Anda di halaman 1dari 24

ASKEP EDEMA PARU

A. PENGERTIAN

b) Edema paru merupakan penyebab utama timbulnya gagal pernafasan. Edema pulmo

awalnya akibat dari perubahan fisiologis tekanan dalam paru-paru dan jantung.

(Charlene J Reeves, dkk. 2001)

c) Edema Paru merupakan suatu keaadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskuler

dalam paru.(Muttaqin, Arif,2008)

Akumulasi cairan yang luas diinterstitium paru dapat terjadi karena ada gangguan

keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam kapiler paru dan

jaringan sekitarnya. Tekanan hidrostatik menggerakkan cairan dari pembuluh darah

ke interstitium, sedangkan tekanan onkotik yang ditentukan oleh konsentrasi

protein didalam darah, menggerakkan cairan kedalam pembuluh darah. Tekanan

yang seimbang dipertahankan oleh tekanan hidrostatik intrakapiler antara 8-12

mmHg dan tekanan onkotik protein plasma sebesar 25 mmHg.

Edema paru terjadi ketika hidrostatik kapiler paru meningkat melebihi tekanan onkotik,

terjadi peningkatan aliran cairan dan koloid dari pembuluh darah ke ruang

interstitial dan alveoli. Cairan yang terbentuk pada proses filtrasi dari kapiler ke

ruang interstitial akan di drainase oleh sistim limfatik. Pada peningkatan tekanan

atrium yg kronik, terjadi hipertropi sistem limfatik, yang melindungi paru dari

edema,sehingga pada gagal jantung kronik, edema paru baru terjadi bila tekanan

kapiler paru > 25 mmHg karena adanya peningkatan kapasitas sistem limfatik.

Pada gagal jantung akut, edema paru dapat terjadi pada tekanan kapiler lebih

rendah, sekitar 18 mmHg.

Perbedaan Edema Paru Kardiogenik dan Edema Paru Non Kardiogenik


JENIS EDEMA PARU ADA 2

A. Edema Paru Kardiogenik

Adanya gangguan sirkulasi pada jantung akan menyebabkan peningkatan tekana vena

pulmonalis, tekanan hidrostatik meningkat melebihi tekanan onkotik, terjadi

rembesan cairan ke jaringan interstitial dan pada kasus yang lebih berat terjadi

edema alveolar. Pada tahap lanjut dapat terjadi pembentukan pleural effusion yang

akan lebih mengganggu fungsi respirasi. Tanda awal edema paru adalah Dipsnoe

d’effort dan ortopnoe. Pada rontgen foto thorax menunjukkan penebalan

peribronkhial, apikalisasi corakan pembuluh darah, dan garis kirley B. Lines. Pada

edema paru yang lebih buruk, alveoli terisi cairan. Gambaran rontgen foto thorax

menunjukkan infiltrat diffuse pada alveola. Ditemukan rhonchi dan wheezing yang

disebabkan oleh paningkatan edema jalan nafas kronik.

B. Edema Paru Non Kardiogenik

Pada edema paru non kardiogenik terjadi karena kerusakan lapisan kapiler paru dengan

kebocoran protein dan makromolekul kedalam jaringan. tekanan hidrostatik

normal, peningkatan cairan paru Cairan berpindah dari pembuluh darah ke jaringan

paru sekitarnya. Proses ini dikaitkan dengan disfungsi lapisan surfaktan pada

alveoli dan kecenderungan kolapsnya alveoli pada volume paru yang rendah.

Klinis bisa ditemukan dispnoe ringan sampai dengan gagal nafas. Auskultasi paru

relatif normal meskipun rontgen foto thorax menunjukkan infiltrat alveolar difus.

2.2 Etiologi

Penyebab ALO (Acute Lung Odem)dibagi menjadi 2,yaitu sebagai berikut :

 Etiologi Edema Paru Kardiogenik :

1. Gagal jantung

2. Hipertensi

3. Kardiomiopati
4. Gagal ginjal

 Etiologi Edema Paru Non Kardoigenik :

1. Trauma thorax

2. Contusio paru

3. Aspirasi

4. Emboli paru

5. Sepsis

6. Keadaan tenggelam

2.3 Manifestasi Klinis

1. Serangan khas terjadi pada malam hari setelah berbaring selama beberapa jam dan

biasanya didahului

dengan rasa gelisah, ansietas, dan tidak dapat tidur.

2. Awitan sesak nafas mendadak dan rasa asfiksia (seperti kehabisan nafas), tangan

menjadi dingin dan basah, bantalan kuku menjadi sianotik, dan warna kulit menjadi

abu-abu.

