Anda di halaman 1dari 22

3

Bab I

Pendahuluan

A. Latar belakang

Perawatan mesin merupakan kegiatan yang sangat diperlukan dalam kegiatan


produksi. Beberapa kapal biasanya melakukan perawatan apabila fasilitas atau peralatan
mengalami kerusakan. Perawatan mesin yang baik dapat meningkatkan keandalan dan
peformasi mesin. Kendala utama dalam aktivitas perawatan mesin adalah menentukan
waktu penjadwalan perawatan mesin secarateratur.

Ada banyak masalah atau kerusakan sering terjadi di kapal yang menyebabkan
kapal lebih cepat melakukan docking. Untuk itu diperlukan perawatan untuk menjaga
kapal bias dipakai lebih lama.

B. Batasan masalah
1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan carbon pada gas buang
C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui

1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan carbon pada gas buang
4

Bab II

Isi

A. Uji Keausan (Wear)

Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana
mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang
tersedia dan dapatdigunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, sepertilogam,
polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang
membatasi kinerjanya. Namun demikian, jarang sekali kinerja suatu material hanya
ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu
contohnya adalah ketahanan-aus( wear resistance ) merupakan fungsi dari beberapa
sifat material (kekerasan, kekuatan, dll), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu
penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan
material yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan.
Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap
sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap
material yang mengalami gesekan dengan material lain. Keausan bukan merupakan
sifat dasar material , melainkan response material terhadap sistem luar (kontak
permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme
yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan
teknik, yang semuanya bertujuan untukmensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah
satunya adalah metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin
yang berputar ( revolving disc ). Pembebanan gesek iniakan menghasilkan kontak antar
permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian
materialpada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek
itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar
dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari
benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji
diberikan oleh Gambar berikut ini.
5

Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm),b lebar celah
material yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang

terabrasi :

Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi dengan jarak
luncur x (setting pada mesin uji) :

Sebagaimana telah disebutkan pada bagian pengantar, material jenis apapun akan


mengalami keausan dengan mekanisme yang beragam , yaitu keausan adhesive,
keausan abrasive, keausan fatik , dan keausan oksidasi. Dibawah ini diberikan
penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut :
6

Mekanisme keausan terdiri dari :

1. Keausan adhesive ( Adhesive wear )

Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive  ) serta deformasi plastis dan pada
akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada
gambar 2 di bawah ini :

Faktor yang menyebabkan adhesive wear :

1. Kecenderungan dari material yang berbeda untuk membentuk larutan padat atau
senyawa intermetalik.
2. Kebersihan permukaan.

Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui mekanisme adhesif ini dapat dikurangi
dengan cara ,antara lain :

1. Menggunakan material keras.


2. Material dengan jenis yang berbeda, misal berbedastruktur kristalnya.

2. Keausan Abrasif ( Abrasive wear )


Terjadi bila suatu partikel keras ( asperity ) dari material tertentu meluncur pada
permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau pemotongan
7

material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 3 di bawah ini. Tingkat
keausan pada mekanisme iniditentukan oleh derajat kebebasan ( degree of freedom )
partikel keras atau asperity tersebut.
Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih
tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila
pertikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut
kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibtakan
pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (
rolling ) tanpa efek abrasi.
Faktor yang berperan dalam kaitannya dengan ketahanan material terhadap
abrasive wear  antara lain:

1. Material hardness
2. Kondisi struktur mikro
3. Ukuran abrasif
4. Bentuk

Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antaralain :

1. Scratching
2. Scoring
3. Gouging
8

hanya satu interaksi, sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan
ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban
berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro
tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat
keausan sangat bergantungpada tingkat pembebanan. Gambar 4 memberikan
skematismekanisme keausan lelah :

3. Keausan lelah / Fatigue (Surface Fatigue Wear)

Keausan lelah / fatik pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara
abrasif atau adhesif. Tetapi keausan jenis ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana
permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-
retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan
pengelupasan material. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya tegangan gesek.

4. Keausan Oksidasi/Korosif ( Corrosive wear )

Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di


permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan
pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material
induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan interface
9

antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan
itu akan tercabut.

5. Keausan Erosi ( Erosion wear )

Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan
yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang
dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle
failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di
bawah ini :

B. Korosi

Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh
kerugaian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan
biaya perbaikan akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Sehingga diperlukan
suatu usaha pencegahan-pencegahan terhadap serangan korosi.
Korosi adalah proses degradasi / deteorisasi / perusakan material yang disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan sekitarnya.

1. Jenis – jenis korosi yang terjadi pada pipa


10

a) Uniform attack ( korosi seragam )

Gambar.1. Korosi Seragam pada pipa ballast

Adalah korosi yang terjadi pada permukaan logam akibat


reaksi kimia karena pH air yang rendah dan udara yang
lembab,sehingga makin lama logam makin menipis. Biasanya ini
terjadi pada pelat baja atau profil, logam homogen. Korosi jenis ini
bisa dicegah dengan cara Diberi lapis lindung yang mengandung
inhibitor seperti gemuk.

 Untuk lambung kapal diberi proteksi katodik

 Pemeliharaan material yang tepat

 Untuk jangka pemakain yang lebih panjang diberi logam


berpaduan tembaga 0,4%

b) Pitting corrosion ( korosi sumur )

Adalah korosi yang disebabkan karena komposisi logam yang tidak


homogen yang dimana pada daerah batas timbul korosi yang berbentuk
sumur. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :

 Pilih bahan yang homogen

 Diberikan inhibitor

 Diberikan coating dari zat agresif


11

Gambar 2. Pitting Coorsion


c) Errosion Corrosion ( korosi erosi )
Korosi yang terjadi karena keausan dan menimbulkan bagian – bagian
yang tajam dan kasar, bagian – bagian inilah yang mudah terjadi korosi dan
juga diakibatkan karena fluida yang sangat deras dan dapat mengkikis film
pelindung pada logam.Korosi ini biasanya terjadi pada pipa dan propeller.
Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
 Pilih bahan yang homogen
 Diberi coating dari zat agresif
 Diberikan inhibotor
 Hindari aliran fluida yang terlalu deras

Gambar.3. Errosion Corrosion


d) Galvaniscorrosion (korosi galvanis )
Korosi yang terjadi karena adanya 2 logam yang berbeda dalam satu
elektrolit sehingga logam yang lebih anodic akan terkorosi. Korosi ini dapat
dicegah dengan cara :
12

 Beri isolator yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektolit
 Pasang proteksi katodik
 Penambahan anti korosi inhibitor pada cairan

Gambar.5. Galvanic Corrosion


e) Stress corrosion (korosi tegangan )
Terjadi karena butiran logam yang berubah bentuk yang diakibatkan
karena logam mengalam perlakuan khusus (seperti diregang, ditekuk dll.)
sehingga butiran menjadi tegang dan butiran ini sangat mudah bereaksi
dengan lingkungan.

Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :

 Diberi inhibitor
 Apabila ada logam yang mengalami streses maka logam harus
direlaksasi.

Gambar 6. Stress Corrosion


f) Crevice corrosion ( korosi celah )
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain
13

diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga
kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam, sehingga
bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik.
Korosi ini dapat dicegah dengan cara :
 Isolator
 Dikeringkan bagian yang basah
 Dibersihkan kotoran yang ada

Gambar 7. Crevice Corrotion


g) Korosi mikrobiologi
Korosi yang terjadi karena mikroba Mikroorganisme yang
mempengaruhi korosi antara lain bakteri, jamur, alga dan protozoa. Korosi
ini bertanggung jawab terhadap degradasi material di lingkungan. Pengaruh
inisiasi atau laju korosi di suatu area, mikroorganisme umumnya
berhubungan dengan permukaan korosi kemudian menempel pada
permukaan logam dalam bentuk lapisan tipis atau biodeposit. Lapisan film
tipis atau biofilm. Pembentukan lapisan tipis saat 2 – 4 jam pencelupan
sehingga membentuk lapisan ini terlihat hanya bintik-bintik dibandingkan
menyeluruh di permukaan. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
 Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan
kondisi-kondisinya
 Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlindung dari
lingkungannya
 Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif
 Perlindungan secara elektrokimia dengan anoda korban atau arus
tandingan.
 Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air,lumpur dan
14

zat korosif lainnya.

Gambar 8. Korosi Mikrobiologi


h) Fatigue corrosion ( korosi lelah )
Korosi ini terjadi karena logam mendapatkan beban siklus yang terus
berulang sehingga smakin lama logam akan mengalami patah karena terjadi
kelelahan logam. Korosi ini biasanya terjadi pada turbin uap, pengeboran
minyak dan propeller kapal. Korosi jenis ini dapat dicegah dengan cara :
 Menggunakan inhibitor
 Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat korosi.
 Memilih bahan yang tepat atau memilih bahan yang kuat korosi.

Gambar 9. Fatigue Corrotion


2. Hal – hal yang mempengaruhi terjadinya korosi :
 Temperatur,semakin tinggi temperatur maka reaksi kimia akan semakin
cepat maka korosi akan semakin cepat terjadi
 Kecepatan aliran, jika kecepatan aliran semakin cepat maka akan
merusak lapisan film pada logam maka akan mempercepat korosi karena
15

logam akan kehilangan lapisan.


 pH, pada pH yang optimal maka korosi akan semakin cepat ( mikroba ).
 Kadar Oksigen, semakin tinggi kadar oksigen pada suatu tempat maka
reaksi oksidasi akan mudah terjadi sehingga akan mempengaruhi laju
reaksi korosi.
 Kelembaban udara
3. Upaya – upaya untuk mencegah terjadinya korosi :
 Memilih logam yang tepat untuk suatu lingkungan dengan kondisi-
kondisinya
 Memberi lapisan pelindung agar lapisan logam terlindung dari
lingkungannya
 Memperbaiki lingkungan supaya tidak korosif
 Perlindungan secara elektrokimia dengan anoda korban atau arus
tandingan.
 Memperbaiki konstruksi agar tidak menyimpan air,lumpur dan zat
korosif lainnya.

C. Erosi Clearances

Clearance merupakan kelonggaran atau perengangan уаng terjadi аntаrа poros


propeller maupun as kemudi kapal, hal іnі аkаn ѕеlаlu terjadi. Maka dаrі іtu harus ѕеlаlu
dilakukan pemeriksaan mengenai clearance уаng terjadi, terdapat batas nilai (limit)
untuk clearance pada setiap bantalan dan poros. Limit clearance tergantung pada
diameter as raddle, propeller dan pintel.
Untuk ukuran bantalan јugа tergantung dаrі as nya sendiri,dan nantinya аkаn
dihitung clearance terbesar, baru ѕеtеlаh diketahui ukuran diameter bantalan аkаn
disesuaikan.

 Cara menentukan limit clearance аdаlаh :

Mеnurut rules BKI (Biro Klasifikasi Indonesia) :

Limit Clearance = 0,01 X D + 2 (Raddle) 3 (Propeller) 4 (Pintel)


16

Keterangan        :
– ditambah (+) 2 untuk menghitung pada Raddle
– ditambah (+) 3 untuk menghitung pada Propeller
– ditambah (+) 4 untuk menghitung pada Pintel
Pengukuran clearance dilakukan saat kapal pengedokan, Jіkа clearance melebihi
nilai limit perhitungan maka harus dilakukan pergantian, јіkа mаѕіh terkait sedikit maka
boleh digunakan tеtарі periode 1 tahun harus diganti.
Pengukuran іnі dilakukan оlеh pihak galangan уаіtu bagian QC (Quaility Control)
уаng аkаn melakukan pemeriksaan dеngаn menggunakan alat :
a. Micrometer Outset
b. Mikrometer inset (mengukur diameter As)
c. Jangka Luar,  digunakan untuk mengukur diameter luar dаrі poros
propeller,
d. Fuller

D. Clean Linnes

Pada dasarnya hal іnі tergantung dаrі fungsi kapal atau jenis muatan уаng diangkut,
misalnya untuk kapal-kapal tanker pengangkut minyak mentah, penataan pipanya lebih
sederhana dibandingkan dеngаn kapal tanker pengangkut minyak produk dan terdiri
dаrі bеbеrара grade.
1. Jenis-jenis penataan pipa
 Sistem lingkaran pipa utama (ring main system), sistem іnі umumnya
digunakan pada kapal-kapal tanker pengangkut minyak produk.
 Sistem langsung (direct system), sistem іnі umumnya digunakan pada kapal-
kapal tanker pengangkut minyak mentah dеngаn ukuran sedang dan kapal
pengangkut minyak produk sederhana. Pada sistem іnі dibagi menjadi tiga
bagian, dimana tiap bagian dilayani оlеh satu pipa, уаng mаnа masing-
masing dihubungkan satu ѕаmа lаіn agar dараt digunakan secara bеrѕаmа
bіlа diperlukan. Adapun bagian-bagian dari susunan sistem pipa –pipa kapal
tanker antara lain adalah :
 Deck lines
 Drop lines
17

 Stripping lines
 Cross-overs
 Bypasses
 Master valves
 Tank suction valves
 Sea suction valves.
2. Cargo pump kapal tanker

Fungsi dаrі pompa аdаlаh untuk membongkar muatan, membongkar sisa-sisa


muatan / pengeringan serta tank washing, ballast dan deballasting.
Kapasitas efektip ѕuаtu pompa dipengaruhi оlеh tahanan pada pipa dan
kerangan, kecepatan dаrі aliran, Viscosity dаrі cairan muatan, jarak ketempat
penampungan serta Kavitasi dі dalam pompa

3. Konstruksi pipa
Pipa isap sependek mungkin, besar, lurus dan dі disain agar bebas dаrі
pembentukan kantong udara. Bіlа pipa isap memakai Elbow (horison), maka аntаrа
pipa dan elbow harus dipasang lurus. Apabila tіdаk dipasang pipa lurus, maka aliran
cairan уаng masuk kе impeller menjadi tіdаk simetris dan akibatnya kapasitas
pompa turun dan suhu Thrust bearing naik. Suction & discharge pipa уаng dekat
pompa harus disanggah secara baik sehingga berat dаrі pipa tіdаk mengganggu
rumah pompa.
Penyambungan flens pipa-pipa isap & tekan terhadap rumah pompa harus rapat
terhadap flens dаrі pipa nozzle pompa, tеtарі jangan tеrlаlu kuat waktu pengikatan
baut murnya. Pengaruh pengembangan pipa akibat panas уаng timbul harus dараt
diredam оlеh pipanya sendiri, jangan ѕаmраі mempengaruhi rumah pompa. Pipa
harus bebas dаrі kotoran-kotoran dan saringan isap уаng sesuai harus dipasang.

4. Persiapan menjalankan pompa


Untuk pompa уаng baru ѕеtеlаh pemasangan / overhoul, tuangkan / isi lub oil
pada gear coupling dan bearing. Tutup kerangan discharge dan buka penuh
kerangan isap. Bіlа permukaan / level cairan muatan berada diatas pompa, maka
cairan аkаn mengalir kе pompa secara gravity, buka vent cock dan tutup kembali
ѕеtеlаh ada cairan keluar. Bіlа permukaan cairan muatan berada dibawah pompa,
maka untuk membuang udara dаrі pumpa dan suction line dеngаn cara mеlаluі 2
18

(dua) buah gas vent pada valute cover dеngаn bantuan stripping pump dan pada
kondisi іnі air vent valve harus ѕеlаlu tertutup. Periksa dan yakinkan bаhwа rumah
pompa harus terisi cairan.

5. Menjalankan pompa
Hidupkan Turbin dеngаn membuka penuh kerangan isap pompa dan kerangan
buang (discharge valve) tertutup. Naikan putaran turbin secara bertahap ѕаmраі
discharge pressure pompa nаіk 5 kg/cm2, kеmudіаn buka keran buang (discharge
valve) dеngаn bertahap.

6. Pengawasan selama pompa beroperasi


o Jangan sekali-kali membiarkan pompa beroperasi dеngаn tekanan
discharge mendekati / dibawah nol.
o Jangan sekali-kali menutup kerangan isap sewaktu pompa beroperasi.
o Periksa temperatur dan minyak pelumas bearing.
o Periksa kebocoran dan temperatur dаrі mechanical seal.
o Kerangan buang (discharge valve) harus ѕеlаlu terbuka penuh.
o Apabila іngіn mengatur discharge rate sebaiknya dеngаn merubah
putaran pompa.
o Apabila menggunakan 2(dua) pompa parallel agar tekanan discharge
kedua pompa ѕеlаlu sama, tеtарі bіlа salah satu pompa drop (misalnya
tanki уаng dibongkar tinggal sedikit), matikan salah satu pompa.
7. Trouble check list ( kesukaran / kelainan )
 Cairan muatan tidak mengalir
Penyebab :
 Pompa bеlum dicerat.
 Pompa tіdаk terisi penuh cairan muatan.
 Udara bocor kе pipa isap.
 Tinggi pipa isap tеrlаlu tinggi.
 Saringan isap buntu.
 RPM tеrlаlu rendah.
 Cairan yang mengalir tidak banyak
Penyebab :
 Pompa tіdаk terisi penuh dеngаn cairan muatan.
19

 Bell mouth isap tіdаk terendam cairan muatan.


 Saringan isap sebagian buntu.
 RPM rendah.
 Terdapat udara / gas didalam saluran isap.
 Viscositas cairan muatan encer (lebih tinggi)
 Pompa makan banyak tenaga
Penyebab :
 RPM tеrlаlu tinggi.
 Viscositas muatan lebih tinggi.
 Muatan lebih berat.
 Impeller menggesek mouth ring.
 Rate pompa tеrlаlu tinggi.
 Bell ring overhead
Penyebab :
 Pompa tіdаk lurus.
 Minyak pelumas kurang.
 Minyak pelumas tеrlаlu penuh.
 As bengkok.
 Kelainan dі thrust bearing.
 Ada kotoran dі bearing.
 Kelainan dі oil ring.
 Mechanical seal bocor
Penyebabnya :
 Kerusakan / aus pada mechanical seal.
 Kerusakan pada “O” ring.
 Coalar tіdаk duduk.
 Ada kotoran pada permukaan seal.
 Baut / mur pengikat gland longgar.
 Pipa untuk flushing mechanical seal buntu.
8. Pemeliharaan pompa

Adapun pemeliharaan yang dilakukan adalah sebagai berikut,

a) Minyak pelumas bearing diganti ѕеtіар 600 jam kerja.


20

b) Cooler L.O. digosok tiap 300 jam kerja.


c) Saringan isap dibersihkan ѕеtіар bulan.
E. Skala Dan Carbon Pad Gas Buang

Peningkatan jumlah kunjungan kapal ke pelabuhan akan meningkatkan pula tingkat


emisi gas buang oleh mesin kapal. Emisi gas buang dari mesin kapal telah di ketahui
dapat menyebabkan masalah kesehatan dan lingkungan. Nitrogen oksida (NOx), karbon
monoksida (CO), hidrokarbon (HC), dan sulfur oksida (SOx) adalah beberapa macam
zat.

polutan yang terdapat pada emisi gas buang dari kapal yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas air kolam pelabuhan. Dampaknya akan mengganggu bagi
kesehatan manusia karena substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke
dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Ini bermaksud untuk menghitung estimasi
kadar emisi gas buang oleh kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan.

Transportasi laut, terutama yang menggunakan kapal motor sebagai penggerak,


merupakan salah satu sumber pencemar udara. Kapal-kapal motor mulai dari ukuran yang
kecil sampai yang besar umumnya menggunakan minyak disel/solar sebagai bahan
bakar motor. Minyak disel/solar yang dibakar di mesin kapal mengeluarkan
sejumlah gas seperti NOx, SOx, CO2. Semua gas tersebut menjadi penyebab pemanasan
global yang memicu perubahan iklim.

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan estimasi jumlah emisi akibat


transportasi laut telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Ishida (2003) memberikan
metode untuk mengestimasi polusi udara dari kapal. Penelitian serupa juga dilakukan
oleh Jalkanen dan Kesgin, mereka mengestimasi emisi dari kapal dengan menggunakan
methodolgi yang dikembangkan oleh Trozzi (2006). Metode pendekatan yang digunakan
dapat dipakai untuk mengestimasi jumlah emisi.

Penelitian di atas tidak menggunakan data AIS tetapi menggunakan data GIS dalam
memetakan sebaran emisinya. Dengan pemanfaatan teknologi GIS, memungkinkan untuk
memetakan posisi kapal dalam time frame yang diinginkan. Pitana et al menggunakan
data AIS dan GIS memungkinkan untuk mengestimasi jumlah emisi yang dikeluarkan
oleh kapal di Selat Madura. Methodologi yang dikembangkan oleh Trozzi juga digunakan
untuk mencari jumlah emisi. Akan tetapi penelitian tersebut tidak memodelkan sebaran
dari emisi yang dikeluarkan oleh kapal. Data-data dari AIS receiver yang digunakan antara
21

lain adalah data kecepatan kapal, koordinat (Longitude dan Lati- tude), IMO number dan
MMSI dari kapal tersebut. nLalu Bracken et al (2007) dalam laporannya menganalisa
sebaran emisi yang dikeluarkan oleh kapal-kapal yang bersandar di Humboldt bay
menggunakan Gaussian Plume Model sebagai permodelan sebaran dan perhitungan
konsentrasi emisinya.

Untuk mesin diesel dalam skala kecil dibutuhkan penguapan bahan bakar yang
tinggi dari mesin diesel besar agar didapatkan penggunaan bahan bakar yang lebih
hemat, suhu buang rendah, dan asap minimum. Residu karbon adalah karbon yang
tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis suatu bahan yang diuapkan dari
minyak, ini menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan
karbon pada bagian mesin ( torak ) diperbolehkan residu karbon sebesar 0,1 %.

Berdasarkan hasil analisis mengenai perhitungan jumlah emisi gas buang akibat
dari aktifitas kapal disimpulkan bahwa berdasarkan rute pelayaran dari pelabuhan
asal hingga Pelabuhan tujuan, dengan memperhatikan faktor kinerja mesin, waktu
operasi mesin, dan Specific Fuel Con- sumption rata-rata jumlah polutan terbesar yang
dikeluarkan oleh kapal adalah gas CO2. Jumlah gas CO 2 untuk masing-masing kapal
adalah; Kapal MV. Amarta Jaya I mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.739
ton/jam, KM. Simfoni Sejati mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar: 0.566 ton/jam,
MT. Reola Ribka mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.488 ton/jam, MV.
Tanto Bersatu mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.993 ton/jam, KM.
Sinar Banten mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.993 ton/jam.

Untuk mengurangi jumlah emisi gas buang khususnya pada daerah


lingkungan kerja pelabuhan dapat direkomendasikan sebagai berikut. Maintenace
dan kontrol secara rutin baik mesin maupun instalasi bahan bakar, pihak produsen
bahan bakar sebaiknya menyediakan produk bahan bakar high speed diesel yang telah
dikurangi kadar sulfurnya (de-sulphurisation), penggunaan Electro- static Precipitator
yang mampu mereduksi partikel gas buang hingga mencapai 99%.

