Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MERAIH KASIH ALLAH DENGAN IHSAN


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Disusun oleh :
Daffa N.
Nasir W.
Renaldi C.
Bambang S.
Yudhistira
M.Aufa F.S.
Rizal G.
Angga N.
Alif A.
Kevin A.

Kelas XII IPA 7


SMA Negeri 2 Ciamis

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SMA NEGERI 2 CIAMIS
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No.2, Linggasari, Kec. Ciamis, Kabupaten Ciamis, Jawa
Barat 46211
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat
rahmat serta hidayahNyalah kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Meraih
Kasih Allah dengan Insan”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan


hambatan akan tetapi akhirnya tantangan itu bisa teratasi. Kami menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Ciamis, 12 Januari 2019

Penyusun Makalah

i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN……….......................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................ 1
1.3 Tujuan dan Manfaat.............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN…..................................................................... 3
2.1 Definisi Ihsan Menurut Bahasa dan Istilah…....................... 3
2.2 Dalil Al quran dan Hadist Tentang Ihsan….......................... 3
2.3 Pembagian Ihsan…................................................................ 8
2.4 Kisah Teladan Bersikap Ihsan…........................................... 11
2.5 Tujuan Bersikap Ihsan........................................................... 13
2.6 Realitas Pelaksanaan Ihsan di Kalangan Remaja.................. 13
2.7 Kendala - Kendala dalam Melaksanakan Sikap Ihsan.......... 14
2.8 Hikmah / Manfaat Bersikap Ihsan......................................... 14
2.9 Kiat - Kiat Untuk Meningkatkan Sikap Ihsan....................... 15
BAB III PENUTUP.................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan .......................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hanya karena kebaikan (Ihsan) Allah SWT.kepada manusia. Dia ciptakan alam
dan segala isinya untuk manusia. Lautan dengan aneka ragam ikannya, hutan dengan
aneka satwanya, dan semua yang mengitari kita dengan segenap flora dan faunanya.
Untuk kita, umat manusia.

Dan karena ada kedua orangtua, kita semua terlahir ke dunia ini. Dengan kasih
keduanya yang tiada batas kita dibelai. Dengan segala daya yang dimiliki keduanya,
kita diharap tumbuh dan menjadi kuat. Tak ada kata lelah untuk memenuhi hajat kita,
meski harus kehabisan nafas mereka.

Jika demikian masalahnya, apa tidak semestinya kita bersujud dengan tulus hanya
kepada Allah SWT. Atas segala yang dianugerahkan kepada kita ? Apa tidak
seharusnya pula kita memberikan bakti kita setuntas-tuntasnya kepada kedua orangtua
kita ?

Jika semua itu adalah kebaikan, maka tidak ada lain yang harus kita lakukan
untuk Allah SWT. Dan orangtua kita, kecuali kebaikan. “Bukankah balasan kebaikan
adalah kebaikan (pula)” (Q.S. ar-Rahman/55:60)

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah definisi dari Ihsan menurut bahasa dan istilah ?


2. Apa sajakah dalil - dalil al-quran dan hadist yang menjelaskan tentang Ihsan ?
3. Sebutkan pembagian Ihsan kepada Allah, diri sendiri, orang lain ?
4. Sebutkan kisah teladan tentang berbuat Ihsan !
5. Sebutkan tujuan tentang berbuat Ihsan !
6. Bagaimana realitas pelaksanaan berbuat Ihsan dikalangan para remaja ?
7. Apa sajakah kendala - kendala dalam merealisasikan Ihsan dalam kehidupan
sehari - hari ?
8. Apa sajakah hikmah / manfaat berbuat Ihsan ?
9. Apa sajakah kiat - kiat yang dapat meningkatkan seseorang berbuat Ihsan ?
1
1.3 Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penulisan makalah ini utamanya adalah untuk memenuhi tugas mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di SMA 2 Ciamis, dan secara keseluruhan
untuk mengetahui lebih jauh mengenai berbuat Ihsan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Ihsan Menurut Bahasa dan Istilah

Ihsan menurut bahasa arab berasal dari kata “Fi’il” Hasuna-Yahsunu-Hasanan


yang artinya adalah berbuat baik / kebaikan. Dan secara istilah adalah mendatangkan
(sesuatu) yang dituntut secara syar’i di atas segi yang baik.

 Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur`an mengenai hal ini :

“…Dan berbuat baiklah (kepada oraang lain) seperti halnya Allah berbuat baik
terhadapmu….” (al-Qashash:77)
Ibnu Katsir mengomentari ayat di atas dengan mengatakan bahwa kebaikan yang
dimaksud dalam ayat tersebut adalah kebaikan kepada seluruh makhluk Allah
Subhanahu Wa Ta’ala.

Jadi Ihsan adalah menyembah Allah SWT.seolah - olah melihat-Nya, dan jika ia
tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka membayangkan bahwa
sesungguhnya Allah SWT.melihat perbuatannya. Dengan kata lain, Ihsan adalah
beribadah dengan Ikhlas, baik berupa ibadah khusus (seperti salat dan sejenisnya)
maupun ibadah umum (aktivitas sosial)

2.2 Dalil Alquran dan Hadist Tentag Berbuat Ihsan

Q.S. An-Nisa/4:36

3
"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.
Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua ( ibu bapak ), kerabat-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh, teman-teman sejawat,
ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS. An-Nisa' ( 4 ): 36)

Dalam Ayat 36 Surat Annisa tersebut Allah subhanahu wa ta'ala terlebih dahulu
menekankan perintah kepada setiap hamba-Nya untuk hanya menyembah kepada-Nya
yang tiada sekutu bagi-Nya, kemudian memerintahkan agar Birrul Walidain
( Berbakti kepada kedua orang tua ) dan seterusnya.

Melihat Isi Kandungan dalam Ayat 36 tersebut, dimana Allah SWT


menyandingkan masalah anjuran ibadah hanya kepada diri-Nya dengan berbuat baik
kepada kedua orang tua, Imam Ar-Razy Rahimahullah dalam tafsirnya memberikan
beberapa alasan:

Nik'mat Allah kepada hamba-Nya sangatlah besar sekali, dengan demikian maka
sudah seharusnya dan semestinya bersyukur kepada-Nya harus didahulukan dari
selain-Nya. Kemudian setelah ni'mat dari Allah adalah ni'mat dari kedua orang tua.
Karena kedua orang tua adalah asal dan sebab ada dan wujudnya anak, kemudian
mereka berdua memelihara, mengasuh dan mendidik anaknya dengan penuh kasih
sayang. Sedangkan selain kedua orang tua itu hanya bisa memberikan ni'mat berupa
pendidikan saja. Maka jelaslah ni'mat dan anugrah kedua orang tua lebih besar setelah
ni'mat dan anugrah Allah subhanahu wa ta'ala.

Secara hakikat bahwa yang mewujudkan anak adalah Allah ta'ala, sedangkan
dalam kenyataan yang tampak adalah orang tualah yang yang menjadikan anak. Oleh
karena itu Allah ta'ala menyandingkan orang tua yang mewujudkan anak dalam
kenyataan yang tampak dengan diri-Nya sebagai Zat Yang Menciptakan anak dalam
hakikatnya.

4
Allah ta'ala tidaklah menuntut ganti dan imbalan sama sekali kepada hamba-
Nya atas segala ni'mat yang telah Dia berikan kepada hamba-Nya, bahkan ni'mat
yang Dia berikan kepada hamba-Nya adalah murni. Begitu juga ni'mat yang
diberikan kedua orang tua kepada anaknya, mereka berdua tidak menuntut ganti
dan imbalan baik berupa uang, pakaian dan harta benda apapun kepada anaknya.

Allah ta'ala tidak bosan dan tidak merasa bosan memberikan ni'mat-Nya
kepada hamba-Nya, dan Allah ta'ala tidak memutuskan kasih sayang-Nya,
bahkan terus menerus mencurahkan kedermawanan-Nya kepada setiap hamba-
Nya meskipun hamba-Nya banyak melakukan dosa-dosa besar. Begitu juga
kedua orang tua, mereka berdua tidak ada rasa bosan dan tidak memutuskan kasih
sayang serta kedermawanannya kepada anaknya, meskipun anaknya tidak berbuat
baik atau menyakitinya.

Q.S. Al-Baqarah/2:83

“Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah
kamu beribadah kecuali kepada Allah, dan kepada kedua orang tuamu berbuat
ihsanlah, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu,
dan kamu selalu berpaling.” (Q.S Al-Baqarah [2]: 83)

5
Dalam ayat di atas Allah Swt. mengingatkan Nabi Muhammad Saw. atas janji
Bani Israil yang harus mereka penuhi, yaitu bahwa mereka tidak akan menyembah
sesuatu selain Allah Swt.. Setelah itu disusul dengan perintah berbuat baik kepada
orangtua, amal kebajikan tertinggi, karena melalui kedua orangtua itulah Allah Swt.
menciptakan manusia.

Sesudah Allah Swt. menyebut hak kedua orangtua, disebutkan pula hak kerabat
(kaum keluarga), yaitu berbuat kebajikan kepada mereka. Kemudian Allah Swt.
menyebut hak orang-orang yang memerlukan bantuan, yaitu anak yatim dan orang
miskin. Allah Swt. mendahulukan menyebut anak yatim daripada orang miskin karena
orang miskin dapat berusaha sendiri, sedangkan anak yatim karena masih kecil belum
sanggup untuk itu. Setelah memerintahkan berbuat baik kepada orangtua, keluarga,
anak yatim, dan orang miskin, Allah Swt. memerintahkan agar mengucapkan kata-
kata yang baik kepada sesama manusia.

Kemudian Allah Swt. memerintahkan kepada Bani Israil agar melaksanakan salat
dan menunaikan zakat. Ruh shalat itu adalah keikhlasan dan ketundukan kepada Allah
Swt.. Tanpa ruh itu shalat tidak ada maknanya apa apa. Orang-orang Bani Israil
mengabaikan ruh tersebut dari dulu hingga turun al-Qur'an, bahkan sampai sekarang.
Demikian juga dengan zakat. Kewajiban zakat bagi kaum Bani Israil juga mereka
ingkari. Hanya sedikit orang-orang yang mau mentaati perintah Allah Swt. pada masa
Nabi Musa dan pada setiap zaman.

Pada akhir ayat ini Allah Swt. menyatakan, “dan kamu (masih menjadi)
pembangkang”. Ini menunjukkan kebiasaan orang-orang Bani Israil dalam merespons
perintah Allah Swt., yaitu “membangkang”, sehingga tersebarlah kemungkaran dan
turunlah azab kepada mereka.

Hadis yang terkait dengan perintah berbuat Ihsan juga banyak sekali. Setiap hadis
yang mengandung perintah berbuat baik kepada sesama manusia, melarang berbuat
kerusakan, atau perintah beribadah kepada Allah Swt., itu semua merupakan perintah
berbuat Ihsan.

6
Hadist Tentang Berbuat Ihsan

Artinya: Dari Syadad bin Aus, bahwa Rasulullah Saw. bersabda:“Sesungguhnya


Allah telah mewajibkan berbuat Ihsan atas segala sesuatu, maka apabila kamu
membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik, dan jika kamu
menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan
pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya”. (HR. Muslim).

Dalam hadis di atas Rasulullah Saw menegaskan bahwa sikap dan perilaku Ihsan
itu diperintahkan oleh Allah Swt. dalam semua bidang kehidupan. Pada surat al-
Baqarah terdapat contoh pihak-pihak yang berhak mendapat perlakuan Ihsan.

