Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan keperawatan pada klien secara profesional dapat membantu
klien dalam mengatasi masalah keperawatan yang dihadapi klien. Salah satu
bentuk pelayanan keperawatan yang profesional tersebut dengan
memperhatikan seluruh keluhan yang dirasakan klien kemudian
mendiskusikannya dengan tim keperawatan untuk merencanakan pemecahan
masalahnya. Selain itu, dalam pemberian asuhan keperawatan profesional
sebagai perawat kita harus memberikan asuhan keperawatan secara
komprehensif. Meskipun sudah diberikan asuhan keperawatan secara baik
dan benar terkadang pasien memiliki masalah keperawatan yang perlu
penatalaksanaan secara multidisiplin yang melibatkan banyak pihak.
Diharapkan dari penatalaksanaan ini pencapaian dalam pemberian asuhan
keperawatan secara komprehensif dapat dicapai. Salah satu komponen MAKP
yang dilakukan untuk pencarian solusi dari permasalahan pasien  adalah
ronde keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang perlu dikembangkan untuk mencapai hal
tersebut adalah dengan ronde keperawatan. Dimana ronde keperawatan
merupakan sarana bagi perawat baik perawat primer maupun perawat
assosiate untuk membahas masalah keperawatan yang terjadi pada klien yang
melibatkan klien dan seluruh tim keperawatan termasuk konsultan
keperawatan. Salah satu tujuan dari kegiatan ronde keperawatan adalah
meningkatkan kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan.
Adapun kriteria klien yang dilakukan ronde adalah klien yang
mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun sudah
dilakukan tindakan keperawatan dan pasien dengan kasus baru atau langka.

B. Pelaksanaan ronde keperawatan


Hari : Selasa
Tanggal : 30 Januari 2018

1
Tempat : Ruang Perawatan Perempuan
Dilakukan oleh Mahasiswa profesi ners STIKes Muhammadiyah Palembang

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Ronde Keperawatan
1. Pengertian
Ronde keperawatan adalah kegiatan bertujuan mengatasi masalah
keperawatan klien, dilaksanakan perawat, pasien dilibatkan
untuk  membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Akan tetapi,
pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat  primer atau konsuler,
kepala ruangan, perawat associate, yang perlu juga melibatkan seluruh
anggota tim (Nursalam, 2013).
Karateristik :
1. Pasien dilibatkan secara langsung
2. Pasien merupakan fokus kegiatan
3. PA, PP, dan konselor melakukan diskusi bersama
4. Konselor memfasilitasi kreatifitas
5. Konselor membantu mengembangkan kemampuan PA, PP dalam
meningkatkan kemampuan mengatasi masalah
Sementara itu menurut Paris (2014), nursing rounds  adalah
pertukaran informasi diantara 2 shift dimana dilaporkan tiap –tiap
kondisi pasien dengan cara mengunjungi pasien satu persatu
(berkeliling), kemudian mendiskusikannya. Jadi pelaksanaan ronde
keperawatan ini berkaitan dengan pergantian shift dimana  terjadi
diskusi pada kasus-kasus tertentu.
2. TUJUAN
a) Tujuan Umum
Untuk meningkatkan dan mengembangkan ilmu keperawatan melalui
pelaksanaan Ronde Keperawatan.
b) Tujuan Khusus
1. Menumbuhkan cara berpikir kritis serta menumbuhkan pemikiran
tentang asuhan keperawatan yang berasal dari masalah klien
2. Meningkatkan validitas data klien
3. Menilai kemampuan justifikasi

3
4. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
5. Meningkatkan kemampuan untuk memodifikasi rencana
keperawatan
3. MANFAAT
a) Masalah pasien dapat teratasi
b) Kebutuahna pasien dapat terpenuhi
c) Terciptanya komunitas keperawatan yang professional
d) Terjalinnya kerja sama antar tim kesehatan
e) Perawat dapat melaksanakan melakukan model asuhan keperawatan
dengan tepat dan benar
4. KRITERIA PASIEN
a) Mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi meskipun
sudah dilakukan tindakan keperawatan
b) Pasien dengan kasus baru atau langka
5. METODE
Diskusi

4
6. ALUR RONDE KEPERAWATAN

katim

Penetapan pasien
Tahap pra ronde
katim

Persiapan pasien :

Informed Concent

Data demografi
RPS
Askep (pengkjian, dignosa
Penyajian masalah keperawatan, rencan keperawatan,
implementasi, evaluasi)

Tahap ronde pada bed


pasien
Validasi data

Diskusi Karu, katim,


Tahap ronde pada nurse Perawat konselor
station
Analisa Data

Aplikasi hasil analisa dan


Masalah teratasi
diskusi

7. ALAT BANTU
a) Sarana diskusi : buku, pulpen
b) Status / dokumentasi keperawatan pasien
c) Meteri yang disampaikan secara lisan

5
8.  PERAN
A. Perawat  Associate
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peran
yang bisa memaksimalkan keberhasilan.
1).Menjelaskan keadaan dan data demografi klien
2).Menjelaskan masalah keperawatan utama
3).Menjelaskan intervensi yang akan dilakukan
4).Menjelaskan alasan ilmiah dalam melakukan intervensi keperawatan
B. Peran Perawat Primer Lain dan atau Konsuler
1).Memberikan justifikasi
2).Memberikan reinforcement
3).Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta
tindakan yang rasional
4).Mengarahkan dan koreksi
5).Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
9. KRITERIA EVALUASI
a) Struktur :
1. Menentukan penanggung jawab ronde keperawatan.
2. Menetapkan kasus yang akan di rondekan.
3. Persiapan perlengkapan ronde keperawatan (klien yang akan
dirondekan, informed concent, menghubungi konsultan, dll).
4. Pembagian peran : Karu, Katim, PA.
b)  Proses
1. Melaksanakan ronde keperawatan bersama-sama Kepala ruangan,
ketua tim, dan perawat pelaksana dan konsultan.
2. Penjelasan tentang klien oleh ketua tim dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan intervensi yang telah
dilaksanakan tetapi belum mampu mengatasi masalah pasien
3. Diskusi antar anggota tim kesehatan tentang kasus tersebut.
4. Pemberian masukan solusi tindakan yang lain yang mampu
mengatasi masalah klien tersebut.

