Bab 1 - Kolaborasi PDF
Bab 1 - Kolaborasi PDF
PENDAHULUAN
BAB2 PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Lobi, Negosiasi dan Diplomasi
2.1.1. Lobi
2.1.2. Negosiasi
2.1.3. Diplomasi
2.2. Cara Membedakan Lobi, Negosiasi dan Diplomasi
2.3 Kaitan Lobi, Negosiasi, dan Diplomasi
2.4 Model hubungan antara lobi, negosiasi dan diplomasi
2.5. Hubungan antara lobi, negosiasi dan diplomasi terhadap
komunikasi
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kolaborasi
a. Perubahan total.
Kolaborasi bukanlah sebuah program yang secara teknis untuk
memecahkan masalah, tetapi merupakan perubahan total cara bekerja
bersama. Artinya bersama-sama memikirkan, dan saling berperilaku baik
terhadap satu sama lain.
b. Etos kerja baru.
Kolaborasi merupakan etos kerja yang menghargai pemikiran, bahwa
pekerjaan dapat diselesaikan bersama dengan orang lain secara bahu
membahu.
c. Sikap kebersamaan.
Kolaborasi memiliki nilai-nilai dasar untuk membangun hubungan
yang saling mempercayai.
d. Pengambilan keputusan.
Kolaborasi memberikan nuansa kerangka kerja kedekatan selalu
keputusan bisnis atau keputusan organisasi baik itu keputusan mengenai
strategi, pelanggan, masyarakat, atau sistem kerja melalui keikutsertaan
pekerja dalam pelaksanaan.
e. Suatu metode dan alat.
Kolaborasi juga menghasilkan suatu metode dan alat yang membantu
angkatankerja untuk bersatu, memiliki rasa tanggung jawab mensukseskan
usaha dan membantu suatu sistem organisasi yang menghasilkan kinerja yang
baik.
Saling menghormati, percaya, dan jujur merupakan tiga unsur yang sangat
penting untuk meraih keuntungan dari persaingan di tempat kerja yang semakin
kacau. Bentuk manajemen commont and control yang menggunakan kekuasaan
menciptakan budaya takut danmenghasilkan perilaku yang sudah dapat diduga.
Karyawan dituntut untuk menerapkan
peraturan yang tetap atau tidak tetap, akan tetapi produktifitas, energi dan loyalitas
pada perusahaan akan berkurang atau bahkan menderita.
Dalam melaksanakan pekerjaan orang-orang dapat mendiskusikan dan
menyetujui menciptakan satu persetujuan baru yang akan diikuti oleh mereka untuk
menghasilkan rasa saling menghormati, percaya dan jujur dalam hubungan kerja
diantara mereka.
Beberapa hal yang diperlukan untuk menciptakan budaya kerja baru antara
lain:
1. Principle based agreement (kesepakatan yang berdasarkan prinsip)
Banyak organisasi yang kesepakatan dasarnya dilandasi oleh kekuasaan
ataukeputusan seseorang.
2. An explicit governance process (proses pengaturan yang tegas)
Proses penciptaan budaya kerja harus terbuka. Tidak boleh ada rahasia, ada
peraturandalam lingkungan kerja yang biasanya tidak disebutkan, misal:
“kalau anda tidak menginjak saya, saya tidak akan menginjak anda”, “tidak
mengherankan”, “janganmemandang saya sebagai pesuruh”. Dalam
menciptakan budaya kolaborasi, peraturanyang tidak ditulis, ditegaskan dan
disetujui oleh setiap pihak. Dalam budaya kolaborasi tidak ada agenda rahasia
dan tersembunyi. Dengan demikian orang tahu apa yang menjadi harapanya,
dan mereka jadikan persetujuan dalam kesepakatan sertatanggung jawab
secara penuh dalam pelaksanaanya.
3. A behavioral shift (perubahan perilaku)
Setiap orang diikut sertakan dalam perubahan perilaku mereka secara
bersama-samabaik sebagai individu maupun sebagai tim, kelompok, dan
organisasi. Hal ini tidakmudah untuk mencoba dan percaya pada proses yang
selama ini kita gunakan sebagai dasar dari budaya kekuasaan. Pada saat dalam
keadaan posisi saling bersaing, nilai dan cara-cara tersebut sangat merugikan
dan kita akan mendapat tantangan untuk merubah perilaku.
