Anda di halaman 1dari 21

JUSTITIA JURNAL HUKUM

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM BIDAN AKIBAT


PELIMPAHAN WEWENANG OLEH DOKTER DALAM
PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS
Siti Nur Asyah Jamillah Ahmad, Sutarno, Yulianto
Fakultas Hukum Universitas Hang Tuah
Jl Arief Rahman Hakim 150 Surabaya Telp. 031 594 5894031 594 5894, e-mail:
Sitinurahmad17@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini memberikan gambaran mengenai Pertanggungjawaban Hukum Bidan Akibat
Pelimpahan Wewenang Oleh Dokter Dalam Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas”. Bidan
memberikan pelayanan kesehatan harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan,
standar prosedur operasional dan ketentuan yang berlaku. Bidan bertugas memberikan
pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kebidanan, dan melaksanakan pelimpahan
kewenangan tindakan medis. Pelayanan kesehatan oleh bidan atas pelimpahan wewenang
oleh dokter juga dapat menimbulkan malpraktik, sehingga pasien dapat menuntut secara
pidana maupun perdata. Oleh karena itu, perlu adanya pertanggungjawaban hukum bidan
maupun dokter jika tidak sesuai dengan standar, dengan melihat unsur kesalahan, kelalaian,
dan wanprestasi yang berpedoman pada rekam medis

Kata kunci: tanggung jawab, bidan, pelayanan kesehatan

A.Pendahuluan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan
Pasal 28H Undang-Undang Dasar
di bidang kesehatan untuk jenis tertentu
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memerlukan kewenangan untuk
menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak
melakukan upaya kesehatan”.
hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
Bidan merupakan salah satu tenaga
tinggal, dan mendapatkan lingkungan
profesi dalam bidang kesehatan. Bidan
hidup yang baik dan sehat serta berhak
dalam melakukan praktik kebidanan harus
memperoleh pelayanan kesehatan”.
sesuai dengan standar. Undang-Undang
Pasal 1 ayat (6) Undang Undang
Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
Kesehatan dalam pasal 58 ayat (1) huruf a
menyatakan yang dimaksud dengan
menyebutkan bahwa : “Tenaga Kesehatan
tenaga kesehatan adalah : “Setiap orang
dalam menjalankan praktik wajib
yang mengabdikan diri dalam bidang
memberikan pelayanan kesehatan sesuai
kesehatan serta memiliki pengetahuan
dengan Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
164
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Operasional, dan etika profesi serta Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28


kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Tahun 2017. Peraturan Menteri Kesehatan
Kesehatan”. Adapun yang dimaksud Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
dengan standar adalah pedoman yang 2017 pasal 22 menyatakan tentang
harus dipergunakan sebagai petunjuk pelimpahan kewenangan berupa mandat
dalam menjalankan profesi. Selanjutnya yang diberikan oleh dokter, dan pada
pada pasal 65 Undang-Undang Nomor 36 pasal 27 ayat (4) menyatakan bahwa :
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan “Tindakan pelayanan kesehatan
juga menyebutkan tentang pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kewenangan bagi tenaga kesehatan. menjadi tanggung jawab dokter pemberi
Peraturan Menteri Kesehatan mandat, sepanjang pelaksanaan tindakan
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun sesuai dengan pelimpahan yang
2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan diberikan”.
Praktik Bidan pasal 1 ayat (1) menyatakan Bidan dapat memberikan pelayanan
bahwa : “Bidan adalah seorang kesehatan sesuai dengan mandat dokter di
perempuan yang lulus dari pendidikan bawah pengawasan dokter. Selain itu,
bidan yang telah teregistrasi sesuai dalam melakukan tindakan medis tertentu
dengan ketentuan peraturan perundang- dokter juga tidak dapat melaksanakan
undangan”. sendiri, tetapi dibantu oleh bidan yang
Pelayanan kebidanan merupakan berada di tempat pelayanan kesehatan
layanan yang diberikan oleh bidan sesuai dalam hal ini di Puskesmas.
dengan kewenangan yang dimilikinya Permasalahannya adalah apabila
dengan tujuan meningkatkan kesehatan dokter memberikan pelimpahan
ibu dan anak guna tercapainya keluarga wewenang kepada bidan untuk melakukan
yang berkualitas, bahagia, dan sejahtera. suatu tindakan, tindakan yang
Sasaran pelayanan kebidanan adalah dilimpahkan oleh dokter yang dilakukan
individu, keluarga, dan masyarakat, yang bidan menimbulkan malpraktik, apakah
meliputi upaya peningkatan, pencegahan, tanggung jawab sepenuhnya ada pada
penyembuhan serta pemulihan.1 dokter selaku pemberi pelimpahan
Penyelenggaraan praktik bidan wewenang atukah tanggung jawab bidan
diatur dalam Peraturan Menteri sebagai penerima pelimpahan yang telah
1
Suryani Soepardan, (2007), Suryani Soepardan, melakukan malpraktik. Aturan tersebut
Konsep Kebidanan, Jakarta: Buku Kedokteran juga tidak memuat penjelasan mengenai
EGC, hlm. 29.
165
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

bentuk tindakan pelayanan kesehatan Perlu diketahui bahwa, bahwa


seperti apa yang dapat dilimpahkan pada permasalahannya bukan berkenaan
bidan secara mandat. Kesalahan dalam dengan pelaksanaan kegiatan-kegiatan
pemberian mandat juga dapat berpotensi yang bersifat medis dalam pelayanan
besar menimbulkan bahaya. kesehatan, melainkan berkenaan dengan
Bidan dalam menjalankan pertanggungjawaban masing-masing
praktiknya harus sesuai dengan standar, pelaksana jabatan menurut peraturan
baik standar pelayanan, standar profesi, perundang-undangan. Permasalahan akan
dan standar operasional prosedur. terjadi apabila bidan yang melakukan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik tindakan pelayanan kesehatan tidak
Indonesia Nomor 28 Tahun 2017 tentang kompoten sehingga dapat menimbulkan
Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan kerugian pada pengguna jasa pelayanan
pasal 29 menyebutkan bahwa :“Dalam kesehatan, mulai dari kerugian ringan
melaksanakan praktik kebidanannya, hingga pada kematian.
bidan memiliki hak memperoleh Disinilah akan timbul permasalahan
perlindungan hukum sepanjang hukum akibat pelimpahan wewenang,
melaksanakan pelayanannya sesuai dengan bentuk pertanggungjawaban
dengan standar profesi, standar pelayanan, hukumnya baik secara pidana maupun
dan standar prosedur operasional”. perdata, terhadap siapakah beban
Peraturan Menteri Kesehatan tanggung jawab pidana dan perdata
Republik Indonesia Nomor 28 Tahun selayaknya dibebankan.
2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Berdasarkan uraian latar belakang
Praktik bidan pasal 46 ayat (4) masalah tersebut diatas, maka masalah
menyatakan bahwa : “Dalam rangka yang akan dikaji sekaligus menjadi legal
pelaksanaan pengawasaan sebagaimana issue adalah tanggung jawab hukum bagi
dimaksud pada ayat (1), Menteri, Dinas bidan akibat malpraktik atas dasar
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan pelimpahan wewenang oleh dokter dalam
kabupaten/Kota, dapat memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas.
tindakan administratif kepada bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap B. Metode Penelitian
ketentuan penyelenggaraan praktik Penelitian ini merupakan penelitian
bidan”. yuridis normatif, yaitu penelitian yang
mencari pemecahan atas isu hukum yang
166
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