6
c) Hasil
1. Dapat dirumuskan tindakan keperawatan untuk menyelesaikan
masalah pasien
2. Hasil diskusi yang disampaikan dapat ditindak lanjuti dan
dilaksanakan.
10. KEGIATAN RONDE KEPERAWATAN
A. Pra Ronde
1) Kepala ruangan bertanggung jawab dalam penyelenggaraan,
katim menyiapkan pengelolaan kasus dan pengkajian yang telah
divalidasikan sampai intervensi dan PA melaksanakan prosedur
tindakan keperawatan sesuai perencanaan.
2) Analisa data dari pengkajian
3) Menentukan nama klien, jenis penyakit serta masalah
keperawatan.
4) Menelusuri literatur dan referensi pendukung untuk
memperjelas keterkaitan permasalahan.
5) Diskusi perencanaan ronde keperawatan secara sistematis.
6) Melibatkan pembimbing dalam persiapan ronde keperawatan.
7) Pemberitahuan pelaksanaan ronde keperawatan.
B. Intra Ronde
Ronde keperawatan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 30
Januari 2018 di Ruang Penyakit Dalam Perempuan:
1) Ronde keperawatan dihadiri, pembimbing ruangan dan rumah
sakit, perawat ruangan, perawat konselor, kepala ruangan, katim
dan PA.
2) Penjelasan tentang klien oleh katim dalam hal ini penjelasan
difokuskan pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang
akan atau telah dilaksanakan dan memilih prioritas yang perlu
didiskusikan.
3) Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut di nurse station.

7
4) Pemberian justifikasi oleh katim atau perawat konselor/kepala
ruangan tentang masalah klien serta rencana tindakan yang akan
dilakukan.
5) Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang
akan ditetapkan.
C. Post Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut
serta menetapkan tindakan yang perlu dilakukan.
Evaluasi dilakukan tentang :
1) Pelaksanaan masing-masing peran.
2) Proses keberhasilan ronde keperawatan.
3) Tingkat keberhasilan penyelesaian permasalan klien.

B. Penyakit Tuberkulosis (TB Paru)


1. Pengertian
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang
disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman
tersebut biasanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
(pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian menyebar dari paru-paru ke
organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu : kelenjar limfe,
saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain (Depkes
RI, 2012).
Tuberkulos adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya
termasuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe (Arif 2016).
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang menyerang jaringan paru,
menular, dan menahun yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis.
Penularan penyakit ini melalui inhalasi percikan ludah (droplet) orang ke
orang dan mengkolonisasi bronkhiolus atau alveolus. Mycobacterium
tuberculosis juga dapat masuk ke tubuh melalui saluran cerna, melalui
ingesti susu tercemar yang tidak dipasteurisasi, atau kadang-kadang
melalui lesi kulit, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya yang

8
menyebar dari batuk dan dahak. Mycobacterium tuberculosis merupakan
contoh lain dari infeksi saluran napas bawah.
2. Klasifikasi
Menurut Laban (2014), tuberkulosis paru adalah tuberkulosis
yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput pleura).
Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, maka tuberkulosis paru dapat
dibagi kedalam beberapa jenis, yaitu:
1. Tuberkulosis Paru BTA Positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak sewaktu
pagi sewaktu (SPS) hasilnya positif.
b. Satu spesimen SPS hasilnya BTA positif dan foto
rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
2. Tuberkulosis Paru BTA Negatif
a. Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif dan foto
rontgen dala menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
b. TBC Paru BTA negatif, rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan kerusakan paru
yang luas dan atau keadaan penderita buruk.
3. Tuberkulosis Paru Ekstra Paru
Yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limpe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin
dan lain-lain. TBC ektra paru dibagi berdasarkan pada tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu:
a. TBC Ektra Paru Ringan, misalnya: TBC kelenjar limfa, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenar adrenal.
b. TBC Ektra Paru Berat, misalnya: meningitis, millier, perikarditis,
pluritis eksudativa duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC
saluran kencing dan alat kelamin.

9
3. Anatomi dan Fisiologi
Menurut Azis (2016), paru adalah organ tubuh yang berperan
dalam sistem pernapasan (respirasi) yaitu proses pengambilan oksigen
(O2) dari udara bebas saat menarik napas, melalui saluran napas (bronkus)
dan sampai di dinding alveoli (kantong udara) O2 akan ditranfer ke
pembuluh darah yang di dalamnya mengalir anatara lain sel sel darah
merah untuk dibawa ke sel‐sel sel di berbagai organ tubuh lain sebagai
energi dalam proses metabolisme. Pada tahap berikutnya setelah
metabolisme maka sisasisa metabolisme itu terutama karbondioksida
(CO2) akan dibawa darah untuk dibuang kembali ke udara bebas melalui
paru pada saat membuang napas. Karena fungsinya itu dapat dipahami
bahwa paru paling terbuka dengan polusi udara yang diisap termasuk asap
rokok yang dihisap dengan penuh kesengajaan itu. Berbagai kelainan dapat
menganggu sistem pernapasan itu, antara lain udara berpolusi sehingga
kadar O2 sedikit, gangguan di saluran napas/paru, jantung atau gangguan
pada darah.
Secara khusus dikatakan paru adalah tempat tubuh mengambil
darah bersih (kaya O2) dan tempat pencucian darah yang berasal dari
seluruh tubuh (banyak mengandung CO2) sebelum ke jantung untuk
kembali diedarkan ke seluruh tubuh.
Anatomi Paru Manusia

