Anda di halaman 1dari 15

1.

IDENTITAS PASIEN
a. Umur
Kanker serviks paling sering terjadi pada perempuan yang berumur lebih dari
40 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan terjadi pula pada usia
reproduktif, yakni pada usia 35-40 tahun (Maharani,2012:81).
Umur rata-rata perempuan yang terserang kanker serviks rata-rata umur
50-an tahun. Namun demikian pernah dilaporkan kasus kanker serviks
berumur 20-an. Resiko kanker serviks termasuk pada umur pertama kali
melakukan hubungan seksual. (Yatim, 2008: 45)

b. Pekerjaan
Penyakit ini lebih sering muncul pada wanita dengan status sosioekonomi
rendah (Norwitz dan Schorge,2008:63).

DATA SUBYEKTIF
1. Keluhan Utama
Tanda-tanda dini yang tidak spesifik seperti secret vagina yang agak
berlebihan dan kadang-kadang disertai dengan bersak perdarahan.
Gejala umum yang sering terjadi berupa perdarahan pervaginam
(pascasenggama, perdarahan di luar haid) dan keputihan
(Anwar,2011:296).
Pada penyakit lanjut keluhan berupa keluar cairan pervaginam yang
berbau busuk, nyeri panggul, nyeri pinggang, dan panggul, sering
berkemih, buang air kecil atau buang air besar yang sakit. Gejala
penyakit yang relative berupa nyeri pinggang, edema kaki unilateral, dan
obstruksi ureter (Anwar,2011:196).

2. Riwayat Kesehatan ibu


a. Imunosupresi
Faktor resiko lain dari kanker serviks adalah kondisi imunosupresi
atau menurunnya daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh berperan
penting dalam proses penghancuran sel-sel kanker serta menghambat
pertumbuhan dan penyebaranya. Salah satau keadaan imunosupresi
bisa ditemui pada penderita AIDS. VirusHIV pada penderita AIDS
akan merusak fungsi kekebalan tubuh seseorang, sehingga wanita
yang menderita AIDS memiliki resiko tinggi terkena infeksi HPV
yang berkembang menjadi kanker serviks. Pada wanita penderita
AIDS, perkembangan sel pra-kanker menjadi kanker yang biasanya
memerlukan waktu beberapa tahun, dapat terjadi lebih cepat karena
imunosupresi. (Handayani, 2012: 10)
b. Infeksi Chlamidia
Chlamidia adalah satu kuman yang dapat menyebabkan infeksi
pada organ reproduksi. Kuman ini menyebar melalui kontak seksual.
Wanita yang terinfeksi Chlamidia sering mengeluhkan adanya nyeri di
daerah panggul. Namun, banyak juga yang tidak mengalami keluhan
(asimtomatik). Beberapa penelitian menyebutkan adanya resiko
kanker serviks yang lebih tinggi pada wanita yang di dalam daerahnya
ditemukan infeksi Chlamidia. (Handayani, 2012: 10)
Handayani, Lestari, 2012. Menaklukan kanker serviks dan kanker
payudara dengan 3 terapi alami. PT Agromedia Pustaka: Jakarta
c. Penyakit Menular Seksual
Perempuan yang telah mengidap penyakit menular seks seperti AIDS, Goorhoea
A lebih rentan terhadap kanker serviks (Nurwijaya dkk,2010:36).

3. Riwayat Kesehatan keluarga


4. Adanya anggota keluarga (ibu atau saudara perempuan) yang
pernah menderita kanker serviks membuat seseorang memiliki risiko
kanker serviks lebih besar 2-3 kali dibandingkan dengan orang yang tidak
mempunyai riwayat kanker serviks di keluarganya. Hal ini disebabkan
adanya kondisi kekurangmampuan melawan infeksi HPV yang diturunkan
secara genetik. (Handayani, 2012: 9).
5. Infeksi human papiloma virus
HPV adalah virus yang tersebar luas menular melalui hubungan
seksual. Infeksi HPV telah diidentifikasi sebagai faktor riiko
yang paling utama untuk kanker serviks. Di antara lebih dari
125 jenis HPV terdapat jenis HPV yang agresif (HPV 16 dan
18) yang dapat menyebabkan transformasi sel-sel menjadi
ganas di serviks (Nurwijaya dkk,2010:35).

6. Riwayat Pernikahan
Faktor risiko lain yang berhubungan degan kanker serviks adalah seksual
pada usia muda (<16 tahun), hubungan seksual dengan multipartner
(Anwar,2011:296).
Wanita yng telah memiliki aktivitas seksual dini, sebelum usia 18 tahun
lebih berisiko tinggi sebab sel-sel serviks sangat rapuh di usia muda ini
(Nurwijaya dkk,2010:35).

7. Riwayat Obstetri
Melahirkan banyak anak dapat meningkatkan risiko kanker serviks di antara
perempuan yang terinfeksi HPV (Maharani,2012:82).
Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor
ekstrinsik, diantaranya jarak persalinan yang terlalu dekat (Saifuddin,2010:895).
Biasanya penderita tidak menjadi hamil; jika ditemukan, umumnya pada
multigravida yang pernah melahirkan 4 kali atau lebih (Saifuddin,2010:895).
- Kehamilan
Wanita yang pernah hamil selama 9 bulan sebanyak tiga
kali atau lebih (kehamilan multiple) lebih beresiko terkena
kanker serviks lebih `tinggi. Belum diketahui pasti
penyebabnya. Namun, ada beberapa dugaan kondisi ini
dipengaruhi oleh perubahan hormonal selama kehamilan yang
berpotensi membuat wanita lebih rentan terhadap infeksi HPV.
Menurunnya daya tahan tubuh selama kehamilan juga
memungkinkan adanya infeksi HPV dan pertumbuhan kanker.
(Handayani, 2012 : 11)
Usia seseorang ketika hamil pertama atau pertama kali
berhubungan seksual berpengaruh terhapad kejadian kanker
serviks. Semakin muda usia pada saat hami pertama atau
melakukan hubungan seksual, risiko terkena kanker serviks
semakin meningkat. Wanita yang berusia 17 tahun atau kurang
pada saat pertama hamil memiliki risiko menderita kanker
serviks dua kali lipat dibandingkan dengan wanita yang hamil
pertama kali pada usia 25 tahun atau lebih. (Handayani, 2012:
12)

- Persalinan
Insiden kanker serviks meningkat dengan tingginya paritas,
apa lagi jarak persalinan terlampau dekat. (Winkjosastro, 1999:
381). Persalinan pervaginam masih dapat dipertimbangkan apabila
kelainan serviks masih pada tahapan lesi prakanker (displasia) atau
lesi kenker yang masih kecil selama memenuhi indikasi obstetrik. (
Mochtar,2012:137)

8. Riwayat KB
Selain para perempuan yang terinfeksi HPV , perempuan yang juga
menggunakan pil-pil pengontrol kelahiran untuk jangka waktu yang lama,
misalnya lima tahun atau lebih, bisa lebih berisiko menderita kanker serviks
(Maharani,2012:82).
Penggunaan kontrasepsi hormonal meningkatkan risiko menderita
kanker serviks. Penggunaan selama 10 tahun dapat meningkatkan
risiko hingga dua kali. Wanita yang berencana menggunakan alat
kontrasepsi hendaknya berdiskusi dengan tenaga kesehatan sebelum
memutuskan suatu metode kontrasepsi, terutama bagi wanita yang
sudah beresiko tinggi menderita kanker serviks. Berbeda dengan
kontrasepsi hormonal, penggunaan kontrasepsi IUD dapat
menurunkan risiko kanker endometrium rahim. (Handayani, 2012:
11).
Guen dkk (dalam Nurwijaya dkk,2010:36-37) menghipotesiskan pil
KB menyokong terjadinya kaker serviks. Hal ini karena dengan
kekentalan lender ini akan memperlama keberadaan auatu agen
karsinogenik di serviks yang terbawa melalui hubungan seksual,
termasuk adanya virus HPV.
9. Kondisi psikologi, sosial, spiritual
Karena tingkat penghasilan secara langsung berhubungan dengan standar hidup,
para wanita berpendapatan rendah hamper 5 kali lebih tinggi berisiko terkena
kanker serviks daripada kelompok wanita yang berpendapatan lebih tinggi
kemiskinan yang mengakibatkan ketidakmampuan mereka untuk mendapat
pelayanan kesehatan yang baik dan tidak dapat membayar biaya-biaya tes
kesehatan yang cukup mahal (Nurwijaya dkk,2010:37).