timbul untuk memberikan preskripsi hukum, yang terdiri atas bahan hukum
mengenai apa yang seyogyanya atas isu.2 primer berupa peraturan perundang-
Pendekatan permasalahan yang undangan, bahan hukum sekunder berupa
digunakan dalam penelitian ini adalah semua tulisan ilmiah tentang hukum dan
pendekatan perundang-undangan (statute kesehatan yang telah dipublikasikan
approach) dan pendekatan konseptual meliputi buku-buku, jurnal dan makalah,
(conseptual Approach).3 serta bahan hukum tersier berupa Kamus
Penggunaan pendekatan ini Hukum, Kamus Bahasa Indonesia, dan
dimaksudkan agar memperoleh kajian Kamus Kebidanan.
yang menyeluruh mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan pertanggungjawaban C. Pembahasan
hukum bidan akibat pelimpahan Pelimpahan kewenangan
wewenang oleh dokter. Kewenangan yang sah bila ditinjau
Pendekatan perundang-undangan dari sumber darimana kewenangan itu
(statute approach) dilakukan dengan lahir atau diperoleh, maka terdapat tiga
menelaah sudut filosofis peraturan kategori kewenangan, yaitu atributif,
perundang-undangan yang mengatur delegatif dan mandat, yang dapat
mengenai pertanggungjawaban akibat dijelaskan sebagai berikut :4
pelimpahan wewenang, baik secara a. Kewenangan atributif
pidana maupun perdata, sedangkan Kewenangan atributif biasanya
pendekatan konseptual (conseptual digariskan atau berasal dari adanya
Approach) dilakukan dengan beranjak pembagian kekuasaan oleh peraturan
dari pandangan-pandangan dan konsep- perundang-undangan. Dalam pelaksanaan
konsep yang berkembang mengenai hal kewenangan atributif ini pelaksanaannya
tersebut. dilakukan sendiri oleh pejabat atau badan
Selanjutnya untuk dapat menjawab yang tertera dalam peraturan dasarnya
permasalahan dalam penelitian ini terhadap kewenangan atributif mengenai
diperlukan sumber-sember penelitian tanggung jawab dan tanggung gugat
yang dapat dipergunakan sebagai bahan berada pada pejabat atau badan
sebagaimana tertera dalam peraturan
2
Peter Mahmud Marzuki, (2005), Penelitian
Hukum, Jakarta: Kencana Premadia Group, hlm. dasarnya.
59.
3 4
Johnny Ibrahim, (2008), Teori & Metodologi Nur Basuki Winanmo. (2008). Penyalahgunaan
Penelitian Hukum Normatif, Malang: Bayumedia, Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi, Laksbang
hlm. 310-320. Mediatama, Yogyakarta, hlm. 70-75.
167
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

b. Kewenangan delegatif d. Kewajiban memberi keterangan


Kewenangan delegatif bersumber (penjelasan), artinya delegans
dari pelimpahan suatu organ pemerintah berwenang untuk meminta penjelasan
kepada organ lain dengan dasar peraturan tentang pelaksanaan wewenang
perundang-undangan. Dalam hal ini tersebut;
kewenangan delegatif tanggung jawab e. Peraturan kebijakan (beleidsregel),
dan tanggung gugat beralih kepada yang artinya delegans memberikan instruksi
diberi wewenang tersebut dan beralih (petunjuk) tentang penggunaan
pada delegataris. wewenang tersebut.5
c. Kewenangan mandat Pelimpahan kewenangan kepada
Kewenangan mandat merupakan tenaga kesehatan diatur dalam Undang-
kewenangan yang bersumber dari proses Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014
atau prosedur pelimpahan dari pejabat tentang Tenaga Kesehatan pasal 65 ayat
atau badan yang lebih tinggi kepada yang menyatakan bahwa :
pejabat atau badan yang lebih rendah. (1) Dalam melakukan pelayanan
Kewenangan mandat terdapat hubungan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat
rutin atasan dan bawahan, kecuali bila menerima pelimpahan tindakan medis
dilarang secara tegas. dari tenaga medis.
Delegasi harus memenuhi syarat- (2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasi
syarat sebagai berikut: -an, tenaga teknis kefarmasian dapat
a. Delegasi harus definitif, artinya menerima pelimpahan pekerjaan
delegasi tidak dapat lagi menggunakan kefarmasian dari tenaga apoteker.
sendiri wewenang yang telah (3) Pelimpahan tindakan sebagaimana
dilimpahkan itu; dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan dilakukan dengan ketentuan:
perundang-undangan, artinya delegasi a. tindakan yang dilimpahkan
hanya dimungkinkan jika ada termasuk dalam kemampuan dan
ketentuan yang memungkinkan untuk keterampilan yang telah dimiliki
itu dalam peraturan perundang- oleh penerima pelimpahan;
undangan; b. pelaksanaan tindakan yang
c. Delegasi tidak kepada bawahan, dilimpahkan tetap di bawah
artinya dalam hierarki kepagawaian pengawasan pemberi pelimpahan;
tidak diperkenankan adanya delegasi; 5
Ibid, hlm.94.
168
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

c. pemberi pelimpahan tetap pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan


bertanggung jawab atas tindakan tingkat pertama tempat Bidan
yang dilimpahkan sepanjang bekerja.
pelaksanaan tindakan sesuai dengan (2) Tindakan pelayanan kesehatan
pelimpahan yang diberikan; dan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
d. tindakan yang dilimpahkan tidak hanya dapat diberikan dalam keadaan
termasuk pengambilan keputusan di mana terdapat kebutuhan
sebagai dasar pelaksanaan tindakan; pelayanan yang melebihi
e. Ketentuan lebih lanjut mengenai ketersediaan dokter di Fasilitas
pelimpahan tindakan sebagaimana Pelayanan Kesehatan tingkat pertama
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), tersebut.
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan (3) Pelimpahan tindakan pelayanan
Menteri. kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan
Penjelasan pasal yang yang
ketentuan:
dimaksud dengan tenaga kesehatan dalam
a. tindakan yang dilimpahkan
ketentuan ini, antara lain adalah perawat,
termasuk dalam kompetensi yang
bidan, penata anestesi, tenaga keterapian
telah dimiliki oleh Bidan penerima
fisik, dan keteknisian medis. Selanjutnya
pelimpahan;
pelimpahan kewenangan oleh dokter
b. pelaksanaan tindakan yang
kepada bidan diatur dalam Peraturan
dilimpahkan tetap di bawah
Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2017
pengawasan dokter pemberi
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik
pelimpahan;
Bidan pasal 22 huruf b yang menyatakan
c. tindakan yang dilimpahkan tidak
bahwa: “Pelimpahan wewenang
termasuk mengambil keputusan
melakukan tindakan pelayanan kesehatan
klinis sebagai dasar pelaksanaan
secara mandat dari dokter”. Kemudian
tindakan; dan
pasal 27 yang menyatakan bahwa :
d. tindakan yang dilimpahkan tidak
(1) Pelimpahan wewenang melakukan
bersifat terus menerus.
tindakan pelayanan kesehatan secara
(4) Tindakan pelayanan kesehatan
mandat dari dokter sebagaimana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud dalam Pasal 22 huruf b
menjadi tanggung jawab dokter
diberikan secara tertulis oleh dokter
pemberi mandat, sepanjang
169
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

pelaksanaan tindakan sesuai dengan menimbulkan resiko yang besar, sehingga


pelimpahan yang diberikan. dapat saja pasien menderita kerugian.
Dasar pertanggungjawaban pidana
Pelimpahan wewenang secara
adalah kesalahan. Salah dalam arti hukum
delegatif yang diberikan oleh dokter
pidana terdiri dari kesalahan dapat
kepada bidan, secara jelas belum diatur,
berbentuk sengaja (opzet) atau lalai
berbeda dengan profesi keperawatan yang
(culpa)7, untuk lebih jelasnya adalah
telah diatur dalam undang-undang
sebagai berikut :
keperawatan.
a. Sengaja (opzet)
Walaupun, dalam peraturannya
Menurut doktrin inti dari sengaja
menyebutkan tentang pelimpahan
(opzet) itu ialah kehendak seseorang.
wewenang secara mandat oleh dokter
Kehendak (will) itu dapat ditujukan
kepada bidan, namun secara jelas belum
kepada perbuatan itu sendiri, dan
mengatur tentang jenis tindakan apa yang
dinamakan “formeel opzet”, dan dapat
dilimpahkan, misalkann tindakan
pula ditujukan pada “akibat perbuatan”
penyuntikan dan pemasangan infus
atau masalah atau keadaan, dan disebut
merupakan tindakan yang dapat
pula sebagai “materieel opzet”.
dilimpahkan secara delagatif ataukah
Selanjutnya dijelaskan bahwa pembagian
secara mandat.
opzet (kesengajaan) itu menurut doktrin
yaitu sebagai berikut :
Tanggung Jawab Pidana
1) Sengaja sebagai maksud (Opzet Als
Hukum kesehatan merupakan
Ooghmerk)
hukum “lex specialis”, melindungi secara
2) Sengaja dengan keinysafan (Opzet Bij
khusus tugas profesi kesehatan (provider)
Zekerheidsbewustzijn).
dalam program pelayanan kesehatan
3) Sengaja dengan keinsyafan
manusia menuju ke arah tujuan deklarasi
kemungkinan (Opzet Bijmogelijkeheids
“helath for all” untuk mendapatkan
bewustzijn)
pelayanan kesehatan.6 Setiap tindakan
b. Kealpaan, sebagaimana yang disebut
medis selalu mengandung resiko, sekecil
dalam pasal 359 KUH Pidana
apapun tindakan medis, dapat saja
Simons menerangkan “kealpaan”
bahwa pada umumnya kealpaan itu terdiri

6 7
Cecep Triwibowo, (2014), Etika dan Hukum Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, (2016),
Kesehatan, Yogyakarta: Nuha Medika, hlm. 16. Hukum Pidana, Malang: Setara Press, hlm.222.
170
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

atas dua bagian, yaitu tidak berhati-hati kata lain, alasan pembenar dapat
melakukan suatu perbuatan, disamping pembenar dapat berada pada hukum yang
dapat menduga akibat perbuatan itu. Pada tidak tertulis.8
umumnya kealpaan (culpa) dibedakan Unsur-unsur yang tidak dapat
atas : menghapus pertanggungjawaban pidana
1) Kealpaan dengan kesadaran (Bewuste menurut Pompe :
schuld). a. Suatu kemampuan berpikir pada
2) Kealpaan tanpa kesadaran (Onbewestu pembuat yang harus memungkinkan
schuld). dia menguasai pikirannya dan
Dalam kepustakaan, disebutkan menentukan kehendaknya atau
bahwa untuk adanya kesalahan, terdakwa kemauannya;
harus dipenuhi dengan empat unsur, yaitu b. Dapat mengerti makna dan akibat
: melakukan perbuatan pidana (sifat perbuatannnya;
melawan hukum), diatas umur tertentu c. Dapat menentukan kehendaknya sesuai
dapat bertanggung jawab, mempunyai dengan jalan pikirannya. Kemampuan
bentuk kesalahan yang berupa berpikir sebagaimana tersebut di atas
kesengajaan atau kealpaan, tidak adanya terdapat pada orang normal.9
alasan pemaaf. Dalam bidang hukum, hukum
Ajaran sifat melawan hukum pidana termasuk dalam hukum yang
memiliki kedudukan yang penting dalam berlaku umum, dimana setiap orang harus
hukum pidana di samping asas legalitas. tunduk kepada peraturan ini dan
Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat pelaksanaan peraturan ini dapat
melawan hukum yang formal dan materil dipaksakan.
: Setiap anggota masyarakat (dokter
a. Ajaran sifat melawan hukum formal dan bidan) tanpa kecuali harus taat, juga
Sifat melawan hukum formal terjadi termasuk orang asing yang berada dalam
karena memenuhi rumusan delik undang- yuridiksi Negara Republik Indonesia.
undang. Sifat melawan hukum formal Tuntutan malpraktik berdasarkan hukum
merupakan syarat untuk dapat pidana (dengan kata lain sebagai
dipidananya perbuatan.
8
Salim HS, (2006), Perkembangan Hukum
b. Ajaran sifat melawan hukum materil Kontrak Innominaat di Indonesia, Jakarta: Sinar
Grafika, hlm. 21.
Ajaran ini mengakui alasan-alasan 9
Tina Asmarawati, (2014), Pidana dan
pembenar di luar undang-undang, dengan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia,
Yogyakarta: Deepublish, hlm. 61.
171
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

