PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna dan dimuliakan, seperti
tertera dalam surat At-Tien ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” Karena manusia
diciptakan oleh Allah bukan sekedar untuk hidup didunia ini kemudian meninggal
tanpa pertanggung jawab, tetapi manusia diciptakan oleh Allah hidup didunia untuk
beribadah.
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembahKu” (Q.S Adz-Dzaariyaat ayat 56). “Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus” (Q.S Al-Bayyinah ayat 5). Karena Allah Maha
Mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, taqwa,
diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diwajibkan beribadah, agar manusia itu
mencapai taqwa.
Isi pembahasan ibadah menurut Ibnu Abidin, membagi persoalan ibadah pada
lima kitab, yakni : Sholat, Zakat, Shiyam, Hajji, dan Jihad. Umumnya Ulama
memasukan soal Thaharah pada pembahasan ibadah. Prof.Hashbi dalam Pengantar
Fiqh mengemukakan bahwa yang wajar, pembahasan ibadah itu meliputi : Thaharah,
Shalat, Jinayah, Shiyam, Zakat, Zakat Fitrah, Hajji, Jihad, Nazar, Qurban, Dzabihah,
Shaid, Aqiqah, makanan dan minuman.[1]
1
makalah ini dapat dijadikan media pembelajaran dalam mempelajari thaharah yang
sesuai dengan kaidah-kaidah islamiah.
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
3
B. Pengertian Wudlu
C. Pengertian Mandi
4
D. Pengertian Tayamum
5
BAB III
ANALISIS
A. Thaharah
Thaharah atau bersuci, dalam hukum islam soal bersuci dan segala seluk-
beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan yang penting, terutama karena diantara
syarat-syarat shalat telah ditetapkan bahwa seseorang yang akan mengerjakan sholat
diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian, dan tempatnya dari
najis.Bersuci hukumnya wajib, berdasar firman Allah swt dan sunnah Nabi SAW.
Adapun firman Allah swt dalam Q.S Al-Baqarah ayat 222 yang artinya “
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” Dan Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Bersuci adalah
separuh dari Iman.”Thaharah menurut bahasa artinya bersih dan suci. Menurut istilah
(ahli fikih) berarti membersihkan diri dari hadas atau najis, seperti mandi, berwudlu
atau tayamum. Thaharah sendiri secara harfiah juga memiliki arti sisa air yang telah
digunakan (musta’mal) karena berfungsi sebagai pembersih untuk bersuci.
[11] Banyak para ahli atau ulama mendefinisikan thaharah, namun dapat disimpulkan
bahwa Thaharah adalah tindakan membersihkan atau menyucikan diri dari hadast dan
najis.
Air yang dapat digunakan untuk bersuci secara sah atau benar dikategorikan
ke dalam 7 macam, antara lain:
Air hujan
Air laut atau air asin
Air sungai
Air sumur
Air sumber
Air es atau salju
Air embun
6
Ketujuh air tersebut terbagi menjadi dua golongan, yaitu air yang turun dari
langit dan air sumber yang keluar dari bumi. Air dapat dibagi menjadi empat macam,
yakni air mutlak, air suci yang menyucikan, air suci yang tidak bisa digunakan untuk
bersuci, dan air najis (mutanajjis).[12]
Air Mutlak adalah air yang keberadaannya suci dan dapat dipakai untuk
bersuci, serta dapat menyucikan benda lain. Atau dengan kata lain air mutlak adalah
air yang menyucikan dan tidak makruh untuk bersuci. Air mutlak ini bisa untuk
menghilangkan hadas dan najis. Contoh air mutlak adalah air hujan, air salju dan air
es, air laut, dan air zamzam.
Air suci yang tidak bisa digunakan untuk bersuci, disebut air musta’mal. Air
musta’mal adalah air sisa yang mengenai badan manusia karena telah digunakan
untuk wudlu dan mandi. Apabila air itu tidak bertambah jumlahnya setelah
digunakan, air itu tetap suci namun tidak bisa digunakan untuk bersuci.
Air najis (mutanajjis) adalah air yang hukumnya najis dan jelas tidak bisa
digunakan untuk bersuci. Air yang sedikit atau banyak yang terkena najis sehingga
berubah warna dan baunya. Kalau air itu sedikit, menjadi najis sebab bercampur
dengan najis, baik berubah atau tidak. Tetapi kalau air itu banyak, menjadi najis
sebab bercampur dengan najis sampai berubah rasa atau baunya. Yang dimaksud air
7
yang sedikit ialah air yang kurang dari dua kulah, dan air banyak adalah kalau sudah
sampai dua kulah. Ukuran dua kulah kurang lebih 200 liter.[13]
B. Wudlu
Wudlu, menurut bahasa berarti baik dan bersih. Menurut istilah syara’, wudlu
ialah membasuh muka, dan kedua tangan sampai siku, mengusap sebagian kepala dan
membasuh kaki yang sidahului dengan niat dan dilakukan dengan tertib.[14]Wudlu
merupakan sebuah rangkaian ibadah bersuci untuk menghilangkan hadas kecil.
Wudlu merupakan syarat sah sholat, yang artinya seseorang dinilai tidak sah
shalatnya jika dia melakukan tanpa berwudlu.[15] Syarat sah wudlu ada 5 perkara,
yaitu islam,tamyiz[16], airnya suci, tidak ada halangan bathin (seperti akal tidak
sehat), tidak ada halangan dari agama (seperti sedang haid, nifas, dan lain-lain.
Fardhu wudhu meliputi enam perkara, yakni :
1. Niat didalam hati, yang dilakukan diawal membasuh muka, bukan sebelum
membasuh muka. Ketika membasuh muka, dalam hati niatkan berwudlu untuk
menghilangkan hadas kecil, sehingga wudlunya menjadi benar atau sah.
Apabila dalam berwudlu tidak disertai niat, wudlu itu menjadi tidak sah.
2. Membasuh seluruh bagian muka secara merata. Batas bagian muka dimulai
dari tempat tumbuhnya rambut kepala sampai dagu bagian bawah dan antara
telinga kanan dan telinga kiri. Hal ini berarti pada janggut yang tertutup oleh
jenggot tipis yang terlihat yang nyata kulitnya oleh orang yang diajak bicara,
maka wajib dibasuh pada bagian kulitnya, yakni tempat tumbuhnya jenggot
tersebut. Wajib membasuh satu kali dan sunnah membasuh kebanyak tiga
kali.
3. Membasuh kedua tangan sampai dengan siku serta wajib membasuh apa saja
yang ada pada tangan seperti bulu-bulu, lipatan-lipatan, dan kotoran yang
mencegah masuknya atau meresapnya air, termasuk kotoran yang ada pada
kuku.
8
4. Mengusap kepala dengan tangan yang dibasahi air. Sedang dalam mengusap
kepala dapat difahami tidak seluruh kepala, tetapi dengan mengusap
sebagiannya cukup. Atau cukup mengusap sebagian rambut sebatas kepala.
Namun dalam hal ini banyak hadist yang berbeda memberikan pengertian
dalam menyapu kepala, ada yang berpendapat hanya sebagian dan ada pula
yang menyatakan seluruh bagian kepala. Seperti Hadist yang ditakhrijkan
(berasal dari kata takhrij[17]) oleh Imam Bukhari dan muslim dan Al-
Mughirah bin Syu’bah yang bertentangan dengan Hadist yang diriwayatkan
oleh Al-Jam’ah dari Abdullah bin Zaid.
5. Membasuh kedua kaki sampai dengan mata kaki, berdasar firman Allah swt
yang artinya “Dan (basuhlah) kakimu beserta kedua mata kaki.”. Bagi umat
yang memakai muzah (sepatu) maka wajib membasuh kedua muzah dan
membasuh kedua kaki. Membasuh kedua kaki ini juga termasuk membasuh
bulu bulu, jari-jari dan lipatannya, seperti ketentuan pada membasuh tangan
diatas.
6. Tertib atau berurutan sesuai urutan ketentuan rukun atau fardhunya wudlu
yang telah ditetapkan. Apabila seseorang lupa bahwa wudhunya tadi tertib
atau tidak, maka wudlunya harus di ulang. Demikian juga ketika seseorang
sakit dan diwudlukan oleh empat saudaranya secara bersamaan, masing-
masing membasuh muka, tangan, sebagian kepala, dan kaki. Maka yang
dianggap sah dalam ketentuan tertib berwudlu adalah yang membasuh muka.
9
d. Memasukan air ke hidung, juga beralasan pada amal Rasulullah SAW yang
diriwayatkan Bukhari dan muslim.
e. Mengusap seluruh bagian kepala dengan air. Untuk yang berkerudung atau
memakai surban cukup diusap sebagian tanpa membukanya.
f. Mengusap dua telinga, yaitu daun telinga bagian luar dan dalam dengan air yang
baru diambil, bukan dengan air bekas basuhan muka atau kepala. Caranya adalah
dengan memasukan jari telunjuk ka bagian dalam telinga. Kedua jari ini
dijalankan untuk membersihkan telinga bagian dalam dan bagian luar. Yang
terakhir, kedua telapak tangan digosok-gosokkan ke telinga sampai terasa bersih.
g. Mengusap air ke sela-sela jenggot dengan jari diletakkan ke sela-sela jenggot. Hal
ini ditujukan untuk lebih memudahkan kulit tempat tumbuh jenggot terbasuh oleh
air ketika membasuh seluruh muka.
h. Mengusap sela-sela jari dan membasahinya.
i. Mendahulukan bagian yang kanan dan mengakhirkan bagian yang kiri.
j. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibersihkan dan diusap.
k. Bersambung antara membasuh anggota yang satu dan anggota yang berikutnya,
dalam artian tidak berhenti antara keduanya.
l. Menjaga agar percikan air itu jangan kembali ke badan.
m. Menggosok anggota wudlu agar menjadi lebih bersih.
n. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudlu.
o. Berdoa sesudah selesai wudlu.
p. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudlu.
Selain sunnah dalam menjalankan wudlu, apa pula hal-hal yang dapat
merusak wudlu atau disebut juga hal-hal yang menyebabkan hadas kecil. Diantaranya
adalah lima perkara sebagai berikut :
1. Adanya sesuatu yang keluar dari jalan depan (qubul) atau jalan belakang (dubur)
orang yang memiliki wudlu, yang berbentuk nyata, baik air maupun feses atau
yang menyerupainya seperti darah dan batu, atau hewan kecil dan air mani.
10
2. Tidur, Kecuali tidur itu dalam keadaan duduk di tanah atau lantai yang apabila ia
terbangun masih dalam posisi yang tetap.
3. Hilangnya ingatan akibat mabuk, gila, kambuhnya ayan, pingsan dan lain-lain.
4. Seorang pria yang menyentuh wanita yang bukan mahramnyawalaupun yang
dipegangnya itu adalah mayat.
5. Memegang farji atau alat vital dengan telapak tangan, baik pria maupun wanita.
C. Mandi
1. Bersetubuh, berdasar Q.S Al-Maidah ayat 6 yang artinya “Apabila kamu sekalian
dalam keadaan junub maka mandilah.” Dalam hal ini, baik keluar mani atau tidak
tetap diwajibkan mandi.(Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim).
2. Mengeluarkan mani dalam mimpi bersetubuh (ihtilam). Yakni keluarnya sperma
dari penis (laki-laki) atau vagina (bagi perempuan), baik disertai kenikmatan yang
nyata maupun yang tidak nyata, misalnya orang mimpi basah yang mendapati
kemaluannya basah namun tidak merasakan syahwat. Kewajiban ini berdasarkan
hadits narasi Abu Sa’id[19], ia berkata : Rasulullah bersabda , yang
artinya:”Sesungguhnya air (mandi wajib) karena keluarnya air (sperma)”.
3. Selesainya haid dan nifas. Wanita yang datang bulan atau melahirkan anak,
apabila telah berhenti tidak lagi mengeluarkan darah, maka ia wajib mandi.
Adapun kewajiban mandi bagi wanita yang selesai nifas didasarkan pada ijma’
sahabat bahwa nifas sama dengan haid.
4. Persalinan Tanpa Pendarahan. Kalangan ulama mazhab Hanafi, mazhab Maliki,
mazhab Syafi’I menyatakan kewajiban mandi atas perempuan yang melahirkan,
11
meskipun ia tidak melihat adanya bercak darah. Hal ini demi sikap kehati-hatian,
karena tidak mungkin perempuan melahirkan tanpa disertai bercak darah.
Sedangkan Imam Abu Yusuf, Muhammad Asy-Syaibani (keduanya dari mazhab
Hanafi), dan ulama-ulama mazhab Hanbali berpendapat bahwa tidak dijumpai
bercak darah maka tidak wajib mandi, sebab dalam hal ini tidak ada nash maupun
yang semakna dengan nash yang menyatakan kewajiban demikian.
5. Meninggal Dunia. Para ulama sepakat bahwa hukumnya fardhu kifayah bagi
orang-orang yang hidup untuk memandikan mayat muslim yang yang tidak
dilarang untuk dimandikan.
6. Masuk islam. Jika orang kafir masuk islam maka ia wajib mandi , sebab ketika
beberapa orang sahabat masuk islam , mereka disuruh Nabi mandi. Menurut
hadis,”Dari Qais bin Asim. Ketika ia masuk islam , Rasulullah SAW
menyuruhnya mandi dengan air dan daun bidara.”
1. Shalat
2. Thawaf
3. Menyentuh dan membawa mushaf (Al-Qur’an)
4. Membaca Al-Qur’an
5. Berdiam diri dimasjid
Mandi-mandi sunnah
Mandi sunnah adalah kannya , dan jika meninggalkan maka ia tidak terkena
celaan atau hukuman. mandi yang dilakukan orang mukallaf maka ia mendapatkan
pujian atas tindakan. Adapun yang termasuk mandi sunnah adalah sebagai berikut:
12
1. Mandi hari jum’at. Mandi hari jum’at disunatkan bagi orang yang bermaksud
akan mengerjakan shalat jum’at, agar bau yang kurang enak tidak mengganggu
orang disekitar tempat duduknya.
2. Mandi Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Kurban
3. Mandi orang gila apabila ia sembuh dari gilanya, karena ada kemungkinan ia
keluar mani.
4. Mandi tatkala hendak ihram haji atau umrah
5. Mandi sehabis memandikan mayat.Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. Yang
artinya : “Barang siapa memandikan mayat, hendaklah ia mandi, dan barang
siapa yang membawa mayat, hendaklah ia berwudhu.” (riwayat Tirmidzi dan
dikatakan Hadits Hasan).
6. Mandi seorang kafir setelah memeluk agama Islam, sebab ketika beberapa orang
sahabat masuk islam, Nabi menyuruh mereka untuk mandi.
Sunah-sunah Mandi
1. Membaca basmallah pada permulaan mandi.
2. Berwudhu sebelum mandi.
3. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4. Mendahulukan yang kanan daripada yang kiri.
5. Berurutan.
13
D. Tayamum
Tayamum menurut bahasa sama dengan Qasad artinya menuju. Secara harfiah
memiliki arti menyengaja, sedangkan menurut syara, tayamum adalah menempelkan
debu yang suci pada wajah dan tangan sebagai pengganti wudlu, mandi, atau
membasuh anggota tubuh dengan syarat-syarat tertentu.
14
Selain Syarat sah Tayamum, ada pula Sunah etika melaksanakan Tayamum :
Membaca basmalah
Menghadap ke arah kiblat
Membaca doa ketika selesai tayamum
Mendahulukan kanan dari pada kiri
Meniup debu yang ada di telapak tangan
Menggodok sela jari setelah menyapu tangan hingga siku
15
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Dalam kehidupan sehari-hari tentu umat muslim tidak terlepas dari thaharah atau
bersuci yang didalamnya terdapat macam-macamnya seperti wudlu, mandi dan
tayamum, untuk itu aplikasikan ilmu sesuai dengan syariat islam, dan tentunya
menyempurnakan ibadah kita terhadap Allah swt.
2. Dalam kehidupan tidaklah semuanya sefaham, dalam ilmu fiqh pun mengenal
beberapa mazhab yang terkenal seperti Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab
Syafi’I dan Mazhab Hanbali. Hal ini menyebabkan beberapa perbedaan didalam
mazhabnya termasuk perbedaan dalam fiqh ibadah, namun semua itu kembali
pada diri setiap individu umat muslim mana yang dipilihnya, karena setiap
16
mazhab sama-sama bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist, dan dibantu pula
dengan Ijma’ dan Qiyas.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Penampakan dan pengeluaran di sini tidak mesti berbentuk fisik, tetapi mencakup
nonfisik yang hanya memerlukan tenaga dan pikiran seperti makna
kata istikhraj yang berarti mengeluarkan hukum dari nash al-Qur’an dan hadits.
[18] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 13.
[19] HR. Imam Muslim, dalam shahih Muslim, Kitab Al-Haidh, dalam bab Bayan
Anna Al-Ghusla Yajibu bi Al-Jima’
[20] Yahya Marjuqi, Panduan Fiqih Imam Syafi’i Ringkasan Kitab Fathul Qarib Al-
Mujib, Jakarta, Al-Maghfirah, 2012, hlm. 20.
19