Lebih lanjut, dalam hadis ini Rasulullah Saw memberikan contoh lain tentang
cara berlaku Ihsan. Jika harus membunuh (dalam peperangan), maka harus dilakukan
dengan baik, dilakukan karena Allah Swt., bukan karena dendam atau yang lain, dan
tidak pula menganiaya. Bahkan jika musuh menyerah, maka tidak boleh dibunuh.
Kemudian pada bagian akhir dari hadis, Rasulullah Saw mengajarkan cara berlaku
Ihsan kepada binatang dengan menjelaskan adab menyembelih, yaitu agar pisau
ditajamkan, dan binatang yang mau disembelih pun dibuat senang, dengan
memberikan makan yang cukup. Jika binatang saja harus dipelakukan demikian,
apalagi sesama manusia.

7
2.3 Pembagian Ihsan

A. Ihsan Kepada Allah

Ihsan kepada Allah adalah berbuat baik bahkan yang terbaik dalam mengabdi
kepada Allah. Dalam hal ini, ketika beribadah kepada Allah terutama ketika shalat, ia
benar-benar merasakan seakan-akan berhadapan dan melihat Allah. Dalam sebuah
hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim diterangkan,
Nabi Saw ditanya tentang Ihsan, beliau menjawab:” Engkau beribadah kepada
Allah seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak bisa melihatnya,
sesungguhnya Ia melihatmu” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa sikap ihsan kepada Allah adalah sikap yang
khusyu dalam beribadah, dan merasakan Allah begitu dekat dengannya, sehingga ia
merasakan selalu dalam pengawasan Allah Ta'ala.

B. Ihsan Kepada Diri Sendiri

Kita wajib berlaku ihsan kepada diri sendiri, bahkan sebelum kita berlaku ihsan
kepada sesama ciptaan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

‫ك َحقًّا‬ َ ‫َولِنَ ْف ِس‬


َ ‫ك َعلَ ْي‬
“Dan sungguh, dirimu sendiri juga memiliki hak yang wajib kamu penuhi.”

Lalu bagaimanakah wujud ihsan kita kepada diri sendiri?

Wujudnya adalah dengan memberikan hak-hak diri dan tidak mengebirinya.


Seperti memberinya makanan yang halal dan baik, menjauhkannya dari makanan atau
minumam yang haram dan membawa mudarat, serta menikah apabila sudah mampu
melakukannya.

Namun ada hak diri yang jauh lebih penting daripada semua itu, yaitu
membiasakannya untuk selalu melakukan kebaikan dan tidak menganiaya dengan
berbuat keburukan ataupun kemaksiatan.
8
Sebab seorang dikatakan telah berbuat ihsan kepada diri sendiri apabila mampu
mengendalikan dan mengarahkannya untuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya.

Oleh karena itu, Allah Ta’ala berfirman:

‫ قَ` ْد‬،‫ فَأ َ ْلهَ َمهَ̀ا فُجُو َرهَ``ا َوتَ ْق َواهَ``ا‬،‫س َو َما َس َّواهَا‬
ٍ ‫َونَ ْف‬
َ ‫ َوقَ ْد َخ‬،‫أَ ْفلَ َح َمن َز َّكاهَا‬
‫اب َمن َدسَّاهَا‬
“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada
jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS
Asy-Syam [91]: 7-10)

C. Ihsan Kepada Orang Lain

Ihsan kepada manusia adalah berbuat baik kepada orang lain dengan niat yang
tulus, tanpa pamrih dan penuh kasih sayang. Sikap ihsan ini pernah dicontohkan oleh
Nabi Saw di masa hidupnya hingga menjelang wafatnya.

Allah Swt. berfirman:

“…Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu
bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah
kata-kata yang baik kepada manusia….” (QS. al-Baqarah [2]: 83).

Di samping berbuat ihsan kepada Allah Swt. di dalam beribadah, kitab-Nya,


Rasul-Nya, para pemimpin kaum Muslim, dan kepada umat Islam, kita juga dituntut
untuk berbuat ihsan kepada sesama manusia

Dalam firman Allah Swt. di atas, kita harus berbuat ihsan kepada kedua orangtua,
kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Di samping itu, kita juga
harus mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesama manusia.