10
Paru‐paru adalah organ berbentuk spons yang terdapat di dada.
Paru-paru kanan memiliki 3 lobus, sedangkan paru‐paru kiri memiliki 2
lobus. Paru‐paru kiri lebih kecil, karena jantung membutuhkan ruang yang
lebih pada sisi tubuh ini.
Paru‐paru membawa udara masuk dan keluar dari tubuh,
mengambil oksigen dan menyingkirkan gas karbon dioksida (zat residu
pernafasan).
Lapisan di sekitar paru‐paru disebut pleura, membantu melindungi
paru-paru dan memungkinkan mereka untuk bergerak saat bernafas.
Batang tenggorokan (trakea) membawa udara ke dalam paru‐paru. Trakea
terbagi ke dalam tabung yang disebut bronkus, yang kemudian terbagi lagi
menjadi cabang lebih kecil yang disebut bronkiol. Pada akhir dari
cabangcabang kecil inilah terdapat kantung udara kecil yang disebut
alveoli.
Di bawah paru‐paru, terdapat otot yang disebut diafragma yang
memisahkan dada dari perut (abdomen). Bila Anda bernapas, diafragma
bergerak naik dan turun, memaksa udara masuk dan keluar dari paru‐paru.
Itulah peranan penting paru‐paru. Organ yang terletak di bawah
tulang rusuk ini memang mempunyai tugas yang berat, belum lagi semakin
tercemarnya udara yang kita hirup serta berbagai bibit penyakit yang
berkeliaran bebas di udara. Ini semua dapat menimbulkan berbagai
penyakit paru‐paru.
Secara umum gangguan pada pada saluran napas dapat berupa
sumbatan pada jalan napas (obstruksi) atau gangguan yang menyebabkan
paru tidak dapat berkembang secara sempurna (restriktif). Misalnya,
tumor yang besar di paru dapat menyebabkan sebagian paru dan/saluran
napas kolaps, sedangkan tumor yang terdapat dalam saluran napas dapat
menyebabkan sumbatan pada saluran napas. Tumor yang menekan
dinding dada dapat menyebabkan kerusakan/destruksi tulang dinding
dada dan menimbulkan nyeri. Cairan di rongga pleura yang sering
ditemukan pada kanker paru juga menganggu fungsi paru.

11
4. Etiologi
Penyakit TBC Paru disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang dengan ukuran panjang 1 –
4/Um dan tebal 0,3 – 0,6/Um, mempunyai sifat khusus, yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga disebut sebagai basil tahan asam
(BTA). Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant (tertidur lama)
selama beberapa tahun (Depkes RI, 2013).
Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin. Hal ini terjadi karena kuman berada dalam keadaan sifat dormant
(istirahat) yang sewaktu-waktu dapat bangkit kembali dan menjadi
tuberkulosis aktif lagi (Bahar, 2014).
Sifat lain kuman ini adalah aerob, sifat ini menunjukkan bahwa
kuman lebih menyenangi jaringan yang lebih tinggi kandungan
oksigennya. Paru-paru merupakan tempat yang paling disukai karena
mempunyai tekanan oksigen yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jaringan tubuh lainnya.
5. Patofisiologi / Patoflow
Menurut Suprajitno (2014), tempat masuk kuman M. Tuberculosis
adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan dan luka terbuka pada
kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis (TBC) terjadi melalui udara, yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel
yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas dengan melakukan reaksi inflamasi Bakteri dipindahkan melalui
jalan nafas ,basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari satu sampai tiga basil ;
gumpalan yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan
cabang besar bronkhus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada
dalam ruang alveolus, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi
peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan
memfagosit bakteri namun tidak membunuh organisme tersebut. Setelah
hari-hari pertama leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang

12
akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak
ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri
terus difagosit atau berkembang-biak di dalam sel. Basil juga menyebar
melalui getah bening menuju ke kelenjar getah bening regional.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid, yang
dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini membutuhkan waktu 10 – 20 hari .
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, isi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Bagian
ini disebut dengan lesi primer. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa
dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan
fibroblast, menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan
terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan
kompleks Ghon. Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis
adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkhus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial. Proses ini
dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi
rongga-rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar
bersama batuk. Bila lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi
efusi pleura tuberkulosa.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
bronkhus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental
sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga
kavitas penuh dengan bahan perkejuan, dan lesi mirip dengan lesi

13
berkapsul yang tidak terlepas. Keadaan ini dapat menimbulkan gejala
dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan
menjadi tempat peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan
mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam
sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Komplikasi yang dapat timbul akibat tuberkulosis terjadi pada
sistem pernafasan dan di luar sistem pernafasan. Pada sistem pernafasan
antara lain menimbulkan pneumothoraks, efusi pleural, dan gagal nafas,
sedang diluar sistem pernafasan menimbulkan tuberkulosis usus,
meningitis serosa, dan tuberkulosis milier.
6. Manifestasi Klinis
Menurut Depkes RI (2013), tuberkulosis sering dijuluki “the great
imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan
dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah
dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas
sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala
respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan
yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non
produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila
sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah

14
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin
tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah
atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak
terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah
yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah
luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi
pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang
ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura
terkena.
2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul
pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang
timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang
masa bebas serangan makin pendek.
b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan serta malaise. Timbulnya gejala
biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun
jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
3. Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan
cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Batuk darah
1. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
2. Darah berbuih bercampur udara

15
3. Darah segar berwarna merah muda
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia kadang-kadang terjadi
6. Benzidin test negative
b. Muntah darah
1. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
2. Darah bercampur sisa makanan
3. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
4. Darah bersifat asam
5. Anemia seriang terjadi
6. Benzidin test positif
c. Epistaksis
1. Darah menetes dari hidung
2. Batuk pelan kadang keluar
3. Darah berwarna merah segar
4. Darah bersifat alkalis
5. Anemia jarang terja.
7. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2013), komplikasi yang sering terjadi pada
penderita TBC Paru stadium lanjut adalah sebagai berikut :
1. Hemoptitis (perdarahan saluran napas
bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik
atau tersumbatnya jalan napas.
2. Kolaps dari lobus akibat dari retraksi
bronkhial
3. Pelebaran bronkus setempat dan
pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif pada
paru
4. Adanya udara didalam rongga udara
(pnemotoraks)
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti
keotak, tulang persendian, ginjal dan sebagainya

