunan kesadaran.

 Tanda vital: frekuensi nadi meningkat, frekuensi napas meningkat,

tekanan darah normal atau menurun, suhu tubuh meningkat. Saturasi

oksigen dapat normal atau turun.

 Dapat disertai retraksi otot pernapasan.


 Pemeriksaan fisis paru didapatkan inspeksi dapat tidak simetris statis

dan dinamis, fremitus raba mengeras, redup pada daerah konsolidasi,

suara napas bronkovesikuler atau bronkial dan ronki kasar.

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

Pada fase awal pasien dengan COVID-19, dapat ditemukan

hitung sel darah putih total yang normal maupun menurun dan hitung

limfosit yang menurun. Pada beberapa pasien dapat terjadi

peningkatan nilai enzim hati, LDH, enzim otot dan myoglobin dan

pada beberapa pasien yang kritis dapat ditemukan peningkatan kadar

troponin. Sebagian besar pemeriksaan laboratorium menunjukkan

peningkatan nilai C-Reaktif Protein dan tingkat laju endap darah,

sedangkan nilai prokalsitonin normal. Pada pasien yang parah, nilai D-

dimer meningkat dan limfosit darah perifer terus menurun.6

Selain itu, peningkatan nilai faktor inflamasi juga terjadi pada

pasien yang parah dan kritis. Asam nukleat nCoV-2019 dapat dideteksi

lewat spesimen biologis seperti hapusan (swab) nasofaring, sputum

(dahak), sekresi saluran pernapasan bagian bawah lainnya, darah dan

feses. Semua spesimen tersebut harus dikirim dan diuji secepat

mungkin.6

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dihimpun oleh WHO dan

CDC terdapat beberapa test laboratorium yang dianjurkan, yakni

adalah sebagai berikut


1. Pemeriksaan Antigen-Antibodi

Salah satu kesulitan utama dalam melakukan uji diagnostik tes

cepat yang sahih adalah memastikan negatif palsu, karena angka deteksi

virus pada rRT-PCR sebagai baku emas tidak ideal. Selain itu, perlu

mempertimbangkan onset paparan dan durasi gejala sebelum memutuskan

pemeriksaan serologi. IgM dan IgA dilaporkan terdeteksi mulai hari 3-6

setelah onset gejala, sementara IgG mulai hari 10-18 setelah onset gejala.

Pemeriksaan jenis ini tidak direkomendasikan WHO sebagai dasar

diagnosis utama. Pasien negatif serologi masih perlu observasi dan

diperiksa ulang bila dianggap ada faktor risiko tertular.23

A. Pemeriksaan virologi

Pemeriksaan Virologi Saat ini WHO merekomendasikan

pemeriksaan molekuler untuk seluruh pasien yang termasuk dalam

kategori suspek. Pemeriksaan pada individu yang tidak memenuhi kriteria

suspek atau asimtomatis juga boleh dikerjakan dengan mempertimbangkan

aspek epidemiologi, protokol skrining setempat, dan ketersediaan alat.

Pengerjaan pemeriksaan molekuler membutuhkan fasilitas dengan

biosafety level 2 (BSL-2), sementara untuk kultur minimal BSL-3. Kultur

virus tidak direkomendasikan untuk diagnosis rutin. Metode yang

dianjurkan untuk deteksi virus adalah amplifikasi asam nukleat dengan

real-time reversetranscription polymerase chain reaction (rRTPCR) dan

dengan sequencing. Sampel dikatakan positif (konfirmasi SARS-CoV-2)

bila rRT-PCR positif pada minimal dua target genom (N, E, S, atau RdRP)

yang spesifik SARSCoV-2; ATAU rRT-PCR positif betacoronavirus,


ditunjang dengan hasil sequencing sebagian atau seluruh genom virus

yang sesuai dengan SARS-CoV-2.23

Berbeda dengan WHO, CDC sendiri saat ini hanya

menggunakan primer N dan RP untuk diagnosis molekuler. Food and

Drug Administration (FDA) Amerika Serikat juga telah menyetujui

penggunaan tes cepat molekuler berbasis GenXpert® yang diberi nama

Xpert® Xpress SARS-CoV-2. Perusahaan lain juga sedang

mengembangkan teknologi serupa. Tes cepat molekuler lebih mudah

dikerjakan dan lebih cepat karena prosesnya otomatis sehingga sangat

membantu mempercepat deteksi.2

b. Rontgen Dada (Chest Imaging)

Fase awal COVID-19, hasil rontgen dada menunjukkan

bayangan bercak-bercak kecil (small patched shadow) yang multipel

dan perubahan interstitial, khususnya di periferal paru. Seiring

perjalanan penyakit, gambaran yang muncul pada pasien berkembang

menjadi bayangan perselubungan (ground glass) yang multipel dan

bayangan infiltrasi pada kedua paru. Pada kasus yang parah, dapat

terjadi konsolidasi paru. Jarang ditemukan efusi pleura pada pasien

COVID-19.6,25

2.1.6 Diagnosis Banding

Manifestasi ringan yang disebabkan oleh COVID-19 harus dibedakan

dengan infeksi pernafasan yang disebabkan oleh virus lain. NCP harus dibedakan

dengan virus pneumonia yang disebabkan oleh virus influenza, adenovirusatau

respiratory syncytial virus, dan mycoplasma pneumonia. Terutama untuk kasus-


kasus suspek, deteksi rapid antigen, tes asam nukleat PCR berulang dan metode

lainnya harus dilakukan untuk menguji patogen pernafasan yang umum. Selain

itu, harus dibedakan dari penyakit non-infeksius seperti vaskulitis,

dermatomiositis, dan organizing pneumonia.6

2.1.7 Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

Berdasarkan bukti yang tersedia, COVID-19 ditularkan melalui kontak

dekat dan droplet, bukan melalui transmisi udara. Orang-orang yang paling

berisiko terinfeksi adalah mereka yang berhubungan dekat dengan pasien COVID-

19 atau yang merawat pasien COVID-19. Tindakan pencegahan dan mitigasi

merupakan kunci penerapan di pelayanan kesehatan dan masyarakat.