kriminalitas dalam bidang medik) yang unsur yang dimaksud merupakan rincian
tercatat dalam literatur-literatur dari kalimat : “menyebabkan orang lain
sebenarnya tidaklah banyak. Meskipun mati” yakni :11
demikian, perlu diketahui beberapa a. Harus ada wujud perbuatan;
perbuatan yang dikategorikan dalam b. Adanya akibat berupa kematian;
malpraktik pidana, antara lain: 10 c. Adanya causal verband antara wujud
a. Penganiyaan (Mishandeling) perbuatan dengan akibat kematian.
Malpraktik kedokteran dapat c. Kealpaan yang menyebabkan luka-luka
menjadi penganiyaan jika ada Dugaan malpraktik dalam bidang
kesengajaan, baik terhadap perbuatan pelayanan kesehatan selain karena
maupun akibat perbuatan. Perbuatan pada kematian juga bisa disebabkan karena
penganiyaan harus berwujud, misalnya adanya luka, yang tertuang dalam tindak
pemukulan atau pembedahan tubuh yang hukum pidana. Menurut pasal 360 ayat
dilakukan oleh dokter/bidan. Akan tetapi (1).
bisa juga dengan perbuatan pasif, seperti Adami Chazawi menilai tidak
sengaja tidak segera melakukan semua malpraktik medis masuk dalam
pembedahan tindakan yang menurut ilmu ranah hukum pidana. Ada tiga unsur yang
kesehatan/kedokteran harus dilakukan harus dipenuhi, yaitu : sikap batin dokter
segera dengan maksud agar pasien mati. (ada kesengajaan/dolus atau culpa),
Dalam perlakuan tersebut berarti tindakan medis yang dilakukan melanggar
terjadi penganiyaan yang menyebabkan standar profesi kedokteran, standar
matinya orang. Penganiyaan hanya prosedur operasional, atau mengandung
berlaku kesengajaan sebagai maksud sifat melawan hukum, tidak sesuai dengan
(opzet als oogmerk) saja, tidak termasuk kebutuhan pasien, dan menimbulkan luka-
kesengajaan sebagai kemungkinan. luka (pasal 360 KUH Pidana) atau
b. Kealpaan yang menyebabkan kematian kehilangan nyawa pasien (pasal 359 KUH
Pasal 359 merumuskan bahwa Pidana).
“barang siapa karena kesalahannya Malpraktik yang dilakukan dengan
kealpaannya menyebabkan orang lain sikap batin culpa hanya diterapkan pada
mati....” jadi disamping adanya sikap pasal 359 KUH Pidana (jika
batin culpa harus ada tiga unsur lagi. Tiga menyebabkan kematian pasien), pasal 360
10 11
Chorisdiono M. Achadiat, (2006), Dinamika Adami Chazawi, (2005), Pelajaran Hukum
Etika dan Hukum Kedokteran (dalam Tantangan Pidana Bagian I, Jakarta: PT. Raja Grafindo, hlm.
Zaman), Jakarta: Buku Kedokteran EGC, hlm. 29. 106.
172
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

KUH Pidana (jika menyebabkan luka pidana penjara paling lama 3 (tiga)
berat) dan tindak pidana aborsi (aborsi tahun;
criminalis) pada pasal 347 dan pasal 348 (2)Jika kelalaian berat sebagaimana
KUH Pidana. dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
Pembuktian tentang ada atau kematian, setiap Tenaga Kesehatan
tidaknya kesalahan/kelalaian yang telah dipidana dengan pidana penjara paling
dilakukan oleh bidan merupakan syarat lama 5 (lima) tahun.
utama untuk mepertanggungjawabkan Dari defenisi malpraktik adalah
pelayanan kesehatan yang dilakukannya. “kelalaian dari seorang dokter untuk
Doktrin Res Ispa Loquitor (the thing mempergunakan tingkat kepandaian dan
spekas for it self) dengan mudah dapat ilmu dalam mengobati dan merawat
membuktikan tentang adanya kesalahan pasien, yang lazim dipergunakan terhadap
yang dilakukan oleh bidan. pasien atau orang yang terluka menurut
Penegakkan tindak pidana ukuran di lingkungan yang sama”.
malpraktik dalam pelayanan kesehatan (Valentin v. La Society de Bienfaiscance
masih menggunakan ketentuan-ketentuan Mutualle de Los Angelos, California,
yang diatur dalam Undang-Undang 1956). Dari defenisi tersebut malpraktik
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik harus dapat dibuktikan apakah benar telah
Kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 terjadi kelalaian oleh tenaga kesehatan
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta atau tenaga medis dalam menerapkan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 ilmu dan ketrampilannya yang ukurannya
tentang Kesehatan tidak mengatur secara lazim dipergunakan di wilayah tersebut,
khsusus atau tidak dikenal adanya tindak tenaga kesehatan disini juga meliputi
pidana akibat malpraktik. Tetapi, dimuat bidan. Sehingga tidak serta merta tenaga
dalam pasal 84 Undang-Undang Nomor kesehatan ataupun tenaga medis dituntut
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan yang disebabkan oleh malpraktik.
mengenai ketentuan pidana, yang Karena perikatan dalam transaksi
menyatakan bahwa : terapeutik yang terjadi antara tenaga
(1)Setiap Tenaga Kesehatan yang kesehatan ataupun tenaga medis dengan
melakukan kelalaian berat yang pasien adalah perikatan/perjanjian jenis
mengakibatkan Penerima Pelayanan daya upaya (ispaning verbintenis) dan
Kesehatan luka berat dipidana dengan bukan perjanjian akan hasil (resultat
verbintenis).
173
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Penentuan secara normatif tentang tindakan oleh dokter kepada bidan juga
ada atau tidaknya kelalaian atas tindakan dapat berakibat fatal pada pasien.
yang dilakukan oleh dokter dan bidan Pertanggungjawaban hukum pidana bagi
harus ditinjau secara cermat dan teliti bidan, dengan tetap memperperhatikan
kasus per kasus. Hakim yang memegang unsur-unsur pidana yang dilakukan bidan,
kunci dalam menentukan secara in yaitu sebagai berikut:
concreto tentang ada atau tidaknya a. Suatu perbuatan yang bersifat melawan
melakukan pekerjaan sesuai dengan hukum, dalam hal ini apabila bidan
standar profesi dan tidak sesuai prosedur melakukan pelayanan kesehatan di luar
tindakan, dikatakan telah melakukan kewenanangannya yang tertuang dalam
kesalahan/kelalaian. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
Oleh karena itu, pelimpahan 28 Tahun 2017 tentang Izin dan
wewenang yang diberikan dokter kepada Penyelenggaraan Praktik Kebidanan.
bidan baik secara delegatif ataupun b. Mampu bertanggung jawab, dalam hal
mandat, jika terjadi malpraktik tidak ini bidan memahami konsekuensi dari
sepenuhnya hanya ditanggung oleh dokter setiap tindakannya dan secara
sendiri ataupun bidan sendiri, kemampuan telah mendapat pelatihan
pertanggungjawaban pidana baik bagi dan pendidikan untuk itu.
dokter ataupun bidan apabila terjadi c. Adanya kesalahan (schuld) berupa
malpraktik yang menimbulkan kerugian kesengajaan atau karena kealpaan
pada pasien perlu dilakukan telaah (culpa). Apabila tindakan tersebut
kasusnya terlebih dahulu, dalam hal ini dilakukan karena adanya niat dan
perlu membuka rekam medis, jika dalam unsur kesengajaan maka bidan dijerat
pelaksanaannya tindakan yang dilakukan sebagai pelaku tindak pidana. Sebagai
oleh bidan tidak sesuai dengan standar contoh seorang bidan dengan sengaja
prosedur ketika menerima pelimpahan memberikan suntikan dengan sengaja
wewenang secara mandat dari dokter agar pasien meninggal.
maka bidan juga turut serta untuk d. Tidak adanya alasan pembenar dan
bertanggungjawab hukum, namun dalam atau alasan pemaaf, dalam hal ini tidak
hal ini juga dokter tidak dapat melepaskan ada alasan pemaaf seperti tidak adanya
tanggung jawabnya ketika memberikan aturan yang mengijinkannya
pelimpahan wewenang secara delegatif, melakukan suatu tindakan, ataupun
kesalahan dalam memberikan pelimpahan tidak ada alsan pembenar dan pemaaf
174
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