9
Berbuat ihsan kepada sesama manusia ini erat kaitannya dengan berbuat ihsan
kepada Allah Swt. Keduanya tidak dapat dipisahkan.

D. Ihsan Kepada Mahluk Non Manusia

Berbuat ihsan kepada binatang adalah memberikan makanan apabila lapar,


mengobati jika terluka, tidak membebani dan memberikan beban lebih dari
kemampuannya, berlemah-lembut jika memperkerjakannya dan mengistirahatkannya
jika kelelahan.

Bentuk-bentuk ikhsan kepada binatang dan hewan :

1.  Memberinya makan dan minum apabila hewan itu lapar dan haus, sebab
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Pada setiap yang mempunyai hati yang basah (hewan) itu terdapat pahala
(dalam berbuat baik kepadaNya)” [HR Al-Bukhari : 2363]
“Barangsiapa yang tidak belas kasih niscaya tidak dibelaskasihi” [HR Al-
Bukhari ; 5997, Muslim : 2318]
2.  Menyayangi dan kasih sayang kepadanya, sebab Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bersabda ketika para sahabatnya menjadikan
burung sebagai sasaran memanah.
“Allah mengutuk orang yang menjadikan sesuatu yang bernyawa sebagai
sasaran” [HR Al-Bukhari : 5515, Muslim : 1958] [Redaksi ini riwayat
Ahmad : 6223]

Beliau juga telah melarang mengurung atau mengikat binatang ternak untuk
dibunuh dengan dipanah/ditombak dan sejenisnya, dan karena beliau juga telah
bersabda. “Siapa gerangan yang telah menyakiti perasaan burung ini karena anaknya?
Kembalikanlah kepadanya anak-anaknya”. Beliau mengatakan hal tersebut setelah
beliau melihat seekor burung berputar-putar mencari anak-anaknya yang diambil dari
sarangnya oleh salah seorang sahabat” [HR Abu Daud : 2675 dengan sanad shahih]
3. Menyenangkannya di saat menyembelih atau membunuhnya, karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan ihsan (berbuat baik) atas segala sesuatu, maka
apabila kalian membunuh hendaklah berlaku ihsan di dalam pembunuhan,

10
dan apabila kalian menyembelih hendaklah berlaku baik di dalam
penyembelihan, dan hendaklah salah seorang kamu menyenangkan
sembelihannya dan hendaklah ia mempertajam mata pisaunya” [HR Muslim :
1955]

Ihsan Terhadap Tumbuhan

Sebagaimana hewan, tumbuhan juga makhluk yang diberi nyawa oleh Allah Swt.
Karenanya kita juga harus menjaga ihsan terhadap tumbuhan. Adapun ihsan terhadap
tumbuhan adalah :

1. Tidak merusak dan menebang pohon sembarangan, Allah swt. Berfirman dalam
QS.al-Nazi’ayat:31-32.

Artinya :“(31)Dialah yang memancarkan daripadanya mata airnya, dan


(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. (32)dan gunung-gunung dipancangkan-Nya
dengan teguh”. Dari ayat tersebut, lingkungan dapat diwujudkan dalam bentuk
perbuatan manusia yaitu dengan menjaga keserasian dan kelestarian serta tidak
merusak lingkungan hidup. Usaha-usaha yang dilakukan juga harus memperhatikan
masalah-masalah kelestarian lingkungan.

2.4 Kisah Teladan Tentang Berbuat Ihsan

Al-kisah, di sudut pasar Madinah Al-Munawwarah ada seorang pengemis buta


beragama Yahudi yang setiap harinya berharap belas kasih dari orang yang datang
menghampirinya. Setiap ada orang yang mendekatinya ia selalu berkata “Wahai
saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu
tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya”.
Anehnya, setiap pagi Rasulullah Saw mendatanginya dengan membawa
makanan, dan tanpa berkata sepatah kata pun beliau menyuapi makanan yang
dibawanya kepada pengemis itu walaupun pengemis itu selalu berpesan agar tidak
mendekati orang yang bernama Muhammad.

11
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Saw hingga menjelang wafatnya. Setelah
Rasulullah Saw wafat, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap
paginya kepada pengemis Yahudi buta itu.
Suatu hari Abubakar r.a berkunjung ke rumah anaknya Aisyah ra. Beliau bertanya
kepada anaknya. “Anakku, adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan”!
Aisyah ra menjawab pertanyaan ayahnya. “Wahai ayahanda ! Engkau adalah seorang
ahli sunnah yang hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali
satu sunnah saja”. “Apakah Itu?”, tanya Abubakar ra. “Wahai ayahanda, setiap pagi
Rasulullah Saw selalu pergi ke ujung pasar Madinah dengan membawakan makanan
untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana”, kata Aisyah ra.
Keesokan harinya Abubakar ra. pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk
diberikannya kepada pengemis itu. Abubakar r.a mendatangi pengemis itu dan
memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar r.a. mulai menyuapinya, si
pengemis buta itu marah sambil berteriak, “Siapakah kamu ?”. Abubakar r.a
menjawab, “aku orang yang biasa”. “Bukan ! Engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku”, jawab si pengemis buta itu. Apabila ia datang kepadaku, makanan
yang dibawanya tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini
mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih
dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan pada
ku dengan mulutnya sendiri”, pengemis itu melanjutkan perkataannya.
Abubakar ra. tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata
kepada pengemis itu, aku memang bukan orang yang biasa datang padamu, aku
adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu kini telah tiada. Ia adalah
Muhammad Rasulullah Saw.
Setelah pengemis buta itu mendengar cerita Abubakar ra. bahwa selama ini yang
menyuapinya setiap pagi adalah Nabi Muhammad saw, ia pun menangis dan
kemudian berkata: benarkah demikian? Pengemis buta itu pun penasaran dan merasa
sangat bersalah. Dengan menangis tersedu-sedu dan penuh penyesalan, ia berucap:
“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, tetapi ia tidak pernah
memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia
begitu mulia…dan sangat penyayang”.

12
Pengemis Yahudi buta itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar ra. Ia
kemudian masuk Islam. (Syekh Muhammad Yusuf al-Kandahlawi, Hayatus
Shahabah)
Dalam kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa sejatinya sikap ihsan kepada
sesama manusia adalah bersikap lembut dan kasih sayang kepada orang lain, meski
orang lain tersebut pernah memperlakukan dirinya dengan tidak baik.

2.5 Tujuan Berbuat Ihsan

Tujuan berbuat Ihsan yang paling tinggi adalah agar bisa menjadi orang baik.
Namun, bagi orang yang berbuat baik itu ada syarat khusus demi mencari pujian dari
sesama manusia, atau tujuan tertentu maka pahala dan nilai kebaikannya menjadi
berkurang. Keinginan untuk dipuji orang lain misalnya, atau tujuan tertentu dalam
berbuat baik akan mencemari niat dari perbuatan itu sendiri.

Selain itu, tujuan berbuat Ihsan adalah agar kita disukai oleh banyak orang, untuk
menambah pahala dengan cara sering - sering berbuat Ihsan, dan mendapatkan
kesenangan tersendiri ketika melihat orang lain berubah menjadi lebih baik.

2.6 Realitas Pelaksanaan Ihsan di Kalangan Para Remaja

Realitas pelaksanaan Ihsan di kalangan para remaja sudah cukup terealisasikan.


Di lingkungan sekitar banyak remaja yang sudah mulai melaksanakan solat duha pada
pagi hari, saling menolong terhadap sesama seperti memberikan sumbangan terhadap
orang yang membutuhkan, saling bekerjasama dalam hal bergotong royong
membersihkan lingkungan.

Tetapi ada juga remaja yang merasa malu ketika melakukan sikap ihsan, mereka
yang sedang berusaha menunaikan kebaikan akan merasa ‘malu’ ketika ada pihak lain
yang mengomentari usahanya tersebut, lebih-lebih jika komentar yang dilemparkan
berupa ejekan. Sebetulnya sudah wajar adanya rasa malu itu timbul ketika seseorang
sedang melakukan kebaikan, namun tidak untuk kasus pada remaja. Remaja
merupakan masa dimana rasa ‘gengsi’ itu punya andil besar pada diri mereka. Oleh
karena itulah, ketika ada pihak yang mengejek dan menilai bahwa kebaikan yang
sedang ditunaikan itu adalah hal konyol sekaligus ‘tumben-tumbenan’, maka si pelaku
kebaikan langsung undur diri, bahkan tak lagi bernafsu untuk menunaikan kebaikan
tersebut.
13
Contohnya saja ketika ada remaja yang akan melaksanakan solat duha tetapi ada
temannya yang malah mengejek nya dengan berkata “Cie, tumben solat duha ? Ujian
Nasional sudah deket ya ?” Remaja yang akan solat itu mungkin akan merasa malu
ketika mendengar kalimat tersebut, karena seakan - akan dia melaksanakan solat duha
karena ujian sudah dekat bukan karena Allah SWT.

Karena adanya budaya yang tercermin pada kalimat-kalimat usil di atas, maka
akan menghambat menjamurnya kebaikan di kalangan remaja. Para remaja itu seolah
lebih berkonsentrasi pada seberapa banyak teman yang berkomentar dari pada esensi
kebaikan itu sendiri. Karena konsentrasi mereka terfokus pada komentar teman, pada
akhirnya mereka akan mudah goyah. Dampaknya, ketika hendak melakukan amalan-
amalan yang ditetapkan pada nilai dan norma, mereka akan berpikir beribu-ribu kali,
bukan untuk berpikir seberapa besar manfaat dari amalan tersebut, namun lebih
kepada seberapa banyak kata ‘tumben’ yang temannya lemparkan.

2.7 Kendala - Kendala atau Hambatan Dalam Berbuat Ihsan

1. Adanya hasutan dari orang lain untuk tidak berbuat Ihsan,

2. Jika kita berbuat Ihsan kepada sesama dilihat orang banyak dapat dikhawatirkan
akan menumbuhkan rasa pamer bahwa kita berbuat Ihsan bukan karena Allah SWT.
Namun jika kita berbuat Ihsan karena Allah SWT, maka laksanakanlah berbuat Ihsan
tersebut,

3. Selalu ada setan yang mengganggu untuk tidak berbuat Ihsan seperti adanya fitnah,

4. Merasakan malas apabila akan berbuat Ihsan,

5. Merasa malu, tidak berani, dan tidak ada niat untuk berbuat Ihsan.

2.8 Hikmah atau Manfaat dalam Berbuat Ihsan

1. Manfaat yang paling utama dari berbuat baik (ihsan) adalah mendapatkan pahala
dan kasih sayang dari Allah Swt., karena dengan mendapatkan pahala dan kasih
sayang-Nya kita akan bisa mendapatkan surga-Nya yang kekal dan abadi.

14
2. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua dan ikuti semua apa yang
diperintahkannya jika itu memang bukan hal yang negatif, karena dengan begitu
mungkin orang tua akan lebih menyayangi diri kita dan jika orang tua mampu maka
apa yang diingingkan oleh kita akan berusaha untuk mereka dapatkan. Tapi satu
manfaat yang paling penting dari kedua orang tua adalah do'a yang mujarab.

3. Manfaat ihsan dalam kehidupan sehari-hari yang ketiga akan kita dapatkan setelah
kita berbuat baik terhadap kerabat, teman sejawat, ataupun tetangga. Karena jika kita
berbuat baik kepada mereka maka mereka pun akan berbuat hal yang sama dari
mereka yaitu berupa perbuatan baik pula.

