Oleh :
Luh Suciani
( 17089014083 )
1
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR
2
berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Price dan Wilson, 2006).
2. Epidemiologi
Di Indonesia angka kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup
timggi ,berdasarkan data dari departemen kesehatan RI tahun 2013
didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dan jenis
fraktur yang berbeda dan penyebab berbeda.dari hasil survey tim depkes
RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian ,45%
mengalami cacat fisik, 15% mengalami stress spikiologis seperti cemas
atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan dengan baik
(Depkes RI 2013) sedangkan menurut WHO tahun 2013 menyebutkan
bahwa kecelakaan lalulintas mencapai 120.2226 kali atau 72% dalam
setahun.
Penyebab/Faktor Predisposisi :
1. Fraktur karena trauma (jatuh kecelakaan dan sebagainya)
2. Fraktur karena adanya tumor yang mengurangi densitas tulang
3. Fraktur karena beban yang berlebih seperti berlatih ekstra.
4.Fraktur patologis terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakityang menyebabkan kelemahan pada tulang ( infeksi,
tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau akibat
trauma ringan
5. Fraktur stress terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-ulang
pada daerah tulang yang menopang berat badan. Fraktur stress jarang
sekali ditemukan pada anggota gerak bagian atas.
3. Etiologi
Menurut Sachdeva (2010), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
1. Cedera traumatic
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga
tulang patah secara spontan
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari
benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
3
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
2. Fraktur patologik (Kelemahan abnormal pada tulang)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal jika tulang itu
lemah (misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh
(misalnya pada penyakit paget). Dalam hal ini kerusakan tulang akibat
proses penyakit, dimana dengan trauma minor atau tanpa trauma
mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Fraktur Patologis
Fraktur ini adalah suatu fraktur yang secara primer terjadi karena adanya
proses pelemahan tulang akibat suatu proses penyakit atau kanker yang
bermetastase atau osteoporosis. Sedangkan etiologi dari fraktur menurut
Price dan Wilson (2006) ada 3yaitu :
1) Cidera atau benturan
2) Fraktur patologik Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah
tulang yang telah menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan
osteoporosis.
3) Fraktur beban Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada
orang- orang yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka,
seperti baru di terima dalam angkatan bersenjata atau orang- orang
yang baru mulai latihan lari.
Etiologi patah tulang menurut Barbara C.Long adalah
4. Fraktur akibat peristiwa trauma
Jika kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat terjadi patah pada
tempat yang terkena, hal ini juga mengakibatkan kerusakan pada
jaringan lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai
tulang maka dapat terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena dan kerusakan jaringan lunak ditempat fraktur mungkin
tidak ada.
a. Trauma langsung, bila fraktur terjadi ditempat dimana bagian
tersebut terdapat ruda paksa, misalnya : benturan atau pukulan yang
mengakibatkan fraktur
4
b. Trauma tidak langsung, misalnya pasin tejatuh dengan lengan
dalam keadaan ekstensi, dapat terjadi fraktur pada pergelangan
tangan
c. Trauma ringan, dapat menyebabkan fraktur bila tulang itu sendiri
sudah rapuh. Selain itu fraktur juga disebabkan oleh karena
metastase dari tumor, infeksi, osteoporosis atau karena tarikan
spontan otot yang kuat.
5. Fraktur akibat kecelakaan atau tekanan
Tulang jika bisa mengalami otot-otot yang berada disekitar tulang
tersebut tidak mampu mengabsobsi energi atau kekuatan yang
menimpanya.
Menurut Carpenito (2000) adapun penyebab fraktur antara lain :
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat
berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, 2005).