seperti resiko yang melekat dalam dengan pembuat penyuruh


tindakan yang dilakukan. Secara umum (doenpleger);
pertanggungjawaban pidana seorang 3) Yang turut serta melakukan
bidan adalah mandiri, tidak seperti (medeplegen), orangnya disebut
perdata maupun adminstrasi. dengan pembuat peserta
Pertanggungjawaban pidana bagi (medepleger);
bidan akibat pelimpahan wewenang yang 4) Yang sengaja menganjurkan
diberikan oleh dokter jika merujuk pada (uitlokken), yang orangnya disebut
pasal 55 KUH Pidana yang menyatakan dengan pembuat penganjur
bahwa : (uitlokker).
(1) Dipidana sebagai si pembuat tindak b. Kedua yakni orang yang disebut
pidana dengan pembuat pembantu
Ke-1. orang yang melakukan, yang (medeplechtige) kejahatan, yang
menyuruh melakukan dan turut serta dibedakan menjadi :
melakukan perbuatan; 1) Pemberian bantuan pada saat
Ke-2. orang yang dengan memberi pelaksanaan kejahatan;
atau menjanjikan sesuatu, dengan 2) Pemberian bantuan sebelum
menyalahgunakan kekuasaan atau pelaksanaan kejahatan.12
martabat, dengan kekerasan, ancaman Pasal 56 KUH Pidana merumuskan
atau penyesatan, atau dengan memberi bahwa: Sebagai pembantu melakukan
kesempatan, sarana atau keterangan, kejahatan dipidana :
sengaja menganjurkan orang lain. Ke-1. Orang yang dengan sengaja
Dalam pasal 55 ayat (1), membantu waktu kejahatan itu dilakukan;
mengandung makna bahwa : Ke.2. Orang yang dengan sengaja
a. Pertama kelompok orang-orang yang memberi kesempatan, ikhtiar atau
perbuatannya disebutkan dalam pasal keterangan untuk melakukan kejahatan
55 ayat (1) yang dalam hal ini adalah itu.
para pembuat Pasal 57 KUH Pidana merumuskan
1) Yang melakukan (plegen) orangnya :
disebut dengan pembuat pelaksana
12
Hendra F. Sidabutar, (2008), Penerapan Pasal
(pleger); 55 KUHP (Deelneming) terhadap Penanganan
Tindak Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Putusan
2) Yang menyuruh melakukan No. 2876/P ID B/2006 PN Medan) Studi Putusan
(doenplegen), orangnya disebut No. 2877/ P ID B/2006/PN, Medan: Salemba
Empat, hlm. 28.
175
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

(1) Maksimum pidana pokok yang Pelimpahan kewenangan secara


diancamkan atas kejahatan dikurangi mandat oleh dokter kepada bidan jika
sepertiganya, bagi pembantu; merujuk pada pasal 55 KUH Pidana yaitu
(2) Jika kejahatan itu dapat dipidana sebagai orang yang menyuruh melakukan,
dengan pidana mati atau dengan dimana dalam tindak pidana ini,
pidana penjara seumur hidup, maka pelakunya paling sedikit dua orang, yakni
dijatuhkanlah pidana penjara yang orang yang menyuruh dan disuruh.
selama-lamanya lima belas tahun; Orang yang menyuruh dapat
(3) Pidana tambahan untuk kejahatan dan dihukum sebagai orang yang melakukan
membantu melakukan kejahatan itu, tindak pidana sedang orang yang disuruh
adalah sama. tidak dapat dihukum karena tidak dapat
(4) Pada menentukan pidana hanya bertanggungjawab dengan memenuhi
diperhatikan perbuatan yang sengaja beberapa syarat yaitu karena gila,
dimudahkan atau dibantu oleh terpaksa, perintah jabatan yang tidak syah,
pembantu itu, serta dengan akibat dan tidak dapat disalahkan samasekali.
perbuatan itu. Merujuk pada pasal 56 KUH Pidana,
Moeljatno dalam bukunya menulis pelimpahan kewenangan secara mandat,
bahwa pasal 55 sampai 62 KUHP Pidana, sebagai kategori pembantu, bidan dapat
sebagai pasal-pasal yang mengenai dituntut apabila melakukan tindakan
penyertaan. Dikatakan ada penyertaan kejahatan secara sengaja, sedangkan pasal
apabila bukan satu orang saja yang 57 KUH Pidana bagi pembantu dapat
tersangkut dalam terjadinya perbuatan dikurangi sepertiga.
pidana, akan tetapi beberapa orang. Yang Ketiga pasal ini dapat diberlakukan
dapat dinamakan peserta harus memenuhi pada tindak pidana sebagai akibat
syarat-syarat yaitu sebagai orang yang pelimpahan wewenang secara mandat.
melakukan atau turut serta melakukan Namun perlu diktehaui semua tindakan
perbuatan pidana atau membantu yang dilakukan perlu ditelaah terlebih
melakukan perbuatan pidana.13 Berangkat dahulu, kasus perkasus dimanakah letak
dari pasal 55, 56 dan 57 KUH Pidana bagi kesalahannya.. Dokter atau bidan tidak
bidan maupun dokter dapat dituntut secara dapat dituntut jika telah melakukan
pidana. tindakan sesuai dengan standar yang
13
Moeljatno, (1985), Delik-Delik Percobaan berlaku.
Delik-Delik Penyertaan, Jakarta: Bina Aksara,
hlm. 63-64.
176
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Pelimpahan wewenang secara terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata,


delegatif dengan pengalihan tanggung tanggung jawab dengan unsur kesalahan
jawab hukum kepada bidan, bukan berarti khususnya kelalaian sebagaimana terdapat
dokter melepas tanggung jawab apabila dalam pasal 1366 KUH Perdata, tanggung
terjadi malpraktik yang menyebabkan jawab mutlak (tanpa kesalahan)
kehilangan nyawa dan luka berat pada sebagaimana terdapat dalam pasal 1367
pasien. Oleh karena itu, perlu dikaji lagi KUH Perdata.
karena kesalahan perintah dokter juga Ada beberapa unsur kesalahan perdata
dapat menimbulkan akibat yang fatal bagi menurut Abdulkadir Muhamamad, yaitu :
16
pasien. Pelanggaran hak, unsur kesalahan, dan
Perlu adanya pembuktian bahwa kerugian yang diderita
prosedur yang sudah dilaksanakan sudah Adapaun dasar hukum gugatan
sesuai atau belum yang sesuai dengan berdasarkan perbuatan melawan hukum di
standar profesi dan ilmu dalam hukum kesehatan terdapat dalam
kedokteran/kebidanan, yang dilakukan beberapa ketentuan, yaitu :
oleh bidan maupun dokter, untuk a. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 36
membuktikan yang bertanggungjawab. Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
menyatakan bahwa : “Setiap orang
Tanggung Jawab Perdata berhak menuntut ganti rugi terhadap
Dalam ilmu hukum dikenal tiga (3) seseorang, tenaga kesehatan, dan /atau
kategori dari perbuatan melawan hukum, penyelenggara kesehatan yang
14
yaitu sebagai berikut : Perbuatan menimbulkan kerugian akibat
melawan hukum karena kesengajaan, kesalahan atau kelalaian dalam
perbuatan melawan hukum tanpa pelayanan kesehatan yang
kesalahan (tanpa unsur kesengajaan diterimanya”. Berdasarkan ketentuan
maupun kelalaian), perbuatan melawan ini pasien dapat menggugat bidan
hukum karena kelalaian. ataupun dokter yang serta puskesmas
Maka model tanggung jawab hukum yang menimbulkan kerugian pada
adalah sebagai berikut :15 Tanggung pasien.
jawab dengan unsur kesalahan b. Pasal 32 q Undang-Undang Nomor 44
(kesengajaan dan kelalaian) sebagaimana Tahun 2009 tentang Rumah Sakit :
14
Munir Fuady, (2002), Perbuatan Melawan
16
Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 3. Abdulkadir Muhammad, (1989), Hukum
15
Ibid. Perjanjian, Alumni, Bandung: Alumni, hlm. 197.
177
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

“Setiap pasien mempunyai hak ataupun tenaga medis dapat dimintai


menggugat dan/atau menuntut Rumah pertanggungjawaban hukum
Sakit apabila rumah sakit diduga berdasarkan pasal tersebut.
memberikan pelayanan yang tidak e. Pasal 1366 KUH Peradata, yang
sesuai standar baik secara perdata menyatakan bahwa : “Setiap orang
maupun secara pidana”. Pasal ini bertanggungjawab tidak saja untuk
membuka kemungkinan untuk kerugian yang disebabkan karena
menggugat tenaga kesehatan dan perbuatannya tetapi juga untuk
tenaga medis secara pidana maupun kerugian yang disebabkan karena
perdata. Namun ketentuan seperti yang kelalainya”. Tenaga kesehatan ataupun
disebutkan tersebut belum diatur dalam tenaga medis jika karena kelalaiannya
pelayanan kesehatan yang menimbulkan kerugian pada pasien
dilaksanakan di puskesmas. dapat dimintakan pertanggungjawaban
c. Pasal 77 Undang-Undang Nomor 36 berdasarkan rumusan pasal tersebut.
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan f. Pasal 1367 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa : “Setiap Pelayanan menyatakan bahwa : “Seorang tidak
Kesehatan yang dirugikan akibat saja bertanggung jawab untuk kerugian
kesalahan atau kelalaian Tenaga yang disebabkan karena perbuatannya
Kesehatan dapat meminta ganti rugi sendiri, tetapi juga untuk kerugian
sesuai dengan ketentuan Peraturan yang disebabkan karena perbuatan
Perundang-undangan”. Berdasarkan orang-orang yang menjadi
rumusan pasal ini tenaga kesehatan tanggungannya atau disebabkan oleh
dalam hal ini bidan dapat dimintai barang-barang yang berada di bawah
pertanggungjawaban oleh pasien pengawasannya”. Pertanggungjawaban
apabila menimbulkan kerugian pada berdasarkan pasal ini dikaitkan dengan
pasien. pertanggungjawaban berdasarkan
d. Pasal 1365 KUH Perdata yang pelimpahan wewenang yaitu secara
menyatakan bahwa : “Tiap perbuatan mandat, maka dokter juga bertanggung
melawan hukum yang membawa jawab secara perdata selaku pemberi
kerugian pada orang lain mewajibkan pelimpahan wewenang, dengan tetap
orang yang karena salahnya melakukan pembuktian terlebih dahulu
menimbulkan kerugian itu mengganti terhadap rekam medis yang ada, untuk
kerugian tersebut”. Tenaga kesehatan mengetahui dimanakah letak kesalahan
178
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

yang ada sesuai dengan standar turunan dari Pasal 1367 KUH Perdata
prosedur operasional, ataukah ayat (3) yang berlaku khusus untuk
kesalahan pelimpahan wewenang yang kalangan Rumah Sakit, atau Pasal 46
diberikan oleh dokter. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
g. Pasal 1371 KUH Perdata : “Penyebab bersifat lex spesialis. Ketentuan Pasal
luka atau cacatnya sesuatu anggota diatas juga sejalan dengan ketentuan dari
badan dengan sengaja atau karena doktrin respondeat superior. Doktrin
kurang hati-hati memberikan hak respondeat superior mengandung makna
kepada si korban untuk selain bahwa seorang majikan adalah orang yang
penggantian biaya-biaya berhak untuk memberikan instruksi dan
penyembuhan, menuntut penggantian mengontrol tindakan bawahannya, baik
kerugian yang disebabkan oleh luka atas hasil yang dicapai maupun tentang
atau cacat tersebut. Juga penggantian cara yang digunakan. Di samping itu
kerugian ini dinilai menurut kedudukan dengan perkembangan hukum kesehatan
dan kemampuan kedua belah pihak dan kecanggihan teknologi kedokteran,
dan menurut keadaan. Ketentuan rumah sakit pun tidak dapat melepaskan
paling akhir ini pada umumnya berlaku diri dari tanggung jawab pekerjaan yang
dalam hal menilaikan kerugian, yang dilakukan oleh pegawainya, termasuk apa
diterbitkan dari suatu kejahatan yang diperbuat oleh para medis.17
terhadap pribadi seseorang si korban Jika dikaitkan pada doktrin
untung. respondeat superior maka, dapat
h. Undang-Undang Nomor 29 Tahun dianalogikan hubungan dokter dan bidan
2004 tentang Praktik Kedokteran, akibat pelimpahan wewenang secara
utamanya pasal 45 ayat (1), (2), dan (3) mandat. Namun doktrin ini tidak dapat
persetujuan dokter dan pasien dikenal diterapkan begitu saja, karena untuk
dengan informed consent. penerapannya harus terlebih dulu
Membandingkan bunyi Pasal 46 dipenuhi syarat-syarat tertentu, seperti
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 harus adanya hubungan kerja antara
tentang Rumah Sakit dengan Pasal 1367 atasan dengan bawahan dan sikap tindak
KUHPerdata ayat (3) di atas, dapat bawahan harus pula dalam ruang lingkup
diambil kesimpulan bahwa Pasal 46 pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.
Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 17
Bahder Johan Nasution, (2005), Hukum
tentang Rumah Sakit adalah derivate atau Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta,:
Rineka Cipta, hlm. 72.
179
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Hubungan kerja dianggap ada, apabila rekam medis yang ada, apakah tindakan
atasan mempunyai hak secara langsung yang diberikan telah sesuai dengan
mengawasi dan mengendalikan aktivitas standar prosedur atau tidak. Tuntutan atau
bawahan dalam melakukan tugas- gugatan perdata yang dapat diajukan
tugasnya, dalam hal ini pekerjaan yang (tanggung gugat hukum) seperti telah
dilakukan harus merupakan suatu wujud disebutkan sebelumnya adalah:
perintah yang diberikan oleh atasan.18 a. Tanggung gugat berdasarkan
Pelimpahan wewenang yang wanprestasi atau cedera janji atau
diberikan oleh dokter kepada bidan secara ingkar janji yang didasarkan pada
delegatif, dimana terjadi pengalihan contractual liability sebagaimana
tanggung jawab bagi yang menerima diatur dalam Pasal 1239 KUH Perdata.
pelimpahan wewenang yaitu bidan, jika b. Tanggung gugat berdasarkan perbuatan
terjadi malpraktik dan mengakibatkan melanggar hukum (onrechtmatige-
kerugian bagi pasien, tidak hanya bidan daad) sebagaimana diatur dalam
sendiri yang bertanggungjawab secara ketentuan Pasal 1365 dan 1366 KUH
hukum, dokter juga ikut Perdata.
bertanggungjawab hukum, sebab dapat Terdapat dua bentuk ganti rugi akibat
terjadi oleh karena kesalahan memberikan perbuatan melawan hukum, yaitu :
pelimpahan wewenang. Oleh karena itu, a. Ganti rugi materiil
perlu dilakukan telaah terhadap rekam Kerugian materiil adalah kerugian
medis dimanakah letak kesalahan yang yang nyata-nyata diderita oleh korban dan
terjadi, apakah telah sesuai dengan jumlahnya dapat diukur secara matematis.
standar operasional prosedur atau tidak. b. Ganti rugi immateriil
Tanggung gugat hukum yang Kerugian imateriil merupakan
ditujukan kepada bidan dan dokter kerugian pihak korban yang tidak dapat
sebagai pemberi pelimpahan wewenang diukur jumlahnya. Ganti rugi immateriil
secara delegasi kepada bidan yang dapat berupa penderitaan sakit atau
melakukan kelalaian yang mengakibatkan kesakitan, kesedihan, ketakutan,
timbulnya kerugian bagi pasien dalam kehilangan kesenangan, kehilangan
pelayanan kesehatan di puskesmas tetap harapan, kehilangan bagian tubuh atau
dikenai tanggung jawab hukum, namun cacat, bahkan sampai kematian pasien
tetap harus melakukan telaah terhadap bukan kerugian yang dapat dituntut atas
18 dasar wanprestasi. Ganti rugi immateriil
Ibid.
180
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

ini hanya dapat dibebankan terhadap tanggung jawabnya melekat pada dokter
kerugian karena perbuatan melawan maka, tetap dikaji berdasarkan
hukum dan tidak layak diterapkan atas pembuktian berdasarkan rekam medis
kerugian yang disebabkan oleh yang ada, dan standar profesi, dan standar
wanprestasi kontrak. operasional prosedur yang ada di
Perikatan tanggung renteng diatur puskesmas, sehingga tanggung jawabnya
dalam pasal 1278 KUH Perdata sampai tidak hanya melekat pada dokter tetapi
dengan Pasal 1295 KUH Perdata. juga bidan sebagai pelaksana tindakan
Perikatan tanggung renteng menurut pasal dengan menggunakan prinsip tanggung
19
1278 KUH Perdata adalah: Perikatan renteng seperti kasus yang diputuskan
tanggung renteng adalah : “suatu oleh hakim dalam kasus Pitra Azmirla dan
perikatan dimana beberapa orang Damitri Almira.
bersama-sama sebagai pihak yang Pertanggungjawaban perdata bagi
berutang berhadapan dengan satu orang bidan akibat pelimpahan wewenang oleh
kreditor, dimana salah satu dari debitur itu dokter berbeda jika terjadi di rumah sakit,
telah membayar utangnya pada kreditor, sesuai pasal 46 Undang-Undang Rumah
maka pembayaran itu akan membebaskan Sakit bahwa Rumah Sakit bertanggung
teman-teman yang lain dari utang”.20 jawab atas kelalaian yang ditimbulkan
Tanggung renteng didefinisikan sebagai oleh tenaga kesehatan, namun jika
tanggung jawab bersama diantara anggota kelalaian di puskesmas yang ditimbulkan
dalam satu kelompok atas segala oleh tenaga medis maupun tenaga
kewajiban terhadap koperasi dengan dasar kesehatan perlu dikaji lagi, karena dalam
keterbukaan dan saling mempercayai.21 aturan tentang puskesmas tidak memuat
Bentuk ganti rugi yang ditimbulkan ketentuan pertanggungjawaban hukum
karena kesalahan atau kelalaian sebagai puskesmas atas kelalaian tenaga medis
akibat pelimpahan wewenang dokter dan tenaga kesehatan
kepada bidan secara mandat dimana
D. Penutup
19
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (2001), Kitab Tanggung jawab hukum bagi bidan
Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta:
Pradnya Paramita, hlm. 330. akibat pelimpahan kewenangan yang
20
Salim, (2009), Pengantar Hukum Perdata
Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 176. diberikan oleh dokter kepada bidan dalam
21
Gatot Supriyanto, (2009), Aplikasi Sistem
Tanggung Renteng Koperasi Setia Bhakti Wanita pelayanan kesehatan di puskesmas, harus
Jawa Timur, Surabaya: Kopwan Setia Bhakti dilihat apakah perbuatan tersebut karena
Wanita, hlm. 36.
181
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