16
6. Insufisiensi kardiopulmoner

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada penderita Tuberkulosis Paru meliputi :
1. Pemeriksaan fisik
Pada pemerisaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu
kelainan apapun terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah
terinfiltrasi secara asimptomatik. Tempat kelainan lesi tuberkulosis paru
yang paling dicurigai adalah pada bagian apeks (puncak) paru. Pada
tuberkulosis paru stadium lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.
2. Pemeriksaan radiologis
Gambaran rontgen yang memberikan gambaran kuat tentang
adanya tuberkulosis paru adalah :
a. Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak
atau bernoduler (pada satu atau kedua sisi).
b. Kavitas (lubang) khususnya bila terdapat lebih dari 1
lubang.
c. Bayangan dengan perkapuran dapat menyebabkan
kesulitan dalam diagnosis
Adapun bayangan-bayangan lain yang mungkin berkaitan dengan
tuberkulosis paru adalah :
a. Banyak bentuk oval atau bundar soliter
(tuberkuloma).
b. Kelainan pada hilus dan mediastinum disebabkan oleh
pmbesaran kelenjar limfe.
c. Bayangan titik-titik kecil yang tersebar (tuberkulosis
milier).
3. Pemeriksaan laboratorium
Bahan-bahan yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah darah
dan sputum. Pada pemeriksaan darah yang diperiksa meliputi anemia

17
jumlah sel darah putih, laju endap darah dan kadar kalium atau natrium
dalam serum darah. Sedangkan sputum diperiksa berdasarkan teknik
SPS.
4. Tes Tuberkulin
Tes yang biasa dipakai adalah tes Mantoux, yakni dengan
menyuntikan 0.1 cc tuberkulin PPD (Purified Protein Derivate)
intrakutan 5 TU (Intermediate Strength). Tapi bila ditakutkan reaksi
hebat dengan 5 T. U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T. U (first strength)
dan bila dengan kekuatan 5 T. U masih memberikan hasil negatif dapat
diulangi dengan 250 T. U (second strength). Pembacaan tes ini dilakukan
setelah 48-72 jam penyuntikan. Reaksinya berupa indurasi kemerahan
dimana tes mantoux positif apabila indurasinya berdiameter 10 mm atau
lebih.
9. Pengobatan Tuberkulosis
1. Prinsip Pengobatan
Pengobatan akan diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Pengobatan tuberkulosis bertujuan untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan dan menurunkan
penularan. Obat diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 –8 bulan dan obat di telan
sebagai dosis tunggal.
Apabila paduan obat digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan
jangka waktu pengobatan), kuman TB akan berkembang menjadi
kuman kebal obat (resisten). Untuk memudahkan pemberian obat dan
menjamin kelangsungan pengobatan sampai selesai, paduan OAT
disediakan dalam bentuk paket kombipak. Satu paket untuk satu
penderita dalam satu masa pengobatan.
Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan
perlu dilakukan pengawasan langsung (DOTS) oleh seorang pengawas
menelan obat (PMO) (Depkes RI, 2013).
2. Paduan Obat

18
Pengobatan tuberkulosis diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap
intensif di mana obat diminum setiap hari dan tahap lanjutan di mana
obat di minum tiga kali dalam seminggu. Pengobatan tuberkulosis
terdiri dari 3 kategori yaitu
c. Kategori 1 (2HRZE / 4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisis (R),
Parasinamid (Z) dan Etambutol (E) diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZE) dan diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari Isoniasid (H) dan Rifampisin (R) diberikan 3 kali dalam
seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
1) Penderita baru TB baru BTA positif.
2) Penderita TB baru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat
dan,
3) Penderita TB exstra paru berat (Depkes RI, 2013).
Tabel 2.1
Paduan OAT Kategori 1
Dosis per hari / kali
Lama- Kaplet
Tablet Tablet Tablet Jumlah
Tahap nya Rifampi
Isonias Parasina Etabutol hari/kali
pengoba-tan pengob- sin
id @ mid @ @ 250 menelan obat
atan @450
300 mg 500 mg mg
mg
Tahap
intensif
2 bulan 1 1 3 3 60
(dosis
harian)
Tahap
lanjutan
4 bulan 2 1 - - 54
dosis3x
seminggu
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2002

b. Kategori 2 (HRZES / HRZE / 5H3R3E3)


Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2
bulan dengan HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari (2HRZES).
Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari dan diteruskan dengan

19
tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan 3 kali dalam
seminggu (5H3R3E3).
Obat kategori 2 ini diberikan untuk :
i. Penderita kambuh (relaps) yaitu penderita BTA positif yang sudah
dinyatakan sembuh tetapi kini datang lagi dan pada pemeriksaan
sputum memberikan hasil BTA positif.
ii. Penderita gagal (failure)
iii. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default) (Depkes
RI, 2013).
Tabel 2.2
Paduan OAT kategori 2
Tablet Etambutol Jumlh
Lama- Tabl Tablet
Parasin Strept- harian/ka
nya Isoniasid Rifampi Tablet Tablet
Tahap amid omisin li
pengo- @ 300 sin @ @250 @500
@ 500 injeksi menelan
batan mg 450 mg mg mg
mg obat
Tahap
intensif 2 bulan 1 1 3 3 0,75 gr 60
(dosis 1 bulan 1 1 3 3 - 30
harian)
Tahap
lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 - 66
(dosis 3 x
seminggu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2013.

c. Kategori 3 (2HRZ / 4H3R3)


Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2
bulan (2HRZ) dan diteruskan dengan tahapan lanjutan terdiri dari HR
selama 4 bulan diberikan 3 kali seminggu (4H3R3).
Obat ketegori 3 diberikan untuk :
1) Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
2) Penderita exstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe (limfedenitis),
pleuritis eksudativa unilateral, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang
belakang), sendi dan kelenjar adrenal (Depkes RI, 2013).

Tabel 2.3
paduan OAT kategori 3

20
Jumlah
Tablet Tablet Tablet
Tahapan Lamanya hari/kali
Isoniasid Rifampisin Etambutol
pengobatan pengobatan menelan
@ 300 mg @ 450 mg @ 250 mg
obat
Tahap intensif
2 bulan 1 1 3 60
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 3 x 4 bulan 2 1 - 54
seminggu)

Tahap lanjutan
(dosis 3 x 4 bulan 2 1 - 54
seminggu)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2013.

d. OAT Sisipan (HRZE)


Bila pada akhir tahap fase intensif pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan sputum masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan.
Tabel 2.4
paduan OAT Sisipan
Tablet Tablet Tablet Jumlah
Tahap Lamanya Kaplet
Isoniasid Parasinami Etabutol hari/kali
pengobat- pengobat- Rifampisin
@ 300 d @ 500 @ 250 menelan
an an @450 mg
mg mg mg obat

Tahap
intensif
1 bulan 1 1 3 3 30
(dosis obat
harian)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2013.