Kerusakan-kerusakan diatas menimbulkan beberapa manifestasi klinis
yang khas, salah satunya yaitu nyeri.Pada penderita fraktur, nyeri
merupakan masalah yang paling sering dijumpai (Murwani, 2009).Foley
dick, 2000 mengumpulkan data sebanyak 85% pasien fraktur mengelihkan
nyeri.Nyeri dapat dibedakan menjadi dua, yakni nyeri akut dan nyeri
kronis. Nyeri akut datangnya tiba-tiba atau singkat, dapat hilang dengan
5
sendiri, dapat diprediksi, dan merupakan reaksi fisiologi akan sesuatu yang
berbahaya (Murwani, 2009). (Triono and Murinto, 2015)
4. Klasifikasi
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai komplikasi
penyembuhan tulang seperti malunion,delayed union, nonunion, ataupun
infeksi.Secara radiologis, fraktur diklasifikasikan berdasarkan lokasinya,
konfigurasinya, ekstensinya, dan menurut hubungan antara fragmen
dengan fragmen lainnya. Klasifikasi ini diperoleh berdasarkan interpretasi
gambaran radiologis tulang fraktur .(Freye and Lammers, 2019)
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan
jaringan disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
A. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan) dan hubungan tulang
dengan jaringan disekitar Fraktur dapat dibagi menjadi :
6
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open/compound/majemuk), dikatakan fraktur terbuka
bila tulang yang patah menembus otot dan kulit yang memungkinkan
untuk terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk kedalam
luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka :
1) Derajat I :
Luka <1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif
ringan
Kontaminasi minimal.
2) Derajat II :
Laserasi >1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/
avulsi
Fraktur kominutif sedang
Kontaminasi sedang
3) Derajat III :
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur
terbuka derajat III terbagi atas:
Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa
melihat besarnya ukuran luka.
7
2) Fraktur tidak komplit (inkomplit) bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Fraktur tempaan (Buckle/Torus),bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan tulang spongiosa dibawahnya. Atau suatu fraktur
yang satu korteknya terkompresi sementara korteks yang
berlawanan intak. Terjadi pada anak-anak.
c) Green stick fraktur, suatu fraktur tak sempurna yng ditimbulkan
oleh tenaga angulasi. Konteks yang berlawanan masih intak.
Terjadi pada anak-anak.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma
1) Fraktur Transversal, fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi/langsung. Atau, sumbu panjang
tulang tegak lurus degan bidan fraktur. Biasanya disebabkan karena
cedera lipat dan kecepatan rendah.
2) Fraktur Oblik, fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur Spiral, fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi dan tenaga putar yang menyebabkan tulang
patah di sepanjang gars robek.
4) Fraktur Kompresi, fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain dan berkurangnya panjang
atau lebar segmen tulang yang disebabkan impaksi dari tulang
trabekula.
5) Fraktur Avulsi, fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang. Atau, fraktur yang dihasikan
oleh tenaga traksi pada tulang melalui enthesis.
6) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang
ketiga yang berada diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
8
7) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang
berarti, fragmen biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan
reduksi.
D. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur Komunitif, fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple, fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
9
2) Fraktur Displaced (bergese), terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen.
F. Berdasarkan posisi fraktur, sebatang tulang terbagi menjadi 3 bagian
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
G. Fraktur Kelelahan, fraktur akibat tekanan yang berulang ulang
H. Fraktur Patologis, fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Honglund dan states mengklasifkasikan fraktur tibia berdasarkan besarnya
energi yang menyebabkan terjadinya fraktur yang dapat menentukan
prognosis:
10
d) Tipe IV : fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan
dan terjadi melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting
dan mempunyai resiko gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
11
Tanda dan gejala fraktur tibia umumnya sebagai berikut [ CITATION Hel12 \l
1033 ]:
1. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasi.Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Kehilangan fungsi
Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya otot.
3. Deformitas
Pergeseran fragmen pada fraktur menyebabkan deformitas yang terlihat
ataupun teraba.
4. Pemendekkan ekstremitas karena kontraksi otot
Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang
melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1 sampai 2 inci).
5. Krepitasi
Teraba adanya derikan tulang atau krepitus akibat gesekan fragmen satu
dengan yang lain.
6. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stres, gangguan fisik, gangguan
metabolic, patologi dapat juga disebabkan oleh osteoporosis , osteomilitis,
dan keganasan. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. Volume darah menurun maka
terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma
dan poliferasi menjadi edema local maka terjadi penumpukan cairan /
darah di dalam tubuh.
Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai
tulang dan dapat terjadi neurovaskuler, neurovaskuler yang menyebabkan
12
nyeri gerak sehingga mobilitas terganggu disamping itu fraktur terbuka
dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit selain itu fraktur adalah
pergeseran pragmen tulang yang akan menimbulkan rasa nyeri. Fraktur
adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologi yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan
dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang
telah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Mediarti,
Rosnani and Seprianti, 2016)
13
7. WOC / PATHWAY
(PRE – POST OP)
14
Kerusakan permukaan sendi lutut Gangguan stabilitas sendi
FRAKTUR
Reseptor perifer
berlebihan
Efek anastesi
15
Ancaman kematian Tidak terkontrol Kelemahan anggota gerak
mulai menghilang
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien fraktur dapat dilakukan dengan cara berikut
menurut (Asrizal, 2014) :
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
- Syok, anemia atau perdarahan
- Kerusakan pada organ – organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ – organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen
- Fraktur predisposisi, misalnya pada fraktur patologis
Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering atau basah
- Adanya tanda – tanda anemia karena perdarahan
16
- Apakah terdapat luka pada kulit dan jaringan lunak untuk
membedakan fraktur terbuka dan fraktur tertutup
- Perhatikan adanya deformitas berupa angulasi , rotasi dan kependekan
- Perhatikan kondisi mental penderita
- Lakukan survey pada seluruh tubuh apakah ada trauma pada organ –
organ lain
Palpasi
- Palpasi dilakukan secara hati – hati karena penderita biasanya
mengeluh sangat nyeri
- Cek temperature , suhu setempat
- Nyeri tekan yang disebabkan oleh kerusakan jaringan
- Krepitasi : dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan
secara hati – hati
Pergerakan (move)
Mengajak penderita untuk menggerakan secara aktif dan pasif sendi
proksimal dan distal dari daerah yang mengalami trauma\
Pada penderita dengan fraktur setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakkan tidak boleh dilakukan secara kasar.
Auskultasi
- Jarang dilakukan
- Dilakukan bila ada krepitasi
- Untuk mendengar bising fistula arteriovenosa
Suara napas menurun sampai hilang pada sisi yang sakit
Pada saat pasien dalam keadaan duduk, cairan semakin ke atas semakin
sedikit
Lakukan auskultasi untuk menentukan bunyi jantung I dan II serta deteksi
apakah terdapat bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung
(Mutaqin, A, 2013)
1. Mengukur tanda-tanda vital pasien
2. Keadaan umum
- Kesadaran
- Penampilan dihubungkan dengan usia
- Ekspresi wajah
17
- Kebersihan secara umum
3. Head to toe
a) Kulit/integument : Inspeksi dan palpasi
b) Kepala dan rambut :Iinspeksi dan palpasi
c) Kuku :Iinspeksi dan palpasi
d) Mata / penglihatan : Inspeksi dan palpasi
e) Telinga / pendengaran : Inspeksi dan palpasi
f) Mulut dan gigi : Inspeksi dan palpasi
g) Leher : Inspeksi dan palpasi
h) Dada Thorak : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
i) Jantung : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
j) Abdomen : Inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi
k) Perinium genetalia : Inspeksi
l) Ektremitas atas dan bawah : Inspeksi dan palpasi
Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem
muskuloskeletal adalah:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
(b) Cape au lait spot (birth mark).
(c) Fistulae.
(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Yang perlu dicatat adalah:
(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3 – 5 “
18
(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain
itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
3. Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah
terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini
perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan
sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari
titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini
menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan
yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif .
19
- Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah.
1. Pemeriksaan radiologi
Diperlukan untuk menentukan keadaan , lokasi serta ekstensi fraktur
a. Sinar rontgen (X-ray).
Dengan foto rontgen (X-Ray) untuk mengetahui fraktur terbuka
dan tertutup dan mengetahui tulang mana yang patah serta
lokasinya.
b. CT scan
2. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah,
cross test, dan urinalisa
a. Alkalin fosfat
b. Kalsium serum dan fosfor serum
c. Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat Dehidrogenase
(LDH -5), Asparat Amino Transferase (AST)
3. Pemeriksaan lainnya
a. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas
b. Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
c. Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
d. Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek
karena trauma yang berlebihan.
e. Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi.
f. MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis berupa pemeriksaan saraf secara sensoris dan
motoris serta gradasi kelelahan neurologis , yaitu neuropraksia,
aksonotmesis, atau neurotmesis
Pemeriksaan khusus
- Tomografi
- CT – Scan
- MRI
- Radioisotop scanning
10. Penatalaksanaan
1. Penatalaksaan Medis
20
Tindakan medis yang dapat dilakukan terhadap pasien fraktur meliputi :
a) Pemeriksaan laboratorium
b) Pemeriksaan Rontgen
c) Pemeriksaan radiologis
d) Pemeriksaan khusus
e) Dan pemberian obat – obatan sesuai resep dokter
2. Penatalaksanaan Keperawatan
- Pertolongan Pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih
dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita
merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut dengan
ambulans. Bila terdapat perdarahan maka dapat dilakukan pertolongan
sebelumnya.