10. Pola Kebiasaan Sehari-Hari


a. Pola Nutrisi
Nutrisi sangat penting untuk dimakan selama perawatan kanker. Makan dengan
baik berarti mendapat cukup kalori untuk mempertahankan berat badan yang
tepat dan protein yang cukup untuk mempertahankan kekuatan anda. Nutrisi
yang baik bias membantu penderita kanker merasa lebih baik dan mempunyai
lebih banyak energy. Namun, selama perawatan, pasien bisa merasa tidak nafsu
maka, mual, muntah dataupun luka-luka mulut (Maharani,2012:90-91).
Pola makan atau diet seseorang juga berpengaruh terhadap risiko
kanker serviks. Wanita yang jarang mengkonsumsi buah dan sayur
berisiko lebih tinggi menderita kanker serviks. Begitu juga dengan
wanita yang mengalami obesitas atau kegemukan lebih cenderung
terkena adenokarsinoma serviks. (Handayani, 2012: 11).
Jenis asupan makanan sehari-hari yang tidak sehat dan tidak layak
juga alasan yang bias menempaatkan perempuan pada risiko kanker
serviks. Kekurangan gizi juga diakui sebagai penyebab system
kekebalan tubuh menjadi lemah dan tidak dapat melawan virus
(Nurwijaya dkk,2010:38).
Diet rendah karotenoid dan defisiensi asam folat juga dimasukkan dalam faktor
risiko kanker serviks. Banyak sayuran dan buah mengandung bahan-bahan
antioksidan dan berkasiat menceah kanker. Dari beberapa penelitian ternyata
defisiensi terhadap asam folat, vitamin C,E, beta karoten/retinol berhubungan
dengan peningkatan risiko kanker serviks (Handayani,2012:9-64).

b. Pola eliminasi
Pada penyakit lanjut keluhan berupa sering berkemih, buang air kecil atau buang
air besar yang sakit (Anwar,2011:196).

c. Pola hubungan seksual


Perempuan yang memiliki banyak pasanga seksual berisiko lebih tinggi untuk
menderita kanker serviks. Selain itu, permpuan yang berhubungan seksual
dengan seorang laki-laki yang mempunyai banyak pasangan seksual juga berisiko
leih tinggi untuk menderita kanker serviks. Artinya perempuan ini mempunyai
risiko lebih tinggi dari rata0rata orang yang bias terinfeksi HPV
(Maharani,2012:81-82).
Berikut adalah gejala yang sering dikeluhkan penderita yaitu perdarahan
abnormal dapat terjadi setelah berhubunga seksual (Handayani,2012:9-13).
Hubungan seksual yang menyebabkan nyeri di pihak perempuan perlu dicurigai
sebagai gejala kanker serviks (Handayani,2012:9-13).

d. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan


Perempuan perokok yang terinfeksi HPV mempunyai risiko terinfeksi HPV yang
lebih tinggi dibandingkan perempuan bukan perokok yang trinfeksi HPV
(Maharani,2012:82).
Rokok mengandung bahan karsinogen, yakni bahan kimia yang dapat memicu
kanker. Bahan karsinogen tersebut akan diserap ke dalam paru-paru, lalu masuk
ke dalam darah dan selanjutnya dibawa e seluruh tubuh melalui pembuluh
darah. Para peneliti menduga bahan kimia tersebut menjadi penyebab
kerusakan DNA sel serviks yang kemudian berkembang menjadi kanker serviks.
Sselain itu, merokok dapat menurunkan daya tahan tubuh kita dalam memerangi
infeksi HPV (Handayani,2012:9-10).

IV. DATA OBJEKTIF


1. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Rambut :
Kemoterapi dapat menyebabkan penderita kehilangan rambut.
Rambut akan tumbuh kembali, namun akan tersusun dalam warna
dan susunan yang berbeda (Maharani,2012:94).

