Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS FRAKTUR TIBIA PLATEU DI RUANG KRESNA RUMAH SAKIT
KERTHA USADA PADA TANGGAL 14 OKTOBER 2019

Oleh :
Luh Suciani
( 17089014083 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BULELENG


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2019

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya.Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar
dari yang diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2003). Menurut Mansjoer
(2007), fraktur tibia (bumper fracture/fraktur tibia plateau) adalah fraktur
yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan kaki
yang masih terfiksasi ke tanah.
Fraktur tibia plateu merupakan fraktur yang terjadi sebagai akibat
kompresi bagian atas tibia terhadap femur, sehingga terjadi kerusakan
pada satu sisi (Helmi,2012).Fraktur tibia plateu terjadi karena condyles
lateralis femoris terdorong kearah tibia, dan ligament cruciatum dan
medialis seringkali robek.
Mekanisme cedera fraktur tibia plateu disebabkan oleh kekuatan varus
atau valgus bersama-sama dengan pembebanan aksial (kerusakan valgus
saja mungkin akan merobekkan ligamen). Keadaan ini kadang-kadang
terjadi akibat jatuh, dimana lutut dipaksa masuk kedalam valgus atau varus
sehingga kondilus tibia remuk atau terbelah oleh lawan kondilus femur
yang berlawanan, yang tetap utuh.Kejadian ini bayak menimpa pasien
biasanya berumur antara 50-60 tahun dan sedikit mengalami osteoporosis,
tapi fraktur ini juga dapat terjadi pada orang dewasa dan pada setiap umur.
Fraktur merupakan salah satu masalah kesehatan yang menyebabkan
kecacatan pada anggota gerak tubuh yang mengalami fraktur.Pasien post
operasi fraktur di Rumah Sakit, sering mengalami keterlambatan dalam
melakukan pergerakan yaitu terjadi kelemahan otot. Latihan rentang gerak
yang digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot post operasi fraktur di
Rumah Sakit adalah dengan latihan Range of Motion (ROM). (Purwanti R,
2013). Fraktur adalah suatu diskontinuitas susunan tulang yang disebabkan
oleh trauma atau keadaan patologis .(Sagaran et al., 2017)
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan yang

2
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Epidemiologi
Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup
timggi ,berdasarkan data dari departemen kesehatan RI tahun 2013
didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dan jenis
fraktur yang berbeda dan penyebab berbeda.dari hasil survey tim depkes
RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian ,45%
mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress spikiologis seperti cemas
atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik
(Depkes RI 2013) sedangkan menurut WHO tahun 2013 menyebutkan
bahwa kecelakaan lalulintas mencapai 120.2226 kali atau 72% dalam
setahun.
Penyebab/Faktor Predisposisi :
1. Fraktur karena trauma (jatuh kecelakaan dan sebagainya)
2. Fraktur karena adanya tumor yang mengurangi densitas tulang
3. Fraktur karena beban yang berlebih seperti berlatih ekstra.
4.Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakityang menyebabkan kelemahan pada tulang ( infeksi,
tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan
5. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang
pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang
sekali ditemukan pada anggota gerak bagian atas.
3. Etiologi
Menurut Sachdeva (2010), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Cedera traumatic
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.

3
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik (Kelemahan abnormal pada tulang)
Fraktur  dapat  terjadi  oleh  tekanan  yang  normal  jika  tulang  itu 
lemah (misalnya  oleh  tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget). Dalam hal ini kerusakan tulang akibat
proses penyakit, dimana dengan trauma minor atau tanpa trauma
mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Fraktur Patologis
Fraktur ini adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis. Sedangkan etiologi dari fraktur menurut
Price dan Wilson (2006) ada 3yaitu :
1) Cidera atau benturan
2) Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan
osteoporosis.
3) Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada
orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.
Etiologi patah tulang menurut Barbara C.Long adalah
4. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada.
a. Trauma langsung, bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian
tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan yang
mengakibatkan fraktur

4
b. Trauma tidak langsung, misalnya pasin tejatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan
tangan
c. Trauma ringan, dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri
sudah rapuh. Selain itu fraktur juga disebabkan oleh karena
metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis atau karena tarikan
spontan otot yang kuat.
5. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2005).
Kerusakan-kerusakan diatas menimbulkan beberapa manifestasi klinis
yang khas, salah satunya yaitu nyeri.Pada penderita fraktur, nyeri
merupakan masalah yang paling sering dijumpai (Murwani, 2009).Foley
dick, 2000 mengumpulkan data sebanyak 85% pasien fraktur mengelihkan
nyeri.Nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut datangnya tiba-tiba atau singkat, dapat hilang dengan