3. Nadi cepat dan lemah, vena leher distensi

4. Batuk hebat menyebabkan peningkatan jumlah sputum mukoid.

5. Dengan makin berkembangnya edema paru, ansietas berkembang menjadi mendekati

panic, pasien mulai bingung, kemudian stupor.

6. Napas menjadi bising dan basah, dapat mengalami asfiksia oleh cairan bersemu darah

dan berbusa (dapat tenggelam oleh cairan sendiri).

7. Manifestasi klinis edem paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium :

a. Stadium 1

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki

pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan

pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak nafas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya

ronkhi pada saat inpsirasi karena terbukanya saluran nafas yang tertutup saat

inspirasi.

b. Stadium 2

Pada stadium ini terjadi edem paru interstisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,

demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis

kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial, akan lebih

memperkecil saluran nafas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh

gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi. Sering terdengar

takipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi

takipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan

interstisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit

perubahan saja.

c. Stadium 3

Pada stadium ini terjadi edem alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi

hipoksemia dan hipokapsia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih

kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata.

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Analisis gas darah

2 Foto rontgen thoraks

3 Pulse oksimetri

4 Elektrokardiografi

2.5 Patofisiologi
2.6 Penatalaksanaan

Sasaran penatalaksanaan medical adalah untuk mengurangi volume total yang

bersirkulasi dan untuk memperbaiki pertukaran pernafasan.

A. Oksigenasi:

1. Diberikan dalam konsentrasi yang adekuat untuk menghilangkan hipoksia dan dipsnea.

2. Oksigen dengan tekanan intermiten atau tekanan positif kontinu, jika tanda-tanda

hipoksia menatap.

3. Intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik, jikaterjadi gagal napas.

4. Tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP)

5. Gas darah arteri (GDA).

B. Farmakoterapi :

1. Morfin : IV dalam dosis kecil untuk mengurangi ansietas dan dispnea, merupakan

kontra indikasi pada cedera faskuler serebral, penyakit pulmonal kronis, atau syok

kardiogenik. Siapkan selalu nalokson hidroklorida (narcan) untuk depresi

pernafasan luas.

2. Diuretik : furosemid (lasix) IV untuk membuat evek diuretik cepat.

3. Digitalis : untuk memperbaiki kekuatan kontraksi jantung, di berikan dengan

kewaspadaan tinggi pada pasien dengan MI akut.

4. Aminivilin : untuk mengi dan bronkospasme, drip IV kontinu dalam dosis sesuai berat

badan

C. Perawatan sportif :
1. Baringkan pasien tegak, dengan tungkai dan kaki di bawah, lebih baik bila kaki

terjuntai di samping tempat tidur, untuk membantu arus balik vena ke jantung.

2. Yakinkan pasien, gunakan sentuhan untuk memberikan kesan realitas yang konkrit

3. Maksimalkan waktu kegiatan di tempat tidur

4. Berikan informasi yang sering, sederhana, jelas tentang apa yang sedang di lakukan

untuk mengatasi kondisi dan apa makna respon terhadap pengobatan

2.7 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi pada edema paru,meliputi :

1. Gagal nafas

2. Asidosis respiratorik

3. Henti jantung

2.8 Pencegahan

1. Kenali tahap dini kapan tanda2 dan gejala2 yang ditunjukkan merupakan tanda dan

gejala kongesti pulmonal yaitu auskultasi bidang paru paru pasien dengan penyakit

jantung

2. Hilangkan stress emosional dan terlalu letih untuk mengurangi kelebihan beban

ventrikel kanan.

3. Berikan morfin untuk mengurangi ansietas, dipsneu dan preload.

4. Lakukan tindakan mencegah gagal jantung kongestif dan penyuluhan pasien.

5. Nasihatkan untuk tidur dengan bagian kepala tempat tidur ditinggikan 25cm.

6. Tindakan bedah untuk menghilangkan atau meminimalkan defek valvular yang

membatasi aliran darah ke dalam dan keluar ventrikel kanan

BAB 3
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN GANGGUAN PERNAFASAN EDEMA PARU

3.1 PENGKAJIAN

A. Data Subjektif

a. Identitas Klien

Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

agama, suku / bangsa, alamat, tanggal dan jam masuk rumah sakit, diagnosa medik.

b. Keluhan utama

Klien biasanya mengeluh sesak nafas, badan lemas

c. Riwayat penyakit sekarang

Adanya sesak nafas dan kelemahan,sianosis

d. Riwayat penyakit dahulu

pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali klien mengeluh merasakan nyeri

dada hebat dan pasien pernah mengalami hipertensi, Penyakit paru, jantung serta

kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin ditemui pada klien

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keturunan yang pernah dialami keluarga seperti DM, hepatitis,dan hipertensi

B. Pola Fungsional Gordon

a. Pola persepsi kesehatan

b. Pola Nutrisi

c. Pola Eliminasi
d. Pola Aktivitas- latihan

e. Pola Istirhat-Tidur

f. Pola Kognitif perseptual

g. Pola Konsep diri

h. Pola Peran Hubungan

i. Pola seksualitas-produksi

j. Pola Koping-toleransi stress

k. Pola nilai kepercayaan

PEMERIKSAAN FISIK

A.Data Objektif

a. Keadaan umum : k/u lemah

b. Kesadaran : Composmentis

c. TB : -

d. BB : -

e. TTV :

TD : >120/80 mmHg

N : >80x/mnt

RR : > 20x/mnt

S : >37,5oC

PEMERIKSAAN FISIK HEAD TO TOE

1. Kepala

Inspeksi : Warna rambut, kebersihan rambur,rontok/tidak, bentukwajah.

Palpasi : ada benjolan atau tidak

2. Mata

Inspeksi : Bentuk mata, warna sklera dan konjungtiva, akomodasi mata


3. Hidung

Inspeksi : Ada benjolan atau tidak, bentuk hidung

4. Telinga

Inspeksi : Bentuk, kebersihan telinga, terdapatsedikit cilia

Palpasi :Teksturpina, helix kenyal.

5. Mulut

Inspeksi : bentuk bibir, ada stomatitis atau tidak, warna bibir.

6. Leher

Inspeksi : Simetris atau tidak

Palpasi : Kelenjar limfe tidak teraba, kelenjar tiroid tidak membesar.

7. Paru

Inspeksi : Bentuk dada asimetris

Palpasi : Vokal fremitus kanan kiri tidak sama

Perkusi : pekak

Auskultasi : terdengar ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat

wheezing.

Terdapat takipnea, ortopnea (menifestasi lanjutan). Takikardia, hipotensi atau teknan

darah bisa meningkat. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat

mempergunakan otot-otot bantu nafas dengan lebih baik saat respirasi atau sedikit

membungkuk ke depan, akan terlihat retraksi inspirasi pada sela interkostal dan

fossa supraklavikula yang menunjukan tekanan negatif intrapleural yang besar

dibutuhkan pada saat inpsirasi, batuk dengan sputuk yang berwarna kemerahan

serta JVP meningkat. Pada pemeriksaan paru akan terdengar ronki basah setengah

lapangan paru atau lebih dan terdapat wheezing. Pemeriksaan jantung dapat

ditemukan ditemukan gallop, bunyi jantung 3 dan 4. Terdapat juga edem perifer,

akral dingin dengan sianosis . Dan pada edem paru non kardiogenik didapatkan
Pada pemeriksaan fisik, pada perkusi terdengar keredupan dan pada pemeriksaan

auskultasi di dapat ronki basah dan bergelembung pada bagian bawah dada.

8. Jantung

Inspeksi : Ictus kordis terlihat

Palpasi : PMI teraba

Perkusi : Pekak

Auskultasi : Terdengar Murmur

9. Abdomen

Inspeksi : simetris

Auskultasi : Hitung bising usus

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Perkusi : Timpani

10. Ekstremitas

Inspeksi : Atas /bawah simetris atau tidak, hitung jumlah jari

11. Integumen

Inspeksi : Terlihat sianosis pada kuku

Palpasi : Akral dingin

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorim yang diperlukan untuk mengkaji etiologi edema paru.

Pemeriksaan tersebut diantaranya pemeriksaan hematologi/ darah rutin, fungsi

ginjal, elektrolit, kadar protein, urinalisa gas darah.

2. Radiologi

Pada foto thorax untuk menunjukan jantung membesar, hilus yang melebar, pedikel

vaskuler dan vena azygos yang melebar serta sebagai tambahan adanya garis kerley

A, B dan C akibat edema. Gambar foto thorax dapat dipakai untuk membedakan
edem paru kardiogenik dan edem paru non krdiogenik. Walaupun tetap ada

keterbatasan yaitu antara lain bahwa edem tidak akan tampak secara radiologi

sampai jumlah air di paru meningkat 30%. Beberapa masalah teknik juga dapat

mengurangi sensitivitas dan spesifitas rontgen paru, seperti rotasi, inspirasi,

ventilator, posisi pasien.

3. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG biasa normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda iskemik atau

infark miokard akut dengan edema paru.