Mata :
b. Leher :
Stadium IV B menurut FIGO (dalam Anwar 2011:297) Metastasis
jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan kedalam 3 mm
atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa invasi ke rongga
pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi kanker serviks.

c. Dada :
d. Abdomen :
e. Vulva :
f. Anus :
g. Ekstremitas :
Gejala penyakit berupa nyeri pinggang, oedema kaki
unilateral, obstetri ureter. (Anwar, 2011: 296)

2. Pemeriksaan Obstetrik
a. Abdomen :

b. Lain-lain (jika ada indikasi) :

Stadium kanker serviks menurut FIGO (dalam Anwar 2011:297) :


a. Stadium 0
Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.
b. Stadium I
Karsinoma masih teraba di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaiakan).
c. Stadium IA
Invasi kanker ke sarcoma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik.
Lesi yang apat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang
superficial dikelompokan pada stadium IB.
1) I AI
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lbar
horizontal lesi tidak lebih dari 7 mm.
2) I A2
Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
diperluas horizontal tidak ebih dari 7 mm.
d. Stadium IB
Lei tampak terbatas pada serviks atau seccara mikroskopik lesi lebih luas
dari stadium I A2.
1) I B1
Lesi yang tampak tidak lebih dari cm dari dimensi terbesar.
2) I B2
Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar.
e. Stadium II
Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distas/bawah vagina.
1) IIA
Tanpa invasi ke parametrium.
2) II B
Sudah menginvasi parametrium.
f. Stadium III
Tumor telah meluas ke dinding pangggu dan /atau mengenai sepertiga
bawah vagina dan /atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal.
1) III A
Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai dinding panggul.
2) III B
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsi ginjal.
g. Stadium IV
Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
1) IV A
tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau
ke luar dari rongga panggul minor.
2) IV B
Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan
kedalam 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks.

3. Pemeriksaan Penunjang :
a. Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium klinik berupa pemeriksaan darah

tepi, tes fungsi ginjal dan tes fungsi hati diperlukan untuk

mengevaluasi fungsi organ serta menetukan jenis pengobatan

yang akan diberikan. (Prawirohardjo, 2011: 296)

Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang


meliputi:

1. Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.

2. Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.

3. Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila


serim creatinin meningkat.

4. Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)

5. EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).

6. Syarat :

1. Keadaan umum cukup baik.

2. Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan


terjadi, informed concent.

3. Faal ginjal dan hati baik.

4. Diagnosis patologik

5. Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.


6. Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.

7. Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10


gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.

(Rahmadania,2010)

b. Lain – lain (jika ada indikasi) :


4. Colposcopy
Dokter menggunkaan sebuah alat yang disebut colposcope untuk
memeriksa leher rahim. Colposcope menggabungkan suatu
cahayan yang terang dengan lensa pembesaran untuk membuat
jaringan rahim lebih mudah dilihat. Alat ini dimaksudnkan ke
dalam vagina. Metode colposcopy biasanya dilakukan di ruang
praktik dokter atau klinik (Maharani,2012:84).
5. Biopsy
Biopsi adalah pengangkapan jaringan untuk mencari sel-sel sebelum
berifat kanker atau sel-sel kanker. Kebanyakan perempua melakukan
biopsy di ruang praktik dokter dengan pembiusan local. Seorang ahli
patologi memeriksa jaringan itu dengan sebuah mikroskop
(Maharani,2012:84).
6. Punch biopsy
Cara ini dilakukan dengan menggunakan suatu alat beroga yang tajam
uantuk mencubit contoh-contoh kecil dari jaringan leher rahim
(Maharani,2012:84).
7. LEEP
Cara ini dilakukan degan menggunakan kawat listrik untuk memotong
suatu potongan bulat yang tipis dari jaringan (Maharani,2012:84).
8. Endocervical curettage
Dokter menggukan sebuah akat kecil berbentuk sendok untuk memarut
sempel kecil jaringan dari kanal leher rahim. Beberapa dokter mungkin
mengunkan sikat halus yang tipis sebagai pengganti kuret
(Maharani,2012:84).
9. Conization
Dokter mengangkat sampel jaringan yang berbentuk seperti kerucut.
Dengan conization atau biopsy kerucut, seorang ahli patologi bias
melihat sel-sel yang tidak normal di jaringan bawah permukaan leher
rahim. Dokter mungkin melakukan tes ini di rumah sakit dengan
pembiusan total. Conization juga dapat digunakan untuk mengangkat
suatu area sebelum bersifat kanker (Maharani,2012:84).

Kasus dapat diklasifikasikan dalam karsinoma serviks bila pertumbuhan


primernya dari serviks. Delapan puluh lima persen jenis hispatologik
adalah karsinoma sel skuamosa, 10% adenokarsinoma,dan 5%
adenoskuamosa, sel jernih, sel kecil, sel verukosa, dan lain-lain. Erajat
difesensiasi dengan berbagai metode dapat menunjang diagnosis, tetapi
tidak dapat memodifikasi stadium klinis. Secara histopatologik kanker
serviks dibagi menjadi neoplasia intraepitel serviks, derjat III , karsinoma
skuamosa insitu, karsinoma skuamosa (berkeratinisasi, tidak
berkeratinisasi, verukosa), adenokarsinoma insitu, adenokarsinoma insitu
tipe endoservikal, adenokarsinoma endometrioid, adenokarsinoma sel
jernih. Derajat hispatologik : diferensiasi baik, sedang dan buruk
(Anwar,2011:297-298).
Menurut FKUI (2001: 379) pemeriksaan penunjang kanker servik
yaitu: sitologi dengan cara tes pap, kolposkopi, servikografi,
pemeriksaan visual langsung, gineskopi, pap net (pemeriksaan
terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitif).
- Pap smear Positif, artinya ditemukan sel epitel (sel pembentuk
jaringan pelapis) yang abnormal.
- Tes IVA dengan hasil Positif : plak putih, epitel
acetowhite (bercak putih), indikasi lesi prakanker leher
rahim.

V. ASSESMENT
1. Diagnose aktual (Diagnosa kebidanan)
h. Stadium 0
Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.
i. Stadium I
Karsinoma masih teraba di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaiakan).
j. Stadium IA
Invasi kanker ke sarcoma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik.
Lesi yang apat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang
superficial dikelompokan pada stadium IB.
3) I AI
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lbar
horizontal lesi tidak lebih dari 7 mm.
4) I A2
Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
diperluas horizontal tidak ebih dari 7 mm.
k. Stadium IB
Lei tampak terbatas pada serviks atau seccara mikroskopik lesi lebih luas
dari stadium I A2.
3) I B1
Lesi yang tampak tidak lebih dari cm dari dimensi terbesar.
4) I B2
Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar.
l. Stadium II
Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distas/bawah vagina.
3) IIA
Tanpa invasi ke parametrium.
4) II B
Sudah menginvasi parametrium.
m. Stadium III
Tumor telah meluas ke dinding pangggu dan /atau mengenai sepertiga
bawah vagina dan /atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal.
3) III A
Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai dinding panggul.
4) III B
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsi ginjal.
n. Stadium IV
Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
3) IV A
tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau
ke luar dari rongga panggul minor.
4) IV B
Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan
kedalam 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks.

2. Diagnosa/ Masalah Potensial


o. Stadium 0
Karsinoma insitu, karsinoma intraepithelial.
p. Stadium I
Karsinoma masih teraba di serviks (penyebaran ke korpus uteri
diabaiakan).
q. Stadium IA
Invasi kanker ke sarcoma hanya dapat didiagnosis secara mikroskopik.
Lesi yang apat dilihat secara makroskopik walau dengan invasi yang
superficial dikelompokan pada stadium IB.
5) I AI
Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih 3,0 mm dan lbar
horizontal lesi tidak lebih dari 7 mm.
6) I A2
Invasi ke stroma lebih dari 3 mm tapi kurang dari 5 mm dan
diperluas horizontal tidak ebih dari 7 mm.
r. Stadium IB
Lei tampak terbatas pada serviks atau seccara mikroskopik lesi lebih luas
dari stadium I A2.
5) I B1
Lesi yang tampak tidak lebih dari cm dari dimensi terbesar.
6) I B2
Lesi yang tampak lebih dari 4 cm dari diameter terbesar.
s. Stadium II
Tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum mengenai dinding
panggul atau sepertiga distas/bawah vagina.
5) IIA
Tanpa invasi ke parametrium.
6) II B
Sudah menginvasi parametrium.
t. Stadium III
Tumor telah meluas ke dinding pangggu dan /atau mengenai sepertiga
bawah vagina dan /atau menyebabkan hidronefrosis atau tidak
berfungsinya ginjal.
5) III A
Tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan tidak invasi ke
parametrium tidak sampai dinding panggul.
6) III B
Tumor telah meluas ke dinding panggul dan/atau menyebabkan
hidronefrosis atau tidak berfungsi ginjal.
u. Stadium IV
Tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
5) IV A
tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau rectum dan/atau
ke luar dari rongga panggul minor.
6) IV B
Metastasis jauh penyakit mikroinvasif : invasi stroma dengan
kedalam 3 mm atau kurang dari membrane basalis epitel tanpa
invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat dengan lesi
kanker serviks.

3. Kebutuhan Tindakan Segera/ Antisipasi


h. Dalam bagian ini bidan menentukan kebutuha pasien berdasarkan
keadaan dan masalahnya ( Sulistyawati,2013:229).

VI. PELAKSANAAN
1. Pembedahan/operasi
Tindakan pembedahan dapat dilakukan pada kanker stadium kanker
serviks sampai stadium II A dan dengan hasil pengobatan seefektif radiasi,
akan tetapi mempunyai keunggulan dalat meninggalkan ovarium pada
pasien usia pramenopause. Kanker serviks dengan kemoradiasi dan lebih
dari 4 cm menurut beberapa peneliti lebih baik diobati dengan
kemoradiasi daripada operasi (Anwar,2011:298).
2. Radioterapi
Terapi radiasi dapat diberikan pada semua stadium, terutama mulai stadium IIB
sampai IV atau bagi pasien pada stadium yang lebih kecil tetapi tidak merupakan
kandidat untuk pembedahan. Penambahan cisplatin selama radioterapi whole
pelvic dapat memperbaiki kesintasan hidup 30% sampai 50% (Anwar,2011:298).

Komplikasi radiasi yang paling sering adalah komplikasi gastrointestinal seperti


proktitis, colitis, dan traktus urinarius seperti sistitis, dan stenosis vagina
(Anwar,2011:298).

3. Kemoterapi

Kemoterapi terutama diberikan sebagai gabungan radio-kemoterapi ajuvan atau


untuk terapi paliatif pada kasus residif. Kemoterapi yang paling aktif adalah
cisplatin. Carboplatin, juga mempunyai aktivitas yang sama dengan cisplatin
(Anwar,2011:299)

Terapi primer menurut stadium :


1. Penyakit 1a-1 diterapi dengan biopsi konus atau histerektomi sederhana jika tidak
ditemukan hal-hal yang menunjukkan adanya risiko tinggi ( Norwitz dan
Schorge,2008:63).
2. Penyakit 1a-2/1b-1 biasanya diterapi dengan histerektomi radikal. Prosedur ini berbeda
dari histerektomi sederhana dengan pengangkatan jaringan parametrium pada sinding
samping pelvis, reseksi arteri uterine pada bagian asalnya, pengangkatan sepertiga bagian atas
bagian atas vagina, serta reseksi setengah bagian ligametum uterosakrum untuk memperoleh
margin negative. Limfadenektomi panggul +/- para-aortik juga dilakukan secara rutin (Norwitz
dan Schorge,2008:63).
3. Penyik 1b-2/IIa biasanya diobati dengan terapi kemoradiasi primer, sisplatin dan radiasi
sinar eksternal seminggu sekali yang diikuti dengan implant radiasi lokal. Histerektomi radikal
juga dapat dilakukan, namun sebagian besar pasien akan membutuhkan kemoradiasi
pascaoperasi bagi bentuk risiko tinggi dari penyakit ini (Norwitz dan Schorge,2008:63).
4. Penyakit IIB/IIIB/IVA diobati dengan kemoradiasi primer karena sangat kecil
kemungkinannya untuk dapat melakukan operasi dengan aman dalam memperoleh margin
negatif (Norwitz dan Schorge,2008:63).
5. Kanker serviks IV b diobati dengan tujuan paliatif dengan menggunakan kemoterapi +/-
radiasi terarah (Norwitz dan Schorge,2008:63).
CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal pengkajian :
Jam Pengkajian :
Tempat Pengkajian :
S :

O :

A :
P :

Anda mungkin juga menyukai