adanya unsur kesalahan dan kelalaian administarsi apabila secara jelas dan
yang membuat orang lain menderita. terbukti melalui pembuktian di pengadilan
Harus dilihat juga apakah tindakan menunjukkan bahwa bidan mencederai
tersebut dilakukan karena perbuatan klien sampai cacat bahkan meninggal
melawan hukum atau karena wanprestasi. secara sengaja atas perintah.
Walaupun secara teori pelimpahan Berdasarkan penelitian yang telah
kewenangan secara delegatif terjadi dilakukan, saran yang dapat diberikan
pengalihan tanggung jawab kepada adalah sebagai berikut maka perlu secara
penerima pelimpahan wewenang yaitu jelas pembagian bentuk pelimpahan
bidan dan mandat merupakan tanggung kewenangan secara jelas yaitu tindakan
jawab dari pemberi pelimpahan, dalam apa yang dilakukan di Puskesmas agar
hal ini dokter. Perlu dilakukan bidan memiliki batas kewenangan dalam
pembuktian dengan cara membuka rekam menjalankan tugas pelimpahan. Oleh
medis pasien yang ada di puskesmas karena, profesi bidan merupakan bagian
tempat dokter dan bidan bekerja dari profesi kesehatan yang selalu
kemudian meneliti standar prosedur berhubungan dengan keselamatan pasien,
operasional yang ada di puskesmas. maka perlu juga dibentuk undang-undang
Rekam medis memuat semua kebidanan yang dapat memberi kejelasan
catatan tentang tindakan yang mengenai penyelenggaraannya dan
dilimpahkan oleh dokter kepada bidan dan melindungi praktik kebidanan.
pelaksanaan tindakan bidan. Sehingga
dapat diindentifikasikan apakah bidan E. Daftar Pustaka
melakukan kesalahan atau kelalaian Buku
secara sengaja dan tidak sesuai yang Achadiat, Chorisdiono M, (2006),
dilimpahkan serta standar prosedur Dinamika Etika dan Hukum
operasional atau oleh karena perintah dari Kedokteran (dalam Tantangan
dokter yang tidak jelas. Karena bentuk Zaman), Jakarta: Buku Kedokteran
pelimpahan kewenangan tindakan yang EGC.
dilimpahkan belum jelas secara peraturan Asmarawati, Tina, (2014), Pidana dan
perundang-undangan maka tanggung Pemidanaan dalam Sistem Hukum
jawab juga menjadi tidak jelas. di Indonesia, Yogyakarta:
Meskipun demikian, bidan dapat Deepublish.
dituntut secara pidana, perdata maupun
182
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Chazawi, Adami, (2005), Pelajaran Putusan No. 2876/P ID B/2006 PN


Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: Medan) Studi Putusan No. 2877/ P
PT. Raja Grafindo. ID B/2006/PN, Medan: Salemba
Fuady, Muad, (2002), Perbuatan Empat.
Melawan Hukum, Bandung: Citra Soepardan, Suryani, (2007), Konsep
Aditya Bakti. Kebidanan, Jakarta: Buku
Hamzah, Andi, (2011), Asuransi Kedokteran EGC.
Tanggung Jawab Produk, Jakarta: Subekti, (1989), Pokok Pokok Hukum
Lembaga Studi Hukum dan Perdata, Jakarta: Intermasa.
Ekonomi Fakultas Hukum Supriyanto, Gatot, (2009), Aplikasi Sistem
Universitas Indonesia. Tanggung Renteng Koperasi Setia
Ibrahim, Johnny, (2008), Teori & Bhakti Wanita Jawa Timur,
Metodologi Penelitian Hukum Surabaya: Kopwan Setia Bhakti
Normatif, Malang: Bayumedia Wanita.
Publishing.
Marzuki, Peter Mahmud, (2005), Peraturan perundang-undangan
Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Undang-Undang Dasar Negara Republik
Premadia Group. Indonesia Tahun 1945.
Moeljatno, (1985), Delik-Delik KUH Pidana (Wetboek Van Strafrecht
Percobaan Delik-Delik Penyertaan, Voor Nederlandsch Indie).
Jakarta: Bina Aksara. KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor
Muhammad, Abdulkadir, (2010), Hukum Indonesie).
Perusahaan Indonesia, Citra Aditya Undang-Undang Republik Indonesia
Jakarta: Bakti. Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Nasution, Bahder Johan, (2005), Hukum Rumah Sakit (Lembaran Negara
Kesehatan Pertanggungjawaban Republik Indonesia Tahun 2009
Dokter, Jakarta: Rineka Cipta. Nomor 153 Tambahan Lembaran
Salim, (2009), Pengantar Hukum Perdata Negara Republik Indonesia Nomor
Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika. 5072).
Sidabutar, Hendra F, (2008) Penerapan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
Pasal 55 KUHP (Deelneming) tentang Praktik Kedokteran
terhadap Penanganan Tindak (Lembaran Negara Republik
Pidana Pemalsuan Ijazah (Studi Indonesia Tahun 2004 Nomor 150
183
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184
JUSTITIA JURNAL HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Tambahan Lembaran Negara Peraturan Menteri Kesehatan Nomor RI


Republik Indonesia Tahun 4431). Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita
Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor).
2009 Nomor 144 Tambahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor RI
Lembaran Negara Republik Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin
Indonesia Nomor 5063). dan penyelenggaraan praktik bidan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 (Berita Negara Republik Indonesia
Tentang Tenaga Kesehatan Tahun 2017 Nomor).
(Lembaran Negara Republik Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298 369/MENKES/SK/III/2007 tentang
Tambahan Lembaran Negara Standar Profesi Bidan.
Republik Indonesia Nomor 5607).

184
Volume 2 No.1 April 2018
ISSN Cetak: 2579-9983, E-ISSN: 2579-6380
Halaman.164-184

Anda mungkin juga menyukai