Bab I
Pendahuluan
A. Latar belakang
Ada banyak masalah atau kerusakan sering terjadi di kapal yang menyebabkan
kapal lebih cepat melakukan docking. Untuk itu diperlukan perawatan untuk menjaga
kapal bias dipakai lebih lama.
B. Batasan masalah
1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan carbon pada gas buang
C. Tujuan
1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan carbon pada gas buang
4
Bab II
Isi
Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana
mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang
tersedia dan dapatdigunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, sepertilogam,
polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang
membatasi kinerjanya. Namun demikian, jarang sekali kinerja suatu material hanya
ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa sifat. Salah satu
contohnya adalah ketahanan-aus( wear resistance ) merupakan fungsi dari beberapa
sifat material (kekerasan, kekuatan, dll), friksi serta pelumasan. Oleh sebab itu
penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu Tribologi. Keausan dapat
didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan, umumnya melibatkan kehilangan
material yang progesif akibat adanya gesekan (friksi) antar permukaan padatan.
Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan respon material terhadap
sistem luar (kontak permukaan). Keausan merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap
material yang mengalami gesekan dengan material lain. Keausan bukan merupakan
sifat dasar material , melainkan response material terhadap sistem luar (kontak
permukaan). Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme
yang beragam. Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan
teknik, yang semuanya bertujuan untukmensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah
satunya adalah metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin
yang berputar ( revolving disc ). Pembebanan gesek iniakan menghasilkan kontak antar
permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian
materialpada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek
itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar
dan dalam jejak keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari
benda uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji
diberikan oleh Gambar berikut ini.
5
Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm),b lebar celah
material yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang
terabrasi :
Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi dengan jarak
luncur x (setting pada mesin uji) :
Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
adanya perlekatan satu sama lainnya( adhesive ) serta deformasi plastis dan pada
akhirnya terjadi pelepasan / pengoyakan salah satu material seperti di perlihatkan pada
gambar 2 di bawah ini :
1. Kecenderungan dari material yang berbeda untuk membentuk larutan padat atau
senyawa intermetalik.
2. Kebersihan permukaan.
Jumlah wear debris akibat terjadinya aus melalui mekanisme adhesif ini dapat dikurangi
dengan cara ,antara lain :
material yang lebih lunak , seperti diperlihatkan pada Gambar 3 di bawah ini. Tingkat
keausan pada mekanisme iniditentukan oleh derajat kebebasan ( degree of freedom )
partikel keras atau asperity tersebut.
Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih
tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila
pertikel tersebut berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama, partikel tersebut
kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan akhirnya mengakibtakan
pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel tersebut mungkin hanya berputar (
rolling ) tanpa efek abrasi.
Faktor yang berperan dalam kaitannya dengan ketahanan material terhadap
abrasive wear antara lain:
1. Material hardness
2. Kondisi struktur mikro
3. Ukuran abrasif
4. Bentuk
1. Scratching
2. Scoring
3. Gouging
8
hanya satu interaksi, sementara pada keausan fatik dibutuhkan interaksi multi. Keausan
ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana permukaan yang mengalami beban
berulang akan mengarah pada pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro
tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Tingkat
keausan sangat bergantungpada tingkat pembebanan. Gambar 4 memberikan
skematismekanisme keausan lelah :
Keausan lelah / fatik pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara
abrasif atau adhesif. Tetapi keausan jenis ini terjadi akibat interaksi permukaan dimana
permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada pembentukan retak-
retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya menyatu dan menghasilkan
pengelupasan material. Hal ini akan berakibat pada meningkatnya tegangan gesek.
antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan permukaan
itu akan tercabut.
Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan
yang membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang
dihasilkan analog dengan abrasive. Namun, jika sudut benturannya membentuk sudut
gaya normal ( 90 derajat ), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan brittle
failure pada permukaannya, skematis pengujiannya seperti terlihat pada gambar di
bawah ini :
B. Korosi
Korosi merupakan salah satu musuh besar dalam dunia industri, beberapa contoh
kerugaian yang ditimbulkan korosi adalah terjadinya penurunan kekuatan material dan
biaya perbaikan akan naik jauh lebih besar dari yang diperkirakan. Sehingga diperlukan
suatu usaha pencegahan-pencegahan terhadap serangan korosi.
Korosi adalah proses degradasi / deteorisasi / perusakan material yang disebabkan
oleh pengaruh lingkungan dan sekitarnya.
Diberikan inhibitor
Beri isolator yang cukup tebal hingga tidak ada aliran elektolit
Pasang proteksi katodik
Penambahan anti korosi inhibitor pada cairan
Diberi inhibitor
Apabila ada logam yang mengalami streses maka logam harus
direlaksasi.
diantaranya ada celah yang dapat menahan kotoran dan air sehingga
kosentrasi O2 pada mulut kaya disbanding pada bagian dalam, sehingga
bagian dalam lebih anodic dan bagian mulut jadi katodik.
Korosi ini dapat dicegah dengan cara :
Isolator
Dikeringkan bagian yang basah
Dibersihkan kotoran yang ada
C. Erosi Clearances
Keterangan :
– ditambah (+) 2 untuk menghitung pada Raddle
– ditambah (+) 3 untuk menghitung pada Propeller
– ditambah (+) 4 untuk menghitung pada Pintel
Pengukuran clearance dilakukan saat kapal pengedokan, Jіkа clearance melebihi
nilai limit perhitungan maka harus dilakukan pergantian, јіkа mаѕіh terkait sedikit maka
boleh digunakan tеtарі periode 1 tahun harus diganti.
Pengukuran іnі dilakukan оlеh pihak galangan уаіtu bagian QC (Quaility Control)
уаng аkаn melakukan pemeriksaan dеngаn menggunakan alat :
a. Micrometer Outset
b. Mikrometer inset (mengukur diameter As)
c. Jangka Luar, digunakan untuk mengukur diameter luar dаrі poros
propeller,
d. Fuller
D. Clean Linnes
Pada dasarnya hal іnі tergantung dаrі fungsi kapal atau jenis muatan уаng diangkut,
misalnya untuk kapal-kapal tanker pengangkut minyak mentah, penataan pipanya lebih
sederhana dibandingkan dеngаn kapal tanker pengangkut minyak produk dan terdiri
dаrі bеbеrара grade.
1. Jenis-jenis penataan pipa
Sistem lingkaran pipa utama (ring main system), sistem іnі umumnya
digunakan pada kapal-kapal tanker pengangkut minyak produk.
Sistem langsung (direct system), sistem іnі umumnya digunakan pada kapal-
kapal tanker pengangkut minyak mentah dеngаn ukuran sedang dan kapal
pengangkut minyak produk sederhana. Pada sistem іnі dibagi menjadi tiga
bagian, dimana tiap bagian dilayani оlеh satu pipa, уаng mаnа masing-
masing dihubungkan satu ѕаmа lаіn agar dараt digunakan secara bеrѕаmа
bіlа diperlukan. Adapun bagian-bagian dari susunan sistem pipa –pipa kapal
tanker antara lain adalah :
Deck lines
Drop lines
17
Stripping lines
Cross-overs
Bypasses
Master valves
Tank suction valves
Sea suction valves.
2. Cargo pump kapal tanker
3. Konstruksi pipa
Pipa isap sependek mungkin, besar, lurus dan dі disain agar bebas dаrі
pembentukan kantong udara. Bіlа pipa isap memakai Elbow (horison), maka аntаrа
pipa dan elbow harus dipasang lurus. Apabila tіdаk dipasang pipa lurus, maka aliran
cairan уаng masuk kе impeller menjadi tіdаk simetris dan akibatnya kapasitas
pompa turun dan suhu Thrust bearing naik. Suction & discharge pipa уаng dekat
pompa harus disanggah secara baik sehingga berat dаrі pipa tіdаk mengganggu
rumah pompa.
Penyambungan flens pipa-pipa isap & tekan terhadap rumah pompa harus rapat
terhadap flens dаrі pipa nozzle pompa, tеtарі jangan tеrlаlu kuat waktu pengikatan
baut murnya. Pengaruh pengembangan pipa akibat panas уаng timbul harus dараt
diredam оlеh pipanya sendiri, jangan ѕаmраі mempengaruhi rumah pompa. Pipa
harus bebas dаrі kotoran-kotoran dan saringan isap уаng sesuai harus dipasang.
(dua) buah gas vent pada valute cover dеngаn bantuan stripping pump dan pada
kondisi іnі air vent valve harus ѕеlаlu tertutup. Periksa dan yakinkan bаhwа rumah
pompa harus terisi cairan.
5. Menjalankan pompa
Hidupkan Turbin dеngаn membuka penuh kerangan isap pompa dan kerangan
buang (discharge valve) tertutup. Naikan putaran turbin secara bertahap ѕаmраі
discharge pressure pompa nаіk 5 kg/cm2, kеmudіаn buka keran buang (discharge
valve) dеngаn bertahap.
polutan yang terdapat pada emisi gas buang dari kapal yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas air kolam pelabuhan. Dampaknya akan mengganggu bagi
kesehatan manusia karena substansi pencemar yang terdapat di udara dapat masuk ke
dalam tubuh melalui sistem pernafasan. Ini bermaksud untuk menghitung estimasi
kadar emisi gas buang oleh kapal-kapal yang singgah di Pelabuhan.
Penelitian di atas tidak menggunakan data AIS tetapi menggunakan data GIS dalam
memetakan sebaran emisinya. Dengan pemanfaatan teknologi GIS, memungkinkan untuk
memetakan posisi kapal dalam time frame yang diinginkan. Pitana et al menggunakan
data AIS dan GIS memungkinkan untuk mengestimasi jumlah emisi yang dikeluarkan
oleh kapal di Selat Madura. Methodologi yang dikembangkan oleh Trozzi juga digunakan
untuk mencari jumlah emisi. Akan tetapi penelitian tersebut tidak memodelkan sebaran
dari emisi yang dikeluarkan oleh kapal. Data-data dari AIS receiver yang digunakan antara
21
lain adalah data kecepatan kapal, koordinat (Longitude dan Lati- tude), IMO number dan
MMSI dari kapal tersebut. nLalu Bracken et al (2007) dalam laporannya menganalisa
sebaran emisi yang dikeluarkan oleh kapal-kapal yang bersandar di Humboldt bay
menggunakan Gaussian Plume Model sebagai permodelan sebaran dan perhitungan
konsentrasi emisinya.
Untuk mesin diesel dalam skala kecil dibutuhkan penguapan bahan bakar yang
tinggi dari mesin diesel besar agar didapatkan penggunaan bahan bakar yang lebih
hemat, suhu buang rendah, dan asap minimum. Residu karbon adalah karbon yang
tertinggal setelah penguapan dan pembakaran habis suatu bahan yang diuapkan dari
minyak, ini menunjukkan kecenderungan bahan bakar untuk membentuk endapan
karbon pada bagian mesin ( torak ) diperbolehkan residu karbon sebesar 0,1 %.
Berdasarkan hasil analisis mengenai perhitungan jumlah emisi gas buang akibat
dari aktifitas kapal disimpulkan bahwa berdasarkan rute pelayaran dari pelabuhan
asal hingga Pelabuhan tujuan, dengan memperhatikan faktor kinerja mesin, waktu
operasi mesin, dan Specific Fuel Con- sumption rata-rata jumlah polutan terbesar yang
dikeluarkan oleh kapal adalah gas CO2. Jumlah gas CO 2 untuk masing-masing kapal
adalah; Kapal MV. Amarta Jaya I mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.739
ton/jam, KM. Simfoni Sejati mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar: 0.566 ton/jam,
MT. Reola Ribka mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.488 ton/jam, MV.
Tanto Bersatu mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.993 ton/jam, KM.
Sinar Banten mengeluarkan emisis gas buang CO2 sebesar : 0.993 ton/jam.
embun dari gas buang tersebut dan mengakibatkan terjadinya kondensasi pada SOx. Saat
terjadinya pendinginan akibat kontak gas buang dengan air laut, dimana air laut adalah
asam natural dengan pH 8.1, terjadi kombinasi kerja yaitu netralisasi dan pengenceran
gas buang. Sistem ini awalnya banyak digunakan sebagai sistem untuk de-sulphurisasi
dalam industri, namun saat ini banyak digunakan untuk aplikasi penurunan SOx di kapal.
Dalam suatu kasus, emisi SOx menurun dari 497 ppm menjadi 48 ppm dengan pH
water scrubber menurun dari 8.01 menjadi 2.95, dari sifat basa menjadi sifat asam.
Bab III
Penutup
A. Kesimpulan
Beberapa kerusakan dan masalah yang terjadi di kapal adalah sebagai berikut
1. Wear
2. Korosi
3. Erosi clearances
4. Clean linnes
5. Skala dan karbon pada emisi gas buang
B. Saran
Menyikapi dari berbagai masalah yang tejadi di kapal maka perlunya melakukan
parawatan atau maintenance pada bagian kapal yang sudah terlihat tua, agar supaya
peralatan yang ada diatas kapal dapat dipakai lama.
24
Daftar Pustaka
Marcus P., and Oudar J., 1995. Corrosion Mechanisms in Theory and Practice, Marcel
Dekker Inc.
Rozenfeld I.L., 1981. Corrosion Inhibitor, McGraw-Hill Inc.
West J.M., 1986. Basic Corrosion and Oxidation, Second Ed., Ellis Horwood
Publishers Limited, England.
Bracken, C et al., 2007, An Analysis of Exhaust Emis- sion from a Large Ship
Docked In Humboldt Bay, Eureka : ENGR
Ishida T, 2003, Emission of Estimate Methods of Air Pollution and Green House
Gases from Ships Jour- nal Japan Institute Marine Engineering, Vol. I. : 37
Jalkanen JP et al., 2009, Modelling System for the Exhaust Emissions Of Marine
Traffic and Its Aplication In the Baltic Sea Area [Journal] J. Atmos. Chem.
Phys. Vol. IX: 15229 - 15373.
MARPOL Annex VI Prevention of Air Pollution from Ships. International
Maritime Organization (IMO), London
Phoels, Herald, 1982, Lecture on Ship Desgn and Ship Theory, University of
Hanover
Trozzi, Carlo, 2006, Emission estimate methodology for marine navigaton.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2006 Tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 04 Tahun 2009 Tentang
Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2002 Tentang
Perkapalan
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
-----2003, Early Implementation of the Special Measures to Enhance Maritime
Security, IMO, London.
http://www.maritimeworld.web.id/2011/05/fuel-oil-system-sistem-bahan-bakar-in.html
www.corrosion doctor.org
http://perikanan38.blogspot.com/2017/11/produk-peralatan-dan-pompa-pada-
kapal.html
https://ftkceria.wordpress.com/2012/04/28/uji-keausan-wear/
http://www.maritimeworld.web.id/2011/05/fuel-oil-system-sistem-bahan-bakar-in.html