4. Perbuatan ihsan yang sering kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari juga adalah
memberi makan hewan seperti kucing, kambing, ataupun sebagainya. Manfaat yang
kita dapatkan dari ihsan terhadap hewan adalah kita akan mendapatkan manfaatnya
seperti misalnya jika berbuat baik seperti memelihara ayam dengan baik dan memberi
makan ayam tersebut, maka ayam tersebut bisa bertelur adan telur tersebut bisa kita
ambil.

5. Selain berbuat ihsan terhadap hewan, perbuatan ihsan yang juga sering dan dapat
kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan merawat alam sekitar.
Contohnya saja jika kita menanam dan merawat pohon rambutan dengan baik, maka
manfaat yang akan kita dapatkan adalah buahnya yang dapat kita petik dan kita
makan.

2.9 Kiat - Kiat Untuk Meningkatkan Berbuat Ihsan

1. Membekali dengan ilmu yang bisa mengantar kita semakin mengenal Allah SWT.
Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan. Dengan bekal ilmu yang memadai,
rasa kedekatan kita kepada Allah akan semakin bertambah. Sikap Ihsan menuntut
untuk selalu menambah pundi - pundi ilmu yang akan menjadi jembatan dalam
mengambil kebijakan dan keputusan. Tidak tergesa - gesa dan tidak gegabah karena
semuanya disadari oleh ilmu.

15
2. Bersahabat dengan orang Sholih
Karena menurut Rasulullah, “Seseorang itu mengikuti agamanya, keyakinan dan
kebiasaan sahabat karibnya. Maka hendaknya ia melihat dengan siapa
berkawan.”(H.R. Abu Dawud dan Turmudzi). Teman mempunyai peran besar dalam
memberi pengaruh atas perilaku seseorang.
3. Menjadikan agama sebagai nasihat
Artinya saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah kemungkaran.
4. Konsisten atau Istiqomah
Pengamalan melahirkan pengamalan. Rutinkan diri kita dalam beramal kebajikan.
Segala sesuatu perlu dibiasakan, jika dalam berbuat sesuatu kita terus menerus
melakoninya, maka sesuatu yang dianggap berat akan menjadi ringan, yang sulit akan
menjadi mudah, dan aktivitas itu justru akan mendarah daging atau menjadi kebiasaan
yang baik.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ihsan adalah puncak ibadah dan akhlak yang senantiasa menjadi target seluruh
hamba Allah Subhanahu Wa Ta‟ala. Sebab, ihsan menjadikan kita sosok yang
mendapatkan kemuliaan dari- Nya. Dan juga sebagai puncak prestasi dalam ibadah,
muamalah, dan akhlak. Oleh karena itu, semua orang yang menyadari akan hal ini
tentu akan berusaha dengan seluruh potensi diri yang dimilikinya agar sampai pada
tingkat tersebut. Siapapun kita, apapun profesi kita, di mata Allah tidak ada yang lebih
mulia dari yang lain, kecuali mereka yang telah naik ketingkat ihsan dalam seluruh
sisi dan nilai hidupnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

http://www.aldakwah.org/artikel-islam/manhaj/15-dasar-dasar-    perilaku-bijak.html?
start=2

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20091129234250AAUSb5G

http://www.dakwatuna.com/2008/02/385/ihsan/

http://ichapedeh.wordpress.com/2012/01/25/pengertian-ihsan/

http://matapelajaranpendidikan.blogspot.com/2016/02/manfaat-ihsan-dalam-kehidupan-
sehari.html

https://www.materikelas.com/hikmah-dan-manfaat-ihsan-berbuat-baik/

https://alkirasasi.wordpress.com/2017/12/06/hikmah-ihsan/

https://www.academia.edu/12395832/PERMASALAHAN_AMAR_MARUF_NAHI_MUNGKAR

https://4ssyifa.wordpress.com/2012/05/17/makalah-agama-islam-ihsan/

http://avithafransiscaidp.blogspot.com/2013/12/tugas-membuat-makalah-tentang-
ihsan.html
18

Anda mungkin juga menyukai