Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC KIDNEY DISEASE (GAGAL GINJAL KRONIK)

A. Konsep Teoritis
1. Definisi
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
persisten dan irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan
laju filtrasi glomerulus (glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat
digolongkan ringan dan berat.
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan
cukup lanjut.
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia berupa
retensi urea dan sampah lain dalam darah.
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami
kerusakan sehingga tidak mampu lagi mengeluarkan sisa-sisa metabolisme
yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan penumpukan urea dan sampah
metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan elektrolit..
2. Anatomi Fisiologi
a. Struktur Makrokopis Ginjal
Ginjal terletak pada posisi di sebelah lateral vertebra torakalis
bawah beberapa centimeter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Di
sebelah anterior, ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh
lapisan peritonium. Di sebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh
dinding toraks bawah.
Ginjal pada orang dewasa panjangnya ginjal 11-13 cm, lebarnya 5-
7 cm dan tebalnya 2,5-3 cm dengan berat masing-masing ginjal 150 gr.

1
Ginjal kiri lebih panjang dan tinggi dari ginjal kanan dikarenakan hati
berada di atas ginjal kanan.
Ginjal dikelilingi berbagai lapisan jaringan yang melindungi dan
mempertahankan posisi ginjal, lapisan terluar berupa jaringan fibrous
yang disebut kapsula renalis, kapsula renalis ini dikelilingi oleh lapisan
lemak ferirenal dan pacia gerota yang akan melindungi semua bagian
ginjal kecuali hilum, area dimana pembuluh darah keluar dan masuk
daerah ini.
Ginjal dibagi dua daerah yang berbeda yaitu korteks (bagian luar)
dan medula (bagian dalam). Medula dibagi menjadi baji segitiga yang
disebut piramid. Terdapat 12 sampai 18 piramid untuk setiap ginjal.
Piramid-piramid tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut
kolom bertini. Piramid tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-
segmen tubulusa dan duktus pengumpul nefron. Papila atau aspek dari
tiap piramid membentuk duktus papilari belini. Setiap duktus papilaris
masuk ke dalam suatu perluasan ujung pelvis ginjal membentuk cawan
yang disebut kaliaks minor. Selanjutnya bersatu sehingga membentuk
pelvis ginjal. Merupakan reservoar utama sistem pengumpul urine.

Gambar 1 Anatomi Potongan Melintang Ginjal


b. Struktur Mikrokopis Ginjal
Struktur mikroskopis ginjal terdiri dari satuan fungsional ginjal
dinamakan nefron, mempunyai lebih kurang 1,3 juta nefron, selama 24
jam dapat menyaring 170 liter darah, arteri renalis membawa darah
murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada piramid

2
renal masing-masing membentuk simpul satu badan malfigi yang
disebut glomerulus.
1) Glomerulus, bagian ini merupakan gulungan atau anyaman
kapiler yang terletak di dalam kapsula bowman dan menerima
darah dari arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem vena
melalui arteriol aferen natrium secara bebas difiltrasi dalam
glomerulus sesuai dengan konsentrasi.
Kalium juga difiltrasi secara bebas, diperkirakan 10-20% kalium
plasma terikat oleh protein dan tidak bebas difiltrasi sehingga
kalium dalam keadaan normal kapsula bowmen. Ujung buntu
tubulus ginjal yang bentuknya seperti kapsula cekung meliputi
glomerulus yang saling melilitkan diri.
2) Tubulus proksimal konvulta, tubulus ginjal yang langsung
dengan 15 mm diameter 55m, bentuknya berkelok-kelok menjalar
dari korteks ke bagian medula dan kembalui ke korteks sekitar 2/3
dari natrium yang berfiltrasi diabsorbsi secara isotonis bersama
klorida. Proses ini melibatkan transportasi aktif natrium.
Peningkatan reabsorbsi natrium akan mengurangi pengeluaran air
dan natrium, hal ini dapat mengganggu pengenceran dan
pemekatan urine yang normal. Kalium diresorbsi lebih dari 70%
kemungkinan dan dengan mekanisme transportasi aktif akan
terpisah dari resporsi natrium.
3) Gelung henle (ansa henle), bentuknya lurus dan tebal
diteruskan ke segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal
panjangnya 12 mm, total panjang ansa henle 2-14 mm. klorida
secara aktif diserap kembali pada cabang asedens gelung henle dan
natrium yang bergerak secara pasif untuk mempertahankan
kenetralan listrik. Sekitar 25% natrium yang difiltrasi diserap
kembali karena darah nefron bersifat tidak permeabel terhadap air.
Reabsorbsi klorida dan natrium dipars asendens penting untuk
pemekatan urine karena membantu mempertahankan integritas
gradiens konsentrasi medulla. Kalium terfiltrasi sekitar 20-25%

3
diabsorbsi pada pars asendens lengkung henle. Proses pasi terjadi
karena gradien elektrokimia yang timbul sebagai akibat dari
reabsorbsi aktif klorida pada segmen nefron ini.
4) Tubulus distal konvulta, bagian ini adalah tubulus ginjal
berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula bowman panjang 5
mm. tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus
koligens yang panjangnya 20 mm. Masing-masing duktus koligens
berjalan melalui korteks dan medulla ginjal yang bersatu
membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara ke
dalam duktus belini, seterusnya menuju kalik minor ke kalik
mayor, dan akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis
pada aspeks masing-masing piramid medula ginjal, panjang nefron
keseluruhan ditambah duktus koligens adalah 45-65 mm. nefron
yang berasal dari glomerulus korteks (nefron korteks) mempunyai
ansa henle yang memanjang ke dalam piramid medula.
5) Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolik tidak
aktif. Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di
sini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorbsi
natrium. Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan
mensekresi kalium. Ekskresi aktif kalium diperhatikan pada duktud
koligen kortikal dan mungkin dikendalikan oleh aldosteron.
Reabsorbsi aktif kalium murni terjadi dalam duktus koligen
medula.

4
Gambar 2. Nefron

c. Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah :
1) Memegang peranan penting dalam peranan zat-zat toksin atau
racun.
2) Mempertahankan suasana keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh.
3) Mempertahankan suasana keseimbangan cairan.
4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme hasil akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
5) Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain
dalam tubuh.
3. Etiologi
Etiologi gagal ginjal kronik adalah :
a. Glomerulonefritis
b. Nefropati analgesik
c. Nefropati refluk
d. Ginjal polikistik
e. Nefropati diabetik
f. Hipertensi
g. Obstruksi
h. Gout
i. Tidak diketahui
4. Patofisiologi
Gagal ginjal merupakan sebuah fenomena kehilangan secara bertahap
fungsi dari nefron. Kerusakan nefron merangsang kompensasi nefron yang
masih utuh untuk mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit.
Mekanisme adaptasi pertama adalah dengan cara hipertrofi dari nefron
yang masih utuh untuk meningkatkan kecepatan filtrasi, beban solut dan
reabsorpsi tubulus.

5
Apabila 75 % massa nefron sudah hancur maka kecepatan filtrasi dan
beban solute untuk tiap nefron sangat tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus dan tubulus tidak dapat dipertahankan. Terjadi
ketidakseimbangan antara filtrasi dan reabsorpsi disertai dengan hilangnya
kemampuan pemekatan urin.
Perjalanan gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
a. Stadium I
Stadium pertama merupakan sebuah proses penurunan cadangan
ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal
dan pasien asimptomatik.
b. Stadium II
Tahap ini merupakan insufisiensi ginjal dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR (Glomerulus Filtration
Rate) besarnya hanya 25% dari normal. Kadar BUN mulai meningkat
tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga
mulai meningkat disertai dengan nokturia dan poliuria sebagai akibat
dari kegagalan pemekatan urin.
c. Stadium III
Stadium ini merupakan stadium akhir dimana 90 % dari massa nefron
telah hacur atau hanya tinggal 200.000 nefron saja yang masih utuh.
GFR (Glomerulus Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal.
Kreatinin serum dan BUN akan meningkat.
Klien akan mulai merasakan gejala yang lebih parah karena ginjal
tidak lagi dapat mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit
dalam tubuh. Urin menjadi isoosmotik dengan plasma dan pasien
menjadi oligurik dengan haluaran urin kurang dari 500 cc/hari.

6
7
5. Pathway Keperawatan

8
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik :
a. Umum: fatique, malaise, gagal tumbuh, debil
b. Kulit: mudah lecet, rapuh, leukonika
c. Kepala dan leher : fetor uremik, lidah kering dan berselaput
d. Mata : fundus hipersensitif, mata merah
e. Kardiovaskuler : hipertensi, kelebihan cairan, gagal jantung,
perikarditis uremik, penyakit vaskuler.
f. Pernafasan : hiperventilasi asidosis, edema paru, efusi pleura
g. Gastrointestinal : anoreksia, nausea, gastritis, ulkus peptikum, kolik
uremik, diare yang disebabkan oleh anti biotik.
h. Kemih : nokturia, poliuria, haus, proteinuria, penyakit ginjal yang
mendasarinya.
i. Reproduksi : penurunan libido, impotensi, amenore, infertilitas,
ginekomastia, galaktore.
j. Syaraf : latergi, malaise, anoreksia, tremor, ngantuk, kebingungan,
flap, mioklonus, kejang, koma.
k. Tulang : hiperparatiroidisme, defisit vitamin D.
l. Sendi : gout, pseudo gout, klasifikasi ekstra tulang
m. Hematologi : anemia, defisit imun, mudah mengalami pendarahan
n. Endokrin : multiple
o. Farmakologi : obat-obatan yang diekskresi oleh ginjal
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium :
1) Laju Endap Darah : Meninggi yang diperberat oleh adanya
anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom,
dan jumlah retikulosit yang rendah.
2) Ureum dan kreatini : Meninggi, biasanya perbandingan antara
ureum dan kreatinin kurang lebih 20 : 1. Perbandingat meninggi
akibat pendarahan saluran cerna, demam, luka bakar luas,
pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan

9
ini berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet
rendah protein, dan tes Klirens Kreatinin yang menurun.
3) Hiponatremi : Umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia :
biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan
menurunya dieresis
4) Hipokalemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena berkurangnya
sintesis vitamin D3 pada GGK.
5) Phosphate alkaline : meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindi tulang.
6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia : umunya disebabkan
gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolism karbohidrat
pada gagal ginjal ( resistensi terhadap pengaruh insulin pada
jaringan perifer ).
8) Hipertrigliserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hormone insulin dan menurunnya
lipoprotein lipase.
9) Asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan Ph
yang menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, PCO2
yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organic
pada gagal ginjal.
b. Radiology
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
( adanya batu atau adanya suatu obstruksi ). Dehidrasi karena
proses diagnostic akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab
itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) IIntra Vena Pielografi (IVP)
Untuk menilai system pelviokalisisdan ureter.
3) USG
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal, tebal parenkim ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter
proksimal, kandung kemih dan prostat.

10
4) EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda
perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia)
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah :
a. Tentukan dan tatalaksana penyebab
b. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan dan cairan dan garam,
pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari) atau
diuretin loop (bumetarid, asam etokrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan pengawasan dilakukan melalui berat badan, urine dan
pencatatan keseimbangan cairan/masukan melebihi keluaran sekitar
500 ml.
c. Diit tinggi kalori dan rendah protein (20-40 g/hari) menghilangkan
gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan
ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan dan berlebihan dari
kalium dan garam.
d. Kontrol Hipertensi
Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam
dan cairan di atur sendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering
diperlukan diuretik koop, selain obat anti hipertensi.
e. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperglikemia dan asidosis berat
hindari kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretik
hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan ekskresi kalium
(misalnya menghambat ACE dan obat anti inflasi nonsteroid).
Asidosis berat atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan
kalium dari sel dan ikut dalam kaniresis. Deteksi melalui kalium
plasma EKG. Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma
kurang dari 15 mmol/liter.

11
f. Mencegah dan tatalaksana tulang ginjal
Hiperpospatemia dikontrol oleh obat yang mengikat posfat seperti
alumunium hidroks (330-800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000
mg) pada setiap makan.
g. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus di terapi sebagai pasien imunosupresif dan di
terapi lebih ketat.
h. Modifikasi terapi obat dan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya misalnya
digoksin aminogikosid, analgetik opiat, amfoteris dan alopurinol.
i. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan enselopati uremia, perikarditis
neunpari perifer, hiperkolemia yang meningkat kelebihan cairan
infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan sehingga
diperlukan dialisis.
j. Persiapan dialisis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diabetes. Indikasi
dilakukan dialisa biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis
yang jelas mesti telah dilakukan terapi konservatif atau terjadi
komplikasi
9. Komplikasi
a. Oksigenasi
Gagal ginjal kronik menyebabkan gagal jantung yang beresiko
menyebabkan udem paru. Penumpukan cairan pada paru-paru dapat
menyebabkan gangguan pertukaran gas.
b. Cairan dan elektrolit
Aktivasi sistem renin angiotensin juga akan menyebabkan sekresi
aldosteron yang pada akhirnya menyebabkan retensi natrium dan air
sehingga menyebabkan penumpukan cairan tubuh yang berpotensi
menyebabkan udem anasarka karena peningkatan tekanan hidrostatik.
Ketidakmampuan ginjal mengatur kadar elektrolit menyebabkan
hiperkalemia dan hipernatremia. Ketidakmampuan ginjal

12
memproduksi dehidroksikalsiferol juga menyebabkan gangguan
absorpsi kalsium dari usus sehingga berpotensi menyebabkan
hipokalsemia.
c. Nutrisi
Penumpukan sisa metabolisme dalam tubuh menandakan adanya
toksin dalam tubuh serta merubah komposisi biokimia cairan tubuh
yang akan merangsang medula oblongata untuk mempersespsikan
adanya mual. Ascites akibat retensi natrium dan air juga menyebabkan
perasaan penuh pada perut yang menurunkan nafsu makan.
d. Eliminasi
Ketidakmampuan ginjal memproduksi urine menyebabkan penurunan
output urine (oliguria) sehingga merubah pola eliminasi BAK.
e. Aktivitas/Istirahat
Penurunan produksi eritropoetin menyebabkan anemia sehingga
mengurangi suplai oksigen ke jaringan dan menyebabkan penurunan
produksi ATP serta mengakibatkan kelemahan. Kelemahan ini akan
menyebabkan keterbatasan atau intolerasi terhadap aktivitas.
f. Konsep Diri
Udem anasarka, perubahan kulit dan dampak lainnya dari gagal ginjal
kronik menyebabkan perubahan bentuk tubuh sehingga berpotensi
mengakibatkan gangguan gambaran diri. Ketidakmampuan klien
menjalankan tugas sosialnya juga menyebabkan gangguan peran diri
dan harga diri.
g. Rasa Aman
Kurangnya informasi tentang penyakit dan pengobatan serta
perawatannya dapat menyebabkan gangguan rasa aman berupa
kecemasan

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah upaya mengumpulkan data secara lengkap dan sistematis
untuk dikaji dan dianalisis sehingga masalah kesehatan dan keperawatan

13
yang dihadapi pasien baik fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat
ditentukan.
Yang perlu dikaji dalam sistem perkemihan meliputi riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik dan prosedur diagnostic yang merupakan data yang
menunjang keadaan klinis dari pasien.
a. Riwayat Kesehatan
1) Data Demografi :
a) Umur : biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun,
walaupun pada kenyataanya banyak penderita dengan umur
sebelum usia 60 tahun.
b) Jenis kelamin: wanita mempunyai insiden infeksi
traktus urinarius dan pielonefritis lebih tinggi daripada pria yang
dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
2) Riwayat Kesehatan Klien :
a) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
b) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang
dikonsumsi : seperti penyakit ginjal, batu ginjal dan uretra, batu
kandung kemih, pembedahan sistem kemih.
c) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler,
DM, infeksi streptokokus, obat-obatan nefrotoksik (garamicyn)
d) Riwayat adanya trauma/injuri
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adakah keluarga yang menderita penyakit ginjal
seperti polycistis
b) Penyakit kronik yang lain seperti DM, Batu ginjal,
Kardiovaskuler, hipertensi, kelainan bawaan.
4) Riwayat Diit
a) Kebiasaan minum : jumlah, jenis air minum
b) Kebiasaan makan : makanan segar/diawetkan, susu,
protein, kalsium
5) Status Sosial Ekonomi

14
Status sosial ekonomi akan mempengaruhi tingkat pendidikan,
sedangkan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat
pengetahuan klien dan hal ini akan berpengaruh pola hidup dan
kebiasaan sehari-hari yang akan mencerminkan tingkat kesehatan
klien.
6) Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi, obat-obatan yang
digunakan seperti garamicin, analgetik yang lama, obat arthritis, obat
hipertensi, obat kardiovaskuler, obat diabetes melitus.
7) Riwayat kesehatan sekarang adanya dalam perubahan :
a) Karakteristik urine
b) Pola BAK
c) Kemampuan untuk mengontrol BAK
d) Perubahan frekuensi
e) Merasa nyeri
1) Serangan dan lamanya : kejadian setelah BAK atau selama
BAK
2) Lokasi penyebaran : pada punggung
3) Nyeri menjalar dari abdomen bagian bawah sampai
perineum, skortum/labia.
4) Nyeri kesulitan Bak (dysuria)
5) Karakter dan beratnya : rasa terbakar dan sakit
6) Faktor yang meringankan : perubahan posisi
7) Faktor yang memberatkan : obat-obatan
f) Distensi bladder, spasme
g) Tanda dan gejala yang menyertai : demam, menggigil,
berkeringat, perubahan kulit, pruritus, bekuan uremik dan uremik
sebagai gejala akumulasi sampah metabolisme dalam darah yang
diakibatkan karena gagal ginjal yang ditandai dengan : anoreksia,
mual, muntah, kram otot, pruritus, lemah dan mudah lelah.
8) Penampilan Umum
a) Kulit : pucat, kemerahan, kuning kelabu
b) Edema

15
c) Tanda-tanda vital: nadi lemah dan halus, terjadi
hipotensi orthostatic akibat hipovolemia, nafas pendek, dapat
terjadi peningkatan suhu.
d) Tingkat kesadaran: penurunan kesadaran bias terjadi
stupor sampai dengan koma.
e) Konsentrasi: ketidakmampuan konsentrasi, keilangan
memori, kacau.
f) Kemampuan bicara: stress, perasaan tidak berdaya.
g) Gaya jalan: adanya kesemutan dan kram pada otot
ekstremitas bawah mempengaruhi gaya berjalan klien dengan
gagal ginjal kronik.
h) Koordinasi anggota gerak: kram pada otot
ekstremitas, “sindroma kaki gelisah”, kebas rasa terbakar pada
kaki.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sistem perkemihan meliputi inspeksi, akultasi,
palpasi dan perkusi.
1) Mata
2) Sering ditemukan warna konjungtiva yang pucat/putih, edema
preorbial.
3) Muka
Apakah ada muka tampak sembab atau tidak. Muka sembab
disebabkan karena udem.
4) Leher
Sering terjadi peningkatan vena jugularis sebagai akibat dari
peningkatan tekanan pengisian pada atrium kanan pada kondisi
gagal jantung kanan.
5) Pemeriksaan Ginjal
Kaji daerah abdomen pada garis midklavikula kiri dan kanan atau
daerah costovertebral angle (CVA), normal keadaan abdomen
simetris, tidak tampak masa dan tidak ada pulsasi, bila tampak ada
masa pulsasi kemungkinan ada polikistik, hidronefrosis ataupun

16
nefroma. Apakah adanya bunyi vaskuler aorta maupun arteri
renalis, bila ada bunyi desiran kemungkinan adanya RAS (Renal
Arteri Stenosis), nefro scelerotic. Bila terdengar desiran, jangan
melakukan palpasi, cedera pada suatu aneurisme di bawah kulit
terjadi sebagai akibatnya tes CVA bila adanya nyeri tekan di duga
adanya implamasi akut.
Keadaan normal, ginjal tidak teraba. Apabila teraba membesar dan
kenyal, kemungkinan adanya polikistik maupun hidroneprosis. Bila
dilakukan penekanan pasien mengeluh sakit, hal ini tanda
kemungkinan adanya peradangan.
6) Pemeriksaan Kandung Kemih
Di daerah supra pubis dipalpasi apakah ada distensi. Normalnya
kandung kemih terletak di bawah sympisis pubis, tetapi setelah
membesar organ ini dapat terlihat distensi pada supra pubis, pada
kondisi normal yang berarti urine dapat dikeluarkan secara lengkap
dari bendung kemih, kandung kemih tidak teraba. Bila ada obstuksi
di bawah dan prodiksi urine normal maka urine tidak dapat
dikeluarkan, hal ini mengakibatkan distensi kandung kemih.
7) Pemeriksaan Meatus Uretra
Inspeksi pada meatus uretra apakah ada kelainan sekitar labia,
untuk warna dan apakah ada kelainan pada orifisium uretra pada
laki-laki dan juga lihat cairan yang keluar.
8) Pemeriksaan Prostat Melalui Anus
Mengidentifikasi pembesaran kelenjar prostat bagi laki-laki yang
mempunyai keluhan mengarah kepada hypertropu prostat. Akibat
pembesaran prostat, berdampak penyumbatan partial atau
sepenuhnya kepada saluran kemih bagian bawah normalnya prostat
dapat teraba dengan diameter sekitar 4 cm dan tidak ada nyeri
tekan.
c. Laboratorium dan Prosedur Diagnostik
1) Urine

17
a) Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24 jam atau
anuria
b) Warna, Gelap endapan coklat menunjukkan adanya
darah, hemoglobin, myoglobin, perphyris.
c) Masa jenis, kurang dari 1,015 (pada nilai 1,010
merefleksikan kerusakan ginjal berat)
d) Osmolaritas, kurang dari 350 mg/liter adalah
petunjuk kerusakan tubuler dan urine/serum rasiosering 1 : 1
e) Kreatinin cleraence, mungkin menurun secara jelas
(significan)
f) Sodium, lebih besar dari 40 mEq/liter karena ginjal
tidak mampu mereabsorpsi sodium.
g) Protein, proteinuria berat (3-4 +) secara pasti
merupakan indikasi kerusakan glomerulus jika sel-sel darah
merah dan endapan ditemukan juga.
2) Darah
a) BUN/Kreatinin, biasanya proporsinya naik. Tingkat keratinin
10 mg/dl mendukung tahap lanjut (mungkin serendah 5)
b) CBC (Complet Blood Count = Hitung darah lengkap)
Hematokrit, menurun bila ada anemia Hb : biasanya kurang
dari 7-8 g/dl. Sel-sel darah merah : masa hidupnya menurun
karena defisiensi eritroprotein akibatr azotemia (adanya
kreatinin dalam darah).
c) Analisa gas darah, PH : menurun, asidosis metabolik terjadi
(PH kurang dari 7,2) karena ginjal kehilangan kemampuan
mengekresikan hidrogen dan amoniak atau produk akhir
katabolisme (pemecahan) protein HCO3 menurun PCO2
menurun.
d) Serum Sodium, mungkin rendah (jika ginjal “waste sodium”)
atau normal (merefleksikan pengenceran hipernatremia).

18
e) Potassium, meningkat sehubungan dengan retensi karena
seluler shift (asidosis) atau pelepasan jaringan (sel-sel merah
hemolisis)
f) Gagal ginjal tahap lanjut, EKG berubah mungkin tidak terjadi
sampai potasium 6,5 mEg atau lebih besar
g) Magnesium, meningkat
h) Fosfor, meningkat
i) Protein, menurunnya tingkat serum protein mungkin
merefleksikan protein lepas dalam urine, perpindahan cairan,
menurunnya intake atau menurunnya sintesa protein
selayaknya pada kekurangan asam amino esensial.
j) KUB (abdomen), menggambarkan ukuran ginjal, ureter
kandung kemih dan adanya obstruksi (batu)
k) Retrograde pyelogram, menunjukkan keabnormalan pelvis
ginjal dan ureter
l) Renal arteriogram, memeriksa sirkulasi ginjal dan
mengidentifikasi ekstravaskuleritas, massa.
m) Voiding cystrouetgram, menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, retensi.
n) Renal ultrasound, menentukan ukuran ginjal : dan adanya
massa kista, obstruksi pada traktus urinarius bagian atas.
o) EKG, mungkin merefleksikan keseimbangan elektrolit, asam
basa yang abnormal.
p) X-Ray kaki, tulang tengkorak, columna spinalis dan tangan,
untuk mengetahui demineralisasi, kalsifikasi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan
b. Intoleransi aktivitas
c. Kecemasan
d. Risiko gangguan integritas kulit
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

