Abstrak
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai Pertanggungjawaban Hukum Bidan Akibat
Pelimpahan Wewenang Oleh Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas”. Bidan
memberikan pelayanan kesehatan harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan ketentuan yang berlaku. Bidan bertugas memberikan
pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kebidanan, dan melaksanakan pelimpahan
kewenangan tindakan medis. Pelayanan kesehatan oleh bidan atas pelimpahan wewenang
oleh dokter juga dapat menimbulkan malpraktik, sehingga pasien dapat menuntut secara
pidana maupun perdata. Oleh karena itu, perlu adanya pertanggungjawaban hukum bidan
maupun dokter jika tidak sesuai dengan standar, dengan melihat unsur kesalahan, kelalaian,
dan wanprestasi yang berpedoman pada rekam medis
A.Pendahuluan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan
Pasal 28H Undang-Undang Dasar
di bidang kesehatan untuk jenis tertentu
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memerlukan kewenangan untuk
menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak
melakukan upaya kesehatan”.
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
Bidan merupakan salah satu tenaga
tinggal, dan mendapatkan lingkungan
profesi dalam bidang kesehatan. Bidan
hidup yang baik dan sehat serta berhak
dalam melakukan praktik kebidanan harus
memperoleh pelayanan kesehatan”.
sesuai dengan standar. Undang-Undang
Pasal 1 ayat (6) Undang Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Kesehatan dalam pasal 58 ayat (1) huruf a
menyatakan yang dimaksud dengan
menyebutkan bahwa : “Tenaga Kesehatan
tenaga kesehatan adalah : “Setiap orang
dalam menjalankan praktik wajib
yang mengabdikan diri dalam bidang
memberikan pelayanan kesehatan sesuai
kesehatan serta memiliki pengetahuan
dengan Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
164
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
timbul untuk memberikan preskripsi hukum, yang terdiri atas bahan hukum
mengenai apa yang seyogyanya atas isu.2 primer berupa peraturan perundang-
Pendekatan permasalahan yang undangan, bahan hukum sekunder berupa
digunakan dalam penelitian ini adalah semua tulisan ilmiah tentang hukum dan
pendekatan perundang-undangan (statute kesehatan yang telah dipublikasikan
approach) dan pendekatan konseptual meliputi buku-buku, jurnal dan makalah,
(conseptual Approach).3 serta bahan hukum tersier berupa Kamus
Penggunaan pendekatan ini Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, dan
dimaksudkan agar memperoleh kajian Kamus Kebidanan.
yang menyeluruh mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pertanggungjawaban C. Pembahasan
hukum bidan akibat pelimpahan Pelimpahan kewenangan
wewenang oleh dokter. Kewenangan yang sah bila ditinjau
Pendekatan perundang-undangan dari sumber darimana kewenangan itu
(statute approach) dilakukan dengan lahir atau diperoleh, maka terdapat tiga
menelaah sudut filosofis peraturan kategori kewenangan, yaitu atributif,
perundang-undangan yang mengatur delegatif dan mandat, yang dapat
mengenai pertanggungjawaban akibat dijelaskan sebagai berikut :4
pelimpahan wewenang, baik secara a. Kewenangan atributif
pidana maupun perdata, sedangkan Kewenangan atributif biasanya
pendekatan konseptual (conseptual digariskan atau berasal dari adanya
Approach) dilakukan dengan beranjak pembagian kekuasaan oleh peraturan
dari pandangan-pandangan dan konsep- perundang-undangan. Dalam pelaksanaan
konsep yang berkembang mengenai hal kewenangan atributif ini pelaksanaannya
tersebut. dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan
Selanjutnya untuk dapat menjawab yang tertera dalam peraturan dasarnya
permasalahan dalam penelitian ini terhadap kewenangan atributif mengenai
diperlukan sumber-sember penelitian tanggung jawab dan tanggung gugat
yang dapat dipergunakan sebagai bahan berada pada pejabat atau badan
sebagaimana tertera dalam peraturan
2
Peter Mahmud Marzuki, (2005), Penelitian
Hukum, Jakarta: Kencana Premadia Group, hlm. dasarnya.
59.
3 4
Johnny Ibrahim, (2008), Teori & Metodologi Nur Basuki Winanmo. (2008). Penyalahgunaan
Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia, Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, Laksbang
hlm. 310-320. Mediatama, Yogyakarta, hlm. 70-75.