3. Efek Samping Obat Anti Tuberkulosis


Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan
tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek
samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek
samping sangat penting dilakukan selama pengobatan yang dilakukan

21
dengan cara menjelaskan kepada penderita tanda-tanda efek samping
dan menanyakan adanya gejala efek samping pada waktu penderita
mengambil OAT.
Efek samping OAT terbagi 2 yaitu :
a. Efek samping berat yaitu efek samping yang dapat menjadi sakit
serius. Efek sampingnya yaitu gatal dan kemerahan kulit,
tuli/gangguan pendengaran, gangguan keseimbangan, kulit menjadi
kekuning-kuningan, bingung dan muntah-muntah, gangguan
penglihatan. Dalam kasus ini maka pemberian Obat Anti
Tuberculosis harus dihentikan dan penderita harus segera rujuk ke
UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) spesialistik (Laban, 2014).
b. Efek samping ringan yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang
tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat ditanggulangi dengan obat-
obatan simptomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang
menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini,
pemberian OAT dapat diteruskan, efek samping yang ditimbulkan
yaitu nafsu makan menurun, mual, sakit perut. nyeri sendi,
kesemutan sampai rasa terbakar di kaki. warna kemerahan pada air
seni .
Tabel berikut ini menjelaskan efek samping dengan pendekatan gejala.
Tabel 2.5
Efek Samping Ringan Dari OAT
Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak ada nafsu makan, Rifampisisn Obat diminum malam
mual, sakit perut. sebelum tidur
Nyeri sendi Parasinamid Beri aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar INH Beri vitamin B6
di kaki (piridoxin) 100 mg
perhari
Warna kemerahan pada air Rifampisin Tidak perlu diberi
seni (urine) apa-apa, tapi perlu
penjelasan kepada
penderita
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2013.

Tabel 2.6
Efek Samping Berat Dari OAT

22
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Ikuti petunjuk
Gatal dan kemerahan
Semua jenis OAT penatalaksnaan di bawah
kulit
*).
Streptomisin dihentikan,
Tuli Streptomisin
ganti etambutol
Streptomisin dihentikan,
Gangguan keseimbangan Streptomisin
ganti etambutol
Hentikan semua OAT
Ikterus tanpa penyebab Hampir semua
sampai ikterus
lain OAT
menghilang
Bingung dan muntah- Hentikan semua obat,
Hampir semua
muntah (permulaan segera lakukan tes fungsi
obat
ikterus karena obat) hati.
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan
Rifampisin Hentikan Rifampisin
(syok)
Sumber : Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Depkes RI, 2002.

Penatalaksanaan penderita dengan efek samping “gatal dan


kemerahan kulit “ Jika seseorang dalam pengobatan dengan OAT mulai
mengeluh gatal-gatal, singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain.
Berikan antihistamin sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat.
Gatal-gatal tersebut pada sebagian penderita hilang, namun pada
sebagian penderita malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan
seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, kepada
penderita tersebut perlu diberikan kortikosteroid dan/atau tindakan
suportif lainnya (infus) di UPK perawatan (Depkes RI, 2013).
10. Konsep Pencegahan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia pencegahan adalah proses atau
cara untuk menahan agar sesuatu tidak terjadi.
1. Pencegahan tuberkulosis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, penyakit
tuberkulosis dapat dicegah dan diobati. WHO sedang berusaha keras
melalui STOP TB Strategi dan di dukung dengan perencanaan global
menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis.
Diperkirakan terdapat 9,6 juta-13,3 juta kasus baru dan lama. WHO

23
melaporkan, 87 persen berhasil sembuh dan targetnya sebesar 85
persen.
a. Pencegahan kejadian TB Paru
Untuk mengurangi kejadian TBC paru, kuman-kuman harus
dicegah agar tidak menular dari seseorang ke orang lain.
Langkah-langkah terapi pencegahan ini ditekankan pada:
1) Pemeriksaan pada semua penderita TBC Paru dan
mengobatinya secara adekuat
2) Mengidentifikasi orang-orang yang harus mendapat
kemoterapi dan mengobatinya.
3) Memperhitungkan orang-orang yang dulu pernah TBC dan
mereka yang tidak mendapat pengobatan yang adekuat.
4) Meningkatkan gizi.
5) Memberikan imunisasi BCG pada bayi.
b. Pencegahan Tuberkulosis
Upaya pencegahan tuberkulosis merupakan faktor utama
(prioritas). Menurut Misnadiarly (2013) mencegah penularan TB
paru adalah dengan menjalankan pola hidup bersih dan sehat yaitu:
1) Ventilasi rumah yang baik agar udara dan sinar matahari masuk
dalam ruangan.
2) Tidur dan istirahat yang cukup.
3) Tidak merokok dan minum-minuman ber alkohol
4) Olahraga teratur.
5) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan gizi seimbang.
Untuk penderita tuberkulosi dapat dilakukan pencegahan agar
tidak menularkan pada orang lain yaitu:
1). Menutup mulut waktu bersin dan batuk
2). Tidak meludah / membuang dahak sembarang tempat
Menurut Arkhan (2015) penderita tuberkulosis dapat
mencegah agar tidak menularkannya kepada orang lain yaitu
dengan:

