A. PENGERTIAN
b) Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan. Edema pulmo
awalnya akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru dan jantung.
Akumulasi cairan yang luas diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan
keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan
Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik,
terjadi peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang
interstitial dan alveoli. Cairan yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke
ruang interstitial akan di drainase oleh sistim limfatik. Pada peningkatan tekanan
atrium yg kronik, terjadi hipertropi sistem limfatik, yang melindungi paru dari
edema,sehingga pada gagal jantung kronik, edema paru baru terjadi bila tekanan
kapiler paru > 25 mmHg karena adanya peningkatan kapasitas sistem limfatik.
Pada gagal jantung akut, edema paru dapat terjadi pada tekanan kapiler lebih
Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekana vena
rembesan cairan ke jaringan interstitial dan pada kasus yang lebih berat terjadi
edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan pleural effusion yang
akan lebih mengganggu fungsi respirasi. Tanda awal edema paru adalah Dipsnoe
peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan garis kirley B. Lines. Pada
edema paru yang lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran rontgen foto thorax
menunjukkan infiltrat diffuse pada alveola. Ditemukan rhonchi dan wheezing yang
Pada edema paru non kardiogenik terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan
normal, peningkatan cairan paru Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan
paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan surfaktan pada
alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada volume paru yang rendah.
Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan sampai dengan gagal nafas. Auskultasi paru
relatif normal meskipun rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat alveolar difus.
2.2 Etiologi
1. Gagal jantung
2. Hipertensi
3. Kardiomiopati
4. Gagal ginjal
1. Trauma thorax
2. Contusio paru
3. Aspirasi
4. Emboli paru
5. Sepsis
6. Keadaan tenggelam
1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan
biasanya didahului
2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas), tangan
menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi
abu-abu.
6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah
7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :
a. Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki
pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan
pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya
ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat
inspirasi.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis
kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih
memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh
takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
perubahan saja.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.
3 Pulse oksimetri
4 Elektrokardiografi
2.5 Patofisiologi
2.6 Penatalaksanaan
A. Oksigenasi:
1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dipsnea.
2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda
hipoksia menatap.
B. Farmakoterapi :
1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan
kontra indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok
pernafasan luas.
4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat
badan
C. Perawatan sportif :
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki
terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.
2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit
4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan
2.7 Komplikasi
1. Gagal nafas
2. Asidosis respiratorik
3. Henti jantung
2.8 Pencegahan
1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan
gejala kongesti pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit
jantung
2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban
ventrikel kanan.
5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm.
BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
A. Data Subjektif
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,
agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.
b. Keluhan utama
pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri
dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta
kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien
Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan hipertensi
b. Pola Nutrisi
c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas- latihan
e. Pola Istirhat-Tidur
i. Pola seksualitas-produksi
PEMERIKSAAN FISIK
A.Data Objektif
b. Kesadaran : Composmentis
c. TB : -
d. BB : -
e. TTV :
TD : >120/80 mmHg
N : >80x/mnt
RR : > 20x/mnt
S : >37,5oC
1. Kepala
2. Mata
4. Telinga
5. Mulut
6. Leher
7. Paru
Perkusi : pekak
Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing.
darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit
membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan
dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan
serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah
lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer,
akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan
auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.
8. Jantung
Perkusi : Pekak
9. Abdomen
Inspeksi : simetris
Perkusi : Timpani
10. Ekstremitas
11. Integumen
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
2. Radiologi
Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel
vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley
A, B dan C akibat edema. Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan
edem paru kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada
keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara radiologi
sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat
3. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik atau
a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan
d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder terhadap
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
Dx: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
kriteria hasil:
Observasi TTV
sehingga jalan napas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh untuk pelembapan
dan penghangatan
pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi
Kriteria Hasil
Hilangnya dispnea
aminofilin.
Dengan BHSP dapat mempermudah pemberian tindakan
Sehingga dengan fisioterapi napas akan melepaskan sekret dari dinding alveoli sehingga
Sehingga menambah cadangan oksigen sehingga pada saat dilakukan penghisapan sekret
Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi
keperawatan
3.4 IMPLEMENTASI
3.5 EVALUASI
BAB 3
PENUTUP
Edema paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru non
selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan
tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru
dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa
disebabkan berbagai macam penyakit. Sedangkan pada kardiogenik atau edem paru
jantung katup, eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik dan lainnya. Pengobatan
edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema
vasodilator pulmonal).
DAFTAR PUSTAKA
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Bagikan ke Pinterest
Posting Komentar
Mengenai Saya
Unknown
Arsip Blog
▼ 2016 (6)
▼ Mei (6)
Terapi Kognitif
LP Gastritis