19
20
3. Intervensi

Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan


Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kelebihan Volume Cairan NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Electrolit and acid base balance Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Mekanisme pengaturan Fluid balance Pasang urin kateter jika diperlukan
melemah Hydration Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan
Asupan cairan berlebihan (BUN , Hmt , osmolalitas urin )
DO/DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor vital sign
Berat badan meningkat pada selama …. Kelebihan volume cairan teratasi Monitor indikasi retensi / kelebihan cairan (cracles,
waktu yang singkat dengan kriteria: CVP , edema, distensi vena leher, asites)
Asupan berlebihan dibanding Terbebas dari edema, efusi, anaskara Kaji lokasi dan luas edema
output Bunyi nafas bersih, tidak ada Monitor masukan makanan / cairan
Distensi vena jugularis dyspneu/ortopneu Monitor status nutrisi
Perubahan pada pola nafas, Terbebas dari distensi vena jugularis, Berikan diuretik sesuai interuksi
dyspnoe/sesak nafas, Memelihara tekanan vena sentral, tekanan Kolaborasi pemberian obat:
orthopnoe, suara nafas kapiler paru, output jantung dan vital sign ....................................
abnormal (Rales atau crakles), DBN Monitor berat badan
, pleural effusion Terbebas dari kelelahan, kecemasan atau Monitor elektrolit
Oliguria, azotemia bingung Monitor tanda dan gejala dari odema
Perubahan status mental,
kegelisahan, kecemasan
4.

21
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Intoleransi aktivitas NOC : NIC :
Berhubungan dengan : Self Care : ADLs Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan
Tirah Baring atau imobilisasi Toleransi aktivitas aktivitas
Kelemahan menyeluruh Konservasi eneergi Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
Ketidakseimbangan antara Monitor nutrisi dan sumber energi yang adekuat
suplei oksigen dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi
kebutuhan selama …. Pasien bertoleransi terhadap secara berlebihan
Gaya hidup yang aktivitas dengan Kriteria Hasil : Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
dipertahankan. (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat,
DS: Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa perubahan hemodinamik)
Melaporkan secara verbal disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
adanya kelelahan atau RR Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
kelemahan. Mampu melakukan aktivitas sehari hari dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
Adanya dyspneu atau (ADLs) secara mandiri Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
ketidaknyamanan saat Keseimbangan aktivitas dan istirahat mampu dilakukan
beraktivitas. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai
DO : dengan kemampuan fisik, psikologi dan sosial
Respon abnormal dari tekanan Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
darah atau nadi terhadap sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
aktifitas diinginkan
Perubahan ECG : aritmia, Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti
iskemia kursi roda, krek

22
Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual

23
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Kecemasan NOC : NIC :
berhubungan dengan Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
Faktor keturunan, Krisis Koping Gunakan pendekatan yang menenangkan
situasional, Stress, perubahan Setelah dilakukan asuhan selama …………… Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
status kesehatan, ancaman klien kecemasan teratasi dgn kriteria hasil: pasien
kematian, perubahan konsep Klien mampu mengidentifikasi dan Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
diri, kurang pengetahuan dan mengungkapkan gejala cemas selama prosedur
hospitalisasi Mengidentifikasi, mengungkapkan dan Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas mengurangi takut
DO/DS: Vital sign dalam batas normal Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
Insomnia Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh tindakan prognosis
Kontak mata kurang dan tingkat aktivitas menunjukkan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Kurang istirahat berkurangnya kecemasan Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
Berfokus pada diri sendiri relaksasi
Iritabilitas Dengarkan dengan penuh perhatian
Takut Identifikasi tingkat kecemasan
Nyeri perut Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan
Penurunan TD dan denyut nadi kecemasan
Diare, mual, kelelahan Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
Gangguan tidur ketakutan, persepsi
Gemetar Kelola pemberian obat anti cemas:........
Anoreksia, mulut kering

24
Peningkatan TD, denyut nadi,
RR
Kesulitan bernafas
Bingung
Bloking dalam pembicaraan
Sulit berkonsentrasi

25
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Risiko gangguan integritas NOC : NIC : Pressure Management
kulit Tissue Integrity : Skin and Mucous Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
Faktor-faktor risiko: Membranes longgar
Eksternal : Status Nutrisi Hindari kerutan padaa tempat tidur
Hipertermia atau hipotermia Tissue Perfusion:perifer Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Substansi kimia Dialiysis Access Integrity Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam
Kelembaban udara sekali
Faktor mekanik (misalnya : alat Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor kulit akan adanya kemerahan
yang dapat menimbulkan luka, selama…. Gangguan integritas kulit tidak Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah yang
tekanan, restraint) terjadi dengan kriteria hasil: tertekan
Immobilitas fisik Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Radiasi Melaporkan adanya gangguan sensasi atau Monitor status nutrisi pasien
Usia yang ekstrim nyeri pada daerah kulit yang mengalami Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Kelembaban kulit gangguan Gunakan pengkajian risiko untuk memonitor faktor
Obat-obatan Menunjukkan pemahaman dalam proses risiko pasien (Braden Scale, Skala Norton)
Ekskresi dan sekresi perbaikan kulit dan mencegah terjadinya Inspeksi kulit terutama pada tulang-tulang yang
Internal : sedera berulang menonjol dan titik-titik tekanan ketika merubah posisi
Perubahan status metabolik Mampu melindungi kulit dan pasien.
Tulang menonjol mempertahankan kelembaban kulit dan Jaga kebersihan alat tenun
Defisit imunologi perawatan alami Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian tinggi
Berhubungan dengan dengan Status nutrisi adekuat protein, mineral dan vitamin
perkembangan Sensasi dan warna kulit normal Monitor serum albumin dan transferin

26
Perubahan sensasi
Perubahan status nutrisi
(obesitas, kekurusan)
Perubahan pigmentasi
Perubahan sirkulasi
Perubahan turgor (elastisitas
kulit)
Psikogenik

27
Diagnosa Keperawatan/ Rencana Keperawatan
Masalah Kolaborasi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakseimbangan nutrisi NOC: NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh Nutritional status: Adequacy of nutrient Kaji adanya alergi makanan
Berhubungan dengan : Nutritional Status : food and Fluid Intake Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
Ketidakmampuan untuk Weight Control kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
memasukkan atau mencerna Setelah dilakukan tindakan keperawatan Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat
nutrisi oleh karena faktor selama….nutrisi kurang teratasi dengan untuk mencegah konstipasi
biologis, psikologis atau indikator: Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan
ekonomi. Albumin serum harian.
DS: Pre albumin serum Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
Nyeri abdomen Hematokrit Monitor lingkungan selama makan
Muntah Hemoglobin Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam
Kejang perut Total iron binding capacity makan
Rasa penuh tiba-tiba setelah Jumlah limfosit Monitor turgor kulit
makan Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb
DO: dan kadar Ht
Diare Monitor mual dan muntah
Rontok rambut yang berlebih Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
Kurang nafsu makan konjungtiva
Bising usus berlebih Monitor intake nuntrisi
Konjungtiva pucat Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat
Denyut nadi lemah nutrisi
Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen

28
makanan seperti NGT/ TPN sehingga intake cairan
yang adekuat dapat dipertahankan.
Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama
makan
Kelola pemberan anti emetik:.....
Anjurkan banyak minum
Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oval

29
DAFTAR PUSTAKA

Isroin, Rosjdi. 2016. Prevalensi Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik. Jakarta (ID).
Gosyen Publishing

Kemenkes. 2017. Infodatin Situasi Penyakit Ginjal Indonesia. Jakarta (ID).


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Nuari, Widayati. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan


Keperawatan. Surabaya (ID). Deepublish

PERNEFRI [Perhimpunan Nefrologi Indonesia]. 2019. Jurnal Ginjal dan


Hipertensi Indonesia, Vol II, Edisi 3. Jakarta (ID)

30

Anda mungkin juga menyukai