24
1). Tidak mencampur alat makan atau minum yang di pakai
penderita dengan orang lain.
2). Tidak melakukan komunikasi terlalu dekat dengan orang lain.
Menurut Aditama dalam Tobing (2008) mengungkapkan
bahwa perlu diketahui basil tuberkulosis dalam paru tidak hanya
keluar ketika penderita TB paru batuk. Basil TB juga dapat keluar
bila penderita bernyanyi, bersin atau bersiul. Di Jepang dan Inggris
telah ada beberapa kali laporan menunjukan penularan tuberkulosis
pada murid sekolah, terutama yang duduk di barisan depan yang
tertular dari guru yang mengajar di depan kelas.
Upaya pencegahan sangat penting diterapkan khususnya di
rumah sakit rumah sakit, puskesmas, tempat berkumpulnya orang
banyak, seperti di barak-barak, rumah tahanan, dan sekolah.
Kecepatan pertukaran udara yang baik dalam suatu ruangan,
menurut WHO, minimal 12 ACH (average change hour) dan
terjadi pertukaran udara rata-rata sebesar 12 kali per jam dalam
ruangan (Harahap, 2014).
Khusus rumah sakit, puskesmas, dan lain-lain, WHO
menyarankan pemisahan pasien batuk, sejak saat pasien ke loket
pendaftaran. Pengidap batuk diberi masker agar tidak
menyemburkan batuk dan bersin. Pasien dengan keluhan batuk
perlu mendapat prioritas pelayanan.
Bila kecepatan dan volume udara kurang, dapat dilakukan
dengan upaya mekanik, yaitu menggunakan kipas angin meja atau
berdiri (stand fan) dengan arah yang benar, atau exhaust fan. Hal
ini penting dilakukan di ruangan tidur, ruang perawatan,
laboratorium, dan lain lain. Khusus ruang periksa pasien di rumah
sakit, selain kecepatan angin 12 ACH, juga perlu diperhatikan arah
udara mengalir dan bisa diperiksa dengan melihat arah asap saat
kita membakar obat nyamuk.
Rumah sakit, puskesmas, tempat praktik dokter merupakan
tempat yang sangat rawan terjadinya penularan tuberkulosis.

25
Tempat-tempat tersebut hendaknya mendapat perhatian khusus
karena masih banyak yang belum memenuhi persyaratan
pertukaran udara sesuai dengan standar. Sebagian menggunakan
pendingin udara dengan menutup jendela dengan kaca tanpa
memasang exhaust fan. Juga masih ada ruangan perawatan di
rumah sakit yang menggabungkan pasien tuberkulosis dengan
bukan tuberkulosis atau ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Hal-
hal tersebut sangat riskan terjadinya penularan tuberkulosis.
Peran pemerintah sangat penting, khususnya bagi
Kementerian Kesehatan agar dapat meningkatkan upaya
penyuluhan etika batuk kepada masyarakat, mengedukasi
masyarakat tentang tata ruang dengan aliran udara yang baik,
membuat kebijakan atau peraturan tentang fasilitas ruang
pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan pencegahan dan
pengendalian terhadap infeksi tuberkulosis (PPI-TB). Membuat
pelatihan bagi petugas kesehatan agar menguasai program PPI-TB.
Dengan upaya tersebut biaya yang dibutuhkan sangat minim bila
dibandingkan dengan upaya pengobatan bagi pengidap
tuberkulosis, di lain pihak juga dapat meningkatkan produktivitas
bagi masyarakat.
11. Pengelolaan Medis
1. Obat anti TB (OAT)
Obat harus diberikan dalam kombinasi 2 obat yang bersifat
bakteristik dengan atau tanpa obat ketiga, tujuan pemberian obat OAT,
antara lain:
a. Membuat konfersi sputum BTA positif menjadi negatif secepat
mungkin melalui kegiatan bakterisit.
b. Mencegah kekambulan pada tahun pertama setelah pengobatan
dengan sterilisasi.
c.  Menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesu melalui perbaikan
daya tahan imunologis.
Maka pengobatan TB dilakukan 2 fase, yaitu:

26
a.  Fase awal intensif, dengan kegiatan bakterisit untuk memusnahkan
populasi kuman yang membelah dengan cepat.
b.  Fase lanjutan, melalui kegiatan steriliosasi kuman pada pengobatan
jangka pendek atau kegiatan bakteri ostatik pada pengobatan
konfersional.
OAT yang biasa yang digunakan antara lain: isoniazid
(INH), rifampisin (R), pirazinamid (Z), dan steptormisin (S) yang
bersifat bakterisid dan etambuto (E), yang bersifat bakteriostatik.
Penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil pemeriksaan
bakteriologi, radiologi, dan klinik. Kesempatan TB paru yang baik
akan memperlihatkan sputum BTA negatif, adanya perbaikan
radiologi dan menghilangnya gejala.
12. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan
Tuberkulosis paru sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil,
berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak
(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru),
demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.
b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
c. Respirasi
Subjektif :Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit
dada.

27
Objektif :Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah,
pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi
ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu
(penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan
pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan
tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan
penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal
(penyebaran bronkogenik)
d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga timbul pleuritis.
e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.
3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan
sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan
penyakitnya.

28
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.
4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja,
jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi
dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang
marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk
sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah
tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus
harapan.
5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup. Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola
istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang
penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.
6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir
penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm
terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini
tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak
jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi
tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru
karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.
b. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan spasme


jalan nafas

29
30
C. Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Ketidakefektifan Bersihan Jalan NOC: NIC
Nafas berhubungan dengan:  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
- Infeksi, disfungsi neuromuskular,  Respiratory status : Airway patency  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
hiperplasia dinding bronkus, alergi  Aspiration Control  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
jalan nafas, asma, trauma Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
- Obstruksi jalan nafas : spasme selama …………..pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas, sekresi tertahan, keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
banyaknya mukus, adanya jalan kriteria hasil :  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
nafas buatan, sekresi bronkus,  Mendemonstrasikan batuk efektif dan
 Berikan bronkodilator :
adanya eksudat di alveolus, suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis
- ………………………
adanya benda asing di jalan nafas. dan dyspneu (mampu mengeluarkan
- ……………………….
DS: sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada
- ………………………
- Dispneu pursed lips)
 Monitor status hemodinamik
DO:  Menunjukkan jalan nafas yang paten
- Penurunan suara nafas (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Orthopneu frekuensi pernafasan dalam rentang  Berikan antibiotik :
- Cyanosis normal, tidak ada suara nafas abnormal) …………………….
- Kelainan suara nafas (rales,  Mampu mengidentifikasikan dan …………………….
wheezing) mencegah faktor yang penyebab.  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Kesulitan berbicara  Saturasi O2 dalam batas normal  Monitor respirasi dan status O2
- Batuk, tidak efekotif atau tidak  Foto thorak dalam batas normal  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
ada  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
- Produksi sputum peralatan : O2, Suction, Inhalasi.
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama
nafas

