Anda di halaman 1dari 16

RESUME KARDIOVASKULER

“ Resume Penyakit Anak Dengan


RHD dan CHF”

Oleh :

Fitri Aulia

(183110254)

2.C

Dosen pembimbing :

Hj. Tisnawati, S. ST. M. Kes

D-III KEPERAWATAN PADANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES RI PADANG

TA 2019/2020
Penyakit Anak Dengan RHD/PJR (Penyakit Jantung Rematik)
dan CHF ( Gagal Jantung )

A. RHD/PJR
1. Pengertian
Penyakit jantung rematik adalah peradangan jantung dan jaringan
parut dipicu oleh reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus beta
hemolitikus grup A. PJR adalah komplikasi yang paling serius dari demam
remati. Demam Rematik merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik
nonsupuratif yang digolongkan pada kelainan vaskuler kolagen atau kelainan
jaringan ikat.
( M. Tumbel Cynthia. 2015 )
2. Etiologi
Faktor-faktor predisposisi yang berpengaruh pada timbulnya demam
reumatik dan penyakit jantung reumatik terdapat pada individunya sendiri
serta pada keadaan lingkungan.
a. Faktor-faktor pada individu :
1) Faktor genetic
Adanya antigen limfosit manusia (HLA) yang tinggi. HLA
terhadap demam rematik menunjukkan hubungan dengan aloantigen
sel B spesifik dikenal dengan antibody monoklonal dengan status
reumatikus.
2) Jenis kelamin
Demam reumatik sering didapatkan pada anak wanita
dibandingkan dengan anak laki-laki. Tetapi data yang lebih besar
menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin, meskipun
manifestasi tertentu mungkin lebih sering ditemukan pada satu jenis
kelamin.
3) Golongan etnik dan ras
Data di Amerika Utara menunjukkan bahwa serangan
pertama maupun ulang demam reumatik lebih sering di dapatkan
pada orang kulit hitam dibanding dengan orang kulit putih. Tetapi
data ini harus dinilai hati-hati, sebab mungkin berbagai
faktor lingkungan yang berbeda pada kedua golongan tersebut ikut
berperan atau bahkan merupakan sebab yang sebenarnya.
4) Umur
Umur agaknya merupakan faktor predisposisi terpenting pada
timbulnya demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Penyakit ini
paling sering mengenai anak umur antara 5-15 tahun dengan puncak
sekitar umur 8 tahun. Tidak biasa ditemukan pada anak antara umur
3-5 tahun dan sangat jarang sebelum anak berumur 3 tahun atau
setelah 20 tahun.
Distribusi umur ini dikatakan sesuai dengan insidens infeksi
streptococcus pada anak usia sekolah. Tetapi Markowitz menemukan
bahwa penderita infeksi streptococcus adalah mereka yang berumur
2-6 tahun.
5) Keadaan gizi dan lain-lain
Keadaan gizi serta adanya penyakit-penyakit lain belum dapat
ditentukan apakah merupakan faktor predisposisi untuk timbulnya
demam reumatik.
6) Reaksi autoimun
Dari penelitian ditemukan adanya kesamaan antara
polisakarida bagian dinding selstreptokokus beta hemolitikus group
A dengan glikoprotein dalam katub mungkin ini mendukung
terjadinya miokarditis dan valvulitis pada reumatik fever.
b. Faktor-faktor lingkungan :
1) Keadaan sosial ekonomi yang buruk
Merupakan faktor lingkungan yang terpenting sebagai
predisposisi untuk terjadinya demam reumatik. Insidens demam
reumatik di negara-negara yang sudah maju, jelas menurun sebelum
era antibiotik termasuk dalam keadaan sosial ekonomi yang buruk,
sanitasi lingkungan yang buruk, rumah-rumah dengan penghuni
padat, rendahnya pendidikan.
Sehingga pengertian untuk segera mengobati anak yang
menderita sakit sangat kurang pendapatan yang rendah sehingga
biaya untuk perawatan kesehatan kurang dan lain-lain. Semua hal ini
merupakan faktor-faktor yang memudahkan timbulnya demam
reumatik.
2) Iklim dan geografi
Demam reumatik merupakan penyakit kosmopolit. Penyakit
terbanyak di dapatkan di daerah yang beriklim sedang, tetapi data
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa daerah tropis pun mempunyai
insidens yang tinggi, lebih tinggi dari yang di duga semula. Didaerah
yang letaknya agak tinggi agaknya insidens demam reumatik lebih
tinggi daripada di dataran rendah.
3) Cuaca
Perubahan cuaca yang mendadak sering mengakibatkan
insidens infeksi saluran nafas bagian atas meningkat, sehingga
insidens demam reumatik juga meningkat.
( M. Tumbel Cynthia. 2015 )
3. Patofisiologi