- Penilaian Klinis
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh
darah/saraf ataukah ada trauma alat-alat dalam yang lain.
- Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan fraktur multibel tiba di RS dengan syok,
sehingga diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya
sendiri berupa pemberian transfusi darah dan cairan lainnya serta obat-
obat anti nyeri.
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan.
1. Rekognisi (Pengenalan)
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur
tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
2. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
21
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi
terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi
alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku,
atau batangan logam untuk mempertahankan fragmen tulang dalam
posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
3. Retensi (Imobilisasi fraktur)
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna
(OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin, dan
tehnik gips atau fiksator ekterna. Implan logam dapat digunakan untuk
fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan pembedahan.
4. Rehabilitasi (Mempertahankan dan mengembalikan fungsi)
- Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri. Mempertahankan
reduksi dan imobilisasi
- Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan
- Memantau status neorovaskular
- Mengontrol kecemasan dan nyeri
- Latihan isometrik dan setting otot
- Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
22
- Kembali keaktivitas secara bertahap
23
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi
setahap akan mengalami proses penyembuhan tetapi ada juga yang
menderita ketidakmampuan fisik akibat komplikasi seperti :
4. Mal union
Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi terdapat
deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan.
5. Delayed union
Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3–5 bulan (tiga bulan
untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah).
6. Non union
Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6–8 bulan dan tidak
didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu).
24
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
1. Pengkajian Keperawatan
1) Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
b. Data penanggung jawab
Meliputi nama, umur, jenis kelamis, pekerjaan, alamat rumah hubungan
dengan keluarga
c. Keluhan Utama
Adanya rasa nyeri pada luka fraktur
d. Riwayat kesehatan sekarang
25
Berisi tentang kapan terjadinya fraktur, penyebab terjadinya fraktur serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
e. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit keturunan atau penyakit – penyakit lain yang
ada kaitannya dengan penyebab fraktur, tindakan medis yang pernah di
dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga pernah mengalami fraktur atau kelainan pada tulang atau
penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
g. Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
h. Pola fungsi kesehatan (pola fungsional Gordon), meliputi kesehatan, pola
nutrisi/metabolik, pola eliminasi, pola aktivitas dan latihan, pola tidur dan
istirahat, pola kognitif perseptual, pola persepsi diri/ konsep diri, pola
seksual dan reproduksi, pola hubungan.
Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan:
Perawat mengkaji arti penting sehat dan sakit menurut pasien, baik dari
pengetahuan tentang status kesehatannya saat ini, perlindungan
terhadap kesehatan serta perilaku pasien untuk mengatasi masalah
kesehatannya.
Nutrisi atau metabolik:
Perawat mengkaji kebiasan jumlah makanan pasien baik dari jenis dan
jumlahnya, pola serta porsi makan pasien 24 jam terakhir, nafsu makan
pasien sebelum dan sesudah sakit.
Pola eliminasi:
Perawat mengkaji kebiasaan pola buang air kecil dan buang air besar
pasien sebelum dan sesudah sakit, serta kemampuan perawatan diri
pasien termasuk kebersihan diri pasien
Pola aktivitas dan latihan:
Perawat mengkaji mengenai aktivitas kehidupan sehari-sehari pasien
sebelum dan sesudah sakit.
Pola tidur dan istirahat:
26
Perawat mengkaji kebiasaan tidur pasien sebelum dan sesudah sakit,
penggunaan alat yang sering dipakai pasien untuk mempermudah tidur,
serta gejala gangguan pola tidur pasien sebelum dan sesudah sakit.
Pola kognitif-perseptual
Perawat mengkaji gambaran tentang indra khusus yang dimilikinya,
persepsi tentang ketidaknyamanan nyeri, tingkat pengetahuan pasien
terhadap nyeri dan pengetahuan untuk mengontrol serta mengatasinya.
Pola persepsi diri/konsep diri:
Perawat mengkaji tentang keadaan sosial pasien baik mengenai
pekerjaan, situasi keluarga serta kelompok sosial pasien.Perawat
mengkaji bagaimana pasien menggambarkan keadaan fisiknya, serta
perasaan mengenai diri sendiri.
Pola seksual dan reproduksi:
Perawat mengkaji mengenai masalah atau perhatian seksualnya,
gambaran perilaku seksual sebelum dan sesudah sakit, pengetahuan
pasien yang berhungan dengan seksualitas dan reproduksi serta efek
terhadap kesehatannya.
Pola peran-hubungan:
Perawat mengkaji gambaran tentang peran yang berkaitan dengan
keluarga dan teman, kepuasaan atau ketidakpuasaan menjalankan peran,
struktur dan dukungan keluarga, serta hubungan dengan orang lain.
Pola manajemen koping stress:
Perawat mengkaji gambaran respons umum dan khusus terhadap stress,
hubungan antara manajemen stress dengan keluarga, serta tingkat stress
yang dirasakan.
Pola keyakinan-nilai:
Perawat mengkaji tentang latar belakang budaya dan etnik pasien, arti
penting agama untuk pasien, serta dampak masalah kesehatan terhadap
spriritualitas.
2) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan umum penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda – tanda vital.
b. Kepala dan leher
27
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
c. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada dan suara napas tambahan
e. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, taki
kardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
h. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat
lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
28
5. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian
6. Risiko cedera berhubungan dengan gangguan sensasi
7. Risiko infeksi area pembedahan berhubungan dengan prosedur invasive
29
timbulnya infeksi N: Berikan - Menghindari
pasien infeksi pada
perawatan luka pasien
luka yang
bersih dan
steril - Agar pasien
merasa
E: Ajarkan nyaman dan
keluarga tidak terinfeksi
pasien cara
merawat luka
yang baik dan
benar untuk
menghindari - Agar pasien
infeksi mendapatkan
penanganan
C: obat yang
Kolaborasika tepat
n dengan
dokter dalam
pemberian
obat anti
biotic
2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan O : Observasi - TTV
berhubungan keperawatan selama ..x jam tanda-tanda merupakan
dengan parameter diharapkan nyeri pasien vital klien acuan untuk
fisiologis teratasi dengan kreteria hasil : mengetahui
-Nadi
1. Integritas kulit yang baik keadaan
bisa dipertahankan Skala nyeri umum pasien
2. Melaporkan adanya -P
gangguan sensai atau -Q
nyeri pada daerah kulit -R
setelah dilakukan -S
tindakan pembedahan -T
3. Mampu melindungui kulit
dan mempertahankan luka N: Jaga - Agar luka
30
agar tidak terinfeksi kebersihan area
luka agar pembedahan
tetap bersih pasien tidak
dan kering. terinfeksi
- Untuk
E: Ajarkan mengurangi
pasien rasa nyeri
relaksasi yang
napas dalam dirasakan
untuk oleh pasien
mengurangi
rasa nyeri - Agar pasien
mendapatkan
C: penanganan
Kolaborasika obat yang
n dengan tepat
dokter dalam
pemberian
obat anti
nyeri
31
pada luka - Agar pasien
tidak
E: Ajarkan mengalami
keluarga kekakuan
pasien cara sendi
memberikan
perubaha
posisi yang
tepat pada
pasien - Agar pasien
mendapatkan
C: penanganan
Kolaborasika obat yang
n dengan tepat
dokter dalam
pemberian
vitamin
DAFTAR PUSTAKA
https://id.scribd.com/doc/312847265/Askep-Fraktur-Terbuka (Diakses,Senin
14 Oktober 2019. Pukul 18:00 WITA )
https://id.scribd.com/doc/86545197/makalah-askep-fraktur (Diakses,Senin 14
Oktober 2019. Pukul 20:20 WITA )
https://id.scribd.com/document/354011907/LP-Fraktur-Tibia-Plateau-Maria-
Gorety-Bahi (Diakses,Senin 14 Oktober 2019. Pukul 20:30 )
32
https://id.scribd.com/document/356561748/LP-Fraktur-Tibia-Plateu (Diakses,
14 Oktober 2019. Pukul 21:44 )
Sagaran et al. (2017) ‘Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah Sakit
Wardhani, L. K. and Kentjono, W. A. (2017) ‘Aliran Limafatik Daerah Kepala
dan Leher Serta Aspek Klinisnya’, pp. 33–51.
33