Penggunaan metode sekunder yaitu, selective Cata- lytic Reduction(SCR) adalah


penggunaan urea ((NH2)2CO) atau amoniak (NH3). Bahan ini diinjeksikan ke dalam
aliran gas buang, dan NOx akan berubah menjadi N2 dan uap air sehingga emisi NOX
dapat dikurangi antara 90-95%, seawa- ter Exhaust Gas Scrubber untuk mengurangi
emisi SOx . Prinsip utama sistem ini adalah mendinginkan gas buang sampai pada titik
22

embun dari gas buang tersebut dan mengakibatkan terjadinya kondensasi pada SOx. Saat
terjadinya pendinginan akibat kontak gas buang dengan air laut, dimana air laut adalah
asam natural dengan pH 8.1, terjadi kombinasi kerja yaitu netralisasi dan pengenceran
gas buang. Sistem ini awalnya banyak digunakan sebagai sistem untuk de-sulphurisasi
dalam industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi penurunan SOx di kapal.
Dalam suatu kasus, emisi SOx menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH
water scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa menjadi sifat asam.

Pihak regulator dan operator pelabuhan perlu menerapkan aturan terkait


standar jumlah polutan dan standar kesehatan udara di pelabuhan. Hal ini juga dapat
ditindaklanjuti dengan melakukan pemasangan alat untuk mengevaluasi tingkat
kebersihan udara khususnya terhadap unsur polutan tertentu, Not Operational Time
(NOT) dapat dikurangi durasinya secara signifikan dengan konsep “port wait the ship”
sehingga ketika kapal berada di dermaga proses bongkar muat dapat dimulai dalam
waktu singkat. Untuk pelaksanaannya memerlukan koordinasi dan kesiapan alat
bongkar muat serta tenaga kerja yang baik dari operator pelabuhan. Sementara dari op-
erator kapal perlu mengontrol penggunaan daya mesin bantu pada waktu yang tidak
produktif tersebut sehingga dengan sendirinya terjadi penghematan bahan bakar
dan meminimalisir jumlah gas buang yang dikeluarkan. Penelitian selanjutnya dapat
dilakukan dengan skala lebih besar dengan mengkombinasikan unsur polutan dari
kegiatan operasional di pelabuhan seperti dari alat bongkar muat di beberapa terminal serta
dari kendaraan berat.
23

Bab III

Penutup

A. Kesimpulan

Beberapa kerusakan dan masalah yang terjadi di kapal adalah sebagai berikut

1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan karbon pada emisi gas buang
B. Saran

Menyikapi dari berbagai masalah yang tejadi di kapal maka perlunya melakukan
parawatan atau maintenance pada bagian kapal yang sudah terlihat tua, agar supaya
peralatan yang ada diatas kapal dapat dipakai lama.
24

Daftar Pustaka

Marcus P., and Oudar J., 1995. Corrosion Mechanisms in Theory and Practice, Marcel
Dekker Inc.
Rozenfeld I.L., 1981. Corrosion Inhibitor, McGraw-Hill Inc.
West J.M., 1986. Basic Corrosion and Oxidation, Second Ed., Ellis Horwood
Publishers Limited, England.
Bracken, C et al., 2007, An Analysis of Exhaust Emis- sion from a Large Ship
Docked In Humboldt Bay, Eureka : ENGR
Ishida T, 2003, Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House
Gases from Ships Jour- nal Japan Institute Marine Engineering, Vol. I. : 37
Jalkanen JP et al., 2009, Modelling System for the Exhaust Emissions Of Marine
Traffic and Its Aplication In the Baltic Sea Area [Journal] J. Atmos. Chem.
Phys. Vol. IX: 15229 - 15373.
MARPOL Annex VI Prevention of Air Pollution from Ships. International
Maritime Organization (IMO), London
Phoels, Herald, 1982, Lecture on Ship Desgn and Ship Theory, University of
Hanover
Trozzi, Carlo, 2006, Emission estimate methodology for marine navigaton.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009 Tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang
Perkapalan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
-----2003, Early Implementation of the Special Measures to Enhance Maritime
Security, IMO, London.
http://www.maritimeworld.web.id/2011/05/fuel-oil-system-sistem-bahan-bakar-in.html
www.corrosion doctor.org
http://perikanan38.blogspot.com/2017/11/produk-peralatan-dan-pompa-pada-
kapal.html
https://ftkceria.wordpress.com/2012/04/28/uji-keausan-wear/
http://www.maritimeworld.web.id/2011/05/fuel-oil-system-sistem-bahan-bakar-in.html

Anda mungkin juga menyukai