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan

dalam interstitial/area alveolar

b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret

c. Risiko infeksi berhubungan dengan pemasangan intubasi endotrakeal

d. Gangguan pola nafas yang berhubungan menurunnya ekspensi paru skunder terhadap

penumpukan cairan dalam alveoli

e. Menurunnya Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan, ketidak

seimbangan suplai nutrisi dan kebutuhan oksigen

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

Rasional

Dx: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam

interstitial/ area alveolar


Ventilasi dan oksigenasi adekuat setelah dilakukan pemasangan endotrakeal

kriteria hasil:

sesak napas berkurang, tidak sianosis


BHSP pada pasien atau keluarga pasien

Observasi TTV

Berikan oksigen yang dilembabkan dengan humidifier

Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi

Motivasi pasien untuk nafas dalam dan panjang


Dengan BHSP dapat memperoleh pemberian tindakan

peningkatan RR dan Takikardia merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru

sehingga jalan napas buatan meniadakan mekanisme pertahanan tubuh untuk pelembapan

dan penghangatan
pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi

nafas dalam dapat membantu membebaskan jalan napas


Dx: ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
Bersihan jalan napas efektif setelah dilakukan fisioterapi napas dan penghisapan sekret

Kriteria Hasil

Hilangnya dispnea

Bunyi napas bersih/tidak ada ronkhi

Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan


BHSP pada pasien dan keluarga pasien

Lakukan fisioterapi napas dan penghisapan sekret secara kontinu

Berikan oksigenasi sebelum dilakukan penghisapan sekret

Kaji dan catat karakteristik sputum

Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi seperti Morfin, furosemid,

aminofilin.
Dengan BHSP dapat mempermudah pemberian tindakan

Sehingga dengan fisioterapi napas akan melepaskan sekret dari dinding alveoli sehingga

memudahkan untuk dialkukan penghisapan

Sehingga menambah cadangan oksigen sehingga pada saat dilakukan penghisapan sekret

klien tidak mengalami kekurangan oksigen karena dengan menghisap sekret

oksigen juga ikut terhisap

Untuk mengidentifikasi sputum

Pengobatan yang diberikan berdasar indikasi sangat membantu dalam proses terapi

keperawatan

3.4 IMPLEMENTASI

Merupakan tindakan yang dilaksanakan untuk mengatasi keluhan pasien berdasarkan

intervensi yang telah dibuat.

3.5 EVALUASI

S : Berisi keluhan pasien, berasal dari pasien sendiri

O : Data yang diambil dari hasil observasi

A : Pernyataan masalah sudah teratasi atau sebagian atau belum teratasi


P : Rencana tindakan untuk mengatasi keluhan pasien

BAB 3

PENUTUP

Edema paru biasa dibagi menjadi kardiogenik dan non kardiogenik. Edema paru non

kardiogenik terjadi akibat dari transudasi cairan dari pembuluh-pembuluh kapiler

paru-paru ke dalam ruang interstisial dan alveolus paru-paru yang diakibatkan

selain kelainan pada jantung. Kelainan tersebut bisa diakibatkan oleh peningkatan

tekanan hidrostatik atau penurunan tekanan onkotik (osmotik) antara kapiler paru

dan alveoli, dan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler paru yang bisa

disebabkan berbagai macam penyakit. Sedangkan pada kardiogenik atau edem paru

hidrostatik atau edem hemodinamikkarenainfark miokars, hipertensi, penyakit

jantung katup, eksaserbasi gagal jantung sistolik/ diastolik dan lainnya. Pengobatan

edema paru ditujukan kepada penyakit primer yang menyebabkan terjadinya edema

paru tersebut disertai pengobatan suportif terutama mempertahankan oksigenasi

yang adekuat (dengan pemberian oksigen dengan teknik-teknik ventilator) dan

optimalisasi hemodinamik (retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat

vasodilator pulmonal).

DAFTAR PUSTAKA

J.Reeves, Charlene dkk.2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta: Salemba Medika

C.Baughman, Diane, C Hackley JoAnn.1996.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC


Muttaqin, Arif.2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernapasan. Jakarta:Salemba Medika

Gleadle Jonathan 2006 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga

Semoga Bermanfaat ^_^

Diposting oleh Unknown di 06.22

Kirimkan Ini lewat Email

BlogThis!

Berbagi ke Twitter

Berbagi ke Facebook

Bagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda

Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Unknown

Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

▼ 2016 (6)
▼ Mei (6)

Terapi Kognitif

Makalah KEP (Kekurangan Energi Protein)

Makalah Tetralogi of Fallot (TOF)

Askep Edema Paru

LP Gastritis

Makalah TBC Tulang

Tema Sederhana. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai