Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan


piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh
bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga
terjadi.

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi


otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur. Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan
meningen dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan
dapat disebabkan oleh sejumlah agen yang berbeda.

Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang


dapat disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena
bakteri dapat masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus
disebabkan karena gigitan serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian
masuk ke susunan saraf pusat melalui peredaran darah. Pemberian imunisasi
juga berpotensi mengakibatkan encephalitis seperti pada imunisasi polio.
Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria fowleri, acantamuba
culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan
intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat
mengalirnya CSS

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu Meningitis beserta Askep pada Meningitis ?
2. Apa itu Encepalitis beserta Askep Encepalitis ?
3. Apa itu Hidrocepalus beserta Askep Hidrocepalus ?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui Meningitis beserta Askep pada Meningitis.
2. Untuk mengetahui Encepalitis beserta Askep Encepalitis.
3. Untuk mengetahui Hidrocepalus beserta Askep Hidrocepalus.

2
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Meningitis pada Anak


A. Pengertian Meningitis
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid
dan piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa
juga terjadi. (Donna D.,1999).
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi
otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok,
Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus)
(Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai
piamater,araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medulla spinalis yang superficial.(neorologi kapita selekta,1996).

3
B. Klasifikasi Meningitis
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang
terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis purulenta
Adalah radang selaput otak ( aracnoid dan piamater ) yang
menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan
non virus. Penyakit ini lebih sering didapatkan pada anak daripada orang
dewasa.
Meningitis purulenta pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit
lain. Kuman secara hematogen sampai keselaput otak; misalnya pada penyakit
penyakit faringotonsilitis, pneumonia, bronchopneumonia, endokarditis dan lain
lain. Dapat pula sebagai perluasan perkontinuitatum dari peradangan organ /
jaringan didekat selaput otak, misalnya abses otak, otitis media, mastoiditis dan
lain lain. Penyebab meningitis purulenta adalah sejenis kuman pneomococcus,
hemofilus influenza, stafhylococcus, streptococcus, E.coli, meningococcus, dan
salmonella.
Komplikasi pada meningitis purulenta dapat terjadi sebagai akibat
pengobatan yang tidak sempurna / pengobatan yang terlambat . pada permulaan
gejala meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus
menerus, mual dan muntah, hilangnya napsu makan, kelemahan umum dan rasa
nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12 (dua belas ) sampai 24 (dua pulu
empat ) jam timbul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada

4
kuduk dan tanda tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan
brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam , tanda tanda selaput otak akan
menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan,
penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukan perubahan mental
seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan yang berat dapat
terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.

2. Meningitis serosa ( tuberculosa )


Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak
dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat komplikasi penyebab
tuberculosis primer, biasanya dari paru paru. Meningitis bukan terjadi karena
terinpeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya
skunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.
Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau
pengobata yang terlambat. Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase,
paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan , reabsorbsi
berkurang atau produksi berlebihan dari likour serebrospinal. Anak juga bias
menjadi tuli atau buta dan kadang kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulainya pelan. Terdapat panas yang
tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat
badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti
halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda tanda rangsangan selaput
otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemipareses dan
kerusakan saraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII,N VIII sampai akhirnya
kesadaran menurun.

5
C. Etiologi Meningitis
Meningitis yang disebabkan oleh virus umumnya tidak berbahaya,
akan pulih tanpa pengobatan dan perawatan yang spesifik. Namun Meningitis
disebabkan oleh bakteri bisa mengakibatkan kondisi serius, misalnya
kerusakan otak, hilangnya pendengaran, kurangnya kemampuan belajar,
bahkan bisa menyebabkan kematian. Dikarenakan infeksi bakteri adalah yang
paling serius dan dapat mengancam jiwa, identifikasi sumber infeksi adalah
bagian penting dari perencanaan pengobatan. Sedangkan Meningitis
disebabkan oleh jamur sangat jarang, jenis ini umumnya diderita orang yang
mengalami kerusakan immun (daya tahan tubuh) seperti pada penderita AIDS.

1. Bacterial meningitis (meningitis karena bakteri)


Acute bacterial meningitis biasanya terjadi ketika bakteri masuk ke
dalam aliran darah dan berpindah ke otak dan tulang belakang. Tetapi juga
dapat terjadi ketika bakteri secara langsung menyerang membran, akibat dari
infeksi telinga atau sinus atau kerusakan tengkorak.
Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan acute bacterial meningitis
secara umum antara lain:
a. Streptococcus pneumonia (pneumococcus). Bakteri ini paling umum
menyebabkan meningitis pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Jenis
bakteri ini juga yang bisa menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan
rongga hidung (sinus).
b. Neisseria meningitis (meningococcus). Bakteri ini merupakan penyebab
kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae. Meningitis ini
umumnya terjadi ketika bakteri dari infeksi saluran pernapasan atas
masuk ke dalam peredaran darah. Infeksi ini sangat menular.
c. Haemophilus influenzae (haemophilus). Sebelum tahun 1990an, bakteri
haemophilus influenzae tipe b (Hib) menjadi penyebab utama meningitis
akibat bakteri pada anak-anak. Pemberian vaksin Hib telah membuktikan
terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan

6
bakteri jenis ini. Meningitis jenis ini terjadi cenderung berasal dari infeksi
saluran pernapasan atas, infeksi telinga atau sinusitis.
d. Listeria monocytogenes (listeria). Bakteri ini dapat ditemukan hampir di
manapun diantaranya tanah, debu atau makanan yang terkontaminasi.
Banyak hewan liar dan ternak juga membawa bakteri ini.
Klien yang mempunyai kondisi seperti : otitis media, pneumonia,
sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan
terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga
menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan
gangguan sistem imun, seperti : AIDS dan defisiensi imunologi baik yang
congenital ataupun yang didapat.
Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan
berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan
limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk
diruangan subarachnoid ini akan terkumpul didalam cairan otak sehingga dapat
menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan
cairan ini akan menyebabkan peningkatan intra cranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

2. Viral meningitis (meningitis akibat virus)


Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Viral
meningitis biasanya ringan dan sering hilang dengan sendirinya dalam dua
minggu. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan
oleh virus, seperti : campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus
herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami
nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter
yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.
Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan otak. Mekanisme

7
atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis
sel yang terlibat.

3. Chronic meningitis
Bentuk meningitis kronis terjadi ketika organisme menyerang membran
dan cairan disekitar otak. Meskipun meningitis akut menyerang secara tiba-tiba,
meningitis kronis berkembang dalam dua minggu atau lebih. Tanda dan gejala
meningitis kronis serupa dengan meningitis akut. Meningitis jenis ini langka.

4. Fungal meningitis (meningitis akibat jamur)


Meningitis jenis ini relatif tidak biasa dan menyebabkan meningitis
kronis. Dapat menyerupai acute bacterial meningitis. Cryptococcal meningitis
adalah bentuk umum dari infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat
pada mereka yang mengalami penurunan sistem imun, seperti AIDS. Dapat
mengancam jiwa jika tidak segera diobati. Gejala klinisnya bervariasi
tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon
inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya
sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.

5. Penyebab lain meningitis :


Meningitis juga dapat disebabkan oleh noninfeksi, seperti alergi obat,
beberapa jenis kanker dan peradangan seperti lupus.
Selain itu ada pula factor – factor yang meningkatkan resiko meningitis,
antara lain :
a. Faktor risiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko meningitis, antara
lain:
1) Usia. Banyak kasus meningitis terjadi pada usia dibawah 5 tahun.

8
2) Berada pada lingkungan sosial dimana kontak sosial banyak
berlangsung sehingga mempermudah penyebaran faktor penyebab
meningitis, contohnya sekolah, kamp militer, kampus, dsb
3) Kehamilan. Jika anda sedang hamil maka anda mengalami peningkatan
listeriosis yaitu infeksi yang disebabkan oleh bakteri listeria, yang juga
menyebabkan meningitis. Jika anda memiliki listeriosis, janin dalam
kandungan anda juga memiliki risiko yang sama.
4) Bekerja dengan hewan ternak dimana dapat meningkatkan risiko listeria,
yang juga dapat menyebabkan meningitis.
5) Memiliki sistem imun yang lemah.
b. Faktor predisposisi : jenis kelamin laki - laki lebih sering dibandingkan
dengan wanita
c. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
d. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
e. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.

D. Manifestasi Klinis
1. Pada meningitis purulenta ditemukan tanda dan gejala :
a. Gejala infeksi akut atau sub akut yang ditandai dengan keadaan lesu,
mudah terkena rangsang, demam, muntah penurunan nafsu makan, nyeri
kepala.
b. Gejala peningkatan tekanan intrakranial ditandai dengan muntah, nyeri
kepala, penurunan kesadaran ( somnolen sampai koma ), kejang, mata
juling, paresis atau paralisis.
c. Gejala rangsang meningeal yang ditandai dengan :
1) Rasa nyeri pada leher dan punggung,

9
2) Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
3) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
4) Tanda brudzinki positif : bila leher pasien di fleksikan maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama
terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
2. Pada meningitis tuberkulosas didapatkan gejala dalam stadium-stadium yaitu :
a. Stadium prodomal ditandai dengan gejala yang tidak khas dan terjadi
perlahan-lahan yaitu demam ringan atau kadang-kadang tidak demam,
nafsu makan menurun, nyeri kepala, muntah, apatis, berlangsung 1-3
minggu, bila tuberkulosis pecah langsung ke ruang subaraknoid, maka
stadium prodomal berlangsung cepat dan langsung masuk ke stadium
terminal.
b. Stadium transisi ditandai dengan gejala kejang, rangsang meningeal yaitu
kaku kuduk, tanda brudzinky I dan II positif, mata juling, kelumpuhan
dan gangguan kesadaran.
c. Stadium terminal ditandai dengan keadaan yang berat yaitu kesadaran
menurun sampai koma, kelumpuhan, pernapasan tidak teratur, panas
tinggi dan akhirnya meninggal.
3. Pada viral meningitis (meningitis akibat virus) ditemukan tanda dan gejala :
ruam, radang tenggorokan, diare, nyeri sendi dan sakit kepala.
4. Pada fungal meningitis (meningitis akibat jamur) ditemukan tanda dan gejala
yang bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada
respon inflamasi. Gejala klinisnya bisa disertai demam atau tidak, tetapi hampir
semua penderita ditemukan sakit kepala, nausea, muntah, penurunan status
mental, dan adanya ruam yang merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.

10
E. Patofisiologi Meningitis
Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu : durameter, arachnoid,dan
piameter.cairan otak dihasilkan didalam pleksus choroid ventrikel
bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system ventrikuler seluruh otak
dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur
seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.
Organisme ( virus/ bakteri ) yang dapat menyebabkan meningitis,
memasuki cairan otak melalui aliran darah didalam pembuluh darah otak. Cairan
hidung ( secret hidung ) atau secret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan
otak dengan lingkungan (dunia luar ), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan
kecairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang
patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak
dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik kecranial maupun
kesaraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan
eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat
menyebabkan hydrocephalus.

F. Prognosis Meningitis
Penderita meningitis dapat sembuh, baik sembuh dengan cacat motorik
atau mental atau meninggal tergantung :
1. Umur penderita.
2. Jenis kuman penyebab
3. Berat ringan infeksi
4. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan kuman terhadap antibiotic yang diberikan
6. Adanya dan penanganan penyakit.

11
7. Meskipun telah diberikan pengobatan, sebanyak 30% bayi meninggal.
Jika terjadi abses, angka kematian mendekati 75%. 20-50% bayi yang
bertahan hidup, mengalami kerusakan otak dan saraf (misalnya
hidrosefalus, tuli dan keterbelakangan mental).

G. WOC Meningitis

12
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa
cairan otak. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan
konsentrasi glukosa.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel
dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK. Lumbal punksi tidak dapat dikerjakan pada pasien dengan
peningkatan TIK.

13
1. Analisa CSS dari fungsi lumbal
a. Meningitis bacterial : tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,
kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri
b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSS biasanya jernih, sel darah
putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negative, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur
khusus
2. Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan
pemeriksaan fleksi pada kepala klien yang akan menimbulkan nyeri,
disebabkan oleh adanya iritasi meningeal khususnya pada nervus cranial
ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian belakang leher,
sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.
3. Pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan
bahwa infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian
bawah.
4. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya
meningkat diatas nilai normal.Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai
untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremi.
5. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak.
Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa
dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari
nilai normal.
6. Glukosa serum : meningkat
7. LDH serum : meningkat pada meningitis bakteri
a. Sel darah putih : meningkat dengan peningkatan neotrofil (infeksi
bakteri)
b. Elektrolit darah : abnormal
8. LED : meningkat

14
Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine : dapat
mengindikasikan daerah “pusat” infeksi atau mengidentifikasikan tipe
penyebab infeksi
9. MRI /CT Scan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak
ventrikel ; hematom daerah serebral, hemoragik maupun tumor
10. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.
11. Arteriografi karotis : Letak abses

I. Pencegahan Meningitis
Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan
baik factor predisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti
TBC ) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang
paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotic) walaupun gejala gejala
infeksi tersebut telah hilang.
Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk,
bersin, ciuman, sharing makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama dan
merokok bergantian dalam satu batangnya. Seseorang yang mengetahui rekan
atau disekelilingnya ada yang mengalami meningitis jenis ini haruslah berhati-
hati. Adapun langkah dalam mencegah meningitis antara lain:
1. Mencuci tangan secara benar untuk menghindari terkena penyebab
infeksi.
2. Tetap sehat. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan cukup
istirahat, makan makanan sehat dan bergizi, berolahraga yang teratur
adalah sangat baik menghindari berbagai macam penyakit.
3. Menutup mulut dan hidung ketika bersin atau batuk.
Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan
yang tepat terutama didaerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis,

15
adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis
diantaranya adalah ;
1. Haemophilus influenzae type b (Hib)
2. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
3. Pneumococcal vaccine (PPV)
4. Meningococcal conjugate polysaccharide vaccine (MCV4)
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat
diatasi. Untuk mengidentifikasi factor atau jenis organisme penyebab dan
dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk
melindungi komplikasi yang serius.

J. Komplikasi Meningitis
Komplikasi yang bisa terjadi adalah ;
1. Gangguan pembekuan darah
2. Syok septic
3. Demam yang memanjang
4. Meningococcal Septicemia ( mengingocemia )
5. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal
bilateral)
6. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
7. Efusi subdural, emfisema subdural
8. Kejang
9. Edema dan herniasi serebral
10. Cerebral palsy
11. Attention deficit disorder
12. Ketidaksesuaian sekresi ADH
13. Pengumpulan cairan subdural

16
14. Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian
badan
15. Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena
atrofi nervus II ( optikus )
16. Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka
di mulut, konjungtivitis.
17. Epilepsi
18. Pneumonia karena aspirasi
19. Keterlambatan bicara
20. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV
(toklearis ), nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur
gerakan bola mata.

K. Penatalaksanaan Meningitis
Apabila ada tanda-tanda dan gejala seperti di atas, maka secepatnya
penderita dibawa kerumah sakit untuk mendapatkan pelayan kesehatan yang
intensif. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan labratorium yang meliputi test darah
(elektrolite, fungsi hati dan ginjal, serta darah lengkap), dan pemeriksaan X-
ray (rontgen) paru akan membantu tim dokter dalam mendiagnosa penyakit.
Sedangkan pemeriksaan yang sangat penting apabila penderita telah diduga
meningitis adalah pemeriksaan Lumbar puncture (pemeriksaan cairan selaput
otak).
Jika berdasarkan pemeriksaan penderita didiagnosa sebagai
meningitis, maka pemberian antibiotik secara Infus (intravenous) adalah
langkah yang baik untuk menjamin kesembuhan serta mengurang atau
menghindari resiko komplikasi. Antibiotik yang diberikan kepada penderita
tergantung dari jenis bakteri yang ditemukan.

17
Adapun beberapa antibiotik yang sering diresepkan oleh dokter pada
kasus meningitis yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae dan
Neisseria meningitidis antara lain Cephalosporin (ceftriaxone atau
cefotaxime). Sedangkan meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria
monocytogenes akan diberikan Ampicillin, Vancomycin dan Carbapenem
(meropenem), Chloramphenicol atau Ceftriaxone.
Treatment atau therapy lainnya adalah yang mengarah kepada gejala
yang timbul, misalnya sakit kepala dan demam (paracetamol), shock dan
kejang (diazepam) dan lain sebagainya.

2.2 Asuhan Keperawatan Meningitis Pada Anak

A. Pengkajian

1. Biodata Klien
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, koma, kejang
dan penurunan kesadaran.
3. Riwayat penyakit sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk
mengetahui jenis kuman penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tetang
gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah
buruk. Pada pengkajian pasien meningitis biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK. Keluhan
tersebut diantaranya, sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering.
Sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai
akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih
mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang, stimulus apa yang sering

18
menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah diberikan dalam upaya
menurunkan keluhan kejang tersebut. Pengkajian lainnya yang perlu
ditanyakan seperti riwayat selama menjalani perawatan di RS, pernahkah
mengalami tindakan invasive yang memungkinkan masuknya kuman
kemeningen terutama tindakan melalui pembuluh darah.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah pasien mengalami infeksi jalan napas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh
immunologis pada masa sebelumnya.
Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien terutama apabila ada
keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang
sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberculosia.
Pengkajian pemakaian obat obat yang sering digunakan pasien, seperti
pemakaian obat kortikostiroid, pemakaian jenis jenis antibiotic dan reaksinya
(untuk menilai resistensi pemakaian antibiotic).

5. Pengkajian psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga
penting untuk menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

6. Pemeiksaan fisik
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan secara Umum, keterbatasan dalam rentang gerak.

19
b. Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa
penyakit jantung Conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan
Dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor ). Takikardi,
distritmia
( pada fase akut ) seperti distrimia sinus (pada meningitis )
c. Eleminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
d. Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut )
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
e. Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri ( pada
periode akut )
f. Neurosensori
Gejala : sakit kepala ( mungkin merupan gejala pertama dan biasanya
berat ) . Pareslisia, Terasa kaku pada semua persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi ( kerusakan Pada saraf cranial ). Hiperalgesia /
meningkatnya sensitifitas ( minimitis ) . Timbul Kejang ( minimitis
bakteri atau abses otak ) gangguan dalam penglihatan, seperti
Diplopia ( fase awal dari beberapa infeksi ). Fotopobia ( pada minimitis ).
Ketulian ( pada minimitis / encephalitis ) atau mungkin hipersensitifitas
terhadap kebisingan, Adanya halusinasi penciuman / sentuhan.
Tanda :
1) Status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang
berat hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic
( encephalitis ).

20
2) Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan ( dapat merupakan
gejala
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis
bacterial )
3) Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
4) Mata ( ukuran / reaksi pupil ) : unisokor atau tidak berespon terhadap
cahaya ( peningkatan TIK ), nistagmus ( bola mata bergerak terus
menerus ).
5) Ptosis ( kelopak mata atas jatuh ) . Karakteristik fasial (wajah ) ;
perubahan pada Fungsi motorik da nsensorik ( saraf cranial V dan VII
terkena )
6) Kejang umum atau lokal ( pada abses otak ) . Kejang lobus temporal .
Otot Mengalami hipotonia /flaksid paralisis ( pada fase akut meningitis
). Spastik ( encephalitis).
7) Hemiparese hemiplegic ( meningitis / encephalitis )
8) Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan
indikasi adanya Iritasi meningeal ( fase akut )
9) Regiditas muka ( iritasi meningeal )
10) Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
11) Refleks abdominal menurun.
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan
ocular, tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis /
mengeluh.
h. Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
i. Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal ), perubahan mental
( letargi sampai koma ) dan gelisah

21
j. Keamanan
Gejala :
1) Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi
mastoiditis Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit,
fungsi lumbal, pembedahan, Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
2) Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis,
terpajan oleh Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing
yang terbawa.
3) Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda :
1) Suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
2) Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
3) Gangguan sensoris

A. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko infeksi berhubungan dengan statis cairan tubuh
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran
arteri dan/atau vena
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (inflamasi)
4. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri

B. Intervensi dan Implementasi

No Diagnosa Intervensi Keperawatan Implementasi


Keperawatan (SLKI) Keperawatan
(SIKI)
1 Risiko infeksi Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :
berhubungan Tingkat Infeksi : Pencegahan infeksi :
dengan statis 1. Kebersihan tangan 1. Monitor tanda
cairan tubuh meningkat dan gejala

22
2. Demam menurun infeksi local dan
3. Nyeri menurun sistemik
4. Kadar sel darah 2. Cuci tangan
putih membaik sebelum dan
5. Kultur darah sesudah kontak
membaik dengan pasien
6. Nafsu makam dan lingkungan
membaik pasien
3. Pertahankan
teknik aseptic
pada pasien
berisiko tinggi
4. Ajarkan tanda
dan gejala
infeksi
5. Ajarkan cara
memcuci tangan
yang benar
6. Anjurkan
meningkatkan
asupa nutrisi
7. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
8. Kolaborasi
pemberian
imunisasi, jika
perlu
2 Perfusi perifer Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :

23
tidak efektif
Perfusi perifer : Perawatan sirkulasi :
berhubungan
1. Kekuatan nadi 1. Periksa sirkulasi
dengan
perifer meningkat perifer
penurunan
2. Warna kulit pucat 2. Identifikasi
aliran arteri
menurun faktor risiko
dan/atau vena
3. Edema perifer gangguan
menurun sirkulasi
4. Nyeri ekstremitas 3. Hindari
menurun pemasangan
5. Pengisian kapiler infuse atau
membaik pengambilan
6. Akral membaik darah di area
keterbatan
perfusi
4. Hindari
pengukuran
tekanan darah
pada ekstremitas
dengan
keterbatasan
perfusi
5. Lakukan
pencegahan
infeksi
6. Anjurkan
berhenti
merokok
7. Anjurkan
berolahraga

24
rutin
8. Informasikan
tandan dan
gejala darurat
yang harus
dilaporakan
3 Nyeri akut Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas:
berhubungan Tingkat nyeri : Manajemen nyeri :
dengan agen 1. Kemampuan 1. Identifikasi
pencedera menuntaskan lokasi,
fisiologis aktivitas meningkat karakteristik,
(inflamasi) 2. Keluhan nyeri dirasu,
menurun frekuensi,
3. Meringis menurun kualitas,
4. Gelisah menurun intensitas nyeri
5. Kesulitan tidur 2. Identifikasi
menurun skala nyeri
6. Ketegangan otot 3. Identifikasi
menurun faktor yang
7. Frekuensi nadi memperberat
membaik dan
8. Pola napas membaik memperingan
nyeri
4. Berikan teknik
nonfarmakologi
s
5. Fasilitasi
intirahat dan
tidur

25
6. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
8. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
9. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu

2.3 Konsep Dasar Encepalitis pada Anak

A. Pengertian Encepalitis

Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan


meningen dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat
disebabkan oleh sejumlah agen yang berbeda. (Donna.L. Wong, 2000).

Encephalitis adalah peradangan pada jaringan otak dan meningen, yang dapat
disebabkan karena virus, bakteri, jamur dan parasit. Encephalitis karena bakteri dapat
masuk melalui fraktur tengkorak. Sedangkan pada virus disebabkan karena gigitan
serangga, nyamuk (arbo virus) yang kemudian masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah. Pemberian imunisasi juga berpotensi mengakibatkan encephalitis
seperti pada imunisasi polio. Encephalitis karena amuba diantaranya amuba Naegleria

26
fowleri, acantamuba culbertsoni yang masuk melalui kulit yang terluka.( Dewanto,
2007).

Ensefalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri,
cacing, protozoa, jamur, ricketsia atau virus (Arif Mansur : 2000).

Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus.
Terkadang ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau
komplikasi dari penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis
(disebabkan oleh bakteri). Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis,
malaria, atau primary amoebic. (Tarwoto & Wartonah, 2007).

Dari uraian diatas maka kelompok dapat mengambil kesimpulan bahwa


ensefalitis adalah inflamasi pada jaringan otak yang melibatkan meningen yang
disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme.

B. Etiologi
a. Untuk mengetahui penyebab encephalitis perlu pemeriksaan bakteriologik dan
virulogik pada spesimen feses, sputum, serum darah ataupun cairan
serebrosspinalis yang harus diambil pada hari-hari pertama. Berbagai macam
mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria, protozoa,
cacing, jamur, spirochaeta, dan virus. Bakteri penyebab ensefalitis adalah
Staphylococcus aureus, streptokok, E. Coli, M. Tuberculosa dan T. Pallidum.
Encephalitis bakterial akut sering disebut encephalitis supuratif akut (Mansjoer,
2000).
b. Penyebab lain dari ensefalitis adalah keracunan arsenik dan reaksi toksin dari
thypoid fever, campak dan chicken pox/cacar air. Penyebab encephalitis yang
terpenting dan tersering ialah virus. Infeksi dapat terjadi karena virus langsung

27
menyerang otak, atau reaksi radang akut infeksi sistemik atau vaksinasi
terdahulu.
Encephalitis dapat disebabkan karena:
a) Arbovirus
Arbovirus dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk dan
serangga.Masa inkubasinya antara 5 sampai 15 hari.
b) Enterovirus
Termasuk dalam enterovirus adalah poliovirus, herpes
zoster.Enterovirus disamping dapat menimbulkan encephalitis dapat
pula mengakibatkan penyakit mumps (gondongan).
c) Herpes simpleks
Herpes simpleks merupakan penyakit meningitis yang sangat
mematikan di Amerika Utara (Hickey dalam Donna, 1995).
d) Amuba
Amuba penyebab encephalitis adalah amuba Naegleria dan
Acanthamoeba, keduanya ditemukan di air dan dapat masuk melalui
mukosa mulut saat berenang.
e) Rabies
Penyakit rabies akibat gigitan binatang yang terkena rabies setelah
masa inkubasi yang berlangsung berminggu-minggu atau berbulan-
bulan.
f) Jamur
Jamur yang dapat menimbulkan encephalitis adalah fungus Blastomyces
dermatitidis, biasanya menyerang pria yang bekerja di luar
rumah.Tempat masuknya melalui paru-paru atau lesi pada kulit.

C. Patofisiologi
Virus atau agen penyebab lainnya masuk ke susunan saraf pusat melalui
peredaran darah, saraf perifer atau saraf kranial, menetap dan berkembang biak
menimbulkan proses peradangan. Kerusakan pada myelin pada akson dan white

28
matter dapat pula terjadi . Reaksi peradangan juga mengakibatkan perdarahan ,
edema, nekrosis yang selanjutnya dapat terjadi peningkatan tekanan intracranial.
Kematian dapat terjadi karena adanya herniasi dan peningkatan tekanan
intracranial. (Tarwoto Wartonah, 2007).

Virus masuk tubuh klien melalui kulit, saluran npas, dan saluran cerna. Setelah
masuk ke dalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa
cara :
a. Lokal : virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan
atau organ tertentu.
b. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah, kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
c. Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di perukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan.

Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi klinis ensefalitis.Masa


prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing,
muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri ekstremitas, dan pucat.Suhu badan
meningkat, fotofobia, sakit kepala, muntah-muntah, letargi, kadang disertai
kakukuduk apabila infeksi mengenai meningen.Pada anak, tampak gelisah
kadang disertai perubahan tingkah laku.Dapat disertai gangguan penglihatan,
pendengaran, bicara, serta kejang. Gejala lain berupa gelisah, rewel, perubahan
perilaku, gangguan kesaadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda neurologis
fokal berupa afassia, hemiparesis, hemiplagia, ataksia, dan paralisis saraf otak.

D. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis.

29
Secara umum,gejala berupa trias ensepalitis yang terdiri dari demam, kejang
dan kesadaran menurun, sakit kepala, kadang disertai kaku kuduk apabila
infeksi mengenai meningen,dapat terjadi gangguan pendengaran dan
penglihatan. (Mansjoer,2000).
Menurut (Hassan,1997), adapun tanda dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
a. Suhu yang mendadak naik,seringkali ditemukan hiperpireksia
b. Kesadaran dengan cepat menurun
c. Muntah
d. Kejang- kejang yang dapat bersifat umum, fokal atau twiching saja
(kejang-kejang di muka).
e. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya.

Inti dari sindrom ensefalitis adalah adanya demam akut, demam


kombinasi tanda dan gejala : kejang, delirium, bingung, stupor atau koma,
aphasia hemiparesis dengan asimetri refleks tendon dan tanda babinski, gerakan
infolunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot wajah.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Diagnostik menurut (Victor, 2001)yaitu :
a. Biakan :
a) Dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif.
b) Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi),
akan didapat gambaran jenis kuman dan sensitivitas terhadap
antibiotika.
c) Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang
positif.
d) Dari swap hidung dan tenggorokan, akan didapat hasil kultur
positif.

30
b. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi
hemaglutinasi dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat
diketahui reaksi antibodi tubuh, IgM dapat dijumpai pada awal gejala
penyakit timbul.
c. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
d. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal,
kadang-kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar
protein atau glukosa.
e. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas
listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya
kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses,
jaringan parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari
pola normal irama dan kecepatan. (Smeltzer, 2002).
f. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,
tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus
seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus
inferomedial temporal dan lobus frontal

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan pada ensefalitis menurut (Victor,
2001)antara lain :
a. Isolasi :bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai
tindakan pencegahan.
b. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur. Obat yang mungkin dianjurkan
oleh dokter :
a) Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
b) Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis.
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas HSV encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena

31
dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari
untuk mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
e. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial : manajemen edema
otak
f. Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan : jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
g. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan dalam
pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
h. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
i. Mengontrol kejang : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
j. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
k. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis yang
sama.
l. Jika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
m. Mempertahankan ventilasi : Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3l/menit).
n. Penatalaksanaan shock septik.
o. Mengontrol perubahan suhu lingkungan.
p. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti

32
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan
pemberian obat per oral.

G. Komplikasi
Komplikasi pada ensefalitis berupa :
a. Retardasi mental
b. Iritabel
c. Gangguan motorik
d. Epilepsi
e. Emosi tidak stabil
f. Sulit tidur
g. Halusinasi
h. Enuresis
i. Anak menjadi perusak dan melakukan tindakan asosial lain.

2.4 Asuhan Keperawatan Encepalitis pada Anak


1. Pengkajian

a. Biodata

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,


agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan kotor dapat mempercepat atau
memperberat keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama

33
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk
RS.keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku
kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.

c. Riwayat penyakit sekarang.

Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang
pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal
berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,s akit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan
pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron.Gejala terebut
berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan
paralisi saraf otak.

d. Riwayat kehamilan dan kelahiran.

Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal.

Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang pernah
diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu
diketahui apakah bayi lahi rdalam usia kehamilan aterm atau tidak
karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah lahir.

34
Contoh : BBLR, apgar score, yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit yang lalu.

Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan


meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada
jaringan otak (J.G. Chusid, 1993). Imunisasi perlu dikaji untuk
mengetahui bagaimana kekebalan tubuh anak.Alergi pada anak perlu
diketahui untuk dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.

f. Riwayat kesehatan keluarga.

Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya


dengan penyakit yang dideritanya.Pada keadaan ini status kesehatan
keluarga perlu diketahui, apakah adaanggota keluarga yang menderita
penyakit menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang
dialami oleh klien (Soemarno marram, 1983).

g. Riwayat social.

Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap


pertumbuhan dan perkembangan anak.Perjalanan klinik dari penyakit
sehingga mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian.
Perawat dituntut mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat
memprioritaskan maslaah keperawatnnya.(Ignatavicius dan Bayne,
1991).

h. Kebutuhan dasar (aktfitas sehari-hari).

Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan


sehari-hari antara lain : gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi

35
karena mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan
peningkatan tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering
kejang, hal ini sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri
harus dilakukan di atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak
sadar dan cenderung tergantung pada orang lain perilaku bermain
perlu diketahui jika ada perubahan untuk mengetahui akibat
hospitalisasi pada anak.

i. Pemeriksaan fisik.

Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad


apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :

a) Keadaan umum.

Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami


perubahan atau penurunan tingkat kesadaran.Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.

b) Gangguan system pernafasan.

Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial


menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 1994).

c) Gangguan system kardiovaskuler.

36
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.

d) Gangguan system gastrointestinal.

Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan


tekanan intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan
nervus vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat
pula terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme (F. Sri Susilanigsih, 1994).

j. Pertumbuhan dan perkembangan.

Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronuis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya gangguan
pertumbuhan dan perkembangan sangat besar.Hal ini disebabkan pada
keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk fungsi social
anak.Tahun-tahun pertama pada anak merupakan “tahun emas” untuk
kehidupannya.Gangguan atau keterlambatan yang terjadi saat ini harus
diatasi untuk mencapai tugas –tugas pertumbuhan
selanjutnya.Pengkajian pertumbuhna dan perkembangan anak ini
menjadi penting sebagai langkah awal penanganan dan antisipasi.
Pengkajian dapat dilakukan dengan menggunakan format DDST.

2. Diagnosa Keperawatan

37
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan
kesadaran.
b. Nyeri yang berhubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
c. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran,
kerusakan persepsi/kognitif

3. Intervensi dan Implementasi

No Diagnosa SLKI SIKI


Keperawatan
1 Bersihan Jalan Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :
Napas Tidak
1. Batuk efektif Obeservasi
Efektif
meningkat
berhubungan
- Monitor pola napas
2. Produksi
dengan dengan
(frekuensi,
sputum
akumulasi
kedalaman, usaha
menurun
sekret,kemamp
napas)
3. Frekuensi nafas
uan batuk
- Monitor bunyi napas
membaik
menurun
tambahan(mis.Gurgli
4. Pola nafas
akibat
ng,mengi,wheezing,r
membaik
penurunan
onkhi kering)
5. Dispnea
kesadaran.
- Monitor Sputum
menurun
(jumlah,warna,aroma
6. Mengi
)
menurun
7. Wheezing
Terapeutik
menurun
8. Sianosis - Pertahankan
menurun kepatenan jalan napas

38
dengan head-tilt dan
chin-lift (jaw- thrust
jika curiga trauma
servikal)
- Posisikan semi-
fowler atau fowler
- Berikan minum
hangat
- Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
- Lakukan penghisapan
lendir kurang dari 15
detik
- Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum peghisapan
endotrakeal
- Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep McGill
- Berikan oksigen, jika
perlu

Edukasi

- Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
- Ajarkan teknik batuk

39
efektif

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
Bronkodilator,
ekspektoran,mukoliti
k, jika perlu
2 Nyeri Akut Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas:
berhubungan Tingkat nyeri : Manajemen nyeri :
dengan adanya 1. Kemampuan 1. Identifikasi lokasi,
iritasi lapisan menuntaskan karakteristik, dirasu,
otak aktivitas frekuensi, kualitas,
meningkat intensitas nyeri
2. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala
menurun nyeri
3. Meringis 3. Identifikasi faktor
menurun yang memperberat
4. Gelisah dan memperingan
menurun nyeri
5. Kesulitan 4. Berikan teknik
tidur menurun nonfarmakologis
6. Ketegangan 5. Fasilitasi intirahat
otot menurun dan tidur
7. Frekuensi 6. Jelaskan penyebab,
nadi membaik periode, dan pemicu
Pola napas m nyeri
embaik 7. Jelaskan strategi
meredakan nyeri

40
8. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
pemberian analgetik,
jika perlu
3. Gangguan Kriteria Hasil : Observasi
mobilitas fisik
1. Mobilitas - Identifikasi adanya
yang
Fisik nyeri atau keluhan
berhubungan
- Pergerakan fisik lainnya
dengan keru
sakan ekstremitas - Identifikasi toleransi

neuromuscular meningkat fisik melakukan

,penurunan - Kekuatan otot - Monitor frekuensi

kekuatan otot, meningkat jantung dan tekanan

penurunan - Rentang gerak darah sebelum

kesadaran, (ROM) memulai

kerusakan meningkat - Monitor kondisi

persepsi/kognit - Kelemahan umum selama

if fisik menurun melakukan


- Kecemasan
Terapeutik
menurun
1. Keseimba
- Fasilitas aktivitas
ngan
dengan alat bantu
- Kemampuand
(mis. Tongkat, kruk)
uduktanpa
- Fasilitas melakukan
sandaran
mobilitas fisik, jika
meningkat
perlu
- Kemampuan
- Libatkan keluarga
bangkit dari
untuk membantu

41
posisi duduk pasien dalam
meningkat meningkatkan
- Kemampuans
Edukasi
aat berdiri
meningkat
- Jelaskan tujuan dan
- Kemampuan
prosedur
saat berjalang
- Anjurkan melakukan
meningkat
ambulasi dini
- Pusing
- Ajarkan sederhana
menurun
yang harus dilakukan
- Tersandung
(mis. Berjalan dari
menurun
tempat tidur ke kursi
- Perasaan roda, berjalan dari
bergoncang tempat tidur ke kamar
menurun mandi, berjalan
2. Koordinas sesuai toleransi)
i
Pergeraka
n
- Kontrol
gerakan
meningkat
- Keseimbanga
ngerakan
meningkat
- Kram otot
menurun
- Kecepatan
gerakan

42
membaik

Tegangan otot
menurun
3. Observasi

- Monitor tanda dan


gejala infeksi local
dan sistemik

Terapeutik

- Batasi jumlah
pengunjung
- Berikan perawatan
kulit pada area edema
- Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
- Pertahankan teknik
aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

- Jelaskan dan tanda


gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Anjarkan etika batuk

43
- Ajarkan cara
memeriksa kondisi
luka dan luka operasi
- Anjurkan
meningkatkan
meningkatan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatan asupan
cairan

Kolaborasi

- Kolaborasi
pemberian
imuniasasi, jika perlu

2.5 Konsep Dasar Hidrosefalus Pada Anak

A. Pengertian Hidrosefalus

Hidrosefalus (kepala-air, istilah yang berasal dari bahasa Yunani:


"hydro" yang berarti air dan "cephalus" yang berarti kepala; sehingga kondisi
ini sering dikenal dengan "kepala air") adalah penyakit yang terjadi akibat
gangguan aliran cairan di dalam otak (cairan serebro spinal atau CSS).
Gangguan itu menyebabkan cairan tersebut bertambah banyak yang
selanjutnya akan menekan jaringan otak di sekitarnya, khususnya pusat-pusat
saraf yang vital.

44
Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan baik oleh produksi yang
berlebihan maupun gangguan absorpsi, dengan atau pernah disertai tekanan
intrakanial yang meninggi sehingga terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat
aliran cairan serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan
intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono,
2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat
sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-
kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran
sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah
dengan tekanan intra kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran
ruangan tempat mengalirnya CSS (Ngastiyah,2005).
Hidrocepalus adalah akumulasi cairan serebrospinal dalam ventrikel
cerebral, ruang subarachnoid, atau ruang subdural (Suriadi,2006)
Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi
yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSS) di dalam
sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar dari penyerapan, cairan
cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular (nining,2008).

B. Epidemiologi
Insidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi
hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11%-43%
disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna
insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras.

45
Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih
sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah
akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid
dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono,
2005:211).

C. Etiologi
Cairan Serebrospinal merupakan cairan jernih yang diproduksi dalam
ventrikulus otak oleh pleksus koroideus, Cairan ini mengalir dalam ruang
subaraknoid yang membungkus otak dan medula spinalis untuk memberikan
perlindungan serta nutrisi(Cristine Brooker:The Nurse’s Pocket Dictionary).
CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali
ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang
meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis
terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada
orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140
ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan
yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005).
Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen
monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit
akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan
Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna. Penutupan
sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem
kapiler. (DeVito EE et al, 2007:32)
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan
serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS
dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005).

46
Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi
yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam
klinik sangat jarang terjadi. Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering
terdapat pada bayi dan anak ialah :
1. Kelainan Bawaan (Kongenital)
a. Stenosis akuaduktus Sylvii merupakan penyebab terbanyak pada
hidrosefalus bayi dan anak ( 60-90%). Aqueduktus dapat
merupakan saluran yang buntu sama sekali atau abnormal, yaitu
lebih sempit dari biasa. Umumnya gejala hidrosefalus terlihat sejak
lahit atau progresif dengan cepat pada bulan-bulan pertama setelah
kelahiran.
b. Spina bifida dan kranium bifida
Hidrosefalus pada kelainan ini biasanya yang berhubungan dengan
sindrom Arnould-Jhiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan
medulla oblongata dan cerebellum letaknya lebih rendah dan
menutupi foramen magnum sehingga terjadi penyumbatan sebagian
atau total.
c. Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia congenital Luscha dan Magendie yang
menyebabkan hidrosefalus obtruktif dengan pelebaran system
ventrikel terutama ventrikel IV, yang dapat sedemikian besarnya
sehingga merupakan suatu kista yang besar di daerah fosa
pascaerior.
d. Kista araknoid dan anomali pembuluh darah
Dapat terjadi congenital tapi dapat juga timbul akibat trauma
sekunder suatu hematoma.
2. Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen sehingga
dapat terjadi obliterasi ruangan subarahnoid. Pelebaran ventrikel pada
fase akut meningitis purulenta terjadi bila aliran CSS terganggu oleh

47
obstruksi mekanik eksudat pirulen di aqueduktus sylviin atau system
basalis. Hidrosefalus banyak terjadi pada klien pasca meningitis.
Pembesaran kepala dapat terjadi beberapa minggu sampai beberapa
bulan sesudah sembuh dari meningitis. Secara patologis terlihat
pelebaran jaringan piamater dan arahnoid sekitar system basalis dan
daerah lain. Pada meningitis serosa tuberkulosa, perlekatan meningen
terutama terdapat di daerah basal sekitar sistem kiasmatika dan
interpendunkularis, sedangkan pada meningitis purunlenta
lokasisasinya lebih tersebar.
3. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di
setiap tempat aliran CSS. Pengobatannya dalam hal ini di tujukan
kepada penyebabnya dan apabila tumor tidak di angkat, maka dapat di
lakukan tindakan paliatif dengan mengalihkan CSS melalui saluran
buatan atau pirau. Pada anak, penyumbatan ventrikel IV atau
akuaduktus Sylvii biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum,
penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
4. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat
menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak,
selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu
sendiri (Allan H. Ropper, 2005:360).

D. Klasifikasi
Klasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan
dengannya, berdasarkan :
1. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus)
dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).

48
2. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus
akuisita.
3. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus
kronik.
4. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non
komunikans.
Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel,
hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di
atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang
mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi
hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested
menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi
ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo
adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak
primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)
Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua:
1. Kongenital
Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan,
sehingga :
a. Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil.
b. Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya
tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu.
2. Didapat
Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan
penyebabnya adalah penyakit-penyakit tertentu misalnya trauma, TBC
yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas.
Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna,
tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan
intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital dengan di

49
dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan
kemungkinan prognosanya.
Berdasarkan letak obstruksi CSS ( Cairan Serbrospinal )
hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam tiga bagian
yaitu :
a. Hydrocephalus komunikan
Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid,
sehingga terdapat aliran bebas CSS dalam sistem ventrikel sampai
ke tempat sumbatan. Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran
CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya
terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena
dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya
hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan
gejala – gejala peningkatan ICP). Jenis ini tidak terdapat obstruksi
pada aliran CSS tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSS
terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional.
Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan
karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah
terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan
tanda dan gejala – gejala peningkatan ICP)
b. Hydrocephalus non komunikan
Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem
ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSS. Biasanya
gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada
sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non
komunikan.
Biasanya diakibatkan obstruksi dalam sistem ventrikuler
yang mencegah bersikulasinya CSS. Kondisi tersebut sering
dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan

50
malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari
lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka. Pada klien
dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada sistem
ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam
system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis
sutura yang berfungsi atau pada anak–anak dibawah usia 12–18
bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim,
tanda–tanda dan gejala–gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada
anak-anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat
pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala.
c. Hidrocephalus Bertekan Normal ( Normal Pressure Hidrocephalus
)
Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai
dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral.
Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala – gejala dan tanda –
tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine.
Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage
serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus
(Kelompok umur 60 – 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan
hubungan tersebut.

E.Patofisiologi

Dikarenakan kondisi CSS yang tidak normal hidrosefalus secara


teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu:
1. Produksi likuor yang berlebihan
2. Peningkatan resistensi aliran likuor
3. Peningkatan tekanan sinus venosa
Konsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan
intrakranial(TIK) sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan

51
absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan
berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus.
Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :
1. Kompresi sistem serebrovaskuler.
2. Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraseluler
3. Perubahan mekanis dari otak.
4. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalis
5. Hilangnya jaringan otak.
6. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura
kranial.
Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid.
Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus.
Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan
tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi
yang seimbang.
Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu
peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler
intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas
yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus
vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung
dari komplians tengkorak. (Darsono, 2005:212)
F. Manifestasi Klinis
Tanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada derajat
ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005).
Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi
intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan
menjadi dua golongan, yaitu :
1. Hidrosefalus terjadi pada masa neonates
Meliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap
hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala

52
neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar
kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium
terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal.
Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan
tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi
sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan
berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003).
2. Hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanak
Pembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai
manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas.
Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti
penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada
pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran
abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania
mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih
besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania
biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:
a. Fontanel anterior yang sangat tegang.
b. Sutura kranium tampak atau teraba melebar.
c. Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial
menonjol.
d. Fenomena ‘matahari tenggelam’ (sunset phenomenon).
Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih
besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah,
gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut
ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia
respirasi). (Darsono, 2005:213)
Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol,
lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang
karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior –

53
posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital
tertekan ke bawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan
penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena
superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh.Uji radiologis : terlihat
tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah – pisah dan
pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim
ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan
penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi
terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe
communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan
menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan
kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik.
1. Bayi :
a. Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun.
b. Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela
menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak.
c. Tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial antara lain :
1) Muntah
2) Gelisah
3) Menangis dengan suara ringgi
4) Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan
pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi – stupor.
5) Peningkatan tonus otot ekstrimitas
6) Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh-pembuluh
darah terlihat jelas.
7) Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah-olah
di atas Iris.
8) Bayi tidak dapat melihat ke atas, “sunset eyes”
9) Strabismus, nystagmus, atropi optic
10) Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas.

54
2. Anak yang telah menutup suturanya
Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial :
a. Nyeri kepala
b. Muntah
c. Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas
d. Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak
berumur 10 tahun
e. Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer
f. Strabismus
g. Perubahan pupil

G. Pemeriksaan diagnostic
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil
pemeriksaan fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus
dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang yaitu :
1. Rontgen foto kepala
Dengan prosedur ini dapat diketahui:
a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala,
adanya pelebaran sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial kronik berupa imopressio digitate dan erosi
prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah
menutup maka dari foto rontgen kepala diharapkan adanya
gambaran kenaikan tekanan intrakranial.
2. Transimulasi
Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka,
pemeriksaan ini dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah
pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat yang dipakai lampu senter

55
yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus, lebar halo
dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.
3. Lingkaran kepala
Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika
penambahan lingkar kepala melampaui satu atau lebih garis-garis kisi
pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm) dalam kurun waktu 2-4
minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal ini
disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan
secara fungsional. Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum
penutupan suturan kranialis maka penutupan sutura tidak akan terjadi
secara menyeluruh.
4. Ventrikulografi
Yaitu dengan memasukkan konras berupa O2 murni atau
kontras lainnya dengan alat tertentu menembus melalui fontanela
anterior langsung masuk ke dalam ventrikel. Setelah kontras masuk
langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang ventrikel
yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup
untuk memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada
kranium bagian frontal atau oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat
sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah sakit yang telah
memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.
5. Ultrasonografi
Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka.
Dengan USG diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang
melebar. Pendapat lain mengatakan pemeriksaan USG pada penderita
hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam menentukan
keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak
dapat menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti
halnya pada pemeriksaan CT Scan.
6. CT Scan kepala

56
Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan
adanya pelebaran dari ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi
di atas ventrikel lebih besar dari occipital horns pada anak yang besar.
Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya penurunan densitas
oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.
Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan
menunjukkan dilatasi ringan dari semua sistem ventrikel termasuk
ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah sumbatan.
7. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis
dengan menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh.

H. Penatalaksanaan
Penanganan hidrocefalus masuk pada katagori ”live saving and live
sustaining” yang berarti penyakit ini memerlukan diagnosis dini yang
dilanjutkan dengan tindakan bedah secepatnya. Keterlambatan akan
menyebabkan kecacatan dan kematian sehingga prinsip pengobatan
hidrocefalus harus dipenuhi yakni:
1. Mengurangi produksi cairan serebrospinal dengan merusak pleksus
koroidalis dengan tindakan reseksi atau pembedahan, atau dengan obat
azetasolamid (diamox) yang menghambat pembentukan cairan
serebrospinal.
2. Memperbaiki hubungan antara tempat produksi caira serebrospinal
dengan tempat absorbsi, yaitu menghubungkan ventrikel dengan
subarachnoid
3. Pengeluaran cairan serebrospinal ke dalam organ ekstrakranial, yakni:
a. Drainase ventrikule-peritoneal

57
b. Drainase Lombo-Peritoneal
c. Drainase ventrikulo-Pleural
d. Drainase ventrikule-Uretrostomi
e. Drainase ke dalam anterium mastoid
4. Mengalirkan cairan serebrospinal ke dalam vena jugularis dan jantung
melalui kateter yang berventil (Holter Valve/katup Holter) yang
memungkinkan pengaliran cairan serebrospinal ke satu arah. Cara ini
merupakan cara yang dianggap terbaik namun, kateter harus diganti
sesuai dengan pertumbuhan anak dan harus diwaspadai terjadinya
infeksi sekunder dan sepsis.
5. Tindakan bedah pemasangan selang pintasan atau drainase dilakukan
setelah diagnosis lengkap dan pasien telah di bius total. Dibuat sayatan
kecil di daerah kepala dan dilakukan pembukaan tulang tengkorak dan
selaput otak, lalu selang pintasan dipasang. Disusul kemudian dibuat
sayatan kecil di daerah perut, dibuka rongga perut lalu ditanam selang
pintasan, antara ujung selang di kepala dan perut dihubiungakan
dengan selang yang ditanam di bawah kulit hingga tidak terlihat dari
luar.
6. Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. Ada 2
macam terapi pintas / “ shunting “:
a. Eksternal
CSS dialirkan dari ventrikel ke dunia luar, dan bersifat hanya
sementara. Misalnya: pungsi lumbal yang berulang-ulang
untuk terapi hidrosefalus tekanan normal.
b. Internal
1) CSS dialirkan dari ventrikel ke dalam anggota tubuh lain :
a) Ventrikulo-Sisternal, CSS dialirkan ke sisterna magna
(Thor-Kjeldsen)

58
b) Ventrikulo-Atrial, CSS dialirkan ke sinus sagitalis
superior
c) Ventrikulo-Bronkhial, CSS dialirkan ke Bronhus.
d) Ventrikulo-Mediastinal, CSS dialirkan ke mediastinum
e) Ventrikulo-Peritoneal, CSS dialirkan ke rongga
peritoneum.
2) “Lumbo Peritoneal Shunt”
CSS dialirkan dari Resessus Spinalis Lumbalis ke
rongga peritoneum dengan operasi terbuka atau dengan
jarum Touhy secara perkutan.

I. Komplikasi
Komplikasi sering terjadi karena pemasangan VP shunt adalah infeksi
dan malfungsi. Malfungsi disebakan oleh obstruksi mekanik atau perpindahan
didalam ventrikel dari bahan – bahan khusus ( jaringan /eksudat ) atau ujung
distal dari thrombosis sebagai akibat dari pertumbuhan. Obstruksi VP shunt
sering menunjukan kegawatan dengan manifestasi klinis peningkatan TIK
yang lebih sering diikuti dengan status neurologis buruk.
Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi VP shunt. Infeksi
umumnya akibat dari infeksi pada saat pemasangan VP shunt. Infeksi itu
meliputi septik, Endokarditis bacterial, infeksi luka, Nefritis shunt, meningitis,
dan ventrikulitis. Komplikasi VP shunt yang serius lainnya adalah subdural
hematoma yang di sebabkan oleh reduksi yang cepat pada tekanan ntrakranial
dan ukurannya. Komplikasi yang dapat terjadi adalah peritonitis abses
abdominal, perforasi organ-organ abdomen oleh kateter atau trokar (pada saat
pemasangan), fistula hernia, dan ilius.

59
J. Prognosis
Keberhasilan tindakan operatif serta prognosis hidrosefalus ditentukan
ada atau tidaknya anomali yang menyertai, mempunyai prognosis lebih baik
dari hidrosefalus yang bersama dengan malformasi lain (hidrosefalus
komplikata). Prognosis hidrosefalus infatil mengalami perbaikan bermakna
namun tidak dramatis dengan temuan operasi pisau. Jika tidak dioperasi 50-
60% bayi akan meniggal karena hidrosefalus sendiri ataupun penyakit
penyerta. Skitar 40% bayi yang bertahan memiliki kecerdasan hampir normal.
Dengan bedah saraf dan penatalaksanaan medis yang baik, sekitar 70%
diharap dapat melampaui masa bayi, sekitar 40% dengan intelek normal, dan
sektar 60% dengan cacat intelek dan motorik bermakna. Prognosis bayi
hidrosefalus dengan meningomilokel lebih buruk.
Hidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa,
gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-
70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang,
atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested
hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan
H. Ropper, 2005).
Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah
operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16%
mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus
mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.
(Darsono, 2005)

2.6 Asuhan Keperawatan Hidrosepalus pada Anak

A. Pengkajian
1. Anamnesa
2. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat

60
3. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah
apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
4. Riwayat Penyakit dahulu
a. Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b. Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c. Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
5. Riwayat penyakit keluarga
6. Pengkajian persisten
a. B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b. B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c. B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda,
kontruksi penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat
keatas “ sunset eyes ”, kejang
d. B4 ( Bladder ) : Oliguria
e. B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f. B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas
7. Observasi tanda – tanda vital
a. Peningkatan systole tekanan darah
b. Penurunan nadi / bradikardia
c. Peningkatan frekuensi pernapasan

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pusat
persepsi sensori
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi

61
C. Intervensi dan Implementasi keperawatan

No Diagnosa SIKI SLKI


Keperawatan
1 Gangguan persepsi Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :
sensori
Persepsi sensori : Minimalisasi rangsangan :

1. Verbalisasi 1. Periksa status


mendengar bisikan sensori
menurun 2. Diskusikan tingkat
2. Verbalisasi melihat toleransi terhadap
bayangan menurun beban sensori
3. Verbalisasi 3. Batasi stimulus
merasakan sesuatu lingkungan
melalui indra 4. Jadwalkan aktivitas
perabaan menurun harian dan waktu
4. Verbalisasi istirahat
merasakan sesuatu 5. Kombinasikan
melalui indra prosedur/tindakan
penciuman dalan satu waktu
menurun 6. Ajarkan cara
5. Verbalisasi meminimalisasi
merasakan sesuatu stimulus
melalui indra 7. Kolaborasi dalam
pengecapan meminimalkan
menurun prosedur/tindakan
6. Distorsi sensori 8. Kolaborasi
menurun pemberian obat yang

62
7. Respons sesuai mempengaruhi
stimulus membaik persepsi stimulus
2 Gangguan Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :
integritas kulit
Integritas kulit dan Perawatan integritas kulit :
jaringan :
1. Identifikasi
1. Elastisitas penyebab gangguan
meningkat integritas kulit
2. Hidrasi meningkat 2. Ubah posisi tiap 2
3. Perfusi jaringan jam jika tirah baring
meningkat 3. Lakukan pemijatan
4. Kerusakan jaringan pada area penonjolan
menurun tulang
5. Kerusakan lapisan 4. Gunakan produk
kulit menurun berbahan petroleum
6. Nyeri menurun atau minyak pada
7. Suhu kulit kulit kering
membaik 5. Gunakan produk
berbahan ringan atau
alami
6. Anjurkan
menggunakan
pelembab
7. Anjurkan minum air
yang cukup
8. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi
9. Anjurkan

63
meningkatkan
asupan buah dan
sayur
10. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ekstrim
11. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
3. Defisit Kriteria Hasil : Aktivitas-aktivitas :
pengetahuan
Tingkat pengetahuan : Edukasi kesehatan :

1. Perilaku sesuai 1. Identifikasi kesiapan


anjuran meningkat dan kemampuan
2. Kemampuan menerima informasi
menjelaskan 2. Identifikasi faktor-
pengetahuan fator yang dapat
tentang suatu topic meningkat dan
meningkat menurunkan
3. Perilaku sesuai motivasi perilaku
pengetahuan hidup bersih dan
meningkat sehat
4. Pertanyaan tentang 3. Sediakan materi dan
masalah yang media pendidikan
dihadapi menurun kesehatan
5. Persepsi yang 4. Jadwalkan
keliru terhadap pendidikan
masalah menurun kesehatan sesuai

64
6. Menjalani kesepakatan
pemeriksaan yang 5. Berikan kesempatan
tidak tepat untuk bertanya
menurun 6. Jelaskan faktor
resiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
7. Ajarkan perilaku
hidup bersih dan
sehat
8. Ajarkan strategi
yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan
perilaku hidup bersih
dan sehat

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan


piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri
dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi.
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan
medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.

65
Ensefalitis adalah merupakan proses radang akut yang melibatkan meningen
dan sampai tingkat yang bervariasi, infeksi ini relative lazim dan dapat disebabkan
oleh sejumlah agen yang berbeda.

Hidrocephalus adalah: suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan


bertambahnya cairan cerebrospinal (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intra
kranial yang meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made


Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester,
Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC

Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada

University Press

Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.

66
Bandung : yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan; 1996.

L. Betz, Cecily, Linda A. Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatric. Jakarta :

EGC.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes.

Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi

bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And

Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.

67

Anda mungkin juga menyukai