4. Operating agreement (kesepakatan operasi)
Menetapkan peraturan perilaku sebagai ketentuan bagaimana kita akan
bekerjabersama-sama, peraturan ini kita sebut sebagai “operating agreement”.
Operatingagreement akan menjadi budaya kolaborasi karena ia merupakan
nilai dan kepercayaan anggota tim kelompok atau perusahaan. Cara
penciptaan kesepakatan ini akan menjadi kunci dari nilai kunci peserta dalam
segala hal dan mengikat merekasebagai nilai utama dari etika berkolaborasi,
juga mendefinisikan kembali budayakerja yang dapat merubah organisasi
dengan hasil sebagaimana yang diinginkan dariperubahan perilaku yang
diperlukan. Bilamana setiap anggota ikut bertanggung jawabatas perilakunya,
maka sesungguhnya mereka dapat bertanggung jawab atassuksesnya
organisasi.
Craig Hickman dalam buku the fourth dimension, mengatakan bahwa tujuan
pokok jejaringkerja adalah:
1. Menyatukan bakat, potensi, kemampuan, baik individu, kelompok, maupun
seluruhjajaran organisasi sedemikian rupa sehingga tercipta kemampuan
bersama yang makinbesar.
2. Fokus yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan pokok,
yaitu:Mempersatukan bakat, kecakapan, ketrampilan serta kemampuan lainya
yangmasih diperlukan organisasi. Bagaimana membina dan
mengembangkanhubungan untuk meningkatkan kemampuan bersama guna
memcapai tujuan yangdisepakati termasuk meningkatkan kesatuan dan
persatuan organisasi.
3. Unsur pokok yang dapat membantu tujuan membangun jejaring ialah:
a. Membina dan mengembangkan sumber daya manusia.
b. Mengembangkan kemampuan organisasi.
c. Mewujudkan pencapaian tujuan bersama.
4. Membantu mengembangkan berbagai ragam kemampuan anggota organisasi
sehinggadapat mewujudkan peningkatan kemampuan di setiap jenjang
organisasi secaramenyeluruh. Untuk melakukan networking perlu
diperhatikan beberapa prinsip, yaitu:Hubungan merupakan kebutuhan dasar
manusia.
Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa berhubungan satu
samalain. Hidup manusia selalu tergantung kepada manusia lainya. Dengandemikian,
hubungan merupakan kebutuhan dasar.
a. Manusia cenderung berbuat sebagaimana yang diharapkan.
b. Manusia cenderung berkumpul dengan orang yang mempunyai kesamaan.
c. Interaksi yang berulang-ulang mendorong orang untuk bekerja sama.
d. Dunia ini kecil.Sering dalam pergaulan manusia ditemui kata-kata atau
istilah “dunia inikecil”. Maksudnya manusia ini akan mudah mengadakan
hubungan danmenjalin kerjasama.
Untuk melakukan networking diperlukan prasyarat nilai-nilai pokok bagi
keberhasilan networking (Prequisite core values forthe success of networking), yang
dapat digambarkan sebagaiberikut:
Individu Kejujuran
(Individual) (Honesty)
Antar Pribadi Kepercayaan
(Inter-personal) (Trust)
Manajerial Pemberdayaan
(Managerial) (Empowerment)
Organisasi Kemitraan
(Organizational) (Alignment)
2.2.2 Pelajaran-pelajaran yang Dapat Diperoleh dari Jejaring
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kolaborasi merupakan satu budaya baru di tempat kerja di mana setiap orang yang
berada di tempat kerja tersebut memiliki sifat terbuka dan saling mau memberi serta
menerima saran dan pendapat orang lain. Kolaborasi adalah proses mendasar dari
bentuk
bekerjasama yang menghasilkan kepercayaaan, integritas, dan terobosan, melalui
pencapaian
konsensus, kepemilikan dan keterpaduan pada setiap aspek organisasi. Kolaborasi
merupakan
pendekatan utama yang menggantikan pendekatan hirarkis yang ada dalam prinsip-
prinsip
pengorganisasian untuk memimpin dan mengelola lingkungan kerja abad 21 sekarang
ini ada
lima komponen utama dalam kolaborasi yaitu: collaborative culture, collaborative
leadership, collaborative vision, collaborative team process, dan collaborative
structure.