Demam reumatik adalah suatu hasil respon imunologi abnormal yang
disebabkan oleh kelompok kuman A beta-hemolitic treptococcus yang
menyerang pada pharynx. Streptococcus diketahui dapat menghasilkan tidak
kurang dari 20 produk ekstrasel yang terpenting diantaranya ialah
streptolisin O, streptolisin S, hialuronidase, streptokinase, di fosforidin
nukleotidase, deoksiribonuklease serta streptococca erythrogenic toxin.
Produk-produk tersebut merangsang timbulnya antibodi.
Demam reumatik yang terjadi diduga akibat kepekaan tubuh yang
berlebihan terhadap beberapa produk tersebut. Sensitivitas sel B antibodi
memproduksi antistreptococcus yang membentuk imun kompleks. Reaksi
silang imun kompleks tersebut dengan sarcolema kardiak menimbulkan
respon peradangan myocardial dan valvular. Peradangan biasanya terjadi
pada katup mitral, yang mana akan menjadi skar dan kerusakan permanen.
Demam reumatik terjadi 2-6 minggu setelah tidak ada pengobatan
atau pengobatan yang tidak tuntas karena infeksi saluran nafas atas oleh
kelompok kuman A betahemolytic. Mungkin ada predisposisi genetik, dan
ruangan yang sesak khususnya di ruang kelas atau tempat tinggal yang dapat
meningkatkan risiko. Penyebab utama morbiditas dan mortalitas adalah fase
akut dan kronik dengan karditis.
4. Perubahan Sistem Haemodinamik
Pada beberapa anak, antibodi yang diproduksi sebagai respons
terhadap streptokokus β-hemolytic grup A menyebabkan berbagai tingkat
pancarditis, dengan insufisiensi katup terkait  pada fase akut. Risiko untuk
penyakit jantung rematik lebih tinggi dengan episode demam rematik akut
berulang. Ini menyebabkan stenosis katup, dengan berbagai tingkat
regurgitasi, dilatasi atrium, aritmia dan disfungsi ventrikel. Penyakit jantung
rematik kronis adalah penyebab utama stenosis katup mitral pada anak-anak.
5. Manifestasi
Gejala jantung yang muncul tergantung pada bagian jantung yang
terkena. Katup mitral adalah yang sering terkena, menimbulkan gejala gagal
jantung kiri sesak napas dengan krekels dan wheezing pada paru. Beratnya
gejala tergantung pada ukuran dan lokasi lesi.
Gejala sistemik yang terjadi akan sesuai dengan virulensi organisme
yang menyerang. Bila ditemukan murmur pada seseorang yang menderita
infeksi sistemik, maka harus dicurigai adanya infeksi endocarditis.
Penderita umumnya megalami sesak nafas yang disebabkan
jantungnya sudah mengalami gangguan, nyeri sendi yang berpindah- pindah,
bercak kemerahan di kulit yang berbatas, gerakan tangan yang tak beraturan
dan tak terkendali (korea), atau benjolan kecil-kecil dibawah kulit. Selain itu
tanda yang juga turut menyertainya adalah nyeri perut, kehilangan berat
badan, cepat lelah dan tentu saja demam. Berikut ini ialah tanda-tandanya
dan kriteria diagnosis :
a. Kriteria Mayor
1) Carditis
2) Polyarthritis
3) Khorea Syndenham
4) Eritema Marginatum
5) Nodul Subcutan
b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-
kadang sulit menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak
tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah (LED)
6) C- reaktif Protein (CRP) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur (sleeping pulse)
9) Peningkatan Anti Streptolisin O (ASTO)
6. WOC
7. Komplikasi
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik
dan biasanya terjadi setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit
jantung rematik telah dikurangi dengan luas penggunaan antibiotic efektif
terhadap streptokokal bakteri yang menyebabakan demam rematik.
8. Penatalaksanaan
Penderita dianjurkan untuk tirah baring dirumah sakit, selain itu Tim
Medis akan terpikir tentang penanganan kemungkinan terjadinya komplikasi
seperti gagal jantung, endokarditis bakteri atau trombo-emboli. Pasien akan
diberikan diet bergizi tinggi yang mengandung cukup vitamin.
Penderita Penyakit Jantung Rematik (PJR) tanpa gejala tidak
memerlukan terapi. Penderita dengan gejala gagal jantung yang ringan
memerlukan terapi medik untuk mengatasi keluhannya. Penderita yang
simtomatis memerlukan terapi surgikal atau intervensi invasif. Tetapi terapi
surgikal dan intervensi ini masih terbatas tersedia serta memerlukan biaya
yang relatif mahal dan memerlukan follow up jangka panjang.

B. CHF
1. Pengertian
Gagal jantung /CHF adalah suatu kondisi ketidak cukupan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolic tubuh,baik pada saat istirahat
ataupun aktivitas. CHF merupakan suatu sindrom klinis sebagai respon
terhadap kegagalan ventrikel, yang ditandai oleh kongesti pulmonar dan atau
kongesti vena sistemik.
( Merelli. 2000 )
2. Etiologi
Secara umum, penyebab gagal jantung/CHF pada anak dapat dibedakan
menjadi:
a. Kegagaln sirkulasi yang berlebihan ( overcirculation failure )
Gagal jantung disebabkan oleh adanya volume darah berlebihan yang
harus dipompakan oleh jantung sehingga beban kerja jantung bertambah.
Penyebab volume jantung berlebihan antara lain :
1) Kelainan kongenital dengan shunt antara jantung kanan dan kiri
2) Insufisiensi katup jantung kongenital atau didapat, misalnya pada
penyakit jantung rematik
3) Anemia
b. Beban tekanan yang berlebihan
Terjadi apabila terdapat hambatan aliran keluar jantung, seperti pada
stenosis aorta, stenosis pulmonal, atau koarktasio aorta. Bila hambatan
terjadi dalam waktu lama dan cukup berat, akan terjadi hipertrofi otot
jantung yang dapat menyebabkan gagal jantung bila cadanagn tenaga
habis.
( Wahab Samik. 2009 )
Pada anak yang lebih tua ( remaja ), gagal jantung kongestif dapat
disebabkan oleh penyakit sisi kiri obstruktif (valvar atau stenosis aorta
subvalvar atau koarktasio), disfungsi miokard (miokarditis atau
kardiomiopati), hipertensi, gagal ginjal, aritmia atau miokard iskemia. obat-
obatan terlarang seperti kokain dan dihirup stimulan lainnya semakin
mempercepat penyebab gagal jantung kongestif pada remaja.
3. Patofisiologi
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan
satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure)
dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa
mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah,
volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot
jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi
tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi
system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa
(pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function).
Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan.

Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh


terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung
yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume
darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi
neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan
meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan
meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila
keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload
dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga
terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi ventrikel
menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan
meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak
efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas
(misal pada penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan
kontraktilitas. Selain itu kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya
disfungsi ventrikel. Pada gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran
darah, embolisasi sistemik dari trombus mural, dan disritmia ventrikel
refrakter.

Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu


etiologi CHF akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan
menyebabkan iskemik miokard dengan komplikasi gangguan irama dan
sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan
bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan
presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel
dan fibrilasi ventrikel menurun.WHO menyebutkan kematian jantung
mendadak bisa terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti
penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli
pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas.

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan


kemampuan kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih
rendah dari curah jantung normal. Konsep curah jantung paling baik
dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV dimana curah jantung adalah
fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.

Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis


akan mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung,
bila mekanisme kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang
memadai, maka volume sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri
untuk mempertahankan curah jantung. Tapi pada gagal jantung dengan
masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume
sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi


tergantung pada tiga faktor yaitu:

1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
3) Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan
oleh tekanan arteriole.
4. Perubahan Sistem Haemodinamik
Pada penderita gagal jantung kongestif, curah jantung dapat
mencapai nilai normal, tetapi biasanya disertai dengan gangguan
haemodinamik. Kurangbaiknya ( kekuatan pompa ) inotropic dan kono
tropic ( kecepatan frekuensi ) jantung.
( Ronny. 2009 )
5. Manifestasi
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan :
1) Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
2) Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
3) Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
6. WOC

7. Komplikasi
Komplikasi medis potensial:
1. Aritmia jantung
2. Asites
3. Diafungsi ventrikel kiri kronis
4. Edema paru
5. Efusi pleura
6. Gagal ginjal
7. Kerusakan kulit
8. Ketidakseimbangan elektrolit
9. Mallnutrisi
10. Penurunan suplai darah ke organ vital
11. Toksisitas obat
( Merelli. 2000 )
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung pada anak tidak mudah dan kadang
kala berbahaya apabila tidak diketahui penyakit apa yang mendasari maka
prioritas utama dalam setiap penanganan gagal jantung meliputi ; suportif
umum, terapi medika mentosa dan pembedahan.
Penatalaksaan suportif umum meliputi:
a. Istirahat dan posisi setengah duduk
b. Suhu dan kelembaban.
Anak terutama neonates sangat rentan terhadap perubahan suhu. Suhu
dingin akan menambah kebutuhan metabolisme tubuh sehingga dapat
memperberat kerja jantung.
c. Pemberian oksigen
Oksigen sangat dibutuhkan pada anak dengan gagal jantung terutama
apabila ada kongesti paru. Secara umum, pemberian oksigen 40% sudah
mencukupi. Apabila anak sangat gelisah dapat diberikan sedative ringan
atau morfin dengan dosis 0,1-0,15 mg/kg BB
d. Diet
Pengurangan garam dapat dilakukan pada anak yang lebih besar,
sedangkan pada bayi tidak perlu dilakukan. Masukan kalori harus
diperhatikan sebagai kompensasi terhadap kenaikan kebutuhan energy.
Dapat diberikan jus buah segar untuk meningkatkan masukan kalium.
e. Pemberian antibiotika
Antibiotic diberikan pada anak dengan tanda infeksi pada paru
f. Transfuse PEC ( Packed Red Cell ) dilakukan pabila terjadi anemia
dengan kadar Hb kurang dari 7% atau hematokrit kurang dari 20%.
( Wahab Samik. 2009 )
DAFTAR PUSTAKA
Wahab Samik. 2009. Kardiologi Anak : Penyakit Jantung Kongenital Yang Tidak
Sianotik. Jakarta : EGC
Merelli. 2000. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta : EGC
M. Tumbel Cynthia. 2015. Peran Tingkat Pendidikan Terakhir Orang Tua Terhadap
Penyakit Jantung Rematik Pada Anak. Jurnal e-Clinic (eCl). Volume 3. Nomor 1.
1-5.
Ronny. 2009. Fisiologi Kardiovaskular : Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai