Anda di halaman 1dari 12

BAB II

CARA PEMBUATAN OBAT YANG BAIK (CPOB)

Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) no


13 Tahun 2018 tentang Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) bertujuan untuk
menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang ditetapkan
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu.

2.1 Manajemen Mutu


Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan
penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam dokumen izin edar
(registrasi) dan tidak menimbulkan risiko yang membahayakan penggunanya
karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen bertanggung jawab
untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu “Kebijakan Mutu”, yang memerlukan
partisipasi dan komitmen jajaran di semua departemen di dalam perusahaan, para
pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan mutu secara konsisten dan
dapat diandalkan, diperlukan sistem Pemastian Mutu yang didesain secara
menyeluruh dan diterapkan secara benar serta menginkorporasi Cara Pembuatan
Obat yang Baik termasuk Pengawasan Mutu dan Manajemen Risiko Mutu. Hal ini
hendaklah didokumentasikan dan dimonitor efektivitasnya. Unsur dasar
manajemen mutu adalah:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu yang tepat mencakup struktur organisasi,
prosedur, proses dan sumber daya;
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian dengan
tingkat kepercayaan yang tinggi, sehingga produk (atau jasa pelayanan) yang
dihasilkan akan selalu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Keseluruhan
tindakan tersebut disebut Pemastian Mutu.
Manajemen mutu meliputi kegiatan kegiatan: pemastian mutu,
pengawasan mutu, pengkajian mutu produk, dan manajemen resiko mutu
(CPOB, 2018).
2.2 Personalia
Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang
sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat
berjalan dengan baik. Semua personil harus memahami prinsip CPOB agar
produk yang dihasilkan bermutu (BPOM, 2009).
Kesehatan personil hendaklah dilakukan pada saat perekrutan, sehingga
dapat dipastikan bahwa semua calon karyawan (mulai dari petugas kebersihan,
pemasangan dan perawatan peralatan, personil produksi dan pengawasan hingga
personil tingkat manajerial) memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik
sehingga tidak akan berdampak pada mutu produk yang dibuat. Disamping itu
hendaklah dibuat dan dilaksanakan program.
pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis
penyakit yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk
masing-masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan
fisiknya (BPOM 2009).
Dalam kualifikasi dan pengalaman personil yang diperlukan untuk tiap
posisi hendaklah tidak hanya ditetapkan secara tertulis yang disimpan oleh bagian
SDM, tapi juga dapat ditampilkan pada uraian tugas masingmasing (BPOM
2009).
Jumlah personil yang memadai sangat mempengaruhi proses produksi.
Kekurangan jumlah personil cenderung mempengaruhi kualitas obat, karena tugas
akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Disamping itu,
kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering
dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator
ataupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas yang
melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan (BPOM 2009).
Kategori personil kunci bergantung pada kebijakan perusahaan/industri
apakah terbatas hanya pada Kepala Bagian Produksi, Kepala Bagian Pengawasan
Mutu dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu). Industri dapat
menentukan posisi lain yang lebih tinggi, sama atau lebih rendah dicakup dalam
kategori personil kunci. Yang harus dipertahankan adalah semua Kepala Bagian
Produksi dan Kepala Bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu)/Kepala Bagian
pengawasan Mutu harus independen satu terhadap yang lain (BPOM 2009).

2.3 Bangunan dan Fasilitas


Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi
dan letak yang memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik
untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain
ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil risiko terjadi
kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan
pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan
pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat.
Kegiatan kegitan khusus yang dilakukan hendaklah memenuhi persyaratan khusus
yang telah ditetukan seperti pada, area penimbangan, area produksi, area
penyimpanan, area pengawasan mutu, dan sarana pendukung.
Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang beracun dan bahan
sitotoksik, harus disediakan fasilitas tersendiri untuk masingmasing produk,
dengan sistem penyaringan udara khusus (efisiensi minimum 98%). Sedangkan
untuk sediaan beta laktam (turunana penisillin) harus terpisah secara fisik dengan
bangunan non-beta laktam (Priyambodo, 2007).

2.4 Peralatan
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang
tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari betske-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak
buruk pada mutu produk.
Syarat-syarat peralatan yang ditentukan CPOB 2018 adalah sebagai berikut:
Desain dan konstruksi
1) Peralatan yang digunakan tidak boleh bereaksi atau menimbulkan akibat
bagi bahan yang diolah.
2) Peralatan dapat dibersihkan dengan mudah baik bagian dalam maupun
bagian luar serta peralatan tersebut tidak boleh menimbulkan akibat yang
merugikan terhadap produk.
3) Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan bahan kimia yang mudah
terbakar, atau ditempatkan di daerah di mana digunakan bahan yang mudah
terbakar, hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosif
serta dibumikan dengan sempurna.
4) Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji dan
mencatat hendaklah dikalibrasi menurut suatu program dan prosedur yang tepat.
Pemasangan dan penempatan
1) Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa
sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien.
2) Saluran air, uap, udara bertekanan atau hampa udara hendaklah dipasang
sedemikian rupa sehingga mudah dicapai selama kegiatan berlangsung.
3) Tiap peralatan utama hendaklah diberi nomor pengenal yang jelas.
4) Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah
diberi isolasi yang baik untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan
memperkecil kehilangan energi.
5) Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu
udara, air minum, kemurnian air, penyulingan air dan fasilitas yang lainnya
hendaklah divalidasi untuk memastikan bahwa sistemsistem tersebut senantiasa
berfungsi sesuai dengan tujuan.
Pemeliharaan
1) Peralatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan
baik dan mencegah terjadinya pencemaran yang dapat merubah identitas, mutu
atau kemurnian produk.
2) Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan peralatan dibuat dan dipatuhi.
3) Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu
peralatan utama dicatat dalam buku catatan harian. Catatan untuk peralatan yang
digunakan khusus untuk satu produk saja dapat dimasukkan ke dalam catatan
produksi batch produk tertentu.
2.5 Sanitasi dan Hygine
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan melalui
suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. Sanitasi dan
hygine meliputi (CPOB, 2018) :
1) Higiene perorangan
2) Sanitasi bangunan dan fasilitas
3) Pembersihan dan sanitasi peralatan
4) Validasi prosedur pembersihan dan sanitasi

2.6 Produksi
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin
produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar
(registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2006).
Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap produk akhir,
melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses produksi sejak
pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia, bangunan,
peralatan, sanitasi dan hygiene sampai dengan pengemasan.
Prinsip utama produksi adalah :
a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari batch ke batch.
b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang
seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi batch yang sudah
diproduksi maupun yang akan diproduksi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain
(BPOM, 2006):
a. Pengadaan Bahan Awal
Pengadaan bahan awal hendaklah hanya dari pemasok yang telah disetujui dan
memenuhi spesifikasi yang relevan. Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah
bahan tersisa hendaklah dicatat. Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai
pasokan, nomor batch/lot, tanggal penerimaan, tanggal pelulusan, dan tanggal
kadaluarsa.
b. Pencegahan Pencemaran Silang
Tiap tahap proses, produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran
mikroba dan pencemaran lain. Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat
tidak terkendalinya debu, uap, percikan atau organisme dari bahan atau produk
yang sedang diproses, dari sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja
operator. Tingkat resiko pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan
produk yang tercemar.
c. Penimbangan dan Penyerahan
Penimbangan dan penyerahan bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan
produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus produksi dan memerlukan
dokumentasi yang lengkap. Hanya bahan awal, bahan pengemas, produk antara
dan produk ruahan yang telah diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum
kadaluarsa yang boleh diserahkan.
d. Pengembalian
Semua bahan awal dan bahan pengemas yang dikembalikan ke gudang
penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan benar.
e. Pengolahan
Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan hendaklah diperiksa sebelum
dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam pengolahan hendaklah diperiksa
sebelum digunakan. Peralatan hendaklah dinyatakan bersih secara tertulis sebelum
digunakan. Semua kegiatan pengolahan hendaklah dilaksanakan mengikusi
prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan hendaklah dilaporkan. Semua produk
antara hendaklah diberi label yang benar dan dikarantina sampai diluluskan oleh
bagian pengawasan mutu.
f. Kegiatan Pengemasan
Kegiatan pengemasan berfungsi mengemas produk ruahan menjadi produk jadi.
Pengemasan hendaklah dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk
menjaga identitas, keutuhan dan mutu produk akhir yang dikemas. Semua
kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang
diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang tercantum dalam prosedur
pengemasan induk. Rincian pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam
catatan pengemasan batch.
g.Pengawasan Selama Proses Pengawasan selama proses hendaklah mencakup :
1.Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk diperiksa pada saat
awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan.
2.Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu
yang teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan
memastikan semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur
pengemasan induk.
h.Karantina Produk Jadi Karantina produk jadi merupakan tahap akhir
pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.
Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat
hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan batch
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

2.7 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari CPOB untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi.
Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus
terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang
fundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan
memuaskan (BPOM, 2006). Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua
kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel,
pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk
jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,
pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal,
menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode
pengujiannya (BPOM, 2006).
Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area
produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses
mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan atau
pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan uji
monitoring lainnya secara periodik.
Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan
mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan
sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum
didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area
produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

2.8 Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit Persetujuan Pemasok


Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB
(BPOM, 2006).
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang yang
kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai dalam
melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak
perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen
dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua bagian yaitu
pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk
gudang obat jadi, Bahan baku, dan bahan pengemas) (BPOM, 2009).
Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan kebutuhan
pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh hendaklah
dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri hendaklah
tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM,
2009).

2.9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan dan Penarikan Kembali


Produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun dari luar industri,
dan memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti. Keluhan/informasi yang
bersumber dari dalam industri antara lain dapat dari bagian produksi, bagian
pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian pemasaran, sementara dari luar
industri antara lain dapat berasal dari pasien, dokter, paramedis, klinik, rumah
sakit, apotek, distributor, dll (BPOM, 2009).
Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu atau
beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.
Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi
persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak
diperhitungkan yang merugikan kesehatan (BPOM, 2009).
Produk kembalian adalah obat jadi yang telah keluar dari industri dan
beredar yang kemudian dikembalikan ke industri karena adanya keluhan,
mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain misalnya mengenai kondisi obat,
wadah atau kemasan sehingga menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas,
mutu serta kesalahan administratif yang menyangkut jumlah dan jenis (BPOM,
2009).

2.10 Dokumentasi
Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi
manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat penting
dari pemastian mutu (BPOM, 2006).
Sistem dokumentasi yang dirancang/digunakan hendaklah mengutamakan
tujuannya, yaitu menentukan, memantau dan mencatat seluruh aspek produksi
serta pengendalian dan pengawasan mutu (BPOM, 2009).
Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa tiap personil
menerima uraian tugas secara jelas dan rinci sehingga memperkecil resiko
terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan (BPOM, 2006).

2.11 Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak


Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara benar,
disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan kesalahpahaman yang dapat
menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.
Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak harus dibuat
secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing
pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian Manajemen
Mutu (Pemastian Mutu) (CPOB,
2018).

2.12 Kualifikasi dan Validasi


Perencanaan validasi
Semua kegiatan validasi hendaknya direncanakan dahulu dan di dokumentasikan
sementara secara singkat, tepat dan jelas dalam RIV (Rencana Induk Validasi).
RIV sekurang-kurangnya mencakup:
kebijaksanaan validasi; struktur organisasi kegiatan validasi; ringkasan fasilitas,
sistem, peralatan dan proses yang akan divalidasi; format dokumen, protokol, dan
laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan; pengendalian perubahan;
acuan dokumen yang digunakan
(CPOB, 2018).
Kualifikasi
1) Kualifikasi Desain (KD)
Merupakan unsur pertama dalam melakukan validasi terhadap fasilitas, sistem
atau peralatan yang baru.

2) Kualifikasi Instalasi (KI)


Dilakukan terhadap fasilitas, sistem dan peralatan baru atau yang dimodifikasi.
Persyaratan minimal untuk melakukan KI adalah: instalasi peralatan, pipa dan
sarana penunjang dan instrumen sesuai spesifikasi dan gambar teknik yang
didesain; pengumpulan dan penyusunan dokumen pengoprasian dan perawatan
peralatan dari pemasok; ketentuan dan persyaratan kalibrasi; dan verifikasi bahan
konstruksi.
3) Kualifikasi Oprasional (KO)
KO dapat dilakukan setelah KI. KO minimal mencakup: pengujian tentang
proses, sistem dan peralatan; dan pengujian yang meliputi satu atau beberapa
kondisi yang mencakup batas oprasional atas dan bawah. Penyelesaian formal KO
mencakup: kalibrasi, prosedur, pengoprasian dan pembersihan, pemilihan operator
dan perawatan preventif. Penyelesaian KO fasilitas, sistem dan peralatan
dilengkapi dengan persetujuan tertulis.
4) Kualifikasi Kinerja (KK)
KK dilakukan setelah KO selesai, meskipun dalam beberapa kasus KK
disatukan dengan KO. KK minimal mencakup: Pengujian dengan menggunakan
bahan baku, bahan penganti yang memenuhi spesifikasi atau produk simulasi
yang dilakukan berdasarkan pengetahuan tentang proses, fasilitas, sistem dan
peralatan; dan uji yang meliputi satu atau beberapa kondisi yang mencakup batas
atas dan bawah.
5) Kualifikasi fasilitas, peralatan dan sistem terpasang yang telah oprasional
Agar dapat mendukung dan memverifikasi parameter operasional dan
batas variabel kritis pengoprasian alat. Selain itu kalibrasi, prosedur, pengoprasian
dan pembersihan, perawatan preventif serta prosedur dan catatan pelatihan
operator harus didokumentasikan.
Validasi proses
Terdapat 3 macam cara untuk melaksanakan validasi proses:
1) Validasi prospektif, Validasi proses sebelum produk dipasarkan.
2) Validasi konkuren, Validasi proses dilakukan selama proses produksi
rutin. 3) Validasi retrospektif, Validasi yang dilakukan pada proses yang
sudah berjalan (diambil dari data-data sebelumnya). Validasi ini tidak berlaku jika
terjadi perubahan formula,peralatan dan prosedur pembuatan.

Anda mungkin juga menyukai