Dalam mengembangkan kolaborasi perlu diingat adanya tuju nilai dasar yaitu:
1. Respect for people (saling menghormati)
2. Honor and integrity (penghargaan dan integritas)
3. Ownership and aligment (rasa memiliki dan bersatu)
4. Consensus (kesepakatan)
5. Trust best relationship (hubungan yang berdasarkan kepercayaan)
6. Full responsibility and accountability (tanggung jawab penuh dan tanggung
gugat)
7. Recognition and growth (pengakuan dan pertumbuhan).
Networking melibatkan bermacam-macam model perilaku yang bermaksud
mengembangkan dan memelihara hubugan dengan orang penting yang dapat
memberikan
informasi dan bantuan. Apakah ia orang dalam maupun dari luar organisasi.
Networking pada
umumnya mengikutsertakan orang-orang yang langsung menjadi bawahan atau bos
menengah, bahkan dapat juga bos yang paling atas.
Pengertian networking sebagaimana diungkapkan oleh Wayne E. Barker adalah
proses aktif membangun dan mengelola hubungan-hubunngan yang produktif,
jejaring
hubungan yang luas, kokoh, baik personal maupun organisasi. Pengertian nerworking
dalam
organisasi adalah proses pemeliharaan, penumbuhan serta pengintegrasian
kemampuankemampuan
terpilih, bakat-bakat, hubungan dan partner dengan mengembangkan kemitraan
yang kreatif dan strategis bagi peningkatan kinerja organisasi
DAFTAR PUSTAKA
- Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Modul Pendidikan dan
Pelatihan
Kepemimpinan Tingkat III “Negosiasi Kolaborasi dan Jejaring Kerja”, Jakarta: LAN.
2008.
- Lestari Endang dan Maliki. Negosiasi Kolaborasi, Jejaring Kerja, 2001.
- Djumara Noorsyamsa. Negosiasi, Kolaborasi, Jejaring Kerja, 2008.
KOLABORASI
Dunia sadar bahwa saat ini diperlukan adanya kerangka kerja baru yang menuntut
manusia dalam perancangan dan penciptaan suasana kerja. Para pekerja itu adalah
pekerja di bisnis murni atau yang dikenal dengan pekerja swasta maupun yang
bekerja di bidang pemerintah atau dikenal sebagai pegawai negeri. Mereka ini harus
bersatu dan memiliki arah yang strategis dalam bisnis, mempunyai hubungan kerja
yang saling mempercayai, dan dapat membangun nilai-nilai
yang sama antara para pekerja tersebut dengan pelanggannya.
Kerangka kerja baru sebagaimana yang dimaksud dikenal dengan nama kolaborasi,
yang beberapa tahun lalu terkesan atau berkonotasi sebagai tindakan yang negatif,
mengarah pada kerjasama yang negatif dari sudut pandang apa yang dihasilkan dari
kerjasama yang kolaboratif. Perkembangan jaman tidak lagi mengatakan sebagai hal
yang negatif akan tetapi kolaborasi sebagai bentuk kerjasama yang sangat baik yang
dapat menciptakan hasil kerjasama maksimal dalam suasana yang kondusif,
menyenangkan, saling rnenghargai dan terbuka. Di dalam budaya kerja yang
kolaboratif posisi tawar menawar atau negosiasi menempati kedudukan yang utama,
sebab orang-orang yang terlibat dalam kerja kolaboratif harus dapat menyampaikan
apa yang dikehendaki dan menerima umpan balik dari apa yang
ia kehendaki. Di sini posisi negosiasi menduduki peran utama. Hal ini akan terlihat
dari apa yang dirumuskan oleh Edward M marshal, PhD dalam bukunya
Transforming The way We Work: The Power of the Collaborative Work Place, ia
mengatakan bahwa: Kolaborasi adalah proses yang mendasar dari bentuk kerjasama
yang melahirkan kepercayaan, integritas dan terobosan melalui pencapaian
konsensus, kepemilikan dan keterpaduan pada semua aspek organisasi. (It is a
principle-based process of working together, which produces integrity, and
breakthrough result by building true consensus,
ownership, and alignment in all aspects of the organization). Kolaborasi adalah
pendekatan utama yang akan menggantikan pendekatan hirarki pada prinsip-prinsip
pengorganisasian untuk
memimpin dan mengelola lingkungan kerja pada abad 21. (Collaboration is the
premier candidate to replace hierarchy as theorganizing principle for leading and
managing the 21st-centuryworkplace).
A. Lima Komponen Utama Dalam Kolaborasi
Kolaborasi yang sempurna akan membuat organisasi mengorganisir dirinya sendiri melalui
interaksi dan kreatifitas dalam perbedaan dan keragaman kepentingan kerja. Kejeniusan
kepemimpinan untuk menjalankan organisasi atas dasar kekuasaan bersama dalam
manajemen dua arah akan menciptakan lingkungan kerja yang produktif dan minim
konflik.
inShare
Oleh: Sukardi, S.Hut. Tidak dapat dipungkiri bencana banjir dan tanah longsor akhir-
akhir ini tidak terlepas dari belum optimalnya pengelolaan daerah aliran sungai
(DAS) di berbagai Daerah. Suatu kondisi yang sebenarnya telah diprediksi dan
diketahui bersama melalui perkembangan informasi dan ilmu pengetahuan. Artinya
manusia sebenarnya menyadari sepenuhnya akibat dari kerusakan hutan yang jadi
penyangga DAS.
Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk memperbaiki kondisi DAS dimulai sejak
tahun 1970-an melalui Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air (PPHTA)
melalui Inpres Penghijauan dan Reboisasi, kemudian dilanjutkan dengan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL), Gerakan Nasional kemitraan
Penyelamatan Air (GNKPA) dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
(RPPK).
Tujuan dari upaya-upaya tersebut pada dasarnya adalah untuk mewujudkan perbaikan
lingkungan seperti penanggulangan bencana alam banjir, tanah longsor, dan
kekeringan secara terpadu, transparan dan partisipatif, sehingga sumberdaya hutan
dan lahan berfungsi optimal untuk menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air
DAS, serta memberikan manfaat sosial ekonomi yang nyata bagi masyarakat.
Harapan untuk melihat hutan lebih baik yang berdampak pada tata kelola air di
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara normal jadi sulit untuk diwujudkan. Lalu, apakah
kita akan pasrah pada kenyataan ini - Ataukah kita mesti berpikir lagi dengan belajar
pada kesalahan-kesalahan yang dilakukan pada program-program sebelumnya ?
Situasi seperti ini memang sulit terutama bagi pengambil kebijakan, apalagi berbicara
tentang DAS akan berbenturan langsung dengan wilayah administrasi yang
"memisahkan" DAS itu sendiri.
Padahal DAS merupakan satu kesatuan yang dipisahkan oleh wilayah topografi dan
bisa saja melewati beberapa wilayah administrasi berbeda, sehingga berbagai
kepentingan akan muncul di dalam pengelolaan DAS.
Semua masalah kemudian menjadi kompleks di era otononomi saat ini. Banyak yang
memperkirakan kerusakan DAS akibat eksploitasi berlebihan tiap daerah otonom
akan bertambah banyak seiring tuntutan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) yang harus
mereka penuhi sendiri.
Untuk itu segala potensi sumber daya alam dijadikan aset berharga bagi Pemda-
Pemda otonom dalam mencari pemasukan PAD dimaksud. Namun, pemanfaatan
yang berlebihan dan salah kaprah membuat kondisi sumber daya alam terutama hutan
sebagai penyangga utama DAS terbengkalai.
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu wilayah DAS bisa saja melewati
beberapa wilayah administrasi. Hal ini berarti ada beberapa Pemerintah Daerah
(Pemda) dalam satu wilayah daerah, dimana antara satu Pemda dengan Pemda
lainnya belum tentu memiliki kebijakan yang sama mengenai pengelolaan DAS
dimasing-masing daerah. Dipihak Pemda pun banyak stakeholder yang terlibat
dibidang DAS seperti Dinas Kehutatanan, Pengairan, Pertanian, Tata Ruang, dll.
Selain itu pengusaha dan masyarakat disekitar DAS adalah stakeholder yang berada
diluar Pemda.
Mencermati hal tersebut, maka di suatu DAS terdapat multi stakeholder dimana
antara satu stakeholder dengan stakeholder lainnya memiliki masing-masing
kepentingan.
Antara satu stakeholder dengan stakeholder lain di suatu Pemda saja masih sering
terjadi tumpang tindih kepentingan dalam mengelola DAS, lalu bagaimana dengan
stakeholder di luar Pemda atau dengan Pemda lainnya? Tentunya akan menjadi rumit
apabila masing-masing pihak punya persepsi sendiri tentang bagaimana mengelola
suatu DAS.
Keberadaan para stakeholder dalam suatu wadah diharapkan bisa menjadi solusi
untuk menjembatani berbagai kepentingan di suatu wilayah DAS dan mempersempit
ruang ego sektoral yang selama ini jadi penghalang. Hal ini kemudian menjadi dasar
bagi beberapa pihak untuk membentuk Forum DAS.
Forum DAS adalah wadah para pihak yang terkait dalam pengelolaan DAS untuk
komunikasi, konsultasi dan koordinasi dalam rangka memberikan rekomendasi atau
masukan kepada pembuat keputusan tentang kebijakan, implementasi kegiatan dan
pengendalian pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu di Daerah Aliran Sungai.
Keberadaan Forum DAS telah diatur dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.26/
Menhut-II/2006. Namun demikian, beberapa Forum DAS telah terbentuk sebelum
peraturan tersebut ditetapkan. Sekitar 26 Forum DAS telah terbentuk di 17 Propinsi
dan bersifat independen, sehingga memiliki posisi kuat dalam mengontrol berbagai
aktivitas dan kebijakan Pengelolaan DAS. Selain itu, eksistensi Forum DAS sebelum
keluarnya Peraturan Menteri Kehutanan tersebut membuktikan bahwa lembaga ini
lahir secara bottom - up dan telah melalui proses diskusi panjang antara stakeholder
di dalamnya.
Saat ini, kinerja Forum DAS yang telah ada patut ditunggu. Apakah akan
berpengaruh nyata terhadap membaiknya kondisi DAS atau tidak? Mengingat
tantangan ke depan seperti membangun kesepahaman antar anggota, kesepakatan
tentang pengelolaan DAS harus diselesaikan secara intern sebelum melakukan
monitoring/evaluasi kinerja DAS, melakukan sosialisasi, membentuk jejaring kerja
dan melakukan kajian terhadap peraturan seputar pengelolaan DAS.
http://www.analisadaily.com/news/read/2012/12/15/
http://repository.mb.ipb.ac.id/1565/
Kinerja suatu tim kerja memiliki peran yang sangat besar di dalam kemajuan setiap
perusahaan. Kinerja tim (team performance) merupakan faktor penentu utama dan seringkali
digunakan sebagai indikator keberhasilan suatu perusahaan (Stashevsky dan Koslowsky
2006). Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja tim, diantaranya budaya
organisasi (Senior dan Swailes 2004) dan kepemimpinan (Miles dan Mangold 2002,
Stashevsky dan Koslowsky 2006). Hersey dan Blanchard (1999) mengatakan bahwa tidak
ada kepemimpinan yang sesuai bagi semua kondisi dalam suatu organisasi tetapi
kepemimpinan akan sangat efektif apabila dapat mengakomodasi lingkungannya. Salah satu
kepemimpinan yang mengakomodasikan lingkungan tersebut adalah kepemimpinan
kolaboratif. Budaya organisasi memberikan pengaruh terhadap kinerja tim melalui proses
pembentukan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi. Penelitian ini bertujuan
untuk merumuskan suatu model pengaruh kepemimpinan dan budaya perusahaan terhadap
kinerja tim. Pemodelan ini selanjutnya akan diujikan dengan suatu studi kasus pada
perusahaan, yaitu PT. Jasa Marga, Tbk. Hal ini sejalan dengan program perusahaan yang
memiliki program mengembangkan kepemimpinan dan budaya perusahaan ini dalam
pemetaan rencana jangka panjangnya. Indikator pengaruh kedua faktor ini terhadap kinerja
tim menjadi acuan dalam memberikan rekomendasi sub faktor kepemimpinan kolaboratif dan
tipe budaya perusahaan yang seharusnya dikembangkan oleh perusahaan.