Langkah-langkah pencegahan yang paling efektif di masyarakat

meliputi:21

 Melakukan kebersihan tangan menggunakan hand sanitizer jika tangan tidak

terlihat kotor atau cuci tangan dengan sabun jika tangan terlihat kotor.

 Menghindari menyentuh mata, hidung dan mulut

 Terapkan etika batuk atau bersin dengan menutup hidung dan mulut dengan

lengan atas bagian dalam atau tisu, lalu buanglah tisu ke tempat sampah.

 Pakailah masker medis jika memiliki gejala pernapasan dan melakukan

kebersihan tangan setelah membuang masker;

 Menjaga jarak (minimal 1 meter) dari orang yang mengalami gejala gangguan

pernapasan.
DAFTAR PUSTAKA

6. Liang X, Feng Zm Li L. Li E. Guidance for Corona Virus Disease 2019


Prevention, Control, Diagnosis and Management. Diterjemahkan oleh
Fanggidae V, Teli M. Panduan Menghadapai Penyakit Virus Corona 2019
Model RRC Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen. Disunting
oleh Komisi Kesehatan Nasional RRC. Administrasi Nasional Pengobatan
Tradisional RRC. Forum Academia NTT. 2020.

7. Wang Z, Qiang W, Ke H. A Handbook of 2019-nCoV Pneumonia Control and


Prevention. Hubei Science and Technologi Press. China; 2020.

8. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Zang Li, Fan G, etc. Clinical features
of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. The
Lancet. 24 jan 2020.

9. World Health Organization. Report of the WHO-China Joint Mission on

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Geneva: World Health Organization;

2020.

10. Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri untuk dukungan gugus tugas COVID-

19. 2020. Pedoman umum menghadapi COVID-19 bagi pemerintah daerah

pencegahan, pengendalian, diagnosis dan manajemen. Kementrian Dalam

Negeri, Jakarta. 212 Hal.

11. .Guan W, et al. “Clinical Characteristics of Coronavirus Disease 2019 in

China.” NEJM. DOI: 10.1056/NEJMoa2002032.

12. Li X, Geng M, Peng Y, Meng L, Lu S. Molecular immune pathogenesis and


diagnosis of COVID-19. J Pharm Anal. 2020.

13. Han Y, Yang H. The transmission and diagnosis of 2019 novel coronavirus
infection disease (COVID-19): A Chinese perspective. J Med Virol. 2020.

14. Zhang H, Penninger JM, Li Y, Zhong N, Slutsky AS. Angiotensin-converting


enzyme 2 (ACE2) as a SARS-CoV-2 receptor: molecular mechanisms and
potential therapeutic target. Intensive Care Med. 2020.
15. Liu Y, Gayle AA, Wilder-Smith A, Rocklöv J. The reproductive number of
COVID-19 is higher compared to SARS coronavirus. J Travel Med.
2020;27(2).

16. de Wit E, van Doremalen N, Falzarano D, Munster VJ. SARS and MERS:
recent insights into emerging coronaviruses. Nat Rev Microbiol.
2016;14(8):523-34.

17. Simmons G, Reeves JD, Rennekamp AJ, Amberg SM, Piefer AJ, Bates P.
Characterization of severe acute respiratory syndrome-associated coronavirus
(SARS-CoV) spike glycoprotein-mediated viral entry. Proc Natl Acad Sci U S
A. 2004;101(12):4240-5.

18. Wang H, Yang P, Liu K, Guo F, Zhang Y, Zhang G, et al. SARS coronavirus
entry into host cells through a novel clathrin-and caveolae-independent
endocytic pathway. Cell Res. 2008;18(2):290-301.

19. Qin C, Zhou L, Hu Z, Zhang S, Yang S, Tao Y, et al. Dysregulation of


immune response in patients with COVID-19 in Wuhan, China. Clin Infect
Dis. 2020; published online March 12. DOI: 10.1093/ cid/ciaa248.
20. Zumla A, Hui DS, Azhar EI, Memish ZA, Maeurer M. Reducing mortality
from 2019-nCoV: host-directed therapies should be an option. Lancet.
2020;395(10224):e35-e6.

21. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19)


Revisi ke-4. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Jakarta. 2020.

22. Burhan E, Isbaniah F, Susanto AD, Aditama TY, Soedarsono, Sartono TR,
dkk. Pneumonia Covid-19 Diagnosis dan Penatalaksanaan Di Indonesia. Tim
Penyusun Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Jakarta. 2020.

23. World Health Organization. Laboratory testing for coronavirus disease 2019
(COVID-19) in suspected human cases. Geneva: World Health Organization;
2020.
24. Centers for Disease Control and Prevention. Atlanta: Centers for Disease
Control and Prevention. 2020.
25. Salehi S, Abedi A, Balakrishnan S, Gholamrezanezhad A. (2020).
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19): A Systematic Review of Imaging
Findings in 919 Patients. AJR Am J Roentgenol. 2020 Mar 14: 1-7

Anda mungkin juga menyukai