167
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
6 7
Cecep Triwibowo, (2014), Etika dan Hukum Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, (2016),
Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, hlm. 16. Hukum Pidana, Malang: Setara Press, hlm.222.
170
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati kata lain, alasan pembenar dapat
melakukan suatu perbuatan, disamping pembenar dapat berada pada hukum yang
dapat menduga akibat perbuatan itu. Pada tidak tertulis.8
umumnya kealpaan (culpa) dibedakan Unsur-unsur yang tidak dapat
atas : menghapus pertanggungjawaban pidana
1) Kealpaan dengan kesadaran (Bewuste menurut Pompe :
schuld). a. Suatu kemampuan berpikir pada
2) Kealpaan tanpa kesadaran (Onbewestu pembuat yang harus memungkinkan
schuld). dia menguasai pikirannya dan
Dalam kepustakaan, disebutkan menentukan kehendaknya atau
bahwa untuk adanya kesalahan, terdakwa kemauannya;
harus dipenuhi dengan empat unsur, yaitu b. Dapat mengerti makna dan akibat
: melakukan perbuatan pidana (sifat perbuatannnya;
melawan hukum), diatas umur tertentu c. Dapat menentukan kehendaknya sesuai
dapat bertanggung jawab, mempunyai dengan jalan pikirannya. Kemampuan
bentuk kesalahan yang berupa berpikir sebagaimana tersebut di atas
kesengajaan atau kealpaan, tidak adanya terdapat pada orang normal.9
alasan pemaaf. Dalam bidang hukum, hukum
Ajaran sifat melawan hukum pidana termasuk dalam hukum yang
memiliki kedudukan yang penting dalam berlaku umum, dimana setiap orang harus
hukum pidana di samping asas legalitas. tunduk kepada peraturan ini dan
Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat pelaksanaan peraturan ini dapat
melawan hukum yang formal dan materil dipaksakan.
: Setiap anggota masyarakat (dokter
a. Ajaran sifat melawan hukum formal dan bidan) tanpa kecuali harus taat, juga
Sifat melawan hukum formal terjadi termasuk orang asing yang berada dalam
karena memenuhi rumusan delik undang- yuridiksi Negara Republik Indonesia.
undang. Sifat melawan hukum formal Tuntutan malpraktik berdasarkan hukum
merupakan syarat untuk dapat pidana (dengan kata lain sebagai
dipidananya perbuatan.
8
Salim HS, (2006), Perkembangan Hukum
b. Ajaran sifat melawan hukum materil Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm. 21.
Ajaran ini mengakui alasan-alasan 9
Tina Asmarawati, (2014), Pidana dan
pembenar di luar undang-undang, dengan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: Deepublish, hlm. 61.
171
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
kriminalitas dalam bidang medik) yang unsur yang dimaksud merupakan rincian
tercatat dalam literatur-literatur dari kalimat : “menyebabkan orang lain
sebenarnya tidaklah banyak. Meskipun mati” yakni :11
demikian, perlu diketahui beberapa a. Harus ada wujud perbuatan;
perbuatan yang dikategorikan dalam b. Adanya akibat berupa kematian;
malpraktik pidana, antara lain: 10 c. Adanya causal verband antara wujud
a. Penganiyaan (Mishandeling) perbuatan dengan akibat kematian.
Malpraktik kedokteran dapat c. Kealpaan yang menyebabkan luka-luka
menjadi penganiyaan jika ada Dugaan malpraktik dalam bidang
kesengajaan, baik terhadap perbuatan pelayanan kesehatan selain karena
maupun akibat perbuatan. Perbuatan pada kematian juga bisa disebabkan karena
penganiyaan harus berwujud, misalnya adanya luka, yang tertuang dalam tindak
pemukulan atau pembedahan tubuh yang hukum pidana. Menurut pasal 360 ayat
dilakukan oleh dokter/bidan. Akan tetapi (1).
bisa juga dengan perbuatan pasif, seperti Adami Chazawi menilai tidak
sengaja tidak segera melakukan semua malpraktik medis masuk dalam
pembedahan tindakan yang menurut ilmu ranah hukum pidana. Ada tiga unsur yang
kesehatan/kedokteran harus dilakukan harus dipenuhi, yaitu : sikap batin dokter
segera dengan maksud agar pasien mati. (ada kesengajaan/dolus atau culpa),
Dalam perlakuan tersebut berarti tindakan medis yang dilakukan melanggar
terjadi penganiyaan yang menyebabkan standar profesi kedokteran, standar
matinya orang. Penganiyaan hanya prosedur operasional, atau mengandung
berlaku kesengajaan sebagai maksud sifat melawan hukum, tidak sesuai dengan
(opzet als oogmerk) saja, tidak termasuk kebutuhan pasien, dan menimbulkan luka-
kesengajaan sebagai kemungkinan. luka (pasal 360 KUH Pidana) atau
b. Kealpaan yang menyebabkan kematian kehilangan nyawa pasien (pasal 359 KUH
Pasal 359 merumuskan bahwa Pidana).
