Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan, seperti
tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Karena manusia
diciptakan oleh Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini kemudian meninggal
tanpa pertanggung jawab, tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk
beribadah.

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56). “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al-Bayyinah ayat 5). Karena Allah Maha
Mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, taqwa,
diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diwajibkan beribadah, agar manusia itu
mencapai taqwa.

Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu Abidin, membagi persoalan ibadah pada
lima kitab, yakni : Sholat, Zakat, Shiyam, Hajji, dan Jihad. Umumnya Ulama
memasukan soal Thaharah pada pembahasan ibadah. Prof.Hashbi dalam Pengantar
Fiqh mengemukakan bahwa yang wajar, pembahasan ibadah itu meliputi : Thaharah,
Shalat, Jinayah, Shiyam, Zakat, Zakat Fitrah, Hajji, Jihad, Nazar, Qurban, Dzabihah,
Shaid, Aqiqah, makanan dan minuman.[1]

Pada isi pembahasan ibadah menurut Prof.Hashbi disebutkan yang pertama


adalah pembahasan mengenai thaharah. Thaharah bagi umat muslim adalah hal yang
sangat mendasar dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi pada kenyataannya masih
banyak umat muslim yang masih minim pengetahuannya tentang thaharah. Untuk itu,

1
makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran dalam mempelajari thaharah yang
sesuai dengan kaidah-kaidah islamiah.

B. Rumusan Masalah

1.      Apa yang dimaksud dengan Thaharah?


2.      Apa yang dimaksud dengan Wudlu, Mandi dan Tayamum?
3.      Bagaimana tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum?

C. Tujuan Rumusan Masalah

1.      Untuk mengetahui pengertian Thaharah.


2.      Mengetahui pengertian Wudlu, Mandi dan Tayamum.
3.      Menjelaskan tata cara Wudlu, Mandi dan Tayamum.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Thaharah

Ath-Thaharah, menurut bahasa, artinya kebersihan atau bersih dari berbagai


kotoran, baik yang bersifat hissiyah (nyata), seperti najis berupa air seni dan yang
selainnya, maupun yang bersifat maknawiyah, seperti aib dan perbuatan maksiat. At-
Tathirbermakna tanzhif (membersihkan), yaitu pembersihan pada tempat yang
terkotori.[2]

Menurut pengertian syari’at (terminologi), thaharah berarti tindakan


menghilangkan hadats dengan air atau debu yang bisa menyucikan. Juga berarti
upaya meglenyapkan najis dan kotoran. Berarti, thaharah menghilangkan sesuatu
yang ada di tubuh yang menjadi penghalang bagi pelaksanaan shalat dan ibadah
semisalnya.[3]

Ulama Fiqh menyatakan bahwa thaharah adalah membersihkan diri dari


segala hal baik hadas maupun najis yang menghalangi seseorang untuk melakukan
sholat, dengan menggunakan air atau tanah. Menurut Al-Hanafiah thaharah adalah
bersih dari hadas dan najis. Pengertian thaharah pun dikemukakan oleh Al-Malikiyah
yakni suatu sifat yang menurut pandangan syara membolehkan orang yang
mempunyai sifat itu mengerjakan sholat dengan pakaian yang dikenakananya di
tempat yang ia gunakan untuk mengerjakan sholat, sedangkan menurut Asy-Syafi’iah
adalah suatu perbuatan yang membolehkan seseorang mengerjakan sholat seperti
whudu, mandi dan menghilangkan najis serta hilangnya hadast, najis atau semisalnya
seperti tayamum dan mandi sunah.

3
B. Pengertian Wudlu

Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan


hadas kecil. Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak
sah sholatnya jika dia melakukan tanpa berwudlu.[4]Sementara menurut istilah fiqih,
para ulama mazhab mendefinisikan wudhu menjadi beberapa pengertian. Mazhab Al-
Hanafiah mendeskripsikan Wudlu adalah membasuh dan menyapu dengan air pada
anggota badan tertentu. Al-Malikiah mendeskripsikan Wudlu adalah thaharah dengan
menggunakan air yang mencakup anggota badan tertentu, yaitu empat anggota badan,
dengan tata cara tertentu.[5] Sedangkan Asy-Syafi’iyah mendeskripsikan Wudhu’
adalah penggunaan air pada anggotabadan tertentu dimulai dengan niat.[6] Serta
Hambaliyah mendeskripsikan Wudhu adalah penggunaan air yang suci pada keempat
anggota tubuh yaitu wajah, kedua tangan,kepala dan kedua kaki, dengan tata cara
tertentu seusai dengan syariah, yang dilakukan secara berurutan dengan sisa furudh.
[7]

C. Pengertian Mandi

Mandi merupakan aktivitas mengalirkan air pada seluruh anggota tubuh


dengan niat tertentu.[8] Menurut arti syara’ mandi adalah sampainya air yang suci
keseluruh badan dengan cara tertentu.Sedangkan menurut ulama’ bermadzhab
Sayafi’i mendefisikan mandi yaitu mengalirkan air keseluruh badan disertai dengan
niat. Adapun ulama’ bermadzhab Maliki juga membuat suatu pengertian mandi yakni
sampainya air keseluruh badan disertai dengan proses menggosok dengan niat
diperbolehkannya untuk melakukan sholat. Adapun tujuan dari mandi itu sendiri yaitu
selain kita melaksanakan suatu ‘ibadah yang berupa bersuci dari hadats besar, tapi
kita juga membersihkan tubuh kita dari segala kotoran dan itu sangat dianjurkan oleh
nabi seperti dalam hadist yang artinya “Kesucian adalah sebagian dari iman”.

4
D. Pengertian Tayamum

Tayamum secara harfiah memiliki arti menyengaja. Sedangkan menurut


syara, tayamum adalah menempelkan debu yang suci pada wajah dan tangan sebagai
pengganti wudlu, mandi, atau membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat tertentu.
[9]Di dalam Kamus Istilah Fiqh pula mendefinisikan tayammum yaitu menyapukan
debu atau tanah ke wajah dan kedua tangan hingga kedua siku dengan beberapa
syarat, yang berfungsi sebagai pengganti wudlu atau mandi sebagai rukhsah
(kemudahan) bagi mereka yang berhalangan atau tidak dapat menggunakan air.[10]

5
BAB III
ANALISIS

A. Thaharah

Thaharah atau bersuci, dalam hukum islam soal bersuci dan segala seluk-
beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara
syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat
diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari
najis.Bersuci hukumnya wajib, berdasar firman Allah swt dan sunnah Nabi SAW.
Adapun firman Allah swt dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222 yang artinya “
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” Dan Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Bersuci adalah
separuh dari Iman.”Thaharah menurut bahasa artinya bersih dan suci. Menurut istilah
(ahli fikih) berarti membersihkan diri dari hadas atau najis, seperti mandi, berwudlu
atau tayamum. Thaharah sendiri secara harfiah juga memiliki arti sisa air yang telah
digunakan (musta’mal) karena berfungsi sebagai pembersih untuk bersuci.
[11] Banyak para ahli atau ulama mendefinisikan thaharah, namun dapat disimpulkan
bahwa Thaharah adalah tindakan membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan
najis.

Air yang dapat digunakan untuk bersuci secara sah atau benar dikategorikan
ke dalam 7 macam, antara lain:
 Air hujan
 Air laut atau air asin
 Air sungai
 Air sumur
 Air sumber
 Air es atau salju
 Air embun

6
Ketujuh air tersebut terbagi menjadi dua golongan, yaitu air yang turun dari
langit dan air sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi menjadi empat macam,
yakni air mutlak, air suci yang menyucikan, air suci yang tidak bisa digunakan untuk
bersuci, dan air najis (mutanajjis).[12]

Air Mutlak adalah air yang keberadaannya suci dan dapat dipakai untuk
bersuci, serta dapat menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain air mutlak adalah
air yang menyucikan dan tidak makruh untuk bersuci. Air mutlak ini bisa untuk
menghilangkan hadas dan najis. Contoh air mutlak adalah air hujan, air salju dan air
es, air laut, dan air zamzam.

Air suci yang menyucikan. Jika digunakan untuk menyucikan badan


hukumnya bisa berubah menjadi makruh. Namun jika digunakan untuk menyucikan
pakaian, hukumnya tidak makruh. Air ini adalah air musyammas, yaitu air yang panas
akibat terkena sinar matahari. Hukum makruh ini menggunakan dasar bahwa air ini
berbahaya untuk kesehatan manusia. Namun, menurut Imam Nawawi menjelaskan
bahwa air panas yang akibat terkena sinar matahari, hukumnya mutlak dan tidak
makruh, kecuali air itu dalam keadaan terlalu panas atau terlalu dingin.

Air suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, disebut air musta’mal. Air
musta’mal adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan
untuk wudlu dan mandi. Apabila air itu tidak bertambah jumlahnya setelah
digunakan, air itu tetap suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci.

Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya najis dan jelas tidak bisa
digunakan untuk bersuci. Air yang sedikit atau banyak yang terkena najis sehingga
berubah warna dan baunya. Kalau air itu sedikit, menjadi najis sebab bercampur
dengan najis, baik berubah atau tidak. Tetapi kalau air itu banyak, menjadi najis
sebab bercampur dengan najis sampai berubah rasa atau baunya. Yang dimaksud air

7
yang sedikit ialah air yang kurang dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah
sampai dua kulah. Ukuran dua kulah kurang lebih 200 liter.[13]

B. Wudlu

Wudlu, menurut bahasa berarti baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudlu
ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan
membasuh kaki yang sidahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib.[14]Wudlu
merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah
shalatnya jika dia melakukan tanpa berwudlu.[15] Syarat sah wudlu ada 5 perkara,
yaitu islam,tamyiz[16], airnya suci, tidak ada halangan bathin (seperti akal tidak
sehat), tidak ada halangan dari agama (seperti sedang haid, nifas, dan lain-lain.
Fardhu wudhu meliputi enam perkara, yakni :

1. Niat didalam hati, yang dilakukan diawal membasuh muka, bukan sebelum
membasuh muka. Ketika membasuh muka, dalam hati niatkan berwudlu untuk
menghilangkan hadas kecil, sehingga wudlunya menjadi benar atau sah.
Apabila dalam berwudlu tidak disertai niat, wudlu itu menjadi tidak sah.
2. Membasuh seluruh bagian muka secara merata. Batas bagian muka dimulai
dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dagu bagian bawah dan antara
telinga kanan dan telinga kiri. Hal ini berarti pada janggut yang tertutup oleh
jenggot tipis yang terlihat yang nyata kulitnya oleh orang yang diajak bicara,
maka wajib dibasuh pada bagian kulitnya, yakni tempat tumbuhnya jenggot
tersebut. Wajib membasuh satu kali dan sunnah membasuh kebanyak tiga
kali.
3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku serta wajib membasuh apa saja
yang ada pada tangan seperti bulu-bulu, lipatan-lipatan, dan kotoran yang
mencegah masuknya atau meresapnya air, termasuk kotoran yang ada pada
kuku.

8
4. Mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air. Sedang dalam mengusap
kepala dapat difahami tidak seluruh kepala, tetapi dengan mengusap
sebagiannya cukup. Atau cukup mengusap sebagian rambut sebatas kepala.
Namun dalam hal ini banyak hadist yang berbeda memberikan pengertian
dalam menyapu kepala, ada yang berpendapat hanya sebagian dan ada pula
yang menyatakan seluruh bagian kepala. Seperti Hadist yang ditakhrijkan
(berasal dari kata takhrij[17]) oleh Imam Bukhari dan muslim dan Al-
Mughirah bin Syu’bah yang bertentangan dengan Hadist yang diriwayatkan
oleh Al-Jam’ah dari Abdullah bin Zaid.
5. Membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki, berdasar firman Allah swt
yang artinya “Dan (basuhlah) kakimu beserta kedua mata kaki.”. Bagi umat
yang memakai muzah (sepatu) maka wajib membasuh kedua muzah dan
membasuh kedua kaki. Membasuh kedua kaki ini juga termasuk membasuh
bulu bulu, jari-jari dan lipatannya, seperti ketentuan pada membasuh tangan
diatas.
6. Tertib atau berurutan sesuai urutan ketentuan rukun atau fardhunya wudlu
yang telah ditetapkan. Apabila seseorang lupa bahwa wudhunya tadi tertib
atau tidak, maka wudlunya harus di ulang. Demikian juga ketika seseorang
sakit dan diwudlukan oleh empat saudaranya secara bersamaan, masing-
masing membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan kaki. Maka yang
dianggap sah dalam ketentuan tertib berwudlu adalah yang membasuh muka.

Wudlu juga memiliki sunnah dalam menjalankannya, diantaranya adalah :


a. Membaca Basmallah ketika mulai berwudlu.
b. Mencuci kedua telapak tangan sampai pergelangan terlebih dahulu sebelum
memasukkan kedua tangan kedalam air dua kulah yang akan dipergunakan untuk
berwudlu.
c. Berkumur, setelah mencuci kedua telapak tangan.

9
d. Memasukan air ke hidung, juga beralasan pada amal Rasulullah SAW yang
diriwayatkan Bukhari dan muslim.
e. Mengusap seluruh bagian kepala dengan air. Untuk yang berkerudung atau
memakai surban cukup diusap sebagian tanpa membukanya.
f. Mengusap dua telinga, yaitu daun telinga bagian luar dan dalam dengan air yang
baru diambil, bukan dengan air bekas basuhan muka atau kepala. Caranya adalah
dengan memasukan jari telunjuk ka bagian dalam telinga. Kedua jari ini
dijalankan untuk membersihkan telinga bagian dalam dan bagian luar. Yang
terakhir, kedua telapak tangan digosok-gosokkan ke telinga sampai terasa bersih.
g. Mengusap air ke sela-sela jenggot dengan jari diletakkan ke sela-sela jenggot. Hal
ini ditujukan untuk lebih memudahkan kulit tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh
air ketika membasuh seluruh muka.
h. Mengusap sela-sela jari dan membasahinya.
i. Mendahulukan bagian yang kanan dan mengakhirkan bagian yang kiri.
j. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibersihkan dan diusap.
k. Bersambung antara membasuh anggota yang satu dan anggota yang berikutnya,
dalam artian tidak berhenti antara keduanya.
l. Menjaga agar percikan air itu jangan kembali ke badan.
m. Menggosok anggota wudlu agar menjadi lebih bersih.
n. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudlu.
o. Berdoa sesudah selesai wudlu.
p. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudlu.

Selain sunnah dalam menjalankan wudlu, apa pula hal-hal yang dapat
merusak wudlu atau disebut juga hal-hal yang menyebabkan hadas kecil. Diantaranya
adalah lima perkara sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu yang keluar dari jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur)
orang yang memiliki wudlu, yang berbentuk nyata, baik air maupun feses atau
yang menyerupainya seperti darah dan batu, atau hewan kecil dan air mani.

10
2. Tidur, Kecuali tidur itu dalam keadaan duduk di tanah atau lantai yang apabila ia
terbangun masih dalam posisi yang tetap.
3. Hilangnya ingatan akibat mabuk, gila, kambuhnya ayan, pingsan dan lain-lain.
4. Seorang pria yang menyentuh wanita yang bukan mahramnyawalaupun yang
dipegangnya itu adalah mayat.
5. Memegang farji atau alat vital dengan telapak tangan, baik pria maupun wanita.

C. Mandi

Mandi berarti mengguyur air ke seluruh badan. Berdasarkan firman Allah


dalam Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya : “Dan jika kamu junub maka mandilah”.
Pengertian lain mengenai mandi adalah aktivitas mengalirkan air pada seluruh tubuh
dengan niat tertentu.[18]  Adapun sebab-sebab yang mewajibkan mandi, yakni :

1. Bersetubuh, berdasar Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Apabila kamu sekalian
dalam keadaan junub maka mandilah.” Dalam hal ini, baik keluar mani atau tidak
tetap diwajibkan mandi.(Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim).
2. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam). Yakni keluarnya sperma
dari penis (laki-laki) atau vagina (bagi perempuan), baik disertai kenikmatan yang
nyata maupun yang tidak nyata, misalnya orang mimpi basah yang mendapati
kemaluannya basah namun tidak merasakan syahwat. Kewajiban ini berdasarkan
hadits narasi Abu Sa’id[19], ia berkata : Rasulullah bersabda , yang
artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib) karena keluarnya air (sperma)”.
3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang bulan atau melahirkan anak,
apabila telah berhenti tidak lagi mengeluarkan darah, maka ia wajib mandi.
Adapun kewajiban mandi bagi wanita yang selesai nifas didasarkan pada ijma’
sahabat bahwa nifas sama dengan haid.
4. Persalinan Tanpa Pendarahan. Kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki,
mazhab Syafi’I menyatakan kewajiban mandi atas perempuan yang melahirkan,

11
meskipun ia tidak melihat adanya bercak darah. Hal ini demi sikap kehati-hatian,
karena tidak mungkin perempuan melahirkan tanpa disertai bercak darah.
Sedangkan Imam Abu Yusuf, Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab
Hanafi), dan ulama-ulama mazhab Hanbali berpendapat bahwa tidak dijumpai
bercak darah maka tidak wajib mandi, sebab dalam hal ini tidak ada nash maupun
yang semakna dengan nash yang menyatakan kewajiban demikian.
5. Meninggal Dunia. Para ulama sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah bagi
orang-orang yang hidup untuk memandikan mayat muslim yang yang tidak
dilarang untuk dimandikan.
6. Masuk islam. Jika orang kafir masuk islam maka ia wajib mandi , sebab ketika
beberapa orang sahabat masuk islam , mereka disuruh Nabi mandi. Menurut
hadis,”Dari Qais bin Asim. Ketika ia masuk islam , Rasulullah SAW
menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara.”

Hal-hal yang diharamkan bagi orang junub


Orang yang sedang dalam keadaan junub tidak diperbolehkan dan diharamkan
melakukan hal-hal sebagai berikut:

1.   Shalat
2.   Thawaf
3.   Menyentuh dan membawa mushaf (Al-Qur’an)
4.   Membaca Al-Qur’an
5.   Berdiam diri dimasjid

Mandi-mandi sunnah
Mandi sunnah adalah kannya , dan jika meninggalkan maka ia tidak terkena
celaan atau hukuman. mandi yang dilakukan orang mukallaf maka ia mendapatkan
pujian atas tindakan. Adapun yang termasuk mandi sunnah adalah sebagai berikut:

12
1. Mandi hari jum’at. Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud
akan mengerjakan shalat jum’at, agar bau yang kurang enak tidak mengganggu
orang disekitar tempat duduknya.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia
keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah
5. Mandi sehabis memandikan mayat.Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Yang
artinya : “Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang
siapa yang membawa mayat, hendaklah ia berwudhu.” (riwayat Tirmidzi dan
dikatakan Hadits Hasan).
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika beberapa orang
sahabat masuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk mandi.

Fardu (rukun) Mandi


1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas
junubnya, perempuan yang baru selesai haid atau nifas hendaklah berniat
menghilangkan hadas kotorannya.
2. Mengalirkan air ke seluruh badan.
3. Bagi orang yang bernajis pada bagian tubuhnya, maka wajib menghilangkan
najisnya terlebih dahulu, baru kemudian berniat mandi untuk menghilangkan
hadas.
4. Membasahi seluruh rambut dan kulit diseluruh tubuh dengan air.

Sunah-sunah Mandi
1. Membaca basmallah pada permulaan mandi.
2. Berwudhu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. Berurutan.

13
D. Tayamum

Apabila seseorang junub atau seseorang akan mengerjakan sembahyang,


orang tadi tidak mendapatkan air untuk mandi atau untuk wudlu, maka sebagai ganti
untuk menghilangkan hadast besar atau kecil tadi dengan melakukan tayamum.

Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad artinya menuju. Secara harfiah
memiliki arti menyengaja, sedangkan menurut syara, tayamum adalah menempelkan
debu yang suci pada wajah dan tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau
membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat tertentu.

Sebab / Alasan Melakukan Tayamum adalah :


 Dalam perjalanan jauh
 Jumlah air tidak mencukupi karena jumlahnya sedikit
 Telah berusaha mencari air tapi tidak diketemukan
 Air yang ada suhu atau kondisinya mengundang kemudharatan.
 Air yang ada hanya untuk minum.
 Air berada di tempat yang jauh yang dapat membuat telat shalat
 Pada sumber air yang ada memiliki bahaya
 Sakit dan tidak boleh terkena air

Adapun Syarat Sah Tayamum adalah sebagai berikut :


 Telah masuk waktu sholat.
 Memakai tanah berdebu yang bersih dari najis dan kotoran.
 Memenuhi alasan atau sebab melakukan tayamum.
 Sudah berupaya / berusaha mencari air namun tidak ketemu
 Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan.
 Menghilangkan najis yang yang melekat pada tubuh

14
Selain Syarat sah Tayamum, ada pula Sunah etika melaksanakan Tayamum :
 Membaca basmalah
 Menghadap ke arah kiblat
 Membaca doa ketika selesai tayamum
 Mendahulukan kanan dari pada kiri
 Meniup debu yang ada di telapak tangan
 Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku

Rukun Tayamum, meliputi :


 Niat Tayamum
 Menyapu muka dengan debu atau tanah.
 Menyapu kedua tangan dengan debu atau tanah hingga ke siku.

Hal-hal yang membatalkan tayamum, antara lain :


1. Segala sesuatu yang membatalkan wudlu, berlaku pula pada tayamum.
2. Melihat air. Bagi orang yang bertayamum karena kesulitan mendapatkan air lalu
melihat air sebelum masuk waktu sholat maka tayamumnya batal. Apabila seorang
yang bermukim bertayamum dan sedang sholat, dan dia melihat air, sholat itu
harus diulang. Namun, bila orang itu adalah musafir, sholatnya tidak harus
diulang. Apabila seorang bertayamum  karena sakit kemudian ia melihat air,
tayamumnya tidak batal dan tetap sah sholatnya.[20]
3. Murtad, artinya terputus Islamnya.
4. Bagi orang yang sakit, jika tangannya diperban maka cukup perbannya saja yang
diusap debu. Setiap bertayamum hanya berlaku satu kali sholat fardhu, atau satu
kali tawaf.

15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pengertian Thaharah adalah tindakan membersihkan atau menyucikan diri


dari hadast dan najis. Thaharah atau Bersuci beberapa macam-macamnya adalah
wudlu, mandi, dan tayamum.Wudlu merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci
untuk menghilangkan hadas kecil. Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang artinya
seseorang dinilai tidak sah shalatnya jika dia melakukan tanpa berwudlu. Yang
didalamnya ada ketentuan atau syarat-syarat serta rukun dan hal-hal yang merusak
wudlu.

Mandi adalah aktivitas mengalirkan air pada seluruh tubuh dengan niat


tertentu. Sedangkan tayamum adalah mengusapkan tanah ke muka dan kedua tangan
sampai siku dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudlu atau mandi,
sebagai rukhsah(keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena
beberapa halangan (uzur), yaitu Uzur karena sakit, karena dalam perjalanan dan
karena tidak ada air.

B. Saran
1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari thaharah atau
bersuci yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudlu, mandi dan
tayamum, untuk itu aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya
menyempurnakan ibadah kita terhadap Allah swt.
2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun mengenal
beberapa mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab
Syafi’I dan Mazhab Hanbali. Hal ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam
mazhabnya termasuk perbedaan dalam fiqh ibadah, namun semua itu kembali
pada diri setiap individu umat muslim mana yang dipilihnya, karena setiap

16
mazhab sama-sama bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula
dengan Ijma’ dan Qiyas.

17
DAFTAR PUSTAKA

[1] Djamal Murni, Ilmu Fiqh, Jakarta, 1983, hlm.9.


[2] Allubab Syarh al-Kitab (1/10); dan ad-Dur al-Mukhtar (1/79)
[3] kitab al-Mughni (II/12) karya Ibnu Qudamah dan kitab Taudhiihul Ahkam min
Buluughil Maraam karya Abdullah al-Basam (I/87)
[4] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 7.
[5] Al-Ikhtiar jilid 1 halaman 7.
[6] Asy-Syarhushshaghir wal hasyiatu alaihi jilid 1 halaman 104.
[7] Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 47.
[8] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 13.
[9] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 18.
[10] M. Abd. Mujieb, Mabruri Tholhah, Syafi'iyah Am. 1997: 382-383
[11] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 2.
[12] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 3.
[13] Abdul Fatah Idris, abu ahmadi, Fikih Islam Lengkap,Jakarta, Rineka Cipta,
hlm.4.
[14] Ilmu Fiqh, Pembina Perguruan Tinggi Agama Islam, 1982, hlm. 40.
[15] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 7.
[16] Bisa membedakan atau sudah berakal.
[17] kata takhrij berasal dari kata kharaja-yukhariju-takhrijan yang artinya
menampakkan, mengeluarkan, menerbitkan, menyebutkan, dan menumbuhkan.
Maksudnya, menampakkan sesuatu yang tidak atau sesuatu yang masih tersembunyi.

18
Penampakan dan pengeluaran di sini tidak mesti berbentuk fisik, tetapi mencakup
nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna
kata istikhraj yang berarti mengeluarkan hukum dari nash al-Qur’an dan hadits.
[18] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 13.
[19] HR. Imam Muslim, dalam shahih Muslim, Kitab Al-Haidh, dalam bab Bayan
Anna Al-Ghusla Yajibu bi Al-Jima’
[20] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 20.

19

Anda mungkin juga menyukai