5
sendiri, dapat diprediksi, dan merupakan reaksi fisiologi akan sesuatu yang
berbahaya (Murwani, 2009). (Triono and Murinto, 2015)
4. Klasifikasi
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai komplikasi
penyembuhan tulang seperti malunion,delayed union, nonunion, ataupun
infeksi.Secara radiologis, fraktur diklasifikasikan berdasarkan lokasinya,
konfigurasinya, ekstensinya, dan menurut hubungan antara fragmen
dengan fragmen lainnya. Klasifikasi ini diperoleh berdasarkan interpretasi
gambaran radiologis tulang fraktur .(Freye and Lammers, 2019)
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
A. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) dan hubungan tulang
dengan jaringan disekitar Fraktur dapat dibagi menjadi :

Fraktur Terbuka Fraktur Tertutup

1) Fraktur tertutup (closed/sederhana), dikatakan tertutup bila tidak


terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut
juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Atau
permukaan fraktur tidak bersinggungan dengan kulit atau selaput
lendirnya. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.

6
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open/compound/majemuk), dikatakan fraktur terbuka
bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan
untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk kedalam
luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I :
 Luka <1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif
ringan
 Kontaminasi minimal.
2) Derajat II :
 Laserasi >1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/
avulsi
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang
3) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.

 Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar


atau kontaminasi masif.

 Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki


tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.

B. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur dibedakan menjadi :


1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang atau
melalui kedua korteks tulang.

7
2) Fraktur tidak komplit (inkomplit) bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Fraktur tempaan (Buckle/Torus),bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan tulang spongiosa dibawahnya. Atau suatu fraktur
yang satu korteknya terkompresi sementara korteks yang
berlawanan intak. Terjadi pada anak-anak.
c) Green stick fraktur, suatu fraktur tak sempurna yng ditimbulkan
oleh tenaga angulasi. Konteks yang berlawanan masih intak.
Terjadi pada anak-anak.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal, fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi/langsung. Atau, sumbu panjang
tulang tegak lurus degan bidan fraktur. Biasanya disebabkan karena
cedera lipat dan kecepatan rendah.
2) Fraktur Oblik, fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral, fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi dan tenaga putar yang menyebabkan tulang
patah di sepanjang gars robek.
4) Fraktur Kompresi, fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain dan berkurangnya panjang
atau lebar segmen tulang yang disebabkan impaksi dari tulang
trabekula.
5) Fraktur Avulsi, fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang. Atau, fraktur yang dihasikan
oleh tenaga traksi pada tulang melalui enthesis.
6) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.

8
7) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
D. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif, fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.

Transversal Spiral Oblik Segmental

Kominuta Greenstick Impaksi Fissura

E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser), garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

9
2) Fraktur Displaced (bergese), terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen.
F. Berdasarkan posisi fraktur, sebatang tulang terbagi menjadi 3 bagian
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
G. Fraktur Kelelahan, fraktur akibat tekanan yang berulang ulang
H. Fraktur Patologis, fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Honglund dan states mengklasifkasikan fraktur tibia berdasarkan besarnya
energi yang menyebabkan terjadinya fraktur yang dapat menentukan
prognosis:

a) Fraktur berkekuatan tinggi: Misalnya, dari kecelakaan mobil dan


tabrakan, fraktur ini bisa sembuh selama -+ 6 bulan.
b) Fraktur berkekuatan rendah: Misalnya, dari kecelakaan bermain ski,
fraktur ini bisa sembuh selama -+ 4 bulan.

I. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis


Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng
pertumbuhan, bagian ini relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat
berakibat pemisahan fisis pada anak – anak. Fraktur fisis dapat terjadi
akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi karena
kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang
paling banyak digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi
fraktur menurut Salter – Harris :

a) Tipe I : fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng


pertumbuhan, prognosis sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
b) Tipe II : fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui
tulang metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
c) Tipe III : fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan
epifisis dan kemudian secara transversal melalui sisi metafisis dari
lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup baik meskipun hanya dengan
reduksi anatomi.

10
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan
dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting
dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.

e) Tipe V : cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari


gangguan pertumbuhan lanjut adalah tinggi.

5. Tanda Dan Gejala


Fraktur dapat diketahui dari tanda dan gejala berikut ini (Marlina, 2012):
- Deformitas (perubahan bentuk dan struktur)
- Bengkak, adanya penumpukan cairan atau darah karena kerusakan
pembuluh darah
- Ekimosis (perdarahan subkutan)
- Spasme otot karena kontraksi involunter di sekitar fraktur
- Nyeri, karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi – sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
- Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, saraf
terjepit atau terputus oleh fragmen tulang
- Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot
- Pergerakan abnormal
- Krepitasi, yang dapat dirasakan atau di dengar bila fraktur digerakkan
- Hasil foto rontgen yang abnormal
Akibat terjadi patah tulang , tulang tersebut melakukan adaptasi terhadap
kondisi tersebut, diantaranya adalah mengalami proses perbaikan atau
penyembuhan tulang.

11
Tanda dan gejala fraktur tibia umumnya sebagai berikut [ CITATION Hel12 \l
1033 ]:
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Kehilangan fungsi
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas yang terlihat
ataupun teraba.
4. Pemendekkan ekstremitas karena kontraksi otot
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1 sampai 2 inci).
5. Krepitasi
Teraba adanya derikan tulang atau krepitus akibat gesekan fragmen satu
dengan yang lain.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stres, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologi dapat juga disebabkan oleh osteoporosis , osteomilitis,
dan keganasan. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. Volume darah menurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma
dan poliferasi menjadi edema local maka terjadi penumpukan cairan /
darah di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi neurovaskuler, neurovaskuler yang menyebabkan

12
nyeri gerak sehingga mobilitas terganggu disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit selain itu fraktur adalah
pergeseran pragmen tulang yang akan menimbulkan rasa nyeri. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologi yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang
telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Mediarti,
Rosnani and Seprianti, 2016)

Gambar 1.1 fraktur tibia plateau

13
7. WOC / PATHWAY
(PRE – POST OP)

Faktor yang mempengaruhi Faktor patologis


terjadinya fraktur (Osteoporosis,
(Jatuh, Hantaman, Kecelakaan) ostomilitis, dll)

Trauma tidak langsung Tulang rapuh

Tekanan pada tulang Tekanan pada tulang

Tidak mampu meredam Tidak mampu menahan


Energi yang terlalu besar berat badan

14
Kerusakan permukaan sendi lutut Gangguan stabilitas sendi

FRAKTUR

Pergeseran fragmen tulang

Merusak jaringan sekitar

Menembus kulit Pelepasan mediator Pelepasan mediator Trauma arteri

(fraktur terbuka) nyeri inflamasi /vena

Luka Ditangkap nyeri Deformitas Perdarahan

Reseptor perifer

Kerusakan Gangguan fungsi Tidak


terkontrol

Pertahanan primer Impuls ke otak


Hambatan
mobilitas fisik
Kehilangan

Kuman masuk Persepsi nyeri volume cairan

berlebihan

Risiko Nyeri akut


infeksi Risiko syok
hipovolemik
Prosedur pembedahan

Kurang terpapar Tindakan infasif Prosedur anastesi Adanya luka

Informasi mengenai Pasca operasi

Prosedur pembedahan Perdarahan Penurunan motorik

Efek anastesi

15
Ancaman kematian Tidak terkontrol Kelemahan anggota gerak

mulai menghilang

Krisisi situasional Kehilangan cairan Pelepasan

Prosedur pemindahan mediator nyeri


Ansietas Resiko syok

Risiko cedera Nyeri akut

Perawatan luka kurang

steril Kuman masuk

Resiko infeksi area


pembedahan

Sumber : Yanuar Yostan Ali Akbar, 2007

8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur dapat dilakukan dengan cara berikut
menurut (Asrizal, 2014) :
 Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
- Syok, anemia atau perdarahan
- Kerusakan pada organ – organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ – organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen
- Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
 Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda – tanda anemia karena perdarahan

16
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur terbuka dan fraktur tertutup
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi , rotasi dan kependekan
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ –
organ lain
 Palpasi
- Palpasi dilakukan secara hati – hati karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri
- Cek temperature , suhu setempat
- Nyeri tekan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan
- Krepitasi : dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati – hati
 Pergerakan (move)
Mengajak penderita untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma\
Pada penderita dengan fraktur setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakkan tidak boleh dilakukan secara kasar.

 Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan bila ada krepitasi
- Untuk mendengar bising fistula arteriovenosa
– Suara napas menurun sampai hilang pada sisi yang sakit
– Pada saat pasien dalam keadaan duduk, cairan semakin ke atas semakin
sedikit
– Lakukan auskultasi untuk menentukan bunyi jantung I dan II serta deteksi
apakah terdapat bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung
(Mutaqin, A, 2013)
1. Mengukur tanda-tanda vital pasien
2. Keadaan umum
- Kesadaran
- Penampilan dihubungkan dengan usia
- Ekspresi wajah

17
- Kebersihan secara umum
3. Head to toe
a) Kulit/integument : Inspeksi dan palpasi
b) Kepala dan rambut :Iinspeksi dan palpasi
c) Kuku :Iinspeksi dan palpasi
d) Mata / penglihatan : Inspeksi dan palpasi
e) Telinga / pendengaran : Inspeksi dan palpasi
f) Mulut dan gigi : Inspeksi dan palpasi
g) Leher : Inspeksi dan palpasi
h) Dada Thorak : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
i) Jantung : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
j) Abdomen : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
k) Perinium genetalia : Inspeksi
l) Ektremitas atas dan bawah : Inspeksi dan palpasi
 Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:

1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3 – 5 “

18
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain
itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan
sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan
yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif .

9. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang


Menurut (PERMENKES RI, 2014) pemeriksaan diagnosik meliputi :
- Foto polos
Umumnya dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi AP dan lateral, untuk
menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur.
- Pemeriksaan radiologi lainnya
Sesuai indikasi dapat dilakukan pemeriksaan berikut, antara lain :
radioisotope scanning tulang, tomografi, artrografi, CT-scan, dan MRI,
untuk memperlihatkan fraktur dan mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
- Pemeriksaan darah rutin dan golongan darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma.
- Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

19
- Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
1. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk menentukan keadaan , lokasi serta ekstensi fraktur
a. Sinar rontgen (X-ray).
Dengan foto rontgen (X-Ray) untuk mengetahui fraktur terbuka
dan tertutup dan mengetahui tulang mana yang patah serta
lokasinya.
b. CT scan
2. Pemeriksaan  Laboratorium
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross test, dan urinalisa
a. Alkalin  fosfat 
b. Kalsium serum dan fosfor serum
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat  Dehidrogenase
(LDH -5), Asparat Amino Transferase (AST)
3.  Pemeriksaan  lainnya
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas
b. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak  atau  sobek
karena trauma yang berlebihan.
e. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan  adanya infeksi.
f. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
 Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis , yaitu neuropraksia,
aksonotmesis, atau neurotmesis
 Pemeriksaan khusus
- Tomografi
- CT – Scan
- MRI
- Radioisotop scanning
10. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis

20
Tindakan medis yang dapat dilakukan terhadap pasien fraktur meliputi :
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan Rontgen
c) Pemeriksaan radiologis
d) Pemeriksaan khusus
e) Dan pemberian obat – obatan sesuai resep dokter
2. Penatalaksanaan Keperawatan
- Pertolongan Pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih
dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans. Bila terdapat perdarahan maka dapat dilakukan pertolongan
sebelumnya. 
- Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain. 

- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multibel tiba di RS dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-
obat anti nyeri. 
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen

21
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi
alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
 Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
 Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.
 Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan
tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
- Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Mempertahankan
reduksi dan imobilisasi
- Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
- Memantau status neorovaskular
- Mengontrol kecemasan dan nyeri
- Latihan isometrik dan setting otot
- Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

22
- Kembali keaktivitas secara bertahap

Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:


a) Memonitor keadaan umum pasien, memonitor suhu tubuh
pasien
b) Menjaga kebersihan saat akan memegang pasien, agar
tidak menjadi infeksi
c) Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protei
d) Mengevaluasi nyeri secara regular
e) Letakkan pasien pada posisi yang sesuai tergantung pada
kekuatan pernafasan dan jenis pembedaha.
f) Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (Wardhani
and Kentjono, 2017)
g) Tindakan Pembidaian pada area yang terjadi fraktur.
1. KOMPLIKASI
1. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut.Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.
Selain itu karena tekanan dari luar gips yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.FES terjadi karena sel-sel
lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.(Sagaran et al., 2017).Selain itu infeksi, tromboemboli (emboli
paru) yang dapat berakibat kematian dalam beberapa minggu setelah
cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).

23
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi
setahap akan mengalami proses penyembuhan tetapi ada juga yang
menderita ketidakmampuan fisik akibat komplikasi seperti :
4. Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.

5. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3–5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
6. Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6–8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).

24
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

1. Pengkajian Keperawatan
1) Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Data penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamis, pekerjaan, alamat rumah hubungan
dengan keluarga
c. Keluhan Utama
Adanya rasa nyeri pada luka fraktur
d. Riwayat kesehatan sekarang

25
Berisi tentang kapan terjadinya fraktur, penyebab terjadinya fraktur serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit keturunan atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan penyebab fraktur, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga pernah mengalami fraktur atau kelainan pada tulang atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
g. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
h. Pola fungsi kesehatan (pola fungsional Gordon), meliputi kesehatan, pola
nutrisi/metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan
istirahat, pola kognitif perseptual, pola persepsi diri/ konsep diri, pola
seksual dan reproduksi, pola hubungan.
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:
Perawat mengkaji arti penting sehat dan sakit menurut pasien, baik dari
pengetahuan tentang status kesehatannya saat ini, perlindungan
terhadap kesehatan serta perilaku pasien untuk mengatasi masalah
kesehatannya.
 Nutrisi atau metabolik:
Perawat mengkaji kebiasan jumlah makanan pasien baik dari jenis dan
jumlahnya, pola serta porsi makan pasien 24 jam terakhir, nafsu makan
pasien sebelum dan sesudah sakit.
 Pola eliminasi:
Perawat mengkaji kebiasaan pola buang air kecil dan buang air besar
pasien sebelum dan sesudah sakit, serta kemampuan perawatan diri
pasien termasuk kebersihan diri pasien
 Pola aktivitas dan latihan:
Perawat mengkaji mengenai aktivitas kehidupan sehari-sehari pasien
sebelum dan sesudah sakit.
 Pola tidur dan istirahat:

26
Perawat mengkaji kebiasaan tidur pasien sebelum dan sesudah sakit,
penggunaan alat yang sering dipakai pasien untuk mempermudah tidur,
serta gejala gangguan pola tidur pasien sebelum dan sesudah sakit.
 Pola kognitif-perseptual
Perawat mengkaji gambaran tentang indra khusus yang dimilikinya,
persepsi tentang ketidaknyamanan nyeri, tingkat pengetahuan pasien
terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol serta mengatasinya.
 Pola persepsi diri/konsep diri:
Perawat mengkaji tentang keadaan sosial pasien baik mengenai
pekerjaan, situasi keluarga serta kelompok sosial pasien.Perawat
mengkaji bagaimana pasien menggambarkan keadaan fisiknya, serta
perasaan mengenai diri sendiri.
 Pola seksual dan reproduksi:
Perawat mengkaji mengenai masalah atau perhatian seksualnya,
gambaran perilaku seksual sebelum dan sesudah sakit, pengetahuan
pasien yang berhungan dengan seksualitas dan reproduksi serta efek
terhadap kesehatannya.
 Pola peran-hubungan:
Perawat mengkaji gambaran tentang peran yang berkaitan dengan
keluarga dan teman, kepuasaan atau ketidakpuasaan menjalankan peran,
struktur dan dukungan keluarga, serta hubungan dengan orang lain.
 Pola manajemen koping stress:
Perawat mengkaji gambaran respons umum dan khusus terhadap stress,
hubungan antara manajemen stress dengan keluarga, serta tingkat stress
yang dirasakan.
 Pola keyakinan-nilai:
Perawat mengkaji tentang latar belakang budaya dan etnik pasien, arti
penting agama untuk pasien, serta dampak masalah kesehatan terhadap
spriritualitas.
2) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan umum penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher

27
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan suara napas tambahan
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, taki
kardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.

h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respons inflamasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan ekspresi wajah nyeri
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan Sindrom respons
inflamasi sistemik

28
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
6. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan sensasi
7. Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasive

3. Rencana Tindakan Keperawatan

No DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL


KEPERAWATAN
1 Resiko infeksi area setelah dilakukan tindakan O : Observasi - TTV
pembedahan keperawatan selama ..x jam Keadaan luka merupakan
berhubungan diharapkan luka area pasien acuan untuk
dengan prosedur pembedahan tetap terjaga dan - Rubor mengetahui
invasif tidak terinfeksi dengan - Kalor keadaan
kreteria hasil : - Tumor umum pasien
1. Klien bebas dari tanda dan - Dolor
gejala infeksi - Fungsio
2. Menunjukan keamampuan laesa
untuk mencegah

29
timbulnya infeksi N: Berikan - Menghindari
pasien infeksi pada
perawatan luka pasien
luka yang
bersih dan
steril - Agar pasien
merasa
E: Ajarkan nyaman dan
keluarga tidak terinfeksi
pasien cara
merawat luka
yang baik dan
benar untuk
menghindari - Agar pasien
infeksi mendapatkan
penanganan
C: obat yang
Kolaborasika tepat
n dengan
dokter dalam
pemberian
obat anti
biotic
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan O : Observasi - TTV
berhubungan keperawatan selama ..x jam tanda-tanda merupakan
dengan parameter diharapkan nyeri pasien vital klien acuan untuk
fisiologis teratasi dengan kreteria hasil : mengetahui
-Nadi
1. Integritas kulit yang baik keadaan
bisa dipertahankan Skala nyeri umum pasien
2. Melaporkan adanya -P
gangguan sensai atau -Q
nyeri pada daerah kulit -R
setelah dilakukan -S
tindakan pembedahan -T
3. Mampu melindungui kulit
dan mempertahankan luka N: Jaga - Agar luka

30
agar tidak terinfeksi kebersihan area
luka agar pembedahan
tetap bersih pasien tidak
dan kering. terinfeksi

- Untuk
E: Ajarkan mengurangi
pasien rasa nyeri
relaksasi yang
napas dalam dirasakan
untuk oleh pasien
mengurangi
rasa nyeri - Agar pasien
mendapatkan
C: penanganan
Kolaborasika obat yang
n dengan tepat
dokter dalam
pemberian
obat anti
nyeri

3 Hambatan mobilitas setelah dilakukan tindakan O : Observasi - TTV


fisik berhubungan keperawatan selama ..x jam TTV dan merupakan
dengan penurunan diharapkan pasien mampu keadaan luka acuan untuk
kekuatan otot melakukan aktivitas pasien mengetahui
dengan kreteria hasil : keadaan
3. Pasien mampu melakukan umum pasien
aktivitas sesuai dengan
kemampuannya N: Berikan - Menghindari
4. Pasien dapat pasien kekakuan pada
mempertahankan pergerakan luka
mobilitas pada tingkat ROM untuk
paling tinggi mencegah
kekakuan

31
pada luka - Agar pasien
tidak
E: Ajarkan mengalami
keluarga kekakuan
pasien cara sendi
memberikan
perubaha
posisi yang
tepat pada
pasien - Agar pasien
mendapatkan
C: penanganan
Kolaborasika obat yang
n dengan tepat
dokter dalam
pemberian
vitamin

DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/document/265692489/Makalah-Fraktur (Diakses, Rabu 16


Oktober 2019. Pukul 19:30 WITA)
https://id.scribd.com/doc/119615453/askep-fraktur (Diakses Rabu 16 Oktober
2019. Pukul 18:00 WITA)

https://id.scribd.com/doc/280345669/fraktur-tibia-plateu-docx (Diakses, Senin


14 Oktober 2019, Pukul 17:05 WITA )

https://id.scribd.com/doc/312847265/Askep-Fraktur-Terbuka (Diakses,Senin
14 Oktober 2019. Pukul 18:00 WITA )

https://id.scribd.com/doc/86545197/makalah-askep-fraktur (Diakses,Senin 14
Oktober 2019. Pukul 20:20 WITA )

https://id.scribd.com/document/354011907/LP-Fraktur-Tibia-Plateau-Maria-
Gorety-Bahi (Diakses,Senin 14 Oktober 2019. Pukul 20:30 )

32
https://id.scribd.com/document/356561748/LP-Fraktur-Tibia-Plateu (Diakses,
14 Oktober 2019. Pukul 21:44 )

Freye, K. and Lammers, W. (2019) ‘Fraktur’, in Radiologisches Wörterbuch.


doi: 10.1515/9783110860481-111.

Marlina (2012) ‘MOBILISASI PADA PASIEN FRAKTUR MELALUI


PENDEKATAN KONSEPTUAL MODEL DOROTHEA E . OREM
Mobilisation Patient Fraktur with Concepts Models Dorothea E . Orem’, Idea
Nursing Journal. doi: 2087-2879.

Mediarti, D., Rosnani, R. and Seprianti, S. M. (2016) ‘Pengaruh Pemberian


Kompres Dingin Terhadap Nyeri pada Pasien Fraktur Ekstremitas Tertutup di
IGD RSMH Palembang Tahun 2012’, Jurnal Kedokteran dan Kesehatan.

Sagaran et al. (2017) ‘Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit
Wardhani, L. K. and Kentjono, W. A. (2017) ‘Aliran Limafatik Daerah Kepala
dan Leher Serta Aspek Klinisnya’, pp. 33–51.

33

Anda mungkin juga menyukai