“barang siapa karena kesalahannya Malpraktik yang dilakukan dengan
kealpaannya menyebabkan orang lain sikap batin culpa hanya diterapkan pada
mati....” jadi disamping adanya sikap pasal 359 KUH Pidana (jika
batin culpa harus ada tiga unsur lagi. Tiga menyebabkan kematian pasien), pasal 360
10 11
Chorisdiono M. Achadiat, (2006), Dinamika Adami Chazawi, (2005), Pelajaran Hukum
Etika dan Hukum Kedokteran (dalam Tantangan Pidana Bagian I, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hlm.
Zaman), Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hlm. 29. 106.
172
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
KUH Pidana (jika menyebabkan luka pidana penjara paling lama 3 (tiga)
berat) dan tindak pidana aborsi (aborsi tahun;
criminalis) pada pasal 347 dan pasal 348 (2)Jika kelalaian berat sebagaimana
KUH Pidana. dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Pembuktian tentang ada atau kematian, setiap Tenaga Kesehatan
tidaknya kesalahan/kelalaian yang telah dipidana dengan pidana penjara paling
dilakukan oleh bidan merupakan syarat lama 5 (lima) tahun.
utama untuk mepertanggungjawabkan Dari defenisi malpraktik adalah
pelayanan kesehatan yang dilakukannya. “kelalaian dari seorang dokter untuk
Doktrin Res Ispa Loquitor (the thing mempergunakan tingkat kepandaian dan
spekas for it self) dengan mudah dapat ilmu dalam mengobati dan merawat
membuktikan tentang adanya kesalahan pasien, yang lazim dipergunakan terhadap
yang dilakukan oleh bidan. pasien atau orang yang terluka menurut
Penegakkan tindak pidana ukuran di lingkungan yang sama”.
malpraktik dalam pelayanan kesehatan (Valentin v. La Society de Bienfaiscance
masih menggunakan ketentuan-ketentuan Mutualle de Los Angelos, California,
yang diatur dalam Undang-Undang 1956). Dari defenisi tersebut malpraktik
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik harus dapat dibuktikan apakah benar telah
Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 terjadi kelalaian oleh tenaga kesehatan
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta atau tenaga medis dalam menerapkan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ilmu dan ketrampilannya yang ukurannya
tentang Kesehatan tidak mengatur secara lazim dipergunakan di wilayah tersebut,
khsusus atau tidak dikenal adanya tindak tenaga kesehatan disini juga meliputi
pidana akibat malpraktik. Tetapi, dimuat bidan. Sehingga tidak serta merta tenaga
dalam pasal 84 Undang-Undang Nomor kesehatan ataupun tenaga medis dituntut
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang disebabkan oleh malpraktik.
mengenai ketentuan pidana, yang Karena perikatan dalam transaksi
menyatakan bahwa : terapeutik yang terjadi antara tenaga
(1)Setiap Tenaga Kesehatan yang kesehatan ataupun tenaga medis dengan
melakukan kelalaian berat yang pasien adalah perikatan/perjanjian jenis
mengakibatkan Penerima Pelayanan daya upaya (ispaning verbintenis) dan
Kesehatan luka berat dipidana dengan bukan perjanjian akan hasil (resultat
verbintenis).
173
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
Penentuan secara normatif tentang tindakan oleh dokter kepada bidan juga
ada atau tidaknya kelalaian atas tindakan dapat berakibat fatal pada pasien.
yang dilakukan oleh dokter dan bidan Pertanggungjawaban hukum pidana bagi
harus ditinjau secara cermat dan teliti bidan, dengan tetap memperperhatikan
kasus per kasus. Hakim yang memegang unsur-unsur pidana yang dilakukan bidan,
kunci dalam menentukan secara in yaitu sebagai berikut:
concreto tentang ada atau tidaknya a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan
melakukan pekerjaan sesuai dengan hukum, dalam hal ini apabila bidan
standar profesi dan tidak sesuai prosedur melakukan pelayanan kesehatan di luar
tindakan, dikatakan telah melakukan kewenanangannya yang tertuang dalam
kesalahan/kelalaian. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Oleh karena itu, pelimpahan 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
wewenang yang diberikan dokter kepada Penyelenggaraan Praktik Kebidanan.
bidan baik secara delegatif ataupun b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal
mandat, jika terjadi malpraktik tidak ini bidan memahami konsekuensi dari
sepenuhnya hanya ditanggung oleh dokter setiap tindakannya dan secara
sendiri ataupun bidan sendiri, kemampuan telah mendapat pelatihan
pertanggungjawaban pidana baik bagi dan pendidikan untuk itu.
dokter ataupun bidan apabila terjadi c. Adanya kesalahan (schuld) berupa
malpraktik yang menimbulkan kerugian kesengajaan atau karena kealpaan
pada pasien perlu dilakukan telaah (culpa). Apabila tindakan tersebut
kasusnya terlebih dahulu, dalam hal ini dilakukan karena adanya niat dan
perlu membuka rekam medis, jika dalam unsur kesengajaan maka bidan dijerat
pelaksanaannya tindakan yang dilakukan sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai
oleh bidan tidak sesuai dengan standar contoh seorang bidan dengan sengaja
prosedur ketika menerima pelimpahan memberikan suntikan dengan sengaja
wewenang secara mandat dari dokter agar pasien meninggal.
maka bidan juga turut serta untuk d. Tidak adanya alasan pembenar dan
bertanggungjawab hukum, namun dalam atau alasan pemaaf, dalam hal ini tidak
hal ini juga dokter tidak dapat melepaskan ada alasan pemaaf seperti tidak adanya
tanggung jawabnya ketika memberikan aturan yang mengijinkannya
pelimpahan wewenang secara delegatif, melakukan suatu tindakan, ataupun
kesalahan dalam memberikan pelimpahan tidak ada alsan pembenar dan pemaaf
174
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
yang ada sesuai dengan standar turunan dari Pasal 1367 KUH Perdata
prosedur operasional, ataukah ayat (3) yang berlaku khusus untuk
kesalahan pelimpahan wewenang yang kalangan Rumah Sakit, atau Pasal 46
diberikan oleh dokter. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
g. Pasal 1371 KUH Perdata : “Penyebab bersifat lex spesialis. Ketentuan Pasal
luka atau cacatnya sesuatu anggota diatas juga sejalan dengan ketentuan dari
badan dengan sengaja atau karena doktrin respondeat superior. Doktrin
kurang hati-hati memberikan hak respondeat superior mengandung makna
kepada si korban untuk selain bahwa seorang majikan adalah orang yang
penggantian biaya-biaya berhak untuk memberikan instruksi dan
penyembuhan, menuntut penggantian mengontrol tindakan bawahannya, baik
kerugian yang disebabkan oleh luka atas hasil yang dicapai maupun tentang
atau cacat tersebut. Juga penggantian cara yang digunakan. Di samping itu
kerugian ini dinilai menurut kedudukan dengan perkembangan hukum kesehatan
dan kemampuan kedua belah pihak dan kecanggihan teknologi kedokteran,
dan menurut keadaan. Ketentuan rumah sakit pun tidak dapat melepaskan
paling akhir ini pada umumnya berlaku diri dari tanggung jawab pekerjaan yang
dalam hal menilaikan kerugian, yang dilakukan oleh pegawainya, termasuk apa
diterbitkan dari suatu kejahatan yang diperbuat oleh para medis.17
terhadap pribadi seseorang si korban Jika dikaitkan pada doktrin
untung. respondeat superior maka, dapat
h. Undang-Undang Nomor 29 Tahun dianalogikan hubungan dokter dan bidan
2004 tentang Praktik Kedokteran, akibat pelimpahan wewenang secara
utamanya pasal 45 ayat (1), (2), dan (3) mandat. Namun doktrin ini tidak dapat
persetujuan dokter dan pasien dikenal diterapkan begitu saja, karena untuk
dengan informed consent. penerapannya harus terlebih dulu
Membandingkan bunyi Pasal 46 dipenuhi syarat-syarat tertentu, seperti
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 harus adanya hubungan kerja antara
tentang Rumah Sakit dengan Pasal 1367 atasan dengan bawahan dan sikap tindak
KUHPerdata ayat (3) di atas, dapat bawahan harus pula dalam ruang lingkup
diambil kesimpulan bahwa Pasal 46 pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 17
Bahder Johan Nasution, (2005), Hukum
tentang Rumah Sakit adalah derivate atau Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta,:
Rineka Cipta, hlm. 72.
179
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
Hubungan kerja dianggap ada, apabila rekam medis yang ada, apakah tindakan
atasan mempunyai hak secara langsung yang diberikan telah sesuai dengan
mengawasi dan mengendalikan aktivitas standar prosedur atau tidak. Tuntutan atau
bawahan dalam melakukan tugas- gugatan perdata yang dapat diajukan
tugasnya, dalam hal ini pekerjaan yang (tanggung gugat hukum) seperti telah
dilakukan harus merupakan suatu wujud disebutkan sebelumnya adalah:
perintah yang diberikan oleh atasan.18 a. Tanggung gugat berdasarkan
Pelimpahan wewenang yang wanprestasi atau cedera janji atau
diberikan oleh dokter kepada bidan secara ingkar janji yang didasarkan pada
delegatif, dimana terjadi pengalihan contractual liability sebagaimana
tanggung jawab bagi yang menerima diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata.
pelimpahan wewenang yaitu bidan, jika b. Tanggung gugat berdasarkan perbuatan
terjadi malpraktik dan mengakibatkan melanggar hukum (onrechtmatige-
kerugian bagi pasien, tidak hanya bidan daad) sebagaimana diatur dalam
sendiri yang bertanggungjawab secara ketentuan Pasal 1365 dan 1366 KUH
hukum, dokter juga ikut Perdata.
bertanggungjawab hukum, sebab dapat Terdapat dua bentuk ganti rugi akibat
terjadi oleh karena kesalahan memberikan perbuatan melawan hukum, yaitu :
pelimpahan wewenang. Oleh karena itu, a. Ganti rugi materiil
perlu dilakukan telaah terhadap rekam Kerugian materiil adalah kerugian
medis dimanakah letak kesalahan yang yang nyata-nyata diderita oleh korban dan
terjadi, apakah telah sesuai dengan jumlahnya dapat diukur secara matematis.
standar operasional prosedur atau tidak. b. Ganti rugi immateriil
Tanggung gugat hukum yang Kerugian imateriil merupakan
ditujukan kepada bidan dan dokter kerugian pihak korban yang tidak dapat
sebagai pemberi pelimpahan wewenang diukur jumlahnya. Ganti rugi immateriil
secara delegasi kepada bidan yang dapat berupa penderitaan sakit atau
melakukan kelalaian yang mengakibatkan kesakitan, kesedihan, ketakutan,
timbulnya kerugian bagi pasien dalam kehilangan kesenangan, kehilangan
pelayanan kesehatan di puskesmas tetap harapan, kehilangan bagian tubuh atau
dikenai tanggung jawab hukum, namun cacat, bahkan sampai kematian pasien
tetap harus melakukan telaah terhadap bukan kerugian yang dapat dituntut atas
18 dasar wanprestasi. Ganti rugi immateriil
Ibid.
180
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
ini hanya dapat dibebankan terhadap tanggung jawabnya melekat pada dokter
kerugian karena perbuatan melawan maka, tetap dikaji berdasarkan
hukum dan tidak layak diterapkan atas pembuktian berdasarkan rekam medis
kerugian yang disebabkan oleh yang ada, dan standar profesi, dan standar
wanprestasi kontrak. operasional prosedur yang ada di
Perikatan tanggung renteng diatur puskesmas, sehingga tanggung jawabnya
dalam pasal 1278 KUH Perdata sampai tidak hanya melekat pada dokter tetapi
dengan Pasal 1295 KUH Perdata. juga bidan sebagai pelaksana tindakan
Perikatan tanggung renteng menurut pasal dengan menggunakan prinsip tanggung
19
1278 KUH Perdata adalah: Perikatan renteng seperti kasus yang diputuskan
tanggung renteng adalah : “suatu oleh hakim dalam kasus Pitra Azmirla dan
perikatan dimana beberapa orang Damitri Almira.
bersama-sama sebagai pihak yang Pertanggungjawaban perdata bagi
berutang berhadapan dengan satu orang bidan akibat pelimpahan wewenang oleh
kreditor, dimana salah satu dari debitur itu dokter berbeda jika terjadi di rumah sakit,
telah membayar utangnya pada kreditor, sesuai pasal 46 Undang-Undang Rumah
maka pembayaran itu akan membebaskan Sakit bahwa Rumah Sakit bertanggung
teman-teman yang lain dari utang”.20 jawab atas kelalaian yang ditimbulkan
Tanggung renteng didefinisikan sebagai oleh tenaga kesehatan, namun jika
tanggung jawab bersama diantara anggota kelalaian di puskesmas yang ditimbulkan
dalam satu kelompok atas segala oleh tenaga medis maupun tenaga
kewajiban terhadap koperasi dengan dasar kesehatan perlu dikaji lagi, karena dalam
keterbukaan dan saling mempercayai.21 aturan tentang puskesmas tidak memuat
Bentuk ganti rugi yang ditimbulkan ketentuan pertanggungjawaban hukum
karena kesalahan atau kelalaian sebagai puskesmas atas kelalaian tenaga medis
akibat pelimpahan wewenang dokter dan tenaga kesehatan
kepada bidan secara mandat dimana
D. Penutup
19
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (2001), Kitab Tanggung jawab hukum bagi bidan
Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:
Pradnya Paramita, hlm. 330. akibat pelimpahan kewenangan yang
20
Salim, (2009), Pengantar Hukum Perdata
Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 176. diberikan oleh dokter kepada bidan dalam
21
Gatot Supriyanto, (2009), Aplikasi Sistem
Tanggung Renteng Koperasi Setia Bhakti Wanita pelayanan kesehatan di puskesmas, harus
Jawa Timur, Surabaya: Kopwan Setia Bhakti dilihat apakah perbuatan tersebut karena
Wanita, hlm. 36.
181
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
adanya unsur kesalahan dan kelalaian administarsi apabila secara jelas dan
yang membuat orang lain menderita. terbukti melalui pembuktian di pengadilan
Harus dilihat juga apakah tindakan menunjukkan bahwa bidan mencederai
tersebut dilakukan karena perbuatan klien sampai cacat bahkan meninggal
melawan hukum atau karena wanprestasi. secara sengaja atas perintah.
Walaupun secara teori pelimpahan Berdasarkan penelitian yang telah
kewenangan secara delegatif terjadi dilakukan, saran yang dapat diberikan
pengalihan tanggung jawab kepada adalah sebagai berikut maka perlu secara
penerima pelimpahan wewenang yaitu jelas pembagian bentuk pelimpahan
bidan dan mandat merupakan tanggung kewenangan secara jelas yaitu tindakan
jawab dari pemberi pelimpahan, dalam apa yang dilakukan di Puskesmas agar
hal ini dokter. Perlu dilakukan bidan memiliki batas kewenangan dalam
pembuktian dengan cara membuka rekam menjalankan tugas pelimpahan. Oleh
medis pasien yang ada di puskesmas karena, profesi bidan merupakan bagian
tempat dokter dan bidan bekerja dari profesi kesehatan yang selalu
kemudian meneliti standar prosedur berhubungan dengan keselamatan pasien,
operasional yang ada di puskesmas. maka perlu juga dibentuk undang-undang
Rekam medis memuat semua kebidanan yang dapat memberi kejelasan
catatan tentang tindakan yang mengenai penyelenggaraannya dan
dilimpahkan oleh dokter kepada bidan dan melindungi praktik kebidanan.
pelaksanaan tindakan bidan. Sehingga
dapat diindentifikasikan apakah bidan E. Daftar Pustaka
melakukan kesalahan atau kelalaian Buku
secara sengaja dan tidak sesuai yang Achadiat, Chorisdiono M, (2006),
dilimpahkan serta standar prosedur Dinamika Etika dan Hukum
operasional atau oleh karena perintah dari Kedokteran (dalam Tantangan
dokter yang tidak jelas. Karena bentuk Zaman), Jakarta: Buku Kedokteran
pelimpahan kewenangan tindakan yang EGC.
dilimpahkan belum jelas secara peraturan Asmarawati, Tina, (2014), Pidana dan
perundang-undangan maka tanggung Pemidanaan dalam Sistem Hukum
jawab juga menjadi tidak jelas. di Indonesia, Yogyakarta:
Meskipun demikian, bidan dapat Deepublish.
dituntut secara pidana, perdata maupun
182
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
184
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184