31
BAB III
RENCANA KEGIATAN DAN PELAKSANAAN RONDE
KEPERAWATAN
A. Rencana Kegiatan Ronde Keperawatan
No Waktu Kegiatan
10 :00 Pra Ronde
- Kepala ruangan bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan, katim menyiapkan pengelolaan kasus
dan pengkajian yang telah divalidasikan sampai intervensi
dan PA melaksanakan prosedur tindakan keperawatan
sesuai perencanaan.
- Analisa data dari pengkajian
- Menentukan nama klien, jenis penyakit serta masalah
keperawatan.
- Menelusuri literatur dan referensi pendukung untuk
memperjelas keterkaitan permasalahan.
- Diskusi perencanaan ronde keperawatan secara sistematis.
- Melibatkan pembimbing dalam persiapan ronde
keperawatan.
- Pemberitahuan pelaksanaan ronde keperawatan.

Intra Ronde
10 : 30 - Ronde keperawatan dihadiri, pembimbing ruangan dan
rumah sakit, perawat ruangan, perawat konselor, kepala
ruangan, katim dan PA.
- Penjelasan tentang klien oleh katim dalam hal ini
penjelasan difokuskan pada masalah keperawatan dan
rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan
memilih prioritas yang perlu didiskusikan.
- Diskusi antar anggota tim tentang kasus tersebut di nurse
station.
- Pemberian justifikasi oleh katim atau perawat
konselor/kepala ruangan tentang masalah klien serta
rencana tindakan yang akan dilakukan.
- Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah
dan yang akan ditetapkan.

Post Ronde
11 : 00 - Pelaksanaan masing-masing peran.
- Kelompok berdiskusi kembali
- Kelompok melakukan evaluasi dan rekomendasi
intervensi keperawatan
- Penutup

32
Kegiatan ronde keperawatan dilaksanakan pada hari selasa tanggal 30 Januari
2018, kegiatan berlangsung di ruang Penyakit Dalam Perempuan RSUD Bari

1. Pengorganisasian
Kepala Ruangan : Helsa Nurita, S.Kep.
Ketua Tim : Nur Afifah, S.Kep
Perawat Primer : Elsa Dwi Pangstu , S.Kep.
Perawat Assosciate : Evi Muhayana, S.Kep.
Lia Oktavia, S.Kep
Observer : Intan Gayatri, S.Kep.
Fasilitator : Jumadi, S.Kep.
Perawat Konselor : Layinnatus Surur, S.Kep
Dyah Haryani, S.Kep
Erlin Mayang Sari, S.Kep
B. Rencana Askep Pada Pasien TB PARU
Tanggal MRS : 03-01-2018
RM : 437018
Ruang : Perawatan Perempuan
Diagnosa Medis :
Pengkajian dilakukan tanggal : Jam : WIB
A. Identitas Klien B. Identitas Penanggung
Jawab
Inisial Nama :Ny ”S” Inisial : Nn “R”
Umur : 44 tahun Umur : 16 tahun
Jenis kelamin : perempuan Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Pekerjaan : tidak bekerja
Suku/Bangsa : sumatera Hubungan : Anak
Kandung
Pekerjaan : Tidak bekerja
Status : Kawin
Alamat : 5 ulu seberang ulu 1

33
C. Alasan di rawat
Keluhan utama saat MRS
Keluarga klien mengatakan klien batuk- batuk dan sesak nafas
Keluhan utama saat pengkajian
Keluarga klien mengatakan klien sesak nafas
D. Riwayat penyakit sekarang
Keluarga klien mengatakan klien dibawah ke RSUD Palembang BARI masuk
IGD dengan kondisi batuk(+), sesak nafas(+), BB 35kg lalu diberikan
perawatan dan dibawah ke bangsal perempuan. Klien sudah dirawat di ruang
PDL perempuan selama 26 hari.
E. Riwayat penyakit dahulu :
Pasien mengatakan tidak mengalami TB Paru
F. Riwayat kesehatan keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti
dialami pasien, pasien juga tidak mempunyai penyakit menurun misalnya :
DM, Hipertensi, Jantung, TB dll.
G. Riwayat pengobatan dan alergi :
Klien tidak memiliki alergi dan obat
H. Pengkajian Fisik
Keadaan umum
 Tensi darah : 110 / 70 mmHg
 Kesadaran : E: 4 M: 6 V: 5 Compos mentis
 Pols : 82 x /menit
 Pernafasan : 26 x / menit
 Sakit / nyeri : Nyeri dada skala 3
 BB : 35 kg
 Tinggi : 150 cm
 Personal hygiene : Dibantu sebagian
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
Fokus Pengkajian
1) Aktivitas/istirahat:
Pasien mengatakan tidur 7 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari

34
Kekuatan otot :
Ekstremitas Atas 5 5
5 5
Ekstremitas Bawah
Masalah keperawatan : tidak ada keperawaatan
2) Sirkulasi:
I : Bentuk dada simetris, tidak ada sianosis, CRT < 3 detik
A : BJ I lup dan BJ II dup.
P : Ictus cordis teraba, HR: 94 x/m, irama reguler.
P : Redup, batas jantung kanan atas ICS 2 di midparasterni dextra,
sebelah kanan
bawah di ICS 4, kiri atas di ICS 2 parasterni sinistra, dan kiri bawah
di ICS 4 di
mid klavikula sinistra.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
3) Pernafasan
I : klien tampak menggunakan otot dada
A : terdengar wheezing (+), ronki (+)
P : bentuk dada simestris
P : sonor
Masalah keperawatan : bersihan jalan nafas tidak efektif
4) Integritas:
Kulit klien elastis namun kulit tampak kering
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5) Eliminasi:
a) Klien tidak terpasang DC (dower cateter)
b) Tidak ada distensi kandung kemih
c) Warna urin kuning jernih, tidak ada darah, bau urin khas urine.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
6) Abdomen:
I : Bentuk abdomen simestris
A : Bising usus terdengar 12 x/m

35
P : tidak ada benjolan ataupun kelainan
P :-
Diet: tidak ada
Frekuensi makan : 3 x sehari
Porsi : ½ porsi dari yang di berikan Rumah sakit
Minum : ± 1.500 cc /24 jam.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Terapi yang diberikan

Nama obat/ Tindakan Tempat pemberian Dosis


Ceftriaxion IV 2x1gr
Ranitidine IV 2x1 Amp
OMZ Oral 2x1 Caps
Retaphyl SR Oral 2x1/2 tab
Neurodex Oral 1x1 tab
Metil P Oral 2x4 Mg
R, H,Z,E

ANALISA DATA
Inisial : Ny “S”

36
Umur : 44 tahun
No Data Etiologi Masalah
1 Ds . Orang yang terinfeki Kuman Ketidakefektifan
 Pasien TB,Batuk, bersin , lingkungan yang bersihan jalan nafas
mengatakan kadang terinfeksi ,TBpenularan “ Droplet
tersa sesak Infection “
 Pasien mengatakan
batuk – batuk terus dan Saluran pernafasan
terasa ada dahak
Alveoli atas dan bawah
Do
 RR : 26 X / Menit Reaksi imflamasi

 Pols : 82 X/ Menit
 Suhu : 36 Edema bronchial

 TD : 110 / 70
Basil TB berkembang
 Nyeri dada

Produksi eksudat , batuk , sesak

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Masalah Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan
jalan nafas

Prioritas Masalah
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan Obstruksi jalan nafas :
sekresi

37
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas NOC : NIC :
berhubungan dengan Obstruksi jalan  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
nafas : sekresi ditandai dengan :  Respiratory status : Airway patency suctioning.
Ds .  Aspiration Control  Berikan O2 ……l/mnt, metode……
 Pasien mengatakan kadang tersa  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
sesak Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, klien
dalam
 Pasien mengatakan batuk – batuk menunjukkan perbaikan level nyeri dengan criteria hasil
terus dan terasa ada dahak
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
No Indikator target
ventilasi
Do 1 Mendemonstrasikan batuk efektif dan 5  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 RR : 26 X / Menit suara nafas yang bersih, tidak ada  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Pols : 82 X/ Menit sianosis dan dyspneu (mampu  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
 mengeluarkan sputum, bernafas
Suhu : 36 tambahan
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 TD : 110 / 70  Berikan bronkodilator :
2 Menunjukkan jalan nafas yang paten 5
 Nyeri dada  Monitor status hemodinamik
(klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi pernafasan dalam  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
rentang normal, tidak ada suara nafas Lembab
abnormal)  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
3 Saturasi O2 dalam batas normal 5 keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
Skalaindikator:
 Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
1. Tidak pernah
2. Jarang mengencerkan sekret
3. Kadang-kadang  Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
4. Selalu penggunaan peralatan : O2, Suction,
5. Sering Inhalasi.

BAB IV

38
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Inisial : Ny “S”
Umur : 44 Tahun
Hari, Hari,
N Diagnosa
tanggal, Implementasi tanggal, Evaluasi
o keperawatan
waktu waktu
1 Ketidakefektif Selasa, 1. Memonitor tanda-tanda vital Selasa30 S:
an bersihan 30 R : TD : 130/80 N : 94x/m Januari Keluarga klien mengatakan klien masih batuk berdahak
jalan nafas Januari T : 36,3°C RR : 28x/m 2018 O:
berhubungan 2018 2. Memposisikan pasien untuk 11.00 - Klien masih tampak lemah
dengan 10:30 memaksimalkan ventilasi - Masih terdengar suara wheezing
Obstruksi jalan WIB R : memposisikan pasien semi - Masih terdengar suara ronki
nafas : sekresi fowler - klien masih tampak batuk
3. Mengauskultasi suara nafas, TD :120/80N : 90x/m
mencatat adanya suara tambahan T : 36,4°C RR :24x/m
R : terdengar suara wheezing dan A:
ronki Masalah teratasi sebagian
4. Memberikan O2 Indicator S S T
R : 1 Lt/mnt Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas 2 3 5
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak 2 3 5
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal)
Saturasi O2 dalam batas normal 2 3 5

P:
Intervensi dihentikan

39
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ronde keperawatan adalah suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan
dengan membahas kasus tertentu dengan harapan adanya transfer
pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara teoritis kedalam praktek
keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh perawat konselor, kepala
ruangan, MA, kabid keperawatan dengan melibatkan seluruh tim
keperawatan. Karakteristik dari ronde keperawatan meliputi :pasien
dilibatkan secara langsung, pasien merupakan fokus kegiatan, perawat yang
terlibat melakukan diskusi, konselor memfasilitasi kreatifitas dan membantu
mengembangkan kemampuan perawat dalam meningkatkan kemampuan
mengatasi masalah.
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan
klien yang dilaksanakan oleh perawat, disamping pasien dilibatkan untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus
tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan,
perawat associate yang perlu juga melibatkan seluruh anggota tim. Ronde
keperawatan merupakan suatu metode pembelajaran klinik yang
memungkinkan peserta didik mentransfer dan mengaplikasikan pengetahuan
teoritis kedalam peraktik keperawatan secara langsung.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Hendaknya lebih proaktif, cepat dan tanggap dalam menghadapi segala
situasi dan kondisi yang dihadapi baik dalam teori atau kasus lapangan,
khususnya pada proses ronde keperawatan
2. Lahan Praktek
Diharapkan pada lahan lebih meningkat pelayanan. Dalam melakukan
asuhan keperawatan klien dengan Tuberkulosis (TBC). Dalam melakukan
asuhan keperawatan pada klien dengan Tuberkulosis (TBC), perawat dapat
mengimplementasikan sesuai dengan masalah yang di dapat saat ronde.

40
3. Perawat Ruang Penyakit Dalam (PDL)
Diharapkan agar dapat terus menjalankan ronde keperawatan dan
memasukan dalam jadwal kegiatan bulanan di ruang PDL.
4. Institusi Pendidikan
Dapat membimbing dalam proses ronde keperawatan khususnya pada
pasien stroke dengan sabar dan teliti serta memotivasi para mahasiswa
dalam segi mental dan spiritual.

41
42